Anda di halaman 1dari 3

Kebanyakan PDPH dapat hilang sendiri dalam seminggu dengan menggunakan metode terapi

konservatif, tetapi pada beberapa kasus yang jarang, dapat berlanjut hingga bertahun-tahun.2 Metode
terapi meliputi penatalaksanaan konservatif, penatalaksanaan medis agresif, terapi invasif
konvensional, dan terapi invasif
agresif.1
Penatalaksanaan Konservatif
Kebanyakan pasien berespons baik terhadap metode terapi konservatif untuk PDPH meliputi tirah
baring, hidrasi, pengikat perut, analgesik, dan antiemetik.1,2 Review Cochrane saat ini menyimpulkan
bahwa tirah baring rutin setelah pungsi dura tidak bermanfaat. Pemberian cairan tambahan
sebenarnya tidak diperlukan, dan
menghindari dehidrasi dapat disarankan untuk memperbaiki derajat PDPH. Karena terapi konservatif
bekerja pada sekitar 50% pasien PDPH dalam 4 hari, maka direkomendasikan sebagai terapi lini
awal.1,2 Analgesik sederhana sebaiknya diberikan pada semua pasien dengan PDPH, paracetamol
reguler dan obat anti-infl amasi
steroid (jika ditoleransi) dapat mengontrol gejala secara adekuat.2
Penatalaksanaan Medis Agresif
Penatalaksanaan medis agresif PDPH meliputi blok saraf oksipital, infus intravena methylxanthin, dan
terapi lain. Banyak obat telah direkomendasikan untuk pengobatan PDPH, dan juga telah diuji dalam
beberapa
uji klinik, tetapi masih ada beberapa ketidakpastian mengenai efektivitas klinisnya.
1
Derivat Methylxanthin
Derivat methylxanthin, meliputi caff eine dan aminophylline, sering digunakan untuk terapi PDPH
meskipun belum terbukti efektif dalam beberapa uji klinik dan hanya menghilangkan PDPH sementara
waktu untuk beberapa pasien.1 Derivat methylxanthin dapat menghilangkan nyeri kepala dengan
menghambat reseptor
adenosine, menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah serebral. Methylxanthin juga menstimulasi
pompa natrium-kalium untuk meningkatkan produksi cairan serebrospinal sehingga menyebabkan
hilangnya nyeri
kepala.1
Caff eine dilaporkan pertama kali untuk terapi PDPH tahun 1949. Caff eine merupakan stimulan
susunan saraf pusat dan diperkirakan mempengaruhi PDPH dengan menginduksi vasokonstriksi
serebral. Dosis yang digunakan 75-500 mg, diberikan secara oral, IM, atau IV. Konsensus Amerika saat
ini menyimpulkan bahwa manfaat caff eine pada PDPH tidak beralasan. Caff eine dikaitkan dengan
efek samping aritmia jantung dan
kejang maternal. Pada dosis tinggi (>300 mg), caff eine dapat masuk ke ASI dan berpotensi
menyebabkan iritabilitas neonatus.2
Theophylline IV telah ditunjukkan dapat mengurangi nyeri pada 59,1% pasien dibanding 5,8% pasien
yang diberikan plasebo.1
Efek samping utama derivat methylxanthin meliputi stimulasi sistem saraf pusat, kejang, iritasi
lambung, dan disaritmia jantung, yang membatasi penggunaannya pada pasien dengan masalah
kardiovaskuler
Berbagai laporan telah menunjukkan bahwa obat berikut ini mungkin efektif dalam terapi
PDPH, yaitu:
1. ACTH
Dilaporkan pertama kali efektif untuk terapi PDPH tahun 1990-an. Mekanisme kerja meliputi retensi
cairan serebrospinal melalui peningkatan reabsorpsi natrium yang dimediasi mineralocorticoid, dan
efek analgesik
langsung melalui aktivitas glucocorticoid.2 Gupta, dkk. melaporkan hilangnya nyeri kepala pada 40 dari
48 pasien setelah injeksi 60 U ACTH IM. Collier, dkk. melaporkan hilangnya nyeri kepala secara lengkap
pada 14 dari 20
pasien dengan nyeri kepala ortostatik pascapungsi dura setelah 1,5 u/kg ACTH diinfuskan selama 1
jam dalam 1-2 L larutan RL. 1 Namun, dalam suatu uji klinik acak dengan kontrol tahun 2004 tidak
menemukan efek
injeksi IM tunggal ACTH sintetik (Synacthen R) dibandingkan dengan injeksi IM salin normal. Tidak
diketahui apakah dosis yang lebih besar atau dosis ulangan SynacthenR bermanfaat.2
2. Mirtazapine
Sheen, dkk. melaporkan hilangnya nyeri secara lengkap dengan pemberian 30 mg mirtazapine
menjelang tidur selama 3 hari pada pasien yang tidak membaik setelah terapi konservatif.1
3. Gabapentin
Ero, dkk. melaporkan hasil dari suatu studi acak, tersamar ganda, dengan kontrol plasebo pada 20
pasien PDPH yang diberikan gabapentin 900 mg, 3 kali sehari selama 4 hari yang menunjukkan bahwa
skor VAS nyeri secara bermakna lebih rendah pada kelompok terapi gabapentin (p<0,05).1
4. Pregabalin
Zencirci melaporkan perbaikan dengan pregabalin 50 mg setiap 8 jam selama 3 hari
pada 2 pasien.1
5. Methergin
Hakim, dkk. melaporkan hilangnya gejala pada 24 dari 25 pasien setelah 3 hari diberikan methergin
0,25 mg, 3 kali sehari dan 10 mg metoclopramide oral 2 kali sehari selama 48 jam.1
6. Hydrocortisone
Ashraf, dkk. melaporkan hasil studi acak, tersamar ganda, dengan kontrol plasebo pada 60 pasien
dengan PDPH, yang menunjukkan bahwa pemberian hydrocortisone IV sebagai tambahan terhadap
terapi konservatif konvensional memberikan penurunan intensitas nyeri yang bermakna pada 6, 24,
dan 48 jam setelah terapi dibanding kontrol (p<0,001), dengan pasien melaporkan tidak nyeri setelah
24 jam terapi.1
Telah dilakukan suatu review dari data uji klinik acak dengan kontrol yang diambil dari Cochrane
Central Register of Controlled Trials (CENTRAL, The Cochrane Library 2012, Issue
5), MEDLINE (1950 - Mei 2012), EMBASE (1980 - Mei 2012), dan CINAHL (1982 - Juni 2012), untuk
menilai efektivitas dan keamanan obat untuk mencegah PDPH pada pasien dewasa dan anak-anak.3
Dari 10 uji klinik yang dianalisis (1611 subjek dengan 72% wanita, dan kebanyakan ibu yang
melahirkan, setelah pungsi lumbal untuk anestesi regional), dengan obat yang dinilai meliputi
morphine epidural dan spinal, fentanyl spinal, caff eine oral, indomethacin rektal, cosyntropin IV,
aminophylline IV, dan dexamethasone IV, hasilnya menunjukkan bahwa morphine epidural,
cosyntropin IV, dan aminophylline IV menurunkan kejadian PDPH setelah pungsi lumbal dibandingkan
plasebo, sedangkan dexamethasone IV sebaliknya.3
Untuk efek samping, morphine spinal meningkatkan kejadian gatal jika dibandingkan dengan plasebo,
dan morphine epidural meningkatkan kejadian mual dan muntah dibandingkan plasebo. Caff eine oral
meningkatkan kejadian insomnia dibandingkan dengan plasebo. Tidak ada bukti yang dapat
disimpulkan untuk obat fentanyl, caffeine, indomethacin, dan dexamethasone.
3
Terapi Invasif Konvensional
Metode terapi invasif konvensional untuk PDPH meliputi:
1. Epidural Blood Patch (EBP)
Dilakukan pertama kali tahun 1960 oleh dokter bedah Amerika, Dr. James Gormley. EBP melibatkan
injeksi darah autologus (darah pasien sendiri) ke dalam ruang epidural, dengan volume optimal 10-20
mL. Tingkat keberhasilan menurut studi saat ini hanya 50%.2 Mekanisme yang mendasari EBP adalah
kompresi sakus dural untuk meningkatkan tekanan intrakranial dan menghentikan kebocoran cairan
serebrospinal. Bekuan
darah yang dihasilkan dapat mempunyai efek patch pada robekan dura dan volume darah yang
ditransfusikan ke dalam ruang epidural meningkatkan tekanan intrakranial dan menurunkan kebocoran
cairan serebrospinal.
1
Meskipun waktu yang optimal untuk memberikan terapi EBP tampaknya adalah 24 jam setelah pungsi
dura, terdapat laporan kasus PDPH yang mempunyai durasi lebih dari 1 tahun yang berhasil dengan
EBP.1
Kontraindikasi EBP meliputi demam, sepsis, koagulopati, dan penolakan pasien. Sebaiknya tidak
dilakukan jika ada leukositosis atau demam karena risiko meningitis. Komplikasi minor meliputi nyeri
punggung, nyeri leher, dan bradikardi sementara, sedangkan komplikasi mayor, meskipun jarang,
meliputi meningitis, hematoma subdural, kejang, araknoiditis, paraparesis spastik, pungsi dura,
sindrom kauda equina.1,2
2. Prophylactic Epidural Blood Patch (PEBP)
Merupakan pilihan atraktif dalam pungsi dura dengan jarum Tuohy yang dapat mencegah PDPH
selanjutnya. Namun, popularitas PEBP ini menurun karena sejumlah alasan seperti bukti yang terbatas
bahwa PEBP
menurunkan kebutuhan EBP (epidural blood patch) terapeutik, peningkatan penggunaan kateter
intratekal setelah pungsi dura yang dapat menurunkan risiko PDPH selanjutnya, beberapa pungsi dura
tidak menyebabkan PDPH, dan banyak PDPH tidak memerlukan EBP terapeutik.2
3. Infus Cairan ke dalam Ruang Epidural
Sejumlah cairan, kristaloid atau koloid, telah diinfuskan ke dalam ruang epidural dan menyebabkan
peningkatan tekanan serebrospinal sehingga dapat menghilangkan nyeri kepala sementara. Efek
jangka panjang partikel koloid dalam ruang epidural belum diketahui.2
4. Morphine epidural
Suatu studi acak kecil menemukan bahwa morphine epidural 3 mg dapat menurunkan terjadinya PDPH
dan kebutuhan EBP setelah pungsi epidural yang tidak disengaja.2
Terapi Invasif Agresif
Metode terapi invasif agresif digunakan jika EBP gagal. Pertama, diagnosis PDPH harus dievaluasi
untuk menjamin kebenarannya. Setelah dikonfi rmasi, salah satu alternatif meliputi injeksi lem fi brin
dengan panduan
percutaneous computed tomography (CT) untuk menutup robekan dura.1 Pilihan lain meliputi operasi
untuk menghentikan kebocoran cairan serebrospinal. Pada metode ini, dokter bedah harus tahu secara
pasti lokasi kebocoran cairan serebrospinal.1

Anda mungkin juga menyukai