Cedera Kepala
Cedera Kepala
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak
berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak
kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu
trauma yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala,
karena sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga
kepala.
Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera setelah
injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang
hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma
disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat
perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi
surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini.
Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh
berbagai kegagalan sistem tubuh.
Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi
yang diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing
individu. Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat 49% disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas (sepeda motor) dan jatuh merupakan penyebab ke
dua (keperawatan kritis, Hudak & Gallo) serta dua kali lebih besar pada pria
dibandingkan wanita sedangkan di Indonesia belum ada penelitian yang
menunjukkan presentasi kematian yang diakibatkan oleh cedera kepala, tetapi
dari pengamatan yang dilakukan banyak kasus cedera kepala disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas
sehingga masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil
apapun trauma di kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental bahkan
kematian. Untuk mengantisipasi keadaan di atas maka masyarakat harus diberi
penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap trauma
1
Op poenya
kepala. Peran dari berbagai pihak seperti kepolisian sangat penting karena
kecelakaan terjadi biasanya didahului dengan pelanggaran lalu lintas, sehingga
pendidikan, tata tertib di jalan raya perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu peran perawat tidak kalah pentingnya dalam penanganan
trauma kepala karena perawat bisa melakukan penyuluhan maupun tindakan
observasi untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh cedera
kepala.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari cedera kepala?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada cedera kepala?
3. Bagaimanakah etiologi dari cedera kepala?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari cedera kepala?
5. Bagaimanakah woc dari cedera kepala?
6. Apa-apa sajakah manifestasi klinis dari cedera kepala?
7. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan dari cedera kepala?
8. Apa-apa sajakah pemeriksaan penunjang dari cedera kepala?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan dari cedera kepala?
10. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dari cedera kepala?
11. Bagaimanakah asuhan keperawatan terhadap kasus cedera kepala?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari cedera kepala.
2. Mengetahui anatomi dan fisiologi pada cedera kepala.
3. Mengetahui etiologi dari cedera kepala.
4. Mengetahui patofisiologi dari cedera kepala.
5. Mengetahui woc dari cedera kepala.
6. Mengetahui manifestasi klinis dari cedera kepala.
7. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari cedera kepala.
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari cedera kepala.
2
Op poenya
3
Op poenya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer Arif,dkk ,2000)
Cedera kepala adalah Suatu gangguan trauma fungsi yang disertai
pendarahan interstisial dalam sub stansi otak tampa diikuti terputusnya
continuitas otak (R. Samsuhidayat, dkk, EGC, 1997)
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial dalm
substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin,
2008, hal 270-271)
Cedera Kepala (terbuka & tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak Cranio
serebri
4
Op poenya
b) Tengkorak Wajah
Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak.
Lubang-lubang lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan
5
Op poenya
tulang rahang atas. Dinding belakang lekuk mata juga dibentuk oleh tulang
baji (sayap besar dan kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh tulang
langitan, tulang lapisan dan tulang air mata. Selain oleh toreh lekuk mata
atas dan oleh lubang untuk saraf penglihat maka dinding lekuk mata itu
tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak antara tulang baji,
tulang pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke lekuk wajah
pelipis. Tulang air mata mempunyai sebuah lekuk yang jeluk, yaitu lekuk
kelenjar air mata yang disambung ke arah bawah oleh tetesan air mata
yang bermuara di dalam rongga hidung.
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu :
1) Kulit
2) Jaringan penyambung (connective tissue)
3) Galae aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung
dengan tengkorak.
4) Perikranium.
Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi
perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan mengakibatkan banyak
kehilangan darah, (American College of Surgeons 1997)
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga
tengkorak dasar adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah tempat
lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah
dan serebelum, (American College of Surgeons 1997)
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri
dari 3 lapisan, yaitu dura meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter
adalah selaput keras terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat
dan tabula interna atau bagian dalam kranium. Di bawah dura meter
terdapat lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang di sebut selaput
arakhnoid. Lapisan ketiga adalah pia mater yang melekat pada permukaan
kortek serebri, (American College of Surgeons 1997)
6
Op poenya
7
Op poenya
8
Op poenya
2) Medula Spinalis
Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dari kolumna
vertebra, berjalan ke bawah dan memenuhi kanalis neural sampai
setinggi vertebra lumbalis kedua. Sepasang saraf spinalis berada
diantara pembatas vertebra sepanjang kolumna vertebra. Di bawah
ujung tempat medula spinalis berakhir. Di dalam ujung tempat medula
spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden, serabut motorik
desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunter)
dan motor neurons otonom utama. Area sentral medula spinalis
merupakan massa abu-abu yang mengandung badan sel saraf dan
neuron internunsial.
e. Sistem Saraf Tepi (SST)
Menurut Price & Wilson, (1995) susunan saraf tepi terdiri dari
saraf kranial bervariasi, yaitu sensori motorik dan gabungan dari kedua
saraf. Saraf motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf kranial,
12 pasang saraf kranial adalah :
1) Nervus I (Olfaktorius) : Sifatnya sensorik mensarafi hidung
membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari aroma rongga
hidung ke otak.
2) Nervus II (Optikus) : Sifatnya sensorik, mensarafi bola
mata membawa rangsangan penglihatan ke otak
3) Nervus III (Okulomotorius) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-
otot orbital (otot penggerak bola mata) / sebagai pembuka
bola mata.
4) Nervus IV (Trochlear) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot
orbital, sebagai pemutar bola mata
5) Nervus V (Trigeminus) : Sifatnya majemuk (sensorik- motorik)
bertanggung jawab untuk pengunyah.
6) Nervus VI (Abdusen) : Sifatnya motorik, sebagai pemutar
bola mata ke arah luar
9
Op poenya
10
Op poenya
11
Op poenya
CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan dipengaruhi
oleh tim dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS. Tim
yang berpengaruh bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel,
aliran CSS menurunkan tekanan hidrostatik CSS. Hal ini memungkinkan
tim bersama mempengaruhi gerakan air dan partikel kecil dari plasma ke
ventrikel.
Tekanan hidrostatik darah yang rendah dalam sinus venosus
bersebelahan dengan vili arakhnoid menunjukkan skala untuk gerakan air
dan terlarut dari kompartemen CSS kembali ke dalam aliran darah.
Kematian sel-sel yang melapisi kompartemen CSS akan mengeluarkan
protein ke dalam CSS. Ini akan meningkatkan tekanan osmotik CSS dan
memperlambat reabsorbsi (sementara juga mempercepat pembentukan bila
kerusakan terjadi di dalam dinding ventrikel). Peningkatan protein CSS
karena hal ini atau penyebab lain dapat merangsang atau mencetuskan
kondisi kelebihan CSS yang disebut hidrosefalus.
h. Tekanan Intrakranial
Menurut American College of Surgeon, (1997) berbagai proses
patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan kenaikan tekanan
intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya
berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial
yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi
otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi
kenaikan intrakranial tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah
serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK
normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mm H 2O), TIK lebih
tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg
termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera
kepala, semakin buruk prognosisnya.
C. Etiologi
1. Trauma oleh benda tajam
12
Op poenya
13
Op poenya
D. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala.
Cedera percepata (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam seperti trauma akibat pukulan benda tumpul,
atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti
badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba tiba tanpa kontak langsung
seperti yang terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala
14
Op poenya
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alaba dan
batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan,
mungkin karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba,
cerdera robekan atau hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi dikurangi atau tidak ada pada area cedera.
Konsekwensinya meliputi : hiperemia (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler serta vasodilatasi, semua menimbulkan
peningkatan isi intra kronial dan akhirnya peningkatan tekanan intra kranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan kawan memperkenalkan cedera fokal dan
menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggunakan hasil dengan lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan lokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intra serebral
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu :
cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak. Jenis
cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua
duanya, situasi yang terjadi pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera
kepala berat bukan karena peluru.
Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :
1. Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu
diteruskan pada substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang
jalan yang dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
2. Akselerasi dan deselerasi
Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.
Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam. Keduanya
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba
15
Op poenya
E. WOC
Terlampir
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya
cedera kepala.
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive
yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
16
Op poenya
G. Komplikasi
1. Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala.
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya
cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera
kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40%
penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat)
biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering
diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius,
untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut
selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
2. Afasia
17
Op poenya
18
Op poenya
19
Op poenya
H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
2. Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/ edema).
4. AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan intracranial.
5. Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan
tekanan intracranial.
6. MRI
20
Op poenya
subarakhonoid
11. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau
14. Kadar Anti Konvulsan Darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
21
Op poenya
22
Op poenya
J. Penatalaksanaan Medis
1. Bedrest total
2. Pemberian obat-obatan
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringanya traumTerapi hiperventilasi (trauma
kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 %
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %. Antibiotika yang mengandung
barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin,
aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan.
Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 %
8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan
23
Op poenya
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA
Kasus :
24
Op poenya
b. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma
parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
25
Op poenya
c) Pengkajian Circulation
26
Op poenya
c. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok
atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi :
a. Keluhan utama
An. I umur 20 tahun, datang ke RS dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Klien mengalami benturan benda tumpul di bagian kepala. Terdapat luka
lebam di bagian mata sebelah kiri dan terdapat luka di bagian kaki.
27
Op poenya
c. Riwayat medis
Tidak ada penyakit serius yang pernah diderita pasien, pasien juga tidak
pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya. Pasien pernah menderita
penyakit campak, demam, dan sesekali sakit kepala.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi ( Pasien tidak memiliki riwayat alergi ).
M : Medikasi/obat-obatan ( Pasien diberi obat untuk mengurangi nyeri,
dan menghentikanperdarahan ).
P : Pertinent medical history ( Pasien tidak pernah mengalami penyakit
yang serius)
L : Last meal ( Pasien di beri asupan cairan melalui infus )
E : Events, ( Pasien mengalami fraktur tengkorak karena adanya benturan
benda tumpul )
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
Provokes/palliates : Nyeri disebabkan oleh adanya benturan benda
tumpul pada bagian kepala sehingga mengakibatkan fraktur tengkorak.
Pasien telah diberi penanganan cedera dan diberi obat untuk
mengurangi nyeri. Nyeri yang dirasakan pasien membuat tidur pasien
terganggu.
Quality : Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
Radiates: Nyeri menyebar.
28
Op poenya
Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Adanya perdarahan, fraktur, dan nyeri tekan pada kepala.
b. Wajah
1) Mata : Mata pasien sebelah kiri lebam dan bengkak, adanya
rasa nyeri pada mata sebelah kiri.
2) Hidung : Setelah dilakukan tindakan pembebasan jalan nafas,
hidung klien bebas dari cairan dan tidak adanya
penyumbatan.
3) Telinga : Membrane timpani utuh dan tidak ada cedera pada
telinga.
4) Rahang atas : Stabilitas rahang atas menurun.
5) Rahang bawah: Tidak adanya fraktur.
6) Mulut dan faring : Mulut kering, disekitar mulur terdapat memar,
tidak ada tonsil yang meradang.
c. Vertebra servikalis dan leher
Tidak terjadi deformitas tulang dan tidak ada edema.
d. Toraks
Inspeksi : Expansi dinding dada simetris. Tidak ada lesi pada
bagian thorak.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekandan krepitasi.
Auskultasi : Terdengar suara gurgling.
e. Abdomen
Tidak ada trauma benda tajam ataupun tumpul, tidak adanya sitensi
abdomen,luka, lecet ataupun memar.
29
Op poenya
f. Ektremitas
Adanya lesi pada kedua ektremitas bawah dan memar di ektremitas atas.
g. Neurologis
Pasien mengalami penurunan kesadaran, GCS 8, terjadi amnesia selama
28 jam, tidak bisa menentukan kanan dan kiri pada beberapa jam dan
disorientasi waktu dalam 24 jam.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. X ray / CT Scan
Menunjukkan adanya fraktur tengkorak.
b. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral.
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran.
30
Op poenya
31
Op poenya
32
Op poenya
33
Op poenya
34
Op poenya
35
Op poenya
36
Op poenya
an kesehatan. klien
e. Pantau perubahan - Tempatkan pasien kepada tempat
kontaminas
status kesehatan. yang nyaman bagi klien.
i cairan
- Tempatkan ruangan pasien
spinal 2. Integritas
didekat ruang perawat.
jaringan : Kulit dan - Tempatkan pasien pada
membran mukosa lingkungan yang dibatasi
a. Suhu jaringan
sehingga terhindar dari
dalam batas
kemungkinan yang ada
normal. - Sediakan pengawas pada akses
b. Warna dalam
area untuk memelihara keamanan
batas normal.
pasien dan intevensi teraupetik ,
c. Elastisitas dalam
kalau diperlukan
batas normal.
d. Tekstur dalam
2. Pengendalian infeksi
batas normal.
- Ciptakan lingkungan ( alat-alat,
3. Status nutrisi berbeden dan lainnya) yang
a. Asupan zat gizi
nyaman dan bersih terutama
baik.
setelah digunakan oleh pasien
b. Asupan makanan
- Instruksikan kepada pengunjung
dan cairan
untuk selalu mencuci tanagn
optimal.
c. Indeks masa sebelum dan sesudah memasuki
tubuh dalam batas ruangan pasien
normal. - Cuci tangan sebelum dan
d. Berat badan
sesudah melakukan tindakan
dalam batas
kepada pasien
normal.
- Terapkan kewaspadaan
universal
- Gunakan selalu handscoon
sebagai salah satu ketentuan
kewaspadaan universal
- Bersihkan kulit pasien dengan
pembersih antibakteri
- Jaga dan lindungi area atau
37
Op poenya
BAB IV
38
Op poenya
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan
cedera kepala antara lain adalah bedrest total,pemberian obat-obatan serta
observasi tanda-tanda vital seperti GCS dan tingkat kesadaran. Untuk
penatalaksanaan keperawatan terlebih dahulu perawat harus melakukan
pengkajian dengan metode primary survey sebelum melanjutkan perawatan
dengan penentuan diagnosa dan perencanaan tindakan keperawatan.
4.2 Saran
Makalah ini hanya sebagai salah satu bahasan mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan cedera kepala, oleh karena itu disarankan kepada
pembaca agar membaca sumber lain sebagai tambahan referensi mengenai
bahasan ini.
39