Anda di halaman 1dari 19

Knowledge,

Photography, Tutorial
Hijab
Okt05

ASKEP Penyakit Katup Jantung


Posted by Putri Wardah Nafisah | On Senin, Oktober 05, 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit katup jantung merupakan kelainan aliran darah melintasi katup jantung. Katup
normal adalah aliran searah dan aliran yg tidak terhalangi. Katup membuka merupakan
tekanan proximal katup lebih tinggi dari tekanan dalam ruang atau pembuluh darah sebelah
katup. Katup menutup merupakan tekanan distal lebih tinggi dari tekanan dalam ruang
proximal katup (Purnomo, 2003).

Penyakit jantung katup merupakan salah satu penyakit jantung yang dapat berakhir pada
keadaan gagal jantung. Kelainan katup yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi, kelainan
bawaan, ataupun trauma. Jantung memiliki 4 katup, dan kesemua katup dapat mengalami
kerusakan. Satu kerusakan katup dapat menyebabkan kerusakan katup yang lain. Seiring
perkembangan zaman, gagal jantung dapat ditemui pada usia muda, dimana usia diatas 45
tahun bagi laki-laki dan 55 tahun bagi perempuan memiliki faktor risiko terbesar untuk
menderita gagal jantung. Di Indonesia, gagal jantung merupakan salah satu penyebab
kematian yang paling tinggi dan merupakan salah satu penyakit yang memiliki prevalensi
tinggi di rumah sakit, baik rawat inap maupun rawat jalan (Depkes RI, 2009).

Terdapat dua jenis gangguan fungsional yang disebabkan oleh kelainan katup,yaitu
stenosis katup dan insufisiensi katup. Stenosis katup terjadi bila lumen katup mengalami
retriksi sehingga menghalangi aliran dan menyebabkan peningkatan beban kerja karena ruang
jantung perlu meningkatkan tekanan untuk mengatasi peningkatan resistensi terhadap aliran
darah. Insufesiensi katup adalah terjadi bila daun katup gagal menutup dengan baik
memungkinkan aliran balik darah menyebabkan peningkatan volume kerja jantung karena
jantung perlu memompa volume untuk mengganti darah yang mengalir balik (Kasron, 2012).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud penyakit katup jantung ?

2. Apa saja jenis-jenis penyakit katup jantung?

3. Apa penyebab penyakit katup jantung?

4. Bagaimana gejala dan diagnosa penyakit katup jantung?

5. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan penyakit katup jantung ?

6. Bagaimana proses perawatan penyakit katup jantung ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui pengertian penyakit katup jantung

b. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit katup janttung

c. Untuk mengetahui penyebab penyakit katup jantung

d. Untuk mengenali gejala dan diagnosa penyakit katup jantung

e. Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan penyakit katup jantung

f. Untuk mengetahui proses perawatan penyakit katup jantung

1.4 Manfaat Penulisan


Sebagai mahasiswa keperawatan, makalah ini dapat digunakan sebagai sumber
pengetahuan tentang proses perawatan terhadap pasien penyakit katup jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stenosis Mitral

2.1.1 Definisi
Stenosis katup mitral (mitral stenosis) merupakan penyempitan pada lubang katup
mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri (Kasron, 2012).
Mitral stenosis adalah suatu penyempita jalan aliran darah ke ventrikel. Penyempitan
katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah
antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat
dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan
napas menjadi pendek serta gejala lainnya (Kasron, 2012).

2.1.2 Penyebab
Tersering dari mitral stenosis adalah demam reumatik. Penyebab yang agak jarang
antara lain: mitral stenosis kongenital, lupus eritematosus sistemi (SLE), artritis reumatoid
(RA), atrial myxsoma, dan endokarditis bacterial. Selain itu, coxsackie diduga memegang
peranan pada timbulnya penyakit katup jantung kronis. Gejala dapat dimulai dengan suatu
episode atrial vibrilasi atau dapat dicetuskan oleh kehamilan dan stress lainnya terhadap
tubuh misalnya infeksi (pada jantung, paru,etc) atau gangguan jantung yang lain (Kasron,
2012).
Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, yang pada saat
ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa Barat karena itu di wilayah tersebut,
stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik
pada masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya,
demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja
dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup
mitral sebagian bergabung menjadi satu. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu
kelainan bawaan. Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari
dua tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan. Miksoma (tumor jinak di atrium kiri)
atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan
menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral (Kasron, 2012).

2.1.3 Patofisiologi
Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita jantung
reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode
penyakit jantung reumatik; dengan demikian tidak akan terjadi on set dari gejala mitral
stenosis sebelumnya (Kasron, 2012).
Bakteri steptococcus beta hemolitikus Group A dapat menyebabkan kasus terjadinya
demam reumatik. Selain itu, oleh tubuh dianggap antigen yang membuat tubuh membuat
antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat
kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat
kerusakan pada katup mitral tersebut. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan
fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan yang akan menjadi kaku. Pada saat terbuka
dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2
tunggal dan opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila
kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu.
Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium
kanan. Peregangan otot-otot atrium menyebabkan fibrilasi atrium (Kasron, 2012).
Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran darah,
terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak banyak mengalami
perubahan kecuali pada mitral stenosis yang berada ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi
kecil. Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase
diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah
jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah
melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan antar
keduan ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal
(Kasron, 2012).
Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6cm. Ketika daerah orifisium ini
berkurang hingga 2cmmaka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan
agar aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan
berkuran hingga 1 cm. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesara 25 mmHg
untuk mempertahankan cardiac output yang normal (Kasron, 2012).
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah.
Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian
ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena
ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan
volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam
vena pulmonalis dan kapiler meningkat akibat terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti
vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam
alveoli (Kasron, 2012).
Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari
resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respon ini, memastikan gradien tekanan yang
memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Akan tetapi, hipertensi
pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arterial pulmoalis.
Ventrikel kanan memberi respon terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara
hipertrofi. Lama-kelamaan akan diikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan
ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan
ini lama-kelamaan memengaruhi katup trikuspid. Katup ini akan mengalami insufisiensi
kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang
(Kasron, 2012).

2.1.4 Manifestasi Klinis


Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam
vena paru-paru meningkat, hingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam
paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat
hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal
jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak napas. Pada awalnya, sesak napas terjadi
hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan
istirahat. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan di sanggah
oleh beberapa bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa
seseorang menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat
menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi pendarahan ringan atau berat ke dalam
paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut
jantung menjadi cepat dan tidak teratur (Kasron, 2012).
Dengan meggunakan stestoskop, akan terdengar murmur jantung yang khas ketika
darah mengalir atau menyembur melalui katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak
seperti katup normal yang membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering
menimbulkan bunyi gemertak ketika membuka untuk mengalirkan darah ke dalam ventrikel
kiri. Diagnosis biasanya diperkuat dengan pemeriksaan:
a. Elektrokardiografi
b. Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium)
c. Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik)
Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk mrnrntukan luas untuk menutupi luas dan
jenis penyumbatannya (Kasron, 2012).

2.1.5 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang dibutuhkan jika gejala tidak ditemukan atau hanya ringan
saja. Rujukan ke rumah sakit hanya dibutuhkan untuk diagnosis atau penanganan gejala yang
berat. Tak ada obat dapat mengoreksi suatu defek katup mitral. Hanya saja obat-obatan
tertentu dpat digunakan untuk mengurangi gejala dengan mempermudah kerja pemompaan
jantung dan mengatur irama jantung (Kasron, 2012).
Obat-obatan seperti beta blocker (seperti acebutolol, metoprolol, pro panolol,
metoprolol suksinet, atenolol, bisoprolol), digoxsin, amiodarone, diltiazem, heparin, dan
verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi
atrium. Jika terjadi gagal jantung diogxin juga akan memperkuat denyut jantung. Diuretik
(furosemit) dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi
volume sirkulasi darah. Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan,
mungkin perlu dilakukan perbaikan atau pergantian katup. Pada prosedur volvuloplasti
balon, lubang katup diregangkan. Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan
melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan
akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa
melakukan melalui pembedahan. Jika kerusakan katupnya terlalu parah, bisa diganti dengan
katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi. Sebelum menjalani tindakan
gigi atau pembedahan, kepada penderita diberikan antibiotik pencegahan untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi ktup jantung (Kasron, 2012).
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam
rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep
throat (infeksi tenggorokan oleh streptococcus) yang tidak diobati (Kasron, 2012).

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi dapat atau mengancam jiwa. Mitral stenosis biasanya dapat dikontrol
dengan pengibatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan. Tingkat mortalitas
post operative pada mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada mitral valuve replacemen
adlah 2-5%. Prolaps katup mitral (mitral valve prolapse (MVP) (Kasron, 2012).

2.2 Stenosis Trikuspidalis

2.2.1 Definisi
Stenosis katup triskupidalis (tricuspid stenosis) merupakan penyempitan katup
trikuspidalis, yang menyebabkan tahanan aliran darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan.
Stenosis trikuspidalis menyebabkan trium kanan membesar dan ventrikel kanan mengecil.
Jumlah darah yang kembali ke jantung berkurang dan tekanan di dalam vena yang membawa
darah kembali ke jantung meningkat (Kasron, 2012).

2.2.2 Penyebab
Hampir semua kasus disebabkan oleh demam rematik, yang sekarang ini sudah jarang
ditemukan di Amerika dan Eropa Barat. Penyebab lainnya:
a. Tumor di atrium kanan
b. Penyakit jaringan ikat
c. Kelainan bawaan
d. RHD (bersama-sama katup mitral/aorta) (Kasron, 2012).

2.2.3 Patofisiologi
Stenosis katup trikuspidalis akan menghambat aliran darah dari atrium kanan ke
ventrikel kanan selama diastolic. Lesi ini biasanya berkaitan dengan penyakit katup mitralis
dan aorta yang terjadi akibat penyakit jantung reumatik berat. Stenosis trikuspidalis
meningkatkan beban kerja atrium kanan, memaksa pembentukan tekanan yang lebih besar
untuk mempertahankan aliran melalui katup yang tersumbat. Kemampuan kompensasi atrium
kanan terbatas, sehingga atrium akan mengalami dilatasi dengan cepat. Peningkatan volume
dan tekanan atrium kanan mengakibatkan penimbunan darah pada vena sistemik dan
peningkatan tekanan. (ODonnell MM, 2002)

2.2.4 Manifestasi Klinis


Gejala umum ringan. Penderita bisa mengalami palpitasi (jantung berdebar) atau
pulsasi (denyut nadi yang keras) di leher, dan seluruh badan tersa lelah. Rasa tidak enak di
perut bisa terjadi jika peningkatan tekanan di dalam vena menyebabkan pembesaran hati
(Kasron, 2012).
Pada pemeriksaan dengan stetoskop, akan terdengar bunyi murmur jantung. Rontgen
dada menunjukkan pembesaran atrium kanan, ekokardiogram memberikan gambaran stenosis
dan beratnya penyakit. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan yang menunjukkan
adanya pernggangan pada atrium kanan (Kasron, 2012).

2.2.5 Penatalaksaan
Stenosis katup trikuspidalis yang memerlukan tindakan pembedahan. Dalam pengobatan
stenosis katup trikuspid, perawatan medis dan pengobatan tergantung dari penilaian penyebab
yang mendasari patologi katup.
a. Obati endokarditis bakteri dengan antibiotik yang tepat sebagaimana ditentukan oleh
sensitivitas kultur organisme.
b. Gunakan obat aidmia jantung tergantung pada karakterisasi mereka.
c. Turunkan kelebihan volume yang tepat pada atrium dengan diuresis dan diet garam
mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi hati.
Pemberian obat bertujuan untuk mengurangi kematian dan mencekik komplikasi. Berikut
jenis obata yang dapat digunakan untuk stenosis katup trikuspidalis.
Senyawa antriaritmia, mengubah mekanisme elektropsikologi yang menyebabkan aritmia.
Obat yang digunakan digoxin.
Antikoagulan, digunakan untuk profilaksis da pengobatan trombosis vena, emboliparu dan
tromboemboli. Obat yang sering digunakan adalah warfarin (Kasron, 2012).

2.2.6 Komplikasi
Berkurangnya aliran darah di paru-paru.

2.3 Insufisiensi Mitral

2.3.1 Definisi
Insufiensi mitral adalah daun katup mitral yang tidak dapat menutup dengan rapat
sehingga darah dapat mengalir balik atau akan mengalami kebocoran (Arif Muttaqin, 2009).
Insufisiensi mitralis merupakan keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke
atrium kiri pada saat sistolik akibat katup mitral tidak menutup secara sempurna. Kelainan
katup mitralis yang disebabkan karena tidak dapat menutupnya katup dengan sempurna pada
saat sistole (Dinda, 2008).
Jadi, insufisiensi mitral adalah kelainan katup mitral dimana terdapat refluks darah
dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik akibat katup mitral tidak menutup secara
sempurna.

2.3.2 Etiologi
RHD merupakan faktor penyebab pre-dominan. Bila MI sebagai hasil RHD, biasanya
berkaitan dengan beberapa level MS. Penyebab non RHD adalah disfungsi / ruptur muskulus
papillaris sebagai dampak iskemik jantung (cepat menimbulkan edema paru akut dan shock),
endokarditis infective, dan anomali kongenital.

2.3.3 Patofisiologi
Regurgitasi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna
waktu sistole. Perubahan katup mitral tersebut adalah klasifikasi, penebalan dan distorsi daun
katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistole. Selain itu,
pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel terutama bagian
posterior dan dapat juga terjadi anulus atau repture korda tendinea. Selama fase sistol terjadi
aliran regurgitan ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi di atrium kiri,
sedangkan aliran ke aorta berkurang. Waku diastol, darah mengalir ke atrium kiri ke
ventrikel. Darah atrium kiri tersebut berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis dan juga
darah regurgitan yang berasal dari ventrikel kiri waktu sistol sebelumnya. Ventrikel kiri cepat
distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, manarik katup, kordae dan otot
papillaris. Hal ini menimbulkan fibrasi bunyi jantung ketiga pada insufisiensi miyral kronik,
regurgitasi sistolike atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa
meningkatnya tekanan di baji dan aorta pulmonalis.
Adapun demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan
streptokok beta hemolitik grup A. Reaksi auto imun terhadap infeksi streptokok secara
hipotetif alkan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai
berikut:
a. Streptokok grup a akan menyebabkan infeksi faring
b. Antigen streptokok akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun.
c. Antibodi yang bereaksi dengan antigen streptokok, dan dengan jaringan hospes yang secara
antigenik sam aseperti streptokok (dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan antara
antigen streptokok dengan antigen jaringan jantung.
d. Auto antibodi tersebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan
jaringan. Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung
khusuhnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan
erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral
menutup pada saat sistol sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran
darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah
sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding antrium sehingga
terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah. Hal ini mengakibatkan
kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema
intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kakan.

2.3.4 Manifestasi Klinis


Regurgitasi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala. Kelainannya bisa
dikenali hanya jika dokter melakukan pemeriksaan dengan stetoskop dimana terdengar
murmur yang khas, yang disebabkan pengaliran kembali darah kedalam atrium kiri ketika
ventrikel kanan berkontraksi. Gejala yang serig timbul adalah palpitasi jantung, nafas pendek
saat latihan dan batuk akibat kongesti paru pasif kronis. Denyut nadi mungkin teratur dengan
volume yang cukup, namun kadang tidak teratur akibat ekstra sistol atau fibrilasi atrium yang
bisa menetap selamanya, peningkatan JVP, hepatomegali, pitting edema (akibat gagal jantung
kanan). Tanda dan gejala:
1. Kelemahan, dispnea saat aktivitas
2. Orthopnea (akibat penurunan jantung)
3. Palpitasi atau berdear-debar
4. Peningkatan JVP, hepatomegali, pitting edema (akibat gagal jantung kanan).
5. Auskultasi
a. Bolosistolik murmur/bising sepanjang sistolik diapeks yang menjalar ke aksila.
b. BJ 3 terdengar (bila MI berat).
6. EKG
a. Premature Atria Contruction (PAC) ; Atria Fibrillation (AF)
b. Gelombang P mitral
c. Hipertrofi atrium dan ventrikel kiri.
d. Kelainan gelombang T dan segmen ST yang non spesifik.
e. Right Axis Devition (RAD)
7. Rontgen Toraks
a. Hipertrofi atrium dan ventrikel kiri
b. Hipertensi pilmonal dan kongesti pembuluh darah paru.
8. Kateter cor
a. Refluks zat kontras melalui mitral selama sistolik
b. Peningkatan gelombang V pada pulmonary capillary wedge pressure.
c. Peningkatan tekanan arteri pulmonalis, atrium kiri, PWP
9. Echocardiografi
a. Dilatasi atrium dan ventrikel kiri
b. Prolaps sebagian katup mitral atrium kiri (Wajan, 2012).

2.3.5 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Jika penyakitnya berat, katup perlu diperbaiki atau diganti sebelum ventrikel kiri
menjadi sangat tidak normal sehingga kelainannya tidak dapat diatasi. Mungkin perlu
dilakukan pembedahan untuk memperbaiki katup (Valvuloplasti) atau menggantinya dengan
katup mekanik maupun katup yang sebagian dibuat dari katup babi. Memperbaiki katup bisa
menghilangkan regurgitasi atau menguranginya sehingga dapat ditolerir dan kerusakan
jantung dapat dicegah. Setiap jenisa penggantian katup memiliki keuntungan dan kerugian.
Katup mekanik biasanya efektif, tetapi menyebabkan meningkatnya resiko pembentukan
brkuan darah, sehingga biasaya untuk mengurangi resiko tersebut diberikan antikoagulan.
Katup babi bekerja dengan baik dan tidak memiliki resiko terbentukmya bekuan darah, tetapi
tidak mampu bertahan selama katup mekanik. Jika katup pengganti gagal, harus diganti.
Fibrilasi atrium juga membutuhkan terapi. Obat obatan seperti beta-blocker, digoxin dan
verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi.
Permukaan katup jantung yang rusak mudah terkena infeksi serius (endokarditis
infeksius). Karena itu untuk mencegah terjadinya infeksi, seseorang dengan katup yang rusak
atau katup buatan harus mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani tindakan pencabutan
gigi atau pembedahan.
Terapi medikametosa:
1. Digoxin
Digoxin amat berguna terhadap penanganan fibrilasi atrium. Ia adalah kelompok obat
digitalis yang bersifat inotropik positif. Ia meningkatkan kekuatan denyut jantung dan
menjadikan denyuta jantung kuat dan sekata.
2. Antikoagulan oral
Antikoagulan diberikan pada pasien untuk mengelakkan terjadinya pembekuan darah yang
bisa menyebabkan emboli sistemik. Emboli bisa terjadi akibat regurgitasi dan turbulensi
aliran darah
3. Antibiotik provilak
Atministrasi antibiotik dilakukan untuk mengelakkan infeksi bakteria yang bisa
menyebabkan endokarditis. Dalam kasus insufisiensi mitralis kronil, terapi surgical adalah
penting utuk memastika survival. Untuk itu katu prostetik digunakan untuk digantikan katup
yang rusak.

2.3.6 Komplikasi
Kongesti vena pulmonaris, edema paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertrofi
ventrikel kanan, fibrilasi atrium, emboli sistem, hipertensi pulmonal, dekompensasi kordis
kiri (LVF), endokarditis.

2.4 Insufisiensi Trikuspidalis

2.4.1 Definisi
Infusifiensi Trikuspidalis adalah kebocoran pada katup trikuspidalis yang terjadi
setiap kali ventrikel kanan berkontraksi (sistole) pada regurgitasi katup trikuspidalis, ketika
ventrikel kanan berkontraksi yang terjadi bukan hanya pemompaan darah ke paru-paru tetapi
juga pengaliran kembali sejumlah darah ke atrium kanan. Kebocoran ini akan penyebabkan
meningkatnya tekanan ke dalam atrium kanan dan menyebabkan pembesaran atrium kanan.
Tekanan yang tinggi ini di teruskan ke dalam vena yang memasuki atrium, sehingga
menimbulkan tahanan terhadap aliran darah dari tubuh yang masuk ke jantung (Kasron,
2012).

2.4.2 Etiologi
1. Gagal jantung kiri kronis.
2. Hipertensi pulmonal kronis (Wajan, 2012).
Tanda dan Gejala
1. Distensi vena juguralis.
2. Hepatomegali dan splenomegali.
3. Edema perifer dan asites.
4. Auskultasi: murmur sepanjang fase sistolik.
5. Rontgen toraks: hipertrofi atrium dan ventrikel kanan.
6. Kateterisasi jantung: refluks atrium kanan saat ventrikel kanan disuntik zat kontras pada fase
sistolik.
7. EKG
a. Gelombang P pulmonal.
b. Hipertrofi ventrikel kanan (Wajan, 2012).

2.4.3 Patofisiologi
Infusifiensi trikuspid memungkinkan adanya darah yang kembali ke atrium kanan.
Pada saat ventrikel sistolik dan pada saat ventrikel diastolic volume darah yang sampai
atrium kanan dan ventrikel kanan mengalami dilatasi dan hipertrofi.

2.4.4 Manifestasi Klinis


a. JVP meningkat
b. Adanya perasaan perih di perut
c. Mudah lelah
d. Nyeri
e. Napas cepat
f. Anoreksia
g. Bengkak tungkai

2.4.5 Penatalaksanaan
Konserfatif
a. Istirahat, pembatasan aktivitas fisik
b. Obat-obatan: digitalis, diuretik
Operatif
a. Valvuloplasty bersamaan pada katup mitral yang timbul bersama
b. TVR bila ada kerusakan organik yang berat

2.4.6 Komplikasi
a. Kehilangan nafsu makan
b. Penurunan berat badan yang tidak diinginkan
c. Gagal jantung dan Infark Miokard

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Ny. G berusia 45 dirawat di rumah sakit dengan mengeluh sesak nafas, mual, pusing,
keringat dingin, nyeri dada disertai batuk dan, bengkak pada kaki kiri. Pasien merasa cepat
lelah, hasil pemeriksaan fisik didapatkan BB 75 kg, TB 155cm, TD 130/90 mmHg, Nadi
100x/menit, RR 25x/menit data penunjang yang didapatkan CTR> 50%, EKG LVH, RVH,
PWP, BP, Ronkhi, Oliguri, Anuria, JVP> 3 cmH2O, pelebaran vena abdominal.

3.2 Pengkajian

3.2.1 Anamnesa
1. Data Demografi
Nama : Ny. G
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya
2. Keluhan utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosi dan batuk-
batuk.
3. Riwayat penyakit sekarang: klien biasanya dibawah ke rumah sakit setelah sesak nafas,
sianosis dan batuk-batuk disertai dengan demam tinggi atau tidak.
4. Riwayat penyakit dahulu: klien pernah menderita penyakit demam rematik, SLE (systemic
lupus erythematosus), RA (rheumatoid atrthritis), miksoma (tumor jinak di atrium kiri)
5. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya
stenosis mitral.

3.2.2 ROS (Review of System)


B1 (Breath) : Sesak/RR meningkat, nada rendah di apex dengan menggunakan bel dengan
posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti vena ada ortopnea.
B2 (Blood) : Peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa fibrilasi
atrium (denyut jantung cepat dan teratur), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi
melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ 1 keras murmur
sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic murmur.
B3 (Brain) : Nyeri dada dan abdomen
B4 (Bladder) : Ketidakseimbangan cairan excess, oliguria
B5 (Bowel) : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan.
B6 (Bone) : Kelemahan, keringat dingin, cepat lelah

3.2.3 Pengkajian Psikososial


1. Sesak napas berpengaruh pada interaksi
2. Aktivitas terbatas
3. Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Stress akibat kondisi penyakit dengan prognosis yang buruk

3.2.4 Pemeriksaan diagnostik


1. Pemeriksaan elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa aspek:
a. Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral
b. Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indikator akan beratnya perubahan
hemodinamik.
c. Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2. Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium). Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan
radiologis adalah :
a. Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
b. Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
c. Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada
septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
3. Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).
4. Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode,
tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral.
5. Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis
penyumbatannya.

3.3 Analisa Data


DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: mengeluh pusing, sesak nafas, mual, penurunan curah jantung, kongesti Penurunan per
berkeringat dingin, dan nyeri dada. vena sekunder terhadap kerusakan jaringan
DO: hipotensi, MAP abnormal, tachikardia, fungsi katup (regurgitasi/stenosis)
disritmia, diaforesi, pulsus alternans, kulit
dingin dan pucat, dyspnea, orthopnea, PND;
ronkhi; kadar BUN dan kreatinin meningkat;
oliguria, tekanan vena jugularis (JVP) >3
cmH2O, distritmia, BJ III gallops, BJ I atau
BJ II melemah atau split, terdengar murmur
sistolik atau diastolic

DS: mengeluh sesak napas, nyeri dada, akumulasi cairan dalam alveoli Kerusakan pertuka
batuk, letargi, dan keletihan. paru sekunder terhadap status gas
hemodinamik tidak stabil.
DO: arigitasi bingung; sianosis, wheezing,
rales/ronkhi di basal paru: retraksi intercosta,
suprasternal; pernapasan cuping hidung;
kadar gas darah arteri abnormal; PND,
takipnea, orthopnea; kulit kuning pucat.
DS: sesak napas, batuk, kaki bengkak, peningkatan preload, penurunan Resiko
berkeringat dingin. kontraktilitas, penurunan aliran terhadap/kelebihan
darah ke ginjal, dan penurunan laju volume cairan (ede
DO: edema ekstremitas; berat badan filtrasi glomerulus. dependen)
meningkat: dyspnea, orthopnea, PND; asites,
hepatomegaly, splenomegali; kardiomegali,
CTR> 50%; EKG: LVH, RVH, defiasi axis:
pergeseran apek, perubahan denyut nadi,
peningkatan CVP, PWP, BP; ronkhi; oliguri,
anuria; JVP >3 cmH2O; pelebaran vena
abdominal.

3.4 Prioritas Masalah


1. Penurunan perfusi jaringan b.d penurunan curah jantung, kongesti vena sekunder terhadap
kerusakan fungsi katup (regurgitasi/stenosis).
2. Kerusakan pertukaran gas b.d akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder terhadap status
hemodinamik tidak stabil.
3. Resiko terhadap/kelebihan volume cairan (edema dependen) b.d peningkatan preload,
penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal, dan penurunan laju filtrasi
glomerulus.

3.5 Intervensi Keperawatan


Diagnosa: Penurunan perfusi jaringan
Tujuan: perfusi jaringan, curah jantung adekuat, dan tanda-tanda dekompesasi kordis tidak
berkembang lebih lanjut.
Kriteria hasil
Subjektif: keluhan diatas (pada data penunjang) berkurang atau hilang.
Objektif: tekanan darah, MAP dalam batas normal, denyut nadi kuat, denyut jantung dalam
batas normal, kadar, ureum dan kreatinin normal, JVP stabil, kulit hangat kemerahan, tidak
berkeringan, irama jantung sinus, pola nafas efektif, bunyi nafas normal; intensitas kuat dan
irama BJ teratur.
INTERVENSI RASIONAL
1. Atur posisi tidur yang nyaman (fowler/ high fowler). Posisi tersebut memfasilitasi expansi paru.
2. Bed rest total dan mengurangi aktivitas yang Pembatasan aktivitas dan istirahat mengu. Bra
merangsang timbulnya respon valsava/ vagal konsumsi oksigen miokard dan beban kerja jatung.
maneuver. Catat reaksi klien terhadap aktivitas yang
dilakukan.
3. Monitor tanda-tanda vitaldan denyut apikal setiap 3-7. tanda dam gejala tersebut membantu diagno
jam (pada fase akut), dan kemudian tiap 2-4 jam bila gagal jantung kiri. Disritmia menurunkan cu
fase akut berlalu. jantung. BJ3 dan BJ4 Gallops akibat dari penuru
pengembangan ventrikel kiri dampak dari kerusa
katub jantung. Peningkatan kadar BUN dan kreati
mengindikasikan penurunan suplai darah re
Penurunan sensori terjadi akibat penurunan per
otak. Kecemasan meningkat konsumsi oksi
miokard. Istirahat daan pembatasan aktiv
mengurangi konsumsi oksigen pada miokard.
4. Monitor dan catat tanda-tanda disritmia, auskultasi
perubahan bunyi jantung dan bising jantung.
5. Monitor kadar BUN dan kreatinin darah sesuai
program terapi.
6. Observasi perubahan sensori
7. Observasi tanda-tanda kecemasan dan upayakan
memelihara lingkungan yang nyaman. Upayakan
waktu istirahat dan tidur adekuat.
8. Kolaborasi dengan team gizi untuk memberikan diet 8-9 diet rendah garam mengurangi retensi cai
rendah garam dan rendah kalori (bila klien obesitas) ekstraseluler; selulosa memudahkan buang air be
serta cukup selulosa. dan mencegah respons valsava saat buang air be
Oral higine meningkatkan nafsu makan.
9. Berikan diet dalam porsi kecil dan sering, berikan
perawatan mulut (oral care) secara teratur.
10. Lakukan latihan gerak secara pasif (bila fase akut Latihan gerak yang diprogramkan dapat mence
berlalu) dan tindakan lain untuk mencegah tromboemboli di vaskuler perifer.
tromboemboli.
11. Kolaborasi team dokter untuk terapi/tindakan. a. Meningkatkan kontraktilitas miokard
a. Obat glikosid jantung b. Menurunkan preload dan afterload, meningkat
b. Obat inotropik/digitalis dan vasoaktif. curah jantung dan menurunkan beban kerja jantung
c. Anti emetik dan laxsatif (sesuai indikasi) c. Mencegah aktifitas berlebihan saluran pencern
d. Tranquilizer/sedative seperti diazepam. yang merangsang respons valsava.
e. Bantuan oksigenasi (tinkatkan aliran d.
dan Menurunkan kecemasan dan memberikan relaksas
konsentrasinya) tiap kali klien selesai melakukan e. Meningkatkan suplai oksigen selama dan sete
aktivitas/makan. terjadi peningkatan aktivitas organ.
f. Cek EKG seriel. f-h. pemeriksaan tersebut membantu menegak
g. Rontgen toraks dan echocardiografi (bila ada diagnosis dan menentukan perkembangan kon
indikasi). fisik dan fungsi jantung.
h. Kateterisasi jantung (flow-direct catheter) bila ada i.memperbaiki fugsi pompa jantung, menurun
indikasi. preload dan afterload, meningkatkan curah jantung
i. Pembedahan penggantian katub (jika ada indikasi).
12. Monitor serum digitalis secara periodic, dan efek Toksisitas digitalis menimbulkan rigiditas mioka
samping obat-obatan serta tanda-tanda peningkatan menurunkan curah jantung, dan menurunkan per
ketegangan jantung. Jangan memberikan digitalis bila organ.
mendapatkan perubahan denyut nadi, bunyi jantung /
perkembangan toksisitas digitalis dan segera laporkan
kepada team medis.

Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas


Tujuan: Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan
oksigenasi jaringan.
Kriteria hasil
Subjektif: keluhan sesak napas, nyeri dada, dan batuk hilang.
Objektif: tanda sianosis dan tanda-tanda kesulitan bernapas hilang; bunyi napas normal;
kadar gas darah arteri dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Posisi tidur semifowler. Memfasilitasi ekspandi paru

2. Auskultasi suara napas: rales (crackles) 2-7 terdengarya crakles, pola napas
atau ronkhi di basal paru, wheezing. PND/Orthopnea, sianosis,
peningkatan PAWP
mengindikasikan kongesti
pulmonal, akibat peningkatan
tekanan jantung sisi kiri. Tanda dan
gejala hipoksia mengindikasikan
tidak adekuanya perfusi jaringan
akibat kongesti pulmonal dampak
dari gagal jantung kiri. Pernapasan
cheyne stokes mengindikasikan
kerusakan pusat napas di otak
akibat penurunan perfusi otak.
3. Observasi kecepatan pernapasan dan
kedalaman (pola napas) tiap 1-4 jam.
4. Monitor tanda atau gejala edema
pulmonal (sesak napas saat aktivitas:
PND/Orthopnea; batuk; trakipnea;
sputum: bau, jumlah, warna, viskositas:
peningkatan pulmonary artery wedge
pressure/PAWP).
5. Bedrest total dan batasi aktivitas
selama periode sesak napas, bantu
mengubah posisi
6. Monitor tanda atau gejala hipoksia
(perubahan nilai gas darah; takikardia;
peningkatan sistolik tekanan darah;
gelisah, bingung, pusing, nyeri dada,
sianosis di bibir dan membrane
mukosa).
7. Observasi tanda-tanda kesulitan
respirasi, pola napas cheyne stokes.
Segera laporkan tim medis.
8. Kolaborasi dengan tim medis. a.terapi oksigen dapat
a. Pemberian oksigen melalui nasal kanul meningkatkan suplai oksigen
4-6 ltr/mnt (kecuali bila klien myocardium jika saturasi oksigen
mengalami hipoksia kronis) kemudian kurang dari normal. Terapi oksigen
2ltr/mnt. Observasi reaksi klien dan yang tidak adekuat dapat
efek pemberian oksigen (kadar gas mengakibatkan keracunan oksigen.
darah artery) b. diuretic menurunkan volume
b. Terapi diuretic dan suplemen kalium. cairan ekstraseluler. Suplemen
c. Bronchodilator (jika ada indikasi) kalium mencegah hypokalemia
d. Sodium bikarbonat (bila terjadi selama terapi diuretic.
asidosis metabolic) c. membebaskan jalan napas,
meningkatkan inhalasi oksigen.
d. mengoreksi asidosis metabolic.
9. Monitor efek yang diharapkan, efek Efek samping obat yang
samping dan toksisitas dari terapi yang membahayakan harus di kasji dan
di berikan. Laporkan kepada tim medis dilaporkan.
bila didapatkan tanda-tanda toksisitas
atau komplikasi yang lain.
10. Cek kadar elektrolit. Perubahan elektrolit memicu
disritmia jantung.
11. Kolaborasi dengan tim gizi untuk Diet rendah garam dapat
memberikan diet jantung (rendah menurunkan volume vascular
garam-rendah lemak). akibar retensi cairan. Diet rendah
lemak membantu menurunkan
kadar kolesterol darah.

Diagnosa: Resiko terhadap/kelebihan volume cairan (edema dependen)


Tujuan: Mencegah atau mengalami volume cairan dengan meningkatkan perfusi jaringan.
Kriteria hasil
Subjektif: keluhan berkurang atau hilang
Objektif: CVP, PWP, tekanan darah, denyut nadi, berat badan dalam batas normal,
edema/asites atau berkurang atau hilang, pola napas abnormal, suara napas normal, hati dan
limpa norma.
Intervensi Rasional
1. Monitor dan evaluasi CVP, PWP, denyut nadi, 1-5 tanda peningkatan tekanan hemodinam
tekanan darah secara ketat setiap jam (pada fase akut)/ kegagalan sirkulasi akibat peningkata
2-4 jam setelah fase akut berlalu. vascular, serta afterload dan preload jantung
2. Monitor bunyi jantung, murmur: palpasi iktus kordis,
lebar denyut apex, dan adanya disritmia.
3. Observasi tanda-tanda edema anasarka.
4. Timbang berat badan tiap hari (bila kondisi klien
memungkinkan)
5. Observasi pembesaran hati dan limpa; catat adanya
mual, muntah, distensi, dan konstipasi
6. Batasi makanan yang menimbulkan gas dan makanan Penimbunan gas dalam saluran cerna me
yang mengandung karnonat. ketidaknyamanan.
7. Batasi asupan cairan dan berikan diet rendah garam. 7-8 mencegah retensi cairan ekstrase
mempertahankan keseimbangan elektrolit.
8. Observasi intake dan output cairan (terutama per
infus) per jam/ per 24 jam.
9. Kolaborasi tim dokter untuk terapi atau tindakan. a. Menurunkan volume cairan ekstraseluler.
j. Diuretic b. Perubahan elektrolit memicu disritmia jant
k. Cek kadar elektrolik serum. c. Terapi oksigen akan meningkatkan supl
l. Oksigenasi dengan tekanan rendah. jaringan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Katup merupakan pintu yang mengalirkan darah di dalam jantung Antara atrium dan
ventrikel serta antara ventrikel dan aorta/arteri pulmonalis. Pergerakan membuka dan
menutupnya pasif tergantung pada tekanan dari atrium dan ventrikel jantung.
Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi
insidennya, terutama dinegara-negara berkembang. Disfungsi katup dibagi menjadi 2 jenis
yaitu: Insufisiensi katup dan stenosis katup.

Anda mungkin juga menyukai