Anda di halaman 1dari 14

PEMERIKSAAN SEL-SEL IMUN GRANULOSIT DAN AGRANULOSIT

Oleh :
Nama : Mutia Utaminingtyas
NIM : B1J014070
Kelompok :4
Rombongan :I
Asisten : Hikmah Widyaningrum

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sistem imunitas tubuh merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dengan
berbagai mekanisme dalam usaha mempertahankan homeostasis dan kesehatan
tubuh. Respon imunitas tubuh membutuhkan sel leukosit yang berasal dari sel stem
pada sumsum tulang. Pada leukosit terdapat agen imun utama yaitu sel-sel limfosit.
Sel-sel limfosit menempati organ-organ tertentu yang disebut sebagai organ limfoid.
Organ limfoid merupakan organ yang berfungsi memproduksi dan menyimpan sel-
sel imun seperti leukosit dan makrofag. Sel-sel penyusun organ limfoid memiliki
indeks mitosis yang tinggi. Jika indeks mitosis suatu sel tinggi maka proses
ploriferasi pada sel tersebut tergolong sangat cepat. Radiasi lebih mudah mencederai
sel pada saat sel tersebut memasuki fase mitosisnya, sehingga sel-sel pada organ
limfoid digolongkansangat radiosensitive terhadap paparan radiasi. Radiasi dapat
menurunkan tingkat proliferasi sel-sel pada .organ limfoid (Oktafiani et al., 2013).
Organ limfoid dibagi menjadi organ limfoid primer dan organ limfoid
sekunder. Organ yang tergolong dalam organ limfoid primer yaitu sumsum tulang
dan timus. Sumsum tulang merupakan organ yang berfungsi dalam sistem
pembentukan darah. Pajanan radiasi dosis tinggi pada sumsum tulang dapat
mengakibatkan kematian jaringan tersebut dalam jangka waktu beberapa minggu.
Hal ini disebabkan karena radiasi dapat menurunkan jumlah sel basal pada sumsum
tulang secara tajam. Dosis sekitar 500 Rad sudah dapat menyebabkan penekanan
proses pembentukan komponen sel darah pada sumsum tulang sehingga jumlahnya
mengalami penurunan. Sel-sel limfosit yang mengalami pematangan di sumsum
tulang disebut sebagai limfosit B, sedangkan sel limfosit yang masih bersifat
immatureakan didistribusikan ke organ timus (Oktafiani et al., 2013).
Didalam timus, limfosit mengalami proliferasi intensif dimana proses
proliferasi ini tidak bergantung pada stimulasi antigen, setelah berdiferensiasi
limfosit pada organ timus atau limfosit T akan didistribusikan menuju organ limfoid
perifer yang termasuk didalamnya yaitu organ limpa. Limpa berfungsi sebagai
complicated filter yang disisipkan dalam peredaran darah untuk membersihkan darah
dari zat renik dan sel-sel darah yang telah tua. Limpa juga terlibat dalam pertahanan
imun terhadap antigen yang terbawa darah (Oktafiani et al., 2013).
1.2 Tujuan
Mengetahui jenis-jenis sel imun granulosit dan agranulosit beserta fungsi dan
bentuknya serta mengetahui persentase sel-sel imun pada berbagai hewan

II. MATERI DAN CARA KERJA


2.1 Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah hewan uji, methanol
absolut, alkohol 70%, pewarna Giemza 7%, minyak imersi, air mengalir.
Alat yang digunakan adalah mikroskop, gelas objek, gelas penutup baker gelas
250 mL, dan spuit 1 mL.
2.1 Cara kerja
Metode yang digunakan dalam praktikum deferensial leukosit adalah sebagai
berikut :

1. Gelas objek yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol
70%, selanjutnya dikeringkan dalam suhu kamar
2. Darah ditetskan pada ujung gelas objek I, kemudian diambil gelas objek ke II,
bahia tepinya disentuhkan di ujung tetesan darah membentuk sudut 45 0C, lalu
ditarik kearah depan (diapuskan).
3. Preparat darah didiamkan sampai kering pada suhu kamar, setelah kering
difiksasi dengan methanol absolut 5 menit dengan cara memasukkan gelas
objek kedalam beker gelas yang telah diisi dengan methanol absolut sampai
semua apusan darah terendam dalam metanol (posisi berdiri).
4. Preparat dikeringkan dalam suhu kamar. Setelah kering preparat diwarnai
dengan larutan Giemza 7% selama 20 menit.
5. Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dalam suhu kamar.
6. Apusan darah ditetesi diamati dengan mikroskop perbesaran 400X.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. 1 Hasil

Tabel 3.1 Data Hasil Pengamatan Sel-sel Imun Granulosit dan Agranulosit
%
Limfosit Monosit Neutrofil Eosinofil Basofil
Ayam 52,2% 13% 32,2% 2,6%
Ikan 88,23% 5,88% - 5,88% -
Manusia 2,7% - 25% 72,5% 0%
Mencit 65% 12% 23% 0% 0%

Perhitungan pengamatan pada mencit


Jumlah total sel : 26
Limfosit : 17/26 x 100 % = 65 %
Neutrofil : 6/26 x 100% = 23 %
Monosit : 3/26 x 100% = 12%

3.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan data yang diperoleh dari praktikum


yang dilakukan oleh kelompok 4 (sampel darah mencit) menunjukkan bahwa hanya
terdapat sel limfosit sebesar 65%, neutrofl 23% dan monosit sebesr 12%. Sedangkan
bsofil dan eusinofil tidak terlihat. Hal ini tidak sesuai dengan pustaka. Menurut
Baratawidjaja (2002), kadar normal leukosit dalam darah masing-masing selnya
adalah: Basofil 0-1%, Eosinofil 1-3%, Neutrofil batang 2-6%, Neutrofil segmen 50-
70%, Limfosit 20-40%, dan Monosit 2-8%. Besarnya prosentase sel limfosit dalam
darah menandakan bahwa mencit sedang dalam keadaan tidak sehat.
Peradangan secara universal didefinisikan sebagai reaksi tubuh terhadap
cedera atau infeksi jaringan vascularized dengan tujuan untuk memberikan bahan
defensif, seperti sel-sel darah dan cairan untuk daerah cedera atau infeksi. Empat
tanda cardinal inflamasi (kemerahan, bengkak, panas dan nyeri). Sementara peran
neutrofil dan monosit makrofag berasal dari infiltrasi situs peradangan. Sel darah
putih ini terutama penting untuk timbulnya reaksi inflamasi proses dan mungkin
bahkan berdampak pada resolusi reaksi (Kolaczkowska, 2010). Menurut Filbey
(2014), respon imun seluler pertama kali dimulai dari 7 hari setelah infeksi
mengktifkan kedua poliklonal dan antigen spesifik .
Sistem pertahanan fisik dan mekanik meliputi kulit, mukosa, silia padasaluran
nafas, batuk dan bersin. Hal diatas, berfungsi sebagai preventif way dalammencegah
masuknya berbagai benda asing yang bersifat patogen ke dalam tubuh.Pertahanan
tubuh secara kimiawi berupa bahan yang diseluesi mukosa saluran nafas,kelenjar
sebaseus kulit, telinga, spermin dalam semen dan lain-lain (Paulsen, 2000).
Pertahanan non-spesifik humoral terdiri dari berbagai bahan
sepertikomplemen yang berperan meningkatkan fagositosis (opsonisasi) dan
mempermudahdestruksi bakteri dan parasit, interferon, fagosit (makrofag, neutrofil),
tumornecrosisfactor (TNF) dan C-Reactive protein (CRP). Interferon menyebabkan
sel jaringan yang belurn terinfeksi menjadi tahan virus, disamping itu interferon
dapatmeningkatkan aktifitas sitotoksik Natural Killer Cell (sel NK). Sel yang
terinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan di permukaannya sehingga
,dikenali oleh sel NK yang kemudian membunuhnya (Gamaleia, 2006).
Natural Killer Cell (sel NK), adalah sel limfoid yang ditemukan
dalamsirkulasi dan tidak mempunyai ciri sel limfoid dari sistem imun spesifik,
sehinggadisebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel populasi ke tiga. Sel NK
dapatmenghancurkan seI yang mengandung virus atau sel neoplasma (Isselbacher et
al.,1999). Fagosit atau makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun
nonspesifik seluler. Sel fagosit berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun
spesifik, penghancuran beberapa tingkat, yaitu kemotaksis, menangkap, memakan
(fagositosis), membunuh dan mencerna (Gamaleia, 2006).
Pada keadaan tidak homeostasis, respon imun ini dapat merugikankesehatan,
misal pada reaksi autoimun atau reaksi hipersensitifitas (alergi). Beberapa penyakit
seperti diabetes melitus, sklerosis multipel, lupus, artritis rematoid termasuk contoh
penyakit autoimun. Kondisi ini terjadi jika sistem imun disensitisasi oleh protein
yang ada dalam tubuh kernudian menyerang jaringan yang mengandung protein
tersebut. Sistem imun nonspesifik dapat memberikan respon langsung terhadap
antigen. Sesuai dengan namanya, sistem imun nonspesifik ini tidak ditujukan
terhadap mikroorganisme tertentu. Komponen sistem imun nonspesifik terdiri atas
pertahanan fisik dan mekanik, biokimiawi, humoral dan seluler (Bavelender, 1988).
Sumsum tulang termasuk dalam golongan mieloid penghasil
sel darah putih. Sumsum tulang mengandung sel induk multipoten
umum yang akan berdiferensiasi menjadi sel induk khusus, yang
selanjutnya berdiferensiasi manjadi berbagai jenis sel yang
ditemukan di dalam sumsum tulang dan darah. Selsel tersebut
berkembang menjadi kelompokkelompok sel induk khusus yang
membentuk megakariosit, limfosit, eritrosit, eusinofil dan basofil,
sedangkan neutrofil dan monosit dibentuk oleh prekursor umum.
Sel induk pada sumsum tulang juga merupakan sumber dari
osteoklas, sel mast, sel dendritik dansel langerhans (Khumairah, 2013).
Pembagian sel-sel imun non-spesifik menurut Baratawidjaja (2002), adalah
sebagai berikut:
1. Fagosit mononuklear
A. Monosit
Sel monosit adalah sel asal dalam sumsum tulang. Sesudah berfroliferasi dan
menjadi matang, sel tersebut masuk ke peredaran darah. Monosit ditemukan dalam
sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih kurang dibanding neutrofil. Sel-sel tersebut
bermigrasi kejaringan dan disana berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya
hidup dalam jaringan. Menurut Effendi (2003), bahwa monosit merupakan sel
berbentuk sferikal, yang berdiameter sekitar 15 hampir dua kali lipat diameter sel
darah merah. Ketika dibuat apusan, monosit terlihat besar sehingga mudah untuk
diidentifikasi. Intinya besar, berbentuk oval atau seperti ginjal. Monosit berfungsi
dalam respon imun non- spesifik dalam tubuh. Monosit beredar melalui aliran darah
dan mampu menembus dinding kapiler, masuk ke jaringan penyambung dan
berdiferensiasi menjadi sel fagositik makrofag. Jumlah normalnya sekitar 2-8.
Menurut Bevelander (1988), peran utama sel fagositik mononuklear ialah melakukan
fagositosis dan menghancurkan partikel asing dan jaringan mati, serta mengolah
bahan asing demikian rupa sehingga bahan asing tersebut dapat membangkitkan
sistem imun.
B. Makrofag
Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari peredaran darah menuju
jaringan dan kemudian berdifferensiasi menjadi makrofag. Makrofag ini bukanlah
stadium akhir karena sel itu masih dapat membelah menjadi protein yang bertahan
hidup selama berbulan-bulan. Fixed macrophage atau makrofag berbentuk khusus
tergantung dari jaringan yang ditempati. Menurut fungsuinya makrofag dibagi dua
golongan pertama fagosit professional dan Antigen Presenting Cell (APC). Sel-sel
imun non-spesifik seluler terdiri dari sel fagosit. Istilah lamanya adalah Reticulo
Endhothelial System (RES) yang merupakan sebutan kolektif untuk semua sel fagosit
yang hidup lama diseluruh jaringan tubuh. Sekarang, sistem tersebut disebut sistem
fagosit makrofag (Baratawidjaja, 2002).
2. Fagosit Polimorfonuklear
Fagosit polimorfonuklear atau polimorf (granulosit), dibentuk dalam sumsum
tulang dengan kecepatan 8 juta per menit dan hidup selama 2-3 hari, granulosit
merupakan 60-70% dari seluruh jumlah sel darah putih normal, tetapi dia dapat
ditemukan di luar pembuluh darah oleh karena dapat menembus dinding pembuluh
darah. Granulosit dibagi menurut pewarnaan histologik menjadi neutrofil, eosinofil
dan basofil. Sel tersebut bersama dengan antibodi dan komplemen berperan dalam
imflamasi akut. Jumlah polimorf yang menurun sering disertai dengan meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi (Baratawidjaja, 2002).
A. Neutrofil
Neutrofil merupakan pertahanan seluler pertama yang melawan invasi bakteri
dan peradangan kecil lainya. Aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang
banyak menyebabkan adanya nanah. Jumlah neutrofil batang dalam darah adalah
lebih sedikit dari neutrofil segmen (2-6% dari seluruh leukosit dalam darah).
Neutrofil segmen adalah bentuk dari neutrofil batang yang matur, inti berbentuk
konfigurasi berlobus. Karena siklus hidup dari neutrofil itu sendiri yang bekisar
antara 6-7 jam. Neutrofil orang sehat hanya dihasilkan di dalam sumsum tulang.
Perkiraan paling baik menunjukkan bahwa jumlah tepat sel induk yang penting untuk
menyokong hematopoesis adalah antara 400 dan 500 (Isselbacher et al., 1995).
Neutrofil merupakan leukosit yang paling sering ditemui dalam darah.
Diameternya 12 m dalam sirkulasi darah, dan 20 m dalam jaringan. Sitoplasma
banyak (0,3-0,8 m) dan terwarnai lemah. Granula azurofil merah-ungu lebih sedikit,
granula spesifik banyak mengandung alkalin fosfatase dan protein kation bakterisidal
yang disebut fagositin. Inti yang mengandung kromatin padat dan multilobi
(umumnya 3, lebih dari 5) disebut bersegmen (pada sel yang tua), sedang pada
heterokromatin kecil dengan 1 lobi disebut batang. Neutrofil dapat ditemui di luar
aliran darah, khususnya pada jaringan penghubung yang rusak. Neutrofil merupakan
pertahanan seluler pertama yang melawan invasi bakteri. Tidak seperti limfosit,
neutrofil pada akhirnya berdiferensiasi dan tidak mengalami mitosis. Neutrofil
polimorfonuklear manusia (PMN) telah ditemukan untuk mengekspresikan reseptor
leptin in vitro dan in vivo (Andez et al., 2010).
Fungsi utama neutrofil adalah penghancuran bahan asing melalui proses
fagositosis. Proses ini digambarkan ke dalam beberapa tingkat yaitu kemotaksis,
perlekatan, penelanan, dan pencernaan.Pada tahap kemotaksis, neutrofil ditarik oleh
oleh berbagai produk bakteri, atau berbagai faktor yang dilepas oleh sel yang rusak.
Setelah itu diikuti tahap perlekatan pada partikel yang diopsonisasi. Selanjutnya sel
menelan partikel tersebut kedalam sitoplasma yang kemudian dicerna oleh enzim
lisosom di dalam fagosom (Baratawidjaja, 2002).
B. Eosinofil
Eosinofil tinggal di dalam darah selama 2 hari dan di jaringan 4-10 hari,
Eosinofil Jumlahnya 2-5% dari sel darah putih orang normal tanpa alergi. Eosinofil
juga berfungsi sebagai fagositosis. Eosinofil dapat dirangsang untuk degranulasi
seperti halnya pada sel mast dan basofil dan melepas mediator. Eosinofil
mengandung berbagai granula seperti Major Basic Protein (MBP), Eosinophil
Cationic Protein (ECP), Eosinophil Derived Neurotoxin (EDN) dan Eosinophil
Peroxidase (EPO) yang bersifat toksik dan dapat menghancurkan sel sasaran jika
dilepas. Eosinophil diduga berperan dalam imunitas cacing. Eosinofil dapat mengikat
skistosoma yang dilapisi IgE dan kemudian melaui degranukasi melepaskan protein
yang toksik. Eosinofil berperan pada imunitas parasit. Eosinofil mempunyai reseptor
untuk IgE. Eosinofil merupakan bagian dari sistem myeloid. Granula sitoplasmanya
berwarna kuat dengan zat warna eosin, karena itulah disebut eosinofil
(Baratawidjaja, 2002).
C. Basofil/sel mast
Granulosit basofil jumlahnya hanya 0,51% dan tampak jelas karena adanya
granula lembayung atau biru hitam yang besar, yang strukturnya sangat kedap
electron dan homogen. Granula ini mengandung asam mukopoliskarid (seperti
heparin) yang bertanggung jawab terhadap fenomena penyerapan warna
metakromasi. Basofil merupakan leukosit yang berjumlah paling sedikit, yaitu 0-1%
pada orang sehat. Diameternya 10-12 m, lebih kecil dibanding neutrofil. Inti
mengandung kromatin padat dan 3 lobi, seringnya dalam bentuk S. Sitoplasma lebih
sedikit dengan ukuran bervariasi (0,3-1,5 m) dan berwarna biru. Basofil dapat
keluar dari sistem peredaran darah tetapi sebatas pergerakan ameboid dan fagositosis
(Paulsen, 2000).
Sel basofil, sel mast dan trombosit dahulu disebut sel mediator. Tetapi
sekarang sebutan itu tidak tepat karena berbagai sel imun juga melepaskan berbagai
mediator. Jumlah basofil dalam sirkulasi darah sangat sedikit kurang dari 0,05% dari
seluruh sel darah putih. Sel ini diduga juga sebagai sel fagosit, tetapi yang lebih
utama adalah sebagai sel medistor. Sel mast adalah sel yang dalam strukrur, fungsi
dan proliferasinya serupa dengan basofil tetapi dia ditemukan dalam jaringan yang
berhubungan dengan pembuluh darah. Ada dua macam sel mast, yang terbanyak
adalah sel mast jaringan dan lebihnya adalah sel mast mukosa. Basofil dan sel mast
yang diaktifkan berbagai mediator serta sitokin. Mediator-mediatornya antara lain,
mediator performed, newly generated dan sitokin (faktor pertumbuhan dan
regulator). Sel mast memiliki reseptor untuk IgE, oleh karena itu dapat diaktifkan
oleh elergen yang spesifik. Selain itu sel mast juga dapat diaktifkan dan melepas
mediator-mediatornya yang berpengaruh seperti PAF, C3a, C5a (Baratawidjaja,
2002).
Basofil berdiameter sekitar 12 dan mempunyai satu inti besar dengan bentuk
pilinan ireguler, umumnya dalam bentuk huruf S. Sitoplasma basofil terisi granula
yang lebih besar daripada granula yang terdapat dalam granulosit lainnya. Granula
basofil tampak biru suram dengan pewarna wright. Granula-granula tersebut
metakromatis dan mengandung histamin, heparin, dan serotonin. Di antara leukosit
jumlahnya sangat sedikit, hanya 0,5% (0-1%) (Bevelander, 1988). Pernyataan
tersebut tidak sesuai dengan jumlah basofil yang diperoleh dari praktikum yaitu
sebesar 7,9 %. Menurut Baratawidjaja (2002), basofil memiliki fungsi serupa seperti
yang dimiliki sel mast yaitu untuk membangkitkan perbarahan akut pada tempat
deposisi antigen.
Sel yang memegang peranan penting dalam respon imun spesifik adalah
limfosit. Limfosit seperti halnya monosit, termasuk ke dalam kelompok sel
granulosit tetapi terdapat perbedaan fungsi antara limfosit dan monosit. Monosit
berperan dalam respon imun non-spesifik, sedangkan limfosit berperan dalam respon
imun spesifik. Limfosit mempunyai 2 populasi, yaitu limfosit T (sel T), yang
berperan dalam respon imun seluler, serta limfosit B (sel B) yang berperan dalam
respon imun humoral (Baratawijdaja, 2002).
Darah manusia normalnya mengandung leukosit sebanyak 4.000-11.000 per
mikroliter darah manusia. Dari jumlah tersebut, granulosit (leukosit
polimorfonuklear) yang terbanyak. Granulosit muda mempunyai inti berbentuk
sepatu kuda yang menjadi bermultilobus sewaktu sel ini tumbuh lebih tua.
Kebanyakan dari ini mengandung granula neutrofilik (neutrofil), tetapi sedikit
mengandung granula yang terwarnai dengan zat warna asam (eosinofil) dan beberapa
mempunyai granula basofilik (basofil) Dua jenis sel lain normalnya ditemukan dalam
darah tapi merupakan limfosit, sel dengan inti bulat besar serta sedikit sitoplasma dan
monosit, sel dengan banyak sitoplasma agranular dan inti berbentuk ginjal (Ganong,
1989). Dalam darah, selain terdapat sel darah merah, juga terdapat sel darah putih
(leukosit). Ikan memiliki sel leukosit lebih banyak daripada manusia. Leukosit ikan
terdiri atas tujuh bentuk yaitu tiga tipe eosinofil granulosit dan masing-masing satu
tipe neutrofil granulosit, limposit, monosit dan trombosit. Sel leukosit pada mencit
(Mus musculus) hanya terdapat sel neutrofil, limfosit dan monosit, sedangkan sel
eosinofil dan basofil tidak ada (Saputri et al., 2010). Menurut Feldman (2000),
jumlah neutrofil pada mencit yaitu 0,3- 2,5 103/ l. Neutrofilia merupakan
peningkatan jumlah neutrofil. Penurunan jumlah sel neutrofil di dalam sirkulasi
(neutropenia) pada hewan domestik dapat terjadi karena adanya peningkatan
destruksi sel neutrofil di dalam peredaran darah, peningkatan pengeluaran neutrofil
ke dalam jaringan tanpa diimbangi oleh pemasukan ke dalam sirkulasi darah dan
penurunan produksi sel neutrofil di sumsum tulang.
Hasil penelitian terhadap pemerikasaan diferansial leukosit darah sebelum
terapi menunjukkan bahwa sapi penderita endometritis memiliki presentase jumlah
limfosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan diferensial leukosit lainnya (Melia,
2012). Faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit yaitu faktor-faktor fisiologis yaitu
umur, aktivitas otot, aksitasi, dan masa etras. Jumlah leukosit akan meningkat ketika
sedang terkena infeksi karena merupakan unit yang aktif dalam sistem pertahanan
tubuh, dan leukosit berperan dalam melawan penyakit infeksi. Kemudian leukosit
juga dapat menurun apabila kondisi tubuh stres (Kimball ,1987).
VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalah:


Darah mencit yang diambil untuk sempel mengandung sel limfosit sebesar 65%,
neutrofl 23% dan monosit sebesr 12%. Sedangkan bsofil dan eusinofil tidak terlihat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa mencit dalam keadaan kurang sehat.
.

DAFTAR REFERENSI

Andez, R., P. F., Najib, S. Santos A. 2010. Role of Leptin in the Activation of Immune
Cells. Hindawi Publishing Corporation. Mediators of Inammation.

Baratawidjaja, K. G. 2002. Imunologi Dasar Edisi 5. Jakarta: FKUI Press.

Bevelander, G. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.


Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh.
Digitized by USU digital libraray. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

Feldman, Bernard F. 2000. Veterinary Hematology Fifth Edition. California:


Lippincot William and Wilkins.
Filbey, K., John R Grainger1,4, Katherine A Smith1,5, Louis Boon2, Nico van
Rooijen3, Yvonne Harcus1, Stephen Jenkins1,6, James P Hewitson1 and Rick
M Maizels. 2014. Innate and adaptive type 2 immune cell responses in
genetically controlled resistance to intestinal helminth infection, Immunology
and Cell Biology 92 (1), pp. 436448.

Gamaleia, 2006. Circadian Rhythms of Cytotoxic Activity in Peripheral Blood. Lange


Medical Books McGraw-Hill, Singapore
Isselbacher, K.J., Eugene. B, & Martin. J.B. 1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Penerbit Buku kedokteran. Jakarta: EGC.

Khumairah, Tjandrakirana, & Widowati B. 2013. Pengaruh Pemberian Filtrat Daun


Sambiloto terhadap Jumlah Leukosit Darah Tius Putih yang terpapar
Benzena. Lenterabro. Universitas Negeri Surabaya.

Kolaczkowska, Elzbieta. 2010. Resident Tissue Leukosytes: Underappreciated Guard


of the Body. Open Journal of Hematology, 1 (1), pp. 1-16
Kimball, J.W. 1987. Biologi. Jakarta: Gramedia
Oktafiani, F., Unggul, P., Kusharto. 2013. Pengaruh Radiasi Gamma Terhadap
Jumlah Leukosit, Prosentase Limfosit pada Organ Limfoid dan Histologi
Hepar Mencit (Mus muculus) yang Telah Diberi Ekstrak Meniran (Phyllantus
niruri L.). Elektronic jurnal 2(1), pp. 6-13
Paulsen, D.F. 2000. Histology & Cell Biology 4th ed. Singapore: Lange Medical
Books/McGraw-Hill.
Saputri, D. N. E., Dyah, A. P. N., Abdul & gani, N. 2010. Jumlah Total dan
Diferensial Leukosit Mencit (Mus Musculus) pada Evaluasi in Vivo
Antikanker Ekstrak Spons Laut Aptos Suberitoides. pp.1-25

Anda mungkin juga menyukai