Anda di halaman 1dari 5

FILSAFAT FARMASI

Filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan terus melahirkan ilmu-ilmu baru.
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan kajian tentang hakekat, dengan
mencari keseragaman daripada keanekaragaman ilmu pengetahuan. filsafat
mencoba meluruskan arah proses perkembangan ilmu pengetahun, terutama
dalam pemanfaatannya.

Farmasi lahir sebagai sebuah ilmu pengetahuan baru pada sekitar tahun
1240, yang ditandai dengan dipisahkannya farmasi dari ilmu kedokteran.
Adalah Raja Frederick II dari Roma yang pertamakali memisahkan ilmu
Farmasi dari dunia kedokteran dengan undang-undan kenegaraan. Namun
demikian, secara historys farmasi telah ada jauh sebelum Masehi dalam
konteks pengobatan. Diera globalisasi, farmasi terus berkembang ditengah
ilmu pengetahuan yang semakin plural.

Farmasi hadir sebagai ilmu pengetahuan terus mengalami kemajuan


dari teoritis hingga praktis. farmasi merupakan seni meracik obat guna untuk
pengobatan dan pencegahan penyakit. farmasi terus mengalami
pergeserakan makna seiring dengan perkembangan IPTEK. Untuk itu, perlu
kemudian rekontruksi nilai sehingga ilmu farmasi senantiasa mendapatkan
pencerahan sesuai tujuan awal dan terus mengikuti perkembangan.
Untuk memahami ilmu Farmasi, maka farmasi perlu dikaji secara filsafat.
Filsafat Farmasi dikaji dari tiga aspek utama, yaitu ontologi, epistemologi dan
aksilogi. kajian ontologis membahas tentang eksistenti (keberadaan) dan
esensi (keberartian) farmasi. epistemologi mengkaji tentang metode
pembuktian dan pembelajaran farmasi. sedangkan secara aksiologi, farmasi
dikaji berdasarkan asas manfaat sebagi sebuah ilmu pengetahuan.

KAJIAN ONTOLOGI
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, ontos= ada dan logos=ilmu. Dengan
demikian ontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang keberadaan. kajian
ontologi mencakup wilayah objek kajian dan hakekatnya. dengan demikian,
objek kajiannya adalah farmasi itu sendiri dan hakekat dari farmasi itu adalah
ilmu, sehingga lahirlah imu farmasi. selanjutnya kita akan mengkaji tentang
objek farmasi yaitu obat dan hakikat obat itu adalah bahan, maka lahirlah
bahan obat.
KAJIAN EPISTEMOLOGI
Epistemologi berasal dari bahasa yunani, epites= cara dan logos=ilmu.
dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang cara.
kajian epistemologi mencakup tentang metode dan prosedur.
metode ilmu farmasi adalah pengobatan dan prosedurnya adalah mengobati.
lebih lanjut kita akan mengkaji tentang cara pengobatan dan mengobati, cara
menggunakan dan mengeloah obat. Kesmua itu akan bermuara pada
pengembangan ilmu farmasi itu sendiri secara teoritis dan praktis.

KAJIAN AKSIOLOGI
Aksiologi berasal dari bahasa yunani, axios= nilai dan logos=ilmu. dengan
demikian aksiologi dapat diartikan sebagi ilmu tentang nilai. kajian aksiologi
mencakup tentang manfaat dan kegunaan. kajian aksiologi farmasi adalah
untuk kesehatan hidup manusia. selanjutnya kesehatan itu digunakan untuk
mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan seorang manusia.
Farmasi dari prespektis filsafat adalah sebagi ilmu tentang obat, informasi
obat, dan cara mengelolah obat untuk pengobatan. Farmasi sebagai seni
meracik dan meramuh obat guna meningkatkan kesehatan hidup manusia.
Filasat Farmasi ada sebagai bentuk kajian ilmu pengetahuan. Farmasi lahir
untuk menjawab berbagai tantangan kebutuhan hidup manusia. Farmasi
sebagai ilmu adalah sesuatu yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Untuk
itu, ilmu farmasi harus digunakan sebaik-sebaiknya untuk kepentingan dan
kesejahteraan manusia.
Filsafat meletakkan dasar-dasar suatu pengetahuan juga alat dan metode
berpikir karena ilmu.
Ciri-ciri Berpikir Filsafat
Orang yang berpikir filsafat paling tidak harus mengindahkan ciri-ciri berpikir
sebagai berikut:
1. Berpikir filsafat Radikal. Yaitu berpikir sampai keakar-akarnya, sampai
pada hakekat atau sustansi, esensi yang dipikirkan. Sifat filsafat adalah
radikal atau mendasar, bukan sekedar mengetahui mengapa sesuatu menjadi
demikian, melainkan apa sebenarnya sesuatu itu, apa maknanya.
2. Berpikir filsafat Universal. Yaitu berpikir kefilsafatan sebagaimana
pengalaman umumnya.
Misalnya melakukan penalaran dengan menggunakan rasio atau empirisnya,
bukan menggunakan intuisinya. Sebab, orang yang dapat memperoleh
kebenaran dengan menggunakan intuisinya tidaklah umum di dunia ini. Hanya
orang tertentu saja.
3. Berpikir filsafat Konseptual. Yaitu dapat berpikir melampaui batas
pengalaman sehari-hari manusia, sehingga menghasilkan pemikiran baru
yang terkonsep.
4. Berpikir filsafat Koheren dan Konsisten. Yaitu berpikir kefilsafatan harus
sesuai dengan kaedah berpikir (logis) pada umumnya dan adanya saling kait-
mait antara satu konsep dengan konsep lainnya.
5. Berpikir filsafat Sistematis. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan antara satu
konsep dengan konsep yang lain memiliki keterkaitan berdasarkan azas
keteraturan untuk mengarah suatu tujuan tertentu.
6. Berpikir filsafat Komprehensif. Yaitu dalam berpikir filsafat, hal, bagian,
atau detail-detail yang dibicarakan harus mencakup secara menyeluruh
sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang tersisa ataupun yang berada
diluarnya.
7. Berpikir filsafat Bebas. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan tidak ditentukan,
dipengaruhi, atau intervensi oleh pengalaman sejarah ataupun pemikiran-
pemikiran yang sebelumnya, nilai-nilai kehidupan social budaya, adat istiadat,
maupun religious.
8. Berpikir filsafat Bertanggungjawab. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan
harus bertanggungjawab terutama terhadap hati nurani dan kehidupan sosial.
Penalaran
1. Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik
tertentu dalam menemukan kebenaran. Penalaran merupakan proses berpikir
dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2. Ciri-ciri Penalaran
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis).
2. Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu
kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi
merupakan cara berpikir secara analitik.
Cara berpikir masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu : Analitik dan Non
analitik. Sedangkan jika ditinjau dari hakekat usahanya, dapat dibedakan
menjadi : Usaha aktif manusia dan apa yang diberikan.
Penalaran Ilmiah sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Deduktif yang berujung pada rasionalisme
2. Induktif yang berujung pada empirisme
Logika
Logika berasal dari bahasa Yunani yaitu LOGOS yang berarti ilmu. Logika
pada dasarnya filsafat berpikir. Berpikir berarti melakukan suatu tindakan yang
memiliki suatu tujuan. Jadi pengertian Logika adalah ilmu berpikir / cara
berpikir dengan berbagai tindakan yang memiliki tujuan tertentu.
1. Logika induksi : Cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
2. Logika deduktif : Cara berfikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum
ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Teori Kebenaran
1. Teori kebenaran Korespondensi. Yaitu pengetahuan mempunyai nilai benar
apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan obyek atau
kenyataan yang diketahui. Contoh: Gigi berada didalam mulut, tidak dikaki.
2. Teori kebenaran Koherensi. Yaitu pengetahuan mempunyai nilai benar
apabila pengetahuan itu mempunyai hubungan dengan pengetahuan yang
sudah ada sebelumnya dan dinyatakan pula bernilai benar.
3. Teori kebenaran Pragmatis. Yaitu pengetahuan bernilai benar apabila
pengetahuan itu dinyatakan dapat dipergunakan dalam kebutuhan hidup
sehari-hari. Dalam hal ini kebenaran pragmatis tidak mempermasalahkan
pentingnya hakikat kebenaran, tetapi yang lebih diutamakan adalah tentang
berguna atau tidaknya suatu pengetahuan itu.Contoh: Pena dianggap benar
bila dapat digunakan untuk menulis.
4. Teori kebenaran Sintaksis. Yaitu pengetahuan atau pernyataan dapat
bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu tersusun sedemikian
rupa sesuai dengan aturan tata bahasa yang berlaku. Contoh: adanya
perbedaan makna antara kalimat seorang dokter mengoperasi pasien di
ruang operasi dan seorang dokter mengoperasi, pasien di ruang operasi.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan susunan kalimat.
5. Teori kebenaran Semantis. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan
bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu memiliki arti dengan
menunjukkan makna yang sesungguhnya berdasarkan kenyataan atau hal
yang diacu. Contoh: meja tulis, meja makan, meja computer, dsb.
6. Teori kebenaran Non-Deskripsi. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan
bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu memiliki fungsi yang
amat praktis dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan kesepakatan
bersama untuk menggunakannya.Contoh: Petani menanam jagung (tapi
sebenarnya yang ditanam adalah bibit jagung, untuk diharapkan menjadi
jagung nantinya).
7. Teori kebenaran Logis yang berlebihan. Yaitu suatu pengetahuan atau
pernyataan sudah bernilai benar dengan sendirinya. Contoh: Lingkaran
adalah bulat, maju ke depan, mundur ke belakang, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai