Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP SKENARIO 1

WRAP UP BLOK GINJAL DAN SALURAN KEMIH


URIN KERUH

Kelompok B-4

Ketua : Muhammad Bayhaqi Rachman 1102015143


Sekertaris : Raden Maurizka Chairunnisa 1102015185
Anggota : Yuliana Wahyuni 1102014289
Nesya Iryani 1102014191
Nurul Amalia Utami 1102014202
Perty Hasanah Permatahati 1102014209
Nanda Rizki Triutami 1102015157
Muhammad Horman L 1102015148
Raudina Fisabila Martadipura 1102015191

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 021-4244574 Fax. 021-4244574

SKENARIO 1
URIN KERUH
Seorang anak perempuan usia 8 tahun, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan
buang air kecilnya sedikit dan keruh. Keluhan disertai dengan bengkak pada
kelopak mata di pagi hari dan menghilang di sore hari. Keluhan tidak disertai
dengan demam. Riwayat trauma atau sakit kuning sebelumnya disangkal. Pasien
mengalami radang tenggorokan 2 minggu yang lalu dan sudah diobati oleh
dokter. Pemeriksaan fisik didapatkan KU : komposmentis, tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37C, frekuensi napas 24x/menit.
Didapatkan bengkak pada kelopak mata, edema tibialis dan dorsum pedis
negatif, ascites negatif. Jantung dan paru dalam batas normal. Urinalisis
didapatkan proteinuria dan hematuria

Kata sulit
1. Protenuria : adanya protein dalam urin, Normal : 150 mg/ 24 jam
2. Urinalisis : Pemeriksaan urin rutin untuk menegakkan diagnosis
3. Hematuria : adanya eritrosit dalam urin
4. Edema : penumpukan cairan pada ruang interstitial tubuh

Pertanyaan
1. Apa yang menyebabkan bengkak pada kelopak mata?
2. Mengapa urin keruh dan pengeluarannya sedikit?
3. Mengapa udem di kelopak mata hilang pada sore hari?
4. Apa diagnosis dari skenario?
5. Apa hubungannya radang tenggorokan dengan kasus ini?
6. Apa pemeriksaan penunjang selain urinalisis?
7. Mengapa pada pemeriksaan ditemukan proteinuria dan hematuria?
8. Apa hubungannya trauma atau penyakit kuning pada skenario?
9. Apakah ada hubungannya jenis kelamin dan usia pada penyakit ini?
Jawaban
1. Reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran basalis sehingga menyebabkan adanya proteinuria lalu
hipoalbumin dan mengakibatkan adanya gangguan tekanan onkotik
sehingga terjadi edema
2. Karena GFR yang menurun sehingga urin yang difiltrasi sedikit
Urin keruh: karena adanya infeksi dan hematuria
3. Pada malam hari tekanannya rendah, namun pada sore hari tekanan tinggi
dan banyak aktivitas yang dilakukan
4. Sindroma nefrotik
5. Karena adanya infeksi bakteri streptokokus beta hemolyticus group A
menyebabkan terjadinya reaksi antigen antibodi dan menyebabkan
penumpukan sel radang di glomerulus sehingga GFR menurun dan
permeabilitas membrana basalis meningkat
6. Pemeriksaan darah rutin
-USG
-Biopsi
-Kultur pada tenggorok (gold standar)
- ASTO(gold standar)
7. Peningkatan permeabilitas, BM 60.000 Dalton, muatan menjadi +
8. Tidak ada hubungannya
9. untuk mengetahui adanya faktor penyebab lain, lebih dominan pada
anak laki-laki
Faktor pencetus : gangguan sistem imun : SLE

Hipotesis
infeksi bakteri streptokokus beta hemolyticus group A menyebabkan terjadinya
reaksi antigen antibodi yang dapat menyebabkan penumpukan sel radang di
glomerulus sehingga GFR menurun dan permeabilitas membrana basalis
meningkat, penyakit ini sering terjadi pada anak laki-laki dan memiliki faktor
pencetus yaitu gangguan sistem imun. Sehigga dapat menimbulkan adanya
reaksi antigen antibodi yang dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran basalis dan mengakibatkan adanya edema. Selain itu, terdapat
proteinuria dan edema yang terjadi di pagi hari menghilang di sore hari. Penyakit
ini dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, ASTO, dan
kultur pada tenggorokan. Dengan adanya hasil pemeriksaan proteinuria dan
hematuria karena peningkatan permeabilitas, berat molekul >=60.000 dalton,
dan muatan berubah menjadi positif pada glomerulus. dengan demikian,
penyakit ini dapat didiagnosis yaitu sindrom nefrotik

SASARAN BELAJAR
LI 1.Memahami dan menjelaskan anatomi ginjal dan saluran kemih
LO 1.1 Makroskopik
LO 1.2 Mikroskopik
LI 2 Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem urin
LI 3. Memahami dan menjelaskan sindroma nefrotik
LO 3.1 Definisi sindroma nefrotik
LO 3.2 Epidemiologi sindroma nefrotik

LO 3.3 Etiologi dan Klasifikasi

LO 3.4 Patofisiologi

LO 3.5 Manifestasi klinis

LO 3.6 Diagnosis dan diagnosis banding

LO 3.7 Tatalaksana dan pencegahan

LO 3.8 Komplikasi

LO 3.9 Prognosis

LI 4. Memahami dan menjelaskan najis urin dan darah serta cara mensucikannya

LI 1.Memahami dan menjelaskan anatomi ginjal dan saluran kemih


LO 1.1 Makroskopik
Ginjal

Ginjal berjumlah dua buah. Ukuran normal 12x6x2 cm. Berat 1 ginjal 130gr.
Ginjal memegang peranan penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam
tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa darah, zat-zat sampah
meninggalkan ginjal sebagai urin yang meninggalkan tubuh melewati uretra.
Ginjal berwarna coklat-kemerahan, di belakang peritoneum, terletak tinggi
pada dinding posterior abdomen, sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal
kanan terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Ini disebabkan karena
adanya lobus kanan hati yang besar.
Pada pole atas terdapat kelenjar supra renalis kiri dan kanan. Ginjal dibungkus
fascia renalis terdiri lamina anterior dan lamina posterior. Ginjal dikelilingi oleh
capsula fibrosa yang melekat erat cortex ginjal, dan yang tidak langsung
membungkus disebut capsula adiposa.
Proyeksi Ginjal Pada Dinding Belakang Abdomen
Batas atas
Ginjal kanan : setinggi V.TH 12
Ginjal kiri : setinggi V.TH 11
Batas bawah
Ginjal kanan : setinggi V. lumbal 3
Ginjal kiri : setinggi V. lumbal 2-3
Vaskularisasi Dalam Medulla dan Cortex
Dari Aorta Abdominalis arteri renalis sin & dex a.segmentalis(a.lobaris)
a.interlobaris a.arquata a.interlobularis a.afferen msk ke Glomerulus
(Capsula Bowman), disini terjadi filtrasi darah.
Sebagian hasil ekskresi (urin) dikeluarkan melalui tubuli (papilla renalis) calyx
minor calyx major pelvis renalis ureter
Selanjutnya darah pada cortex dikembalikan melalui :
Dari Cortex a.efferen v.interlobularis v.arquata v.interlobaris
(v.lobaris) v.segmentalis v.renalis sin & dex vena cava inferior, masuk ke
atrium dextra.
Sintopi Ginjal
a. Kanan :
- Depan : flexura coli dextra, colon ascendens, duodenum pars descendens,
Hepar lobus dextra dan mesocolon transversum
- Belakang : m.psoas dextra, m.quadratus lumborum dextra, m.transversus
abdominis dextra, n.subcostalis (VT12) dextra, n. ileohypogastricus dextra,
n.ileoinguinalis (VL1) dextra dan Costae 12 dextra
- Ginjal kanan terletak di tepi atas VT 12 sampai tepi atas VL 4
b. Kiri :
- Depan : fleura coli sinistra, colon descendens, pancreas (corpus dan cauda),
pangkal mesocolon transversum, lien, curvature major (gaster)
- Belakang : m.psoas sinistra, m.quadratus lumborum sinistra, m.transversus
abdominis sinistra, n.subcostalis (VT 12) sinistra, n. ileohypogastricus
sinistra, n.ileoinguinalis (VL1) sinistra, costae 11 dan 12 sinistra
- Ginjal kiri terletak di pertengahan VT 11 saampai pertengahan VL 3,
sehingga ginjal kiri lebih tinggi setengah vertebrae daripada ginjal kanan

URETER
Adalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica
urinarius. Mempunyai panjang + 25 cm. terbagi menjadi 2 :
1. Ureter pars abdominalis
2. Ureter pars pelvic

2. Vesica Urinaria

Disebut juga bladder/kandung kemih, retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada
bagian superiornya. Terletak pada region hypogastrica (supra pubis).
Vesica Urinaria mempunyai 4 bagian, yaitu :
a. Apex vesicale, dihubungkan ke cranial oleh urachus sampai ke umbilicus membentuk
ligamentum vesico umbilicale mediale.
b. Corpus vesicae, antara apex dan fundus.
c. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis.
d. Cervix vesicae, sudut caudal mulai uretra dengan ostium uretra internum.

Lapisan dalam vesica urinaria pada muara masuknya ureter terdapat plica ureterica yang
menonjol. Ketika VU ini kosong maka plica ini terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal
melalui ureter, sedangkan ketika VU penuh maka plica ini akan tertutup karena terdorong
oleh urin sehingga urin tidak akan naik ke atas ureter.
Membran mukosa VU pada waktu kosong membentuk lipatan yang sebagian
menghubungkan kedua ureter membentuk plica interureterica. Bila dihubungkan dengan
ostium uretra internum maka akan membentuk segitiga yang disebut trigonum vesicae
(litaudi). Lapisan otot VU terdiri dari 3 otot polos membentuk trabekula yang disebut
m.Destrusor vesicae yang akan menebal di leher VU membentuk sfingter vesicae.
Perdarahan Vesica Urinaria
Berasal dari Aa.Vesicalis superior dan A.vesicalis inferior cabang dari A.iliaca interna,
sedangkan pembuluh baliknya melalui V.vesicalis menyatu disekeliling VU membentuk
plexus dan akan bermuara ke V.iliaca interna
Persarafan Vesica Urinaria
VU dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu :
a. Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2
b. Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N.S2,3,4 melalui N.splancnicus dan
plexus hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria.

3. Uretra

Merupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjalm ureter,
vesica urinary, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium uretra eksternum. Uretra pria lebih
panjang daripada wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul.
Uretra pria panjangnya sekitar 15-25 cm sedangkan wanita kurang lebih 4-5 cm.
Uretra pria dibagi atas :
a. Pars prostatica, uretra melalui prostat. Panjangnya sekitar 3cm.
b. Pars membranaceae, melalui trigonum urogenitalis. Panjangnya sekitar 2 cm.
c. Pars spongiosa, berjalan di dalam corpus cavernosum uretra, dimulai dari fossa
intratubularis sampai dengan pelebaran uretra yang disebut fossa terminalis (fossa
naviculare uretra).

LO 1.2 Mikroskopik
GINJAL
- Korteks : Glomerulus (banyak), tub.kon.proksimal dan tub.con.distal
- Medula : Duktus Coligens,Ductus Papillaris (bellini) dan Ansa Henle
Unit fungsional ginjal : Nephron
Corpus Malpighi / Renal Corpuscle
a. Capsula Bowman
o Pars parietalis: epitel selapis gepeng. Berlanjut menjadi dinding tubulus
proximal

o Pars visceralis terdiri dari podocyte, melapisi endotel


o Urinary space diantara kedua lapisan
b. Glomerulus
o Gulungan kapiler, berasal dari percabangan arteriol afferen
o dibungkus oleh capsula Bowman
o keluar sebagai vas efferent

Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barrier


a) Endothel
- Type fenestrata
- Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestra

b) Membrana Basalis
Fusi antara membrana basalis podocyte dan endothel
- Lamina rara interna
- Lamina densa
- Lamina rara externa
c) Podocyte
- Sel epiteloid besar, tonjolan sitoplasma (foot processes) bercabang
- Cabang sekunder (pedicle) menempel pada membrana basalis
- Bersama sel endothel menyaring darah

d) Sel Mesangial intra glomerularis


- Berasal dari sel jaringan mesenchyme
- Pada matrix mesangial di antara kapiler glomerulus
- Fagositosis benda asing, immune complex yang terjebak pada sel endothel /
glomerular filtration barrier
- Cabang sitoplasma sel mesangial dapat mencapai lumen kapiler, melalui sela sel
endothel

Sel-sel yang berperan dalam sekresi renin :


a) Macula densa
Bagian dari tubulus distal di cortex berjalan diantara vas afferen dan vas efferen
dan menempel ke renal corpuscle menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat,
disebut macula densa

b) Sel juxta glomerularis


- Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferen
- Sel otot polos berubah menjadi sel sekretorik besar bergranula yang
mengandung rennin

c) Sel Polkisen (sel mesangial extra glomerularis)


- Sel polkisen (bantal), lacis cells
- Mengisi ruang antara vas afferen, makula densa dan vas efferen
- Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis
- Berhubungan dengan sel mesangial intraglomerular
- Tertanam didalam matrix mesangial

Tubulus contortus Tubulus contortus


proximalis distalis Ductus colligens
- ep - epit - Salura
itel selapis kubis el selapis kubis n pengumpul,
- ba - bata menampung
tas2 sel sukar dilihat s2 sel lebih jelas beberapa tubulus
- In - Inti distal, bermuara
ti bulat, letak bulat, letak agak sebagai ductus
berjauhan berdekatan papillaris Bellini
- Si - Sito di papilla renis
toplasma asidofil plasma basofil (biru) - Mirip
(merah) - Tdk tub.kont.distal
- M mempunyai brush - Batas2
empunyai brush border sel epitel jelas
border - Abs - Sel
- Fu orbsi ion Na dalam lbh tinggi dan lbh
ngsi: reabsorbsi pengaruh aldosteron. pucat
glukosa, ion Na, Cl Sekresi ion K
dan H2O

Ansa Henle Segmen Ansa Henle Segmen Ansa Henle Segmen


Tipis Tebal Pars Desendens Tebal Pars Asenden

- M - M -
irip pembuluh irip tub.kont.prox, ttp Mirip
kapiler darah, ttp diameternya lbh tub.kont.distal,
- e kecil dan dindingnya ttp diameternya
pitelnya lbh tebal, lbh tipis lbh
shg sitoplasma lbh - sel -
jelas terlihat alu terpotong dlm kecil dan dindingnya
- D berbagai potongan lbh tipis
lm lumennya tdk -
tdp sel2 darah selalu terpotong dlm
berbagai
potongan
URETER
- Mucosa
Mucosa saluran urin sejak dari calyx minor, calyx major, ureter dan vesica urinaria
dilapisi oleh epitel transitional, permukaan dapat menyesuaikan diri terhadap
regangan, impermeable

- Muscularis
Merupakan lapisan otot polos. Sebelah dalam: longitudinal, sebelah luar: circular

VESIKA URINARIA

Tunika mukosa VU dilapisi oleh epitel transisional dengan ketebalan 5-6 lapisan, namun pada
saat sel meregang menjadi 2-3 lapisan. Pada permukaan sel dapat ditemukan sel payung.
Tunika muskularisnya terdiri dari 3 lapisan otot yaitu bagian luar terdapat otot polos tersusun
secara longitudinal, bagian tengan terdapat otot polos tersusun secara sirkular dan bagian
dalam tersusun otot polos tersusun secara longitudinal.
URETRA

Uretra Wanita
Dilapisi oleh epiter berlapis gepeng dan terkadang ada yang dilapisi oleh epitel bertingkat
toraks. Ditengah-tengah uretra terdapat sfingter eksterna / muscular bercorak.
Uretra Pria
Pada pars prostatica dilapisi oleh epitel transisional. Pada pars membranaceae dilapisi oleh
epitel bertingkat toraks. Pada pars spongiosa umumnya dilapisi oleh epitel bertingkat torak
namun diberbagai tempat terdapat epitel berlapis gepeng.

LI 2 Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem urin


Pembentukan Urin
Pembentukan Urin dan Faktor Pengaruh
Fungsi traktus urinarius :
1. Menyaring dan membersihkan darah dari produk akhir zat-zat sisa metabolisme tubuh

2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan dan senyawa asing

3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian


tubulus ginjal

4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh


5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah
merah (SDM) di sumsum tulang, yaitu eritropoetin

6. Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral

7. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh

8. mempertahankan volume plasma yang tepat

9. Mempertahankan keseimbangan asam-basa

10. menghasilkan renin untuk penghematan garam oleh ginjal

11. Mengubah vit.D menjadi bentuk aktifnya

Sifat-sifat urine normal:


a. Volume: 800-2500 ml/hari

b. Berat jenis: 1.003-1.030

c. Ph: asam dengan Ph rata-rata 6 (4,7-8)

Urine dibiarkan dalam ruangan maka akan menjadi basis karena perubahan urea menjadi
ammonia
d. Warnakuning pucat s/d kuning. Zat warna yang terkandung di dalamnya adalah
urokrom, urobilin, dan hematoporfirin.

Zat normal dalam urine:


a. Urea: hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr,
tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing
manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk
dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada
penyakit hepar dan asidosis.

b. Ammonia: dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia
akan naik.

c. Kreatinin: hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin


yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26
mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat
pada penyakit otot.

d. Asam urat: hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi
larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan
gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini
merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim
urikase akan menjadi allantoin.

e. Asam amino: pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari

f. Allantoin: hasil oksidasi asam urat

g. Cl: dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari

h. Sulfat: hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein,


sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan
sulfat netral

i. Fosfat: di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap
pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel,
kerusakan tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme ekskresinya naik
dan menurun pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.

j. Oksalat: pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.

k. Mineral: Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel,
pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks
adrenal

l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan disakaridase


meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil

Zat abnormal dalam urin:


a. Protein: tidak boleh lebih dari 200 mg/hari. Ekskresinya naik berarti terjadi
proteinuria misal terjd glomeluronefritis sehingga ginjalnya bocor.

b. Glukosa: bila dengan Benedict positif berarti glikosuria, indikasi DM

c. Lain2: fruktosuria, galaktosuria, laktosuria, pentosuria.

d. Benda-benda keton (as. Asetoasetat, -hodroksi butirat, aseton): normal ekskresinya


hanya 3-15 mg/hari. Ekskresi naik pada kelaparan, gangguan metabolisme
karbohidrat (DM), kehamilan, pemberian anestesi dg eter, asidosis ttt. Ada benda
keton baunya khas yaitu aseton, diuji dg reagen Rhotera.

e. Bilirubin dan garam-garam kolat: ada di dalam urine berarti terjadi sumbatan pada
saluran empedu, empedu banyak masuk ke darah diekskresi di urin warna urin
seperti air teh. Jika tertimbun di jaringan subkutan menyebabkan ikterus. Ada
bilirubin dibuktikan dengan reaksi Gmelin, ada garam2 kolat dibuktikn dg
percobaan Hay.
f. Darah: d di dalam urine hematuria, misal pada penyakit radang ginjal atau
saluran kencing di bawahnya. Eritrosit pecah, Hb keluar dan da di urin
hemoglobinuria. Pigmen darah (Hb) dpt dibuktikan dg percobaan benzidin

g. Porfirin; Koproporfitin diekskresi 60-200 g/hari. Ekskresi naik porfiria.

h. Indikan adl k-indoksil sulfat, da di urin orang obstipasi/abses sehingga triptofan


indol indikan. Indikan dpt dibuktikan dg reaksi obermeyer, indikanindigo biru,
lrt dlm kloroform

1. FILTRASI

Filtrasi merupakan proses awal dari terbntuknya urin, dimana semua zat yang masuk lewat
pembuluh afferent disaring melalui glomerulus.Pada proses ini cairan melwati tiga lapisan,
yaitu
(1) dinding kapiler glomerulus, yaitu berupa pori-pori (fenestra) antar sel endotel kapiler
glomerulus
(2) lapisan gelatinosa aselular yang dikenal sebagai membran basal (yang mengandung
glikoprotein dan kolagen) dan
(3) lapisan dalam kapsula bowman,
ketiga lapisan ini membentuk membrane glomerulus. Secara kolektif lapisan ini dapat
menahan eritrosit dan juga protein untuk tidak ikut masuk kedalam tubulus, secara fisiologis
kita tidak dapat menemukan protein dan eritrosit dalam urin.
Glomerulus bukan sebuah system
yang mandiri layaknya sebuah
saringan glomerulus butuh bantuan
untuk dapat berfungs imenyaring
zat-zat yang masuk. Terdapat tiga
mekanisme fisika yang berperan,
yaitu :

(1) Tekanan darah kapiler


glomerulus. Tekanan kapiler
glomerulus meningkat karena
terbendungnya darah di kapiler
glomerulus (darah lebih mudah
masuk dari pada keluar karena
arteriol afferent lebih lebar dari
pada arteriol efferen)
(2) tekanan hidostatik kapsula bowman. Cairan di dalam kapsula Bowman menimbulkan
tekanan hidrostatik (cairan) yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsula Bowman
melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman.
(3)Tekanan osmotic koloid plasma.Tekanan ini tidak bergerak searah, melainkan berlawanan,
sehingga tekanan filtrasi yang masuk (filtrasi netto) meruapakan selisih dari tekanan darah
glomerolus dengan tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman.
Laju filtrasi glomerulus (GFR) tidak sepenuhnya bergantung pada netto filtrasi, tetapi juga
pada seberapa luas permukaan glomerulus yang tersedia dan besar permeabilitas membran,
sifat-sifat ini secara selektif disebut koefisien filtrasi (kf). Maka:
GFR= kf x (Tekanan filtrasi netto)
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk keglomerulus difiltrasi dengan
tekanan filtrasi netto 10 mmHg. Menghasilkan secara kolektif melalui semua glomerulus 180
liter filtrasi setiap hari untuk GFR rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per
hari untuk GFR 115 ml/menit pada wanita.
Tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman meruapakan tekanan
tidak berada di bawah kontrol dan pada kondisi normal relatif stabil.Perubahan terjadi pada
kondisi patologis seperti pada pasien luka bakar berat dan luas yang kehilangan banyak
plasma kaya protein, pada kasus initerjadi peningkatan GFR.Sedangkan pada kasus dehidrasi
terjadi penurunan GFR akibat kenaikan tekanan osmotic koloid plasma.Tekanan hidrostatik
kapsul bowman dapat meningkat secara tidak terkontrol dan filtrasi dapat berkurang pada
keadaan pbstruksi saluran kemih.
Berbeda dengan kedua tekanan diatas, tekanan kapiler glomerulus berada dibawah kontrol
dengan menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan tubuh.Jika semua tekanan di anggap
konstan maka besar tekanan glomerulus bergantung pada laju filtrasi darah di setiap
glomerulus, besar aliran ini ditentukan oelh tekanan areri sistemik dan resistensi arteriol
aferen.GFR diatur oleh dua mekanisme yang bertujuan menyesuaikan aliran darah
glomerulus, yaitu otoregulasi dan kontrol simpatis ekstirnsik.
Otoregulasi
GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal-hal lain konstan.
Sebaliknya penurunan tekanan darah arteri akan diikuti oleh penurunan GFR, perubahan
spontan ini dapat dicegah dengan adanya mekanisme otoregulasi sehingga tekanan darah
kapiler glomerulus konstan dan GFR stabil, walupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal
melakukannya dengan mengubah-ubah caliber arteriol aferen sehingga resistensi terhadap
aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Ada 2 mekanisme internal dalam
otoregulasi:
1. Mekanisme Miogenik. Berespon terhadap perubahan tekanan didalam komponen
vaskuler nefron.

2. Mekanisme Feedback Tululoglomerulus. Mendeteksi perubahan aliran melalui


komponen tubulus nefron. Melibatkan apparatus jukstaglomerulus, yaitu sel
jukstaglomerulus/ sel granuler yang mengandung banyak granula sekretorik, dan
macula densa yang mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan didalam tubulus
yang melewatinya.

Kontrol simpatis ekstrinsik


Selain melewati mekanisme otoregulasi, GFR dapat diubah secara sengaja.Kontrol
ekstrinsik atas GFR yang diperantarai oleh masukan system saraf simpatis ke arteriol aferen,
ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri.
GFR berkurang akibat adanya respon reflex baroreseptor terhadar penurunan tekanan
darah. Selama reflex ini, terjadi vasokontriksi yang diinduksi oleh system simpatis. Maka jika
aktivitas simpatis tinggi akan terjadi penurunan GFR yang kemudian menyebabkan
pengurangan volume urine.
2. REABSORBSI

Setelah filtrasi zat-zat yang masih terbawa bersama plasma tidak langsung dibuang menjadi
urine, melainkan terjadi mekanisme penyerapan ulang yang disebut reabsorbsi disepanjang
tubulus proximal sampai ke distal. Proses reabsorbsi ini terjadi secara transport pasif dan
mekanisme transport aktif. Setiap zat-zat memiliki presentase yang berbeda.
Reabsorbsi tubulus melibatkan transportasi transepitel. Untuk dapat di reabsorbsi suatu zat
harus melewati 5 sawar terpisah , yaitu:

1. Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi membran laminal
sel tubulus.

2. Bahan tersebut harus berjalan melwati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainya.

3. Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke
cairan intersisium

4. Bahan tersbut harus berdifusi melintasi cairan intersisium

5. Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah.

Ginjal memliki transport maksimal (TM) dimana apabila kadar suatu zat melebihi
kemampuan ginjal mereabsorbi atau melebih batas dari nilai transport maksimal maka sisa
zat tersebut akan di eksresikan bersama urin.
Transport maksimal maka sisa zat tersebut akan dieksresikan bersama urin. Na+ tidak
memperlihatkan adanya Tm karena aldosteron mendorong sintesin pembawa Na+ K+ ATPase
disel tubulus distal dan pengumpul sesuai dengan kebutuhan.

Reabsorpsi bersifat sangat selektif sehingga komposisi urine yang dihasilkan akan nerbeda
dengan komposisi filtrate glomerulus. 60-80% proses reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal.
Semua proses reabsorpsi zat-zat ultrafiltrat ini berlangsung secara transport aktif kecuali
untuk air dan klorida yaitu secara difusi pasif.
Kecepatan Reabsorpsi air di Tubulus proksimal bersifat tetap, artinya tidak bergantung GFR
ataupun kebutuhan tubuh, hal ini disebut reabsorpsi obligatorik. Pada Ansa Henle terjadi
reabsorpsi Air, Na+ dan Cl-. Dinding Ansa Henle pars descendens bersifat semipermeabel
terhadap air sehingga filtar yang dihasilkan bersifat hipertonik. Sedangkan pada dinding Ansa
Henle pars Ascendens bersifat impermeable terhadap air dan berlangsung reabsorpsi Na dan
Cl sehingga filtrate yang semula hipertonik menjadi hipoosmotik. Reabsorpsi air di tubulus
distal bergantung pada kebutuhan tubuh hal ini disebut dengan reabsorpsi fakultatif atau
selektif.Hal ini dimungkinkan dengan adanya sekresi ADH yang terjadi karena perubahan
tekanan osmotic darah.Reabsorpsi air juga terjadi di duktus koligens dibawah pengaruh ADH.
3. SEKRESI

1. Sekresi ion Hidrogen

Ion H+ dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus proksimal,
distal, dan koligens. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh.Sekresi H+
berkurang apabila konsentrasi H+ di dalam cairan terlalu rendah.

2. Sekresi K+

K+ adalah zat yang secara selektif berpindah dengan arah yang berlawanan diberbagai
tubulus.K+ aktif direabsorpsi ditubulus proksimal berlangsung konstan dan tidak diatur.Aktif
di sekresi di tubulus distal dan pengumpul dan berlangsung dibawah control.Normalnya
jumlah K+ yang di ekskresi dalam urine adalah 10-15 % dari jumlah yang difiltrasi. Tapi K+
yang difiltasi hamper seluruhnya direabsorpsi, sehingga sebagian K+ yang muncul di urine
berasal dari sekresi K+ yang dikontrol dan bukan dari filtrasi.
Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan urin,yaitu :

1. Vasopresin (ADH)

Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikankeseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang
ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan
menurunkan cairanekstrasel.

2. Aldosteron

Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus
ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi
kalium,natrium, dan sistem angiotensin renin.
3. Prostaglandin

Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons
radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan
gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal
gukokortikoi. Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.

4. Renin

Selain itu ginjal menghasilkan Renin, yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada:
a. Konstriksi arteria renalis (iskhemia ginjal)
b. Terdapat perdarahan (iskhemia ginjal)
c. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra)
d. Innervasi ginjal dihilangkan
e. Transplantasi ginjal (iskhemia ginjal)

LI 3. Memahami dan menjelaskan sindroma nefrotik


LO 3.1 Definisi sindroma nefrotik
Sindrom nefrotik, adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kumpulan gejala-gejala
klinis yang terdiri dari proteinuria masif (berat), hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia,
hiperlipidemia serta edema. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5
gram/dl. Karenanya, sindrom nefrotik sendiri sebenarnya bukan penyakit, tetapi manifestasi
berbagai penyakit glomerular berbeda.

LO 3.2 Epidemiologi sindroma nefrotik

Sindroma nefrotik idiopatik umumnya dialami anak berusia 1-6 tahun. Satu penelitian
berbasis populasi, menemukan angka insiden sebesar 2/100.000 dan prevalensi 16/100.000.
Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.

Negara-negara di Asia tampak memiliki onset rata-rata yang lebih dini, 3,4 tahun,
daripada negara-negara Eropa, yaitu 4.2 tahun. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindroma nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar
pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi. Selain itu, merupakan penyebab tersering gagal ginjal
anak yang dirawat, antara tahun 1995-2000. Dibandingkan populasi lain, anak-anak
keturunan Afrika-Amerika dan Hispanik memiliki angka insiden sindrom nefrotik yang lebih
tinggi dan lebih virulen, dengan prognosis yang lebih buruk dan progresi penyakit yang lebih
cepat menjadi gagal ginjal.

LO 3.3 Etiologi dan Klasifikasi


Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau
toksin, dan akibat penyakit sistemik seperti berikut:
1. glomerulonefritis (GN) primer

GN lesi minimal (GNLM)

Pada dewasa dapat terjadi sebagai suatu kondisi idiopatik, berhubungan


dengan pemakaian obat OAINS atau efek dari suatu keganasan. Gambaran
pemeriksaan mikroskop cahaya normal atau ditemukan adanya proliferasi ringan dari
sel mesangial.
Pada pemeriksaan immunofluoresens tidak menunjukkan adanya deposit
kompleks imun namun dapat ditemukan sedikit IgM pada mesangial. Gambaran
histologi yang khas berupa adanya foot process sel epitel pada mikroskop electron

Glomerulosklerosis fokal Segmental (GSF)

Pada pemeriksaan mikroskop cahaya ditandai dengan adanya beberapa tapi


tidak semua glomeruli dari area segmental dari mesangial yang mengalami kolaps dan
sclerosis.

GN membranosa (GNMN)

Merupakan penyebab SN primer tersering pada dewasa. Lesi khasnya berupa


adanya penebalan membrane basal dengan sedikit atau tidak ditemukannya proliferasi
atau infiltrasi seluler dan adanya deposit sepanjang membrane basal glomerulus pada
mikroskop electron.
LO 3.4 Patofisiologi sindroma nefrotik

Proteinuria dan Hipoalbuminemia


Proteinuria masif merupakan kelainan dasar dari sindrom nefrotik. Proteinuria ini
sebagian besar berasal dari kebocoran glumerulus (proteinuria glumerulus) dan hanya
sebagian kecil yang berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubulus). Pada dasarnya
proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal :
Jumlah serum protein yang difiltrasi glumerulus meningkat sehingga serum protein
tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.
Kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang telah
difiltrasi glumerulus.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya
terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus
sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang
hebat. Dikatakan hipoalbuminemia apabila kadar albumin dalam darah <2,5 gr/100 ml.
Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan
onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.
Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar akan mengisi ruang
ekstra vaskuler (EV). Plasma atau serum protein terutama terdiri dari IgG, transferin dan
albumin yang mempunyai BM kecil (69.000), sehingga mudah diekskresikan melalui urin.
Oleh karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia
dapat terjadi bila proteinuria lebih dari 3-5 gram/hari, katabolisme albumin meningkat, intake
protein berkurang karena penderita mengalami anoreksia atau bertambahnya utilisasi
(pemakaian) asam amino, kehilangan protein melalui usus atau protein loosing enteropathy.
Hati memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah
protein, renal maupun ekstra renal. Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan sintesis
protein (albumin) terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra
vaskuler (EV) dan intravaskuler (IV). Pada sindrom nefrotik sintesis protein oleh hati
biasanya meningkat tetapi mungkin normal atau menurun. Sintesis protein oleh hati bisa
meningkat 2 kali normal tetapi tidak adekuat untuk mengimbangi kehilangan protein
sehingga secara keseluruhan terjadi pengurangan total protein tubuh termasuk otot-otot, bila
mekanisme kompensasi sintesis albumin dalam hati tidak cukup adekuat sering disertai
penurunan albumin (hipoalbuminemia).

Hiperlipidemia

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila
kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan
hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa
konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low
Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru
meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu
untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel
hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh
lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya
hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya
aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma
sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine.
Kelainan Glomerulus
Edema

Albuminuria Sindroma nefrotik adalah keadaan


klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap
Hipoalbuminernia protein plasma, yang menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia,
hyperlipidemia, dan edema.
Tekanan onkotik koloin plasma
Meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler glomerular akan berakibat pada
Volume plasma hilangnya protein olasma dan kemudian
akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan
Retensi Na di tubulus distal dan sekresi ADH
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya
albumin, tekanan osmotic plasma (tek.

EDEMA Onkotik) menurun sehingga cairan


intravaskuler berpindah kedalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang,
sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Karena terjadi
penurunan aliran darah ke renal, maka ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretic hormone
(ADH) dan sekresi aldosterone yang kemudian terjadi retensi kaliuum dan air, dengan retensi
natrium dan air akan menyebabkan edema.

Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema
yang hebat/anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila
kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare
dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.

LO 3.5 Manifestasi klinis sindroma nefrotik


Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
Udem anasarka
Proteinuria dan albuminemia
Hipoproteinemi
Hiperlipidemi khususindroma nefrotikya hipercholedterolemi
Lipiduria
Mual, anoreksia, diare, malnutrisi
Anemia, pasien mengalami edema paru
Gangguan pernapasan
Hipertensi

LO 3.6 Diagnosis dan diagnosis banding sindroma nefrotik

Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan
gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak, sembab dan gagal
ginjal akut, yang timbul setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada
urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Beberapa keadaan lain dapat
menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA
dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala
hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis
akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan
pada saat faringitis, sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul
7-14 hari setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab jarang ditemukan pada
nefropati-IgA.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis (gros),
proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara sampai
2+ (100 mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan
gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita
GNAPS. Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen
urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan
tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk
pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
2. Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah
pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada
penderita GNAPS kadar Antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan
komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar
komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah
waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya
disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau
glomerulonefritis progresif cepat. Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi
karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL.
Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau
sembabnya menghilang.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji serologis
terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O,
sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO
meningkat pada hanya 50% kasus. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi.
3. Pencitraan
Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks umumnya
menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai
dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab
paru (di Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di
Indonesia 80.2%), dan efusi perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat
adanya asites. Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila
terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal
kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan
peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran
tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.

DIAGNOSIS BANDING
Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran
nefritis akut dengan hipokomplementemia.
Lupus Nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
Glomerulonefritis Kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
GN membranoproliferatif (GNMP)

Ditandai dengan penebalan membran basalis dan proliferasi seluler


(hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN.Dengan mikroskop cahaya, MBG menebal
dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan matriks
mesangial.
Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer,
menyebabkan reduplikasi membrana basalis (jejak-trem atau kontur lengkap).
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang
progresif dan pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan tipe II.
GN proliferatif lain

GN sekunder akibat:

Infeksi:

- HIV, hepatitis virus B dan C

- Sifilis, malaria, skistosoma

- TBC, Lepra

Keganasan:

- Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgki, mieloma


multiple, dan karsinoma ginjal

Penyakit jaringan penghubung:

- SLE, artritis reumatoid

Efek obat dan toksin:

- Obat NSAID, preparat emas, penisilinamin, probenesid, captopril

Lain-lain:

- Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsi, sengatan lebah

Penyebab SN pada dewasa dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti


diabetes melitus, amiloidosis, atau SLE. Penyebab lain disebabkan oleh kelainan
primer pada ginjal seperti kelainan lesi minimal, glomerulosklerosis fokal segmental,
dan nefropati membranosa (Lydia & Marbun, 2014).
LO 3.7 Tatalaksana dan pencegahan sindroma nefrotik
Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan
atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi
terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada sindrom nefrotik
sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta
mencegah dan mengatasi penyulit.

Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang
memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid.Pengobatan dengan kortikosteroid
dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.
Regimen penggunaan kortikosteroid pada sindroma nefrotik bermacam-macam, di
antaranya pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari
selama 4 8minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering
di 4 bulan berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24
minggunamun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps
setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak
yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali
dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah
penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal
atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps
terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah
pengobatan dihentikan.
Pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan
dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan
dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang
tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut
sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk
dihentikan.
Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid,
Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obat-
obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.

Terapi suportif/simtomatik
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan sindroma
nefrotik yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik
dapat memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan
furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila
pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per
hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik
dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2
mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan
ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat
infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.
Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang
adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria
persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per
hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk
kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada
sindrom nefrotis, namun perlu dilakukan pada sindrom nefrotik dengan edema yang nyata.

Sindrom nefrotik serangan pertama


Perbaiki keadaan umum penderita :

Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi
ginjal.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.

Berantas infeksi.

Tirah baring atau diuretik bila ada edema anasarka. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.

Sindrom nefrotik kambuh (relaps)


Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
Perbaiki keadaan umum penderita.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh 4 kali dalam masa 12 bulan.

1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila
pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi,
terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal

Pencegahan

Batasi cairan dan garam karena akan memperburuk edema.


Istirahat cukup

LO 3.8 Komplikasi sindroma nefrotik

Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan efektif dapat menyebabkan berbagai
komplikasi dan beberapa di antaranya bisa berakibat fatal. Sejumlah komplikasi yang
berpotensi muncul meliputi:

Meningkatnya risiko infeksi dan penggumpalan darah.

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah.

Anemia.

Kekurangan gizi, misalnya defisiensi vitamin D.

Hipertensi.

Gagal ginjal akut.

Penyakit ginjal kronis

LO 3.9 Prognosis sindroma nefrotik

Prognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak, prognosis
adalah sangat baik kerana minimal change disease (MCD) memberikan respon
yang sangat baik pada terapi steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal
(chronic renal failure). Tetapi untuk penyebab lain seperti focal segmental
glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi end stage renal disease
(ESRD). Faktor faktor lain yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah
level protenuria, control tekanan darah dan fungsi ginjal.

LI 4. Memahami dan menjelaskan najis urin dan darah serta cara mensucikannya

Diantara adab-adab tersebut adalah:

1. Berdoa Sebelum Masuk WC

WC dan yang semisalnya merupakan salah satu tempat yang dihuni oleh setan. Maka
sepantasnya seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wataala dari
kejelekan makhluk tersebut. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
mengajarkan doa ketika akan masuk WC:
(
)

(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekan setan laki-laki dan setan perempuan. (HR. Al-Bukhari no. 142 dan Muslim no.
375. Adapun tambahan basmalah diawal hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)

Doa ini dapat pula dibaca dengan lafazh:

(
)

(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
segala bentuk kejahatan dan para pelakunya. (Lihat Fathul Bari dan Syarhu Shahih Muslim
pada penjelasan hadits diatas)

2. Mendahulukan Kaki Kiri Ketika Masuk WC Dan Mendahulukan Kaki Kanan


Ketika Keluar

Terdapat hadits Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyukai mendahulukan yang kanan pada setiap
perkara yang baik. (HR. Muslim)

3. Tidak Membawa Sesuatu Yang Terdapat Padanya Nama Allah subhanahu wataala
Atau Ayat Al-Qur`an kedalam WC

Sesuatu apapun yang terdapat padanya nama Allah subhanahu wataala, atau terdapat
padanya ayat Al-Quran, atau terdapat padanya nama yang disandarkan kepada salah satu dari
nama Allah subhanahu wataala seperti Abdullah, Muhammad dan yang lainnya, maka tidak
sepantasnya dimasukkan ke tempat buang hajat (WC). Allah subhanahu wataala berfirman:

Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketaqwaan hati. (QS. Al-Hajj: 32)

4. Berhati-hati Dari Percikan Najis

Tidak berhati-hati dari percikan kencing merupakan salah satu penyebab diadzabnya
seseorang di alam kubur. Tetapi perkara ini sering disepelekan oleh kebanyakan orang. Suatu
ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melewati dua kuburan, seraya beliau shalallahu
alaihi wasallam bersabda:

Sungguh dua penghuni kubur ini sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab melainkan
karena menganggap sepele perkara besar. Adapun salah satunya, ia diadzab karena tidak
menjaga dirinya dari kencing. Sedangkan yang lainnya, ia diadzab karena suka mengadu
domba. (HR. Al-Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292)
Dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah memperingatkan:

Bersucilah kalian dari kencing. Sungguh kebanyakan (orang) diadzab di alam kubur
disebabkan karena kencing. (HR. Ad-Daraquthni)

5. Tidak Menampakkan Aurat

Menutup aurat merupakan perkara yang wajib dalam Islam. Oleh karena itu Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam melarang seseorang dalam keadaan apapun, termasuk ketika
buang hajat, untuk menampakkan auratnya di hadapan orang lain. Beliau shalallahu alaihi
wasallam bersabda:

Apabila dua orang buang hajat, maka hendaklah keduanya saling menutup auratnya dari
yang lain dan janganlah keduanya saling berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah sangat
murka dengan perbuatan tersebut. (HR. Ahmad dishahihkan Ibnus Sakan, Ibnul Qathan,
dan Al-Albani, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu)

Oleh karena itu, kebiasaan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah menjauh dari
pandangan para sahabatnya ketika hendak buang hajat. Abdurrahman bin Abi Qurad
radhiallahu anhu berkata:

Aku pernah keluar bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ke tempat buang hajat.
Kebiasaan beliau ketika buang hajat adalah pergi menjauh dari manusia. (HR. An Nasai
No. 16. Dishahihkan Asy Syaikh Muqbil dalam Al-Jamius Shahih, 1/495)

6. Tidak Beristinja dengan Tangan Kanan

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tangan kanan


sebagaimana sabda beliau shalallahu alaihi wasallam:

Janganlah seseorang diantara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanannya ketika
sedang kencing dan jangan pula cebok dengan tangan kanan. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim dari shahabat Abu Qotadah radhiallahu anhu)

Hadits inipun mengandung larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika
sedang kencing. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan adab (etika yang
baik) dan kebersihan, termasuk ketika buang hajat sekalipun.

7. Boleh Bersuci dengan Batu (Istijmar)

Diantara bentuk kemudahan dari Allah subhanahu wataala ialah dibolehkan bagi seseorang
untuk bersuci dengan batu (istijmar). Abdullah bin Masud radhiallahu anhu berkata:

Suatu hari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam buang hajat, lalu beliau meminta
kepadaku tiga batu untuk bersuci. (HR. Al-Bukhari No. 156)
Juga hadits dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
bersabda:

Jika kalian bersuci dengan batu (istijmar), maka hendaklah dengan bilangan ganjil. (HR.
Muslim)

Para ulama menyebutkan kriteria batu yang dipakai adalah batu yang suci lagi kering. Tidak
boleh jika batu tersebut dalam keadaan basah. Dibolehkan juga menggunakan benda-benda
lain selagi bisa menyerap benda najis dari tempat keluarnya, yaitu qubul dan dubur, dengan
syarat berjumlah ganjil dan minimal 3 (tiga) buah.

8. Larangan Beristinja dengan Tulang dan Kotoran Binatang

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tulang atau kotoran
binatang, disamping keduanya merupakan benda yang tidak dapat menyucikan. Jabir bin
Abdillah radhiallahu anhu berkata:

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah melarang beristinja dengan tulang dan
kotoran binatang. (HR. Muslim)

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyebutkan hikmah pelarangan beristinja dengan


tulang sebagaimana disebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam bersabda:

Tulang adalah makanan saudara kalian dari kalangan jin. (HR. Al-Bukhari)

9. Tidak Menghadap Atau Membelakangi Kiblat Ketika Buang Hajat

Apabila seseorang dari kalian buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau
membelakanginya. Akan tetapi hendaknya ia menyamping dari arah kiblat. (HR. Al-
Bukhari No. 394 dan Muslim No. 264)

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa larangan buang hajat dengan menghadap kiblat
adalah apabila di tempat terbuka. Namun jika di tempat tertutup, maka dibolehkan
menghadap kiblat. Dalil yang menunjukkan bolehnya perkara tersebut adalah hadits dari Ibnu
Umar radhiallahu anhu, ia berkata:

Aku pernah menaiki rumah saudariku Hafshah (salah satu istri Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam) untuk suatu kepentingan. Maka aku melihat Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam sedang buang hajat dengan menghadap ke arah negeri Syam dan membelakangi
Kabah. (HR. Al-Bukhari No. 148 dan Muslim No. 266)

Demikian pula hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu, ia berkata:

Beliau shalallahu alaihi wasallam melarang kami membelakangi atau menghadap kiblat
ketika buang hajat. Akan tetapi aku melihat beliau kencing dengan menghadap kiblat
setahun sebelum beliau wafat. (HR. Ahmad, 3/365, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jamius Shahih, 1/493)
Pendapat inilah yang nampak bagi penulis lebih kuat. Dan ini pendapat yang dipilih Al-Imam
Malik, Ahmad, Asy-Syafii, dan mayoritas para ulama.

Namun dalam rangka berhati-hati, sebaiknya tidak menghadap kiblat ketika buang hajat
walaupun di tempat tertutup. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat yang sangat kuat
diantara para ulama dalam masalah ini.

10. Berdoa Setelah Keluar WC

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan doa yang dibaca ketika keluar dari
tempat buang hajat. Aisyah radhiyallahu anha berkata:

Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam jika keluar dari tempat buang hajat
membaca doa:

(Aku memohon pengampunanmu). (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu


Majah dan dishahihkan Al-Albani dalam Irwaul Ghalil No. 52)

Terdapat riwayat-riwayat lain yang menyebutkan beberapa bentuk doa yang dibaca setelah
buang hajat. Namun seluruh hadits-hadits tersebut didhaifkan para ulama pakar hadits. Al-
Imam Abu Hatim Ar-Razi berkata: Hadits yang paling shahih tentang masalah ini adalah
hadits Aisyah (yang telah disebutkan diatas). (Taudhihul Ahkam, 1/352)

1. Air kencing (manusia) itu najis, dan wajib mensucikan tempat yang mengenainya baik
itu badan, pakaian, wadah, tanah, atau selainnya.

2. Cara mensucikan air kencing yang ada di tanah adalah menyiramkannya dengan air,
dan tidak disyaratkan memindahkan debu dari tempat itu baik sebelum menyiramnya
maupun setelahnya. Hal serupa (penyuciannya) dengan air kencing adalah
(penyucian) najis-najis lainnya, dengan syarat najis-najis tersebut tidak berbentuk
padatan.

3. Penghormatan terhadap masjid dan pensuciannya, serta menjauhkan kotoran dan najis
darinya. Telah diriwayatkan oleh al-jamaah, kecuali imam Muslim bahwa beliau
shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada orang Badui tersebut, Sesungguhnya
masjid ini tidak layak dikotori sesuatu berupa kencing ini dan kotoran, tempat ini
hanyalah untuk berdzikir kepada Allah dan membaca Al Quran.

4. Toleransinya akhlak Nabi shallallahu alaihi wa sallam-. Beliau memberi petunjuk


kepada orang arab Badui tersebut dengan lemah lembut setelah dia selesai kencing,
yang membuat dia mengkhususkan doanya untuk nabi, dia berkata, Ya Allah,
rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah engkau rahmati seorangpun yang
ada bersama kami, sebagaimana yang terdapat di Shahih Al Bukhori.

5. Luasnya pandangan beliau dan pengenalan beliau tentang tabiat manusia serta
baiknya akhlak beliau bersama mereka sampai-sampai seluruh hati mereka mencintai
beliau, Allah taala berfirman, Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi
pekerti yang luhur (QS Al Qolam : 4).

6. Ketika ada berbagai kerusakan berkumpul, maka yang dilakukan adalah kerusakan
yang lebih ringan. Beliau shallallahu alaihi wa sallam- membiarkannya sampai
selesai kencing, agar tidak mengakibatkan mudhorat dengan terputusnya kencing
(secara mendadak) dan dari terkotorinya badannya, pakaiannya, dan menyebarnya
kencing tersebut ke daerah lain di dalam masjid tersebut, serta bahaya yang terjadi
pada tubuhnya khususnya saluran kencing

7. Jauhnya dari masyarakat dan kota menyebabkan kurangnya pengetahuan dan


kebodohan.

8. Anjuran lemah lembut dalam mengajarkan orang yang bodoh tanpa kekerasan

9. Bahwa yang dikenai hukum-hukum syarI berupa dosa atau hukuman di dalam
kehidupan hanyalah untuk orang yang tahu terhadap hukumnya, adapun orang yang
bodoh maka tidak tercela baginya, akan tetapi diajarkan padanya agar dia
mengerjakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U,


Waspadji S et al (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;
1990. p. 282-305.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 2. Jakarta :
EGC.
Sofwan, Achmad.2013.Anatomi Systema Urogenitale.Jakarta: Bagian Anatomi
Universitas Yarsi.

Anda mungkin juga menyukai