OLEH
KELOMPOK III
MIKA FEBRIYATI KADIR (O1A1 14 026)
MUH. RIDWAN ESI (O1A1 14 027)
MUH. ISRAWAN AZIS (O1A1 14 028)
NABILA SARASWATI HENDRA (O1A1 14 029)
NIMBAR ARASTI (O1A1 14 030)
NUR AFNI RIDWAN (O1A1 14 032)
NUR ALIF FATUH RAHMA (O1A1 14 033)
NURLELA SUNDARI (O1A1 14 034)
NURNANINGSIH (O1A1 14 035)
NUR RESKY PERMATASARI (O1A1 14 036)
PRADANASTI DESMA AYUNDARI (O1A1 14 037)
KELAS : FARMASI A
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-
Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Sediaan Ampul. Makalah
ini di ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Formulasi dan Teknologi Sediaan
Steril.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasn dan meningkatkan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................2
1.4 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi Sediaan Injeksi Steril............................................................................4
2.2 Definisi Sediaan Ampul.....................................................................................4
2.3 Komposisi Sediaan dan Contoh Bahan-Bahan yang Dapat digunakan..............5
2.4 Syarat-Syarat Sediaan Injeksi............................................................................7
2.5 Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Injeksi.......................................................7
2.6 Metode Pembuatan Sediaan Ampul...................................................................7
2.7 Pewadahan dan Cara Sterilisasi Sediaan Ampul................................................9
2.8 Evaluasi Sediaan Ampul..................................................................................10
2.9 Cara Penggunaan Sediaan Ampul....................................................................12
BAB III PENUTUP................................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
iii
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup, salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang
diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam
kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan
tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga
sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan beracun dan
juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun nonpatogen (tidak menimbulkan
penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun
dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi
melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat), namun tidak semua mikroba
dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang dapat
membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh. Mikroba patogen
misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan penyakit tifus dan E. Coli yang
menyebabkan sakit perut. Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang
atau benda menadi steril. Sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan
menjadi sehat.
iv
4. Syarat syarat sediaan injeksi?
5. Keuntungan dan kerugian sediaan injeksi?
6. Metode pembuatan sediaan ampul?
7. Pewadahan dan cara sterilisasi sediaan ampul?
8. Evaluasi sediaan ampul?
9. Cara penggunaan sediaan ampul?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa definisi sediaan injeksi steril.
2. Untuk mengetahui apa definisi sediaan ampul.
3. Untuk mengetahui apa komposisi sediaan dan contoh bahan-bahan yang dapat
digunakan.
4. Untuk mengetahui syarat syarat sediaan injeksi.
5. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan injeksi.
6. Untuk mengetahui bagaimana metode pembuatan sediaan ampul.
7. Untuk mengetahui bagaimana pewadahan sediaan ampul dan cara sterilisasi
sediaan ampul.
8. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi sediaan ampul.
9. Untuk mengetahui bagaimana cara penggunaan sediaan ampul.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui apa definisi sediaan injeksi steril.
2. Dapat mengetahui apa definisi sediaan ampul.
3. Dapat mengetahui apa komposisi sediaan dan contoh bahan-bahan yang dapat
digunakan.
4. Dapat mengetahui syarat syarat sediaan injeksi.
5. Dapat mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan injeksi.
6. Dapat mengetahui bagaimana metode pembuatan sediaan ampul.
7. Dapat mengetahui bagaimana pewadahan sediaan ampul dan cara sterilisasi
sediaan ampul.
8. Dapat mengetahui bagaimana evaluasi sediaan ampul.
9. Dapat mengetahui bagaimana cara penggunaan sediaan ampul.
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril
berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir
(Ditjen POM, 1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya
larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa
diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kapiler (Ditjen POM, 1995).
vii
Komposisi dalam produk parenteral dapat termasuk pelarut, pembawa,
kosolven, buffer, pengawet, antioksidan, surfaktan, agen kompleks, dan agen
pengkhelat. Ampuls digunakan untuk dosis tunggal dan dengan demikian tidak
memerlukan pengawet (Swarbrick, 2009).
1. Zat aktif
Evaluasi menyeluruh dari sifat-sifat zat aktif penting dalam pengembangan
bentuk sediaan parenteral yang stabil dan aman. Sifat-sifat tersebut antara lain
kecepatan kelarutan obat, sifat fisika obat, ukuran partikel dan pH.
2. Zat tambahan
a. Antioksidan
Garam sulfur dioksi termasuk trisulfit, metabisulfit dan sulfit
merupakan antioksidan yang paling umum digunakan pada sediaan
parenteral. Antioksidan ini menjaga stabilitas produk dengan lebih dulu
teroksidasi dan terjadi secara berangsur-angsur selama masa penyimpanan.
b. Buffer
Produk parenteral harus memiliki kapasitas buffer yang cukup untuk
mempertahankan pH. Sistem buffer terdiri dari basa lemah dan garamnya
atau asam lemah dan garamnya. Contoh buffer antara lain buffer asetat 1-2
%, sitrat 1-3 %, dan phospate 0,8-2 %.
c. Agen pengkhelat
Agen ini ditambahkan ke kompleks sehingga menonaktifkan logam
seperti tembaga, besi dan seng yang umumnya mengkatalisis degradasi
oksidatif dari molekul obat. Contohnya antara lain asam sitrat, asam tartrat,
dan disodium EDTA 0,01-0,05%.
d. Agen pelarut
Kelarutan obat dapat ditingkatkan dengan penggunaan pelarut seperti
etil alkohol, gliserin, propilen glikol.
e. Surfaktan
Surfaktan adalah agen aktif permukaan yang digunakan untuk
mendispersikan obat yang tidak larut dalam air sebagai dispersi koloid.
Surfaktan digunakan secara ekstensif dalam suspensi parenteral untuk
viii
membasahkan serbuk dan memberi kemudahan saat penyuntikan.
Contohnya antara lain polyoxyethylene dan sorbitan monooleate.
f. Agen tonisitas
Tonisitas penting untuk larutan injeksi yang akan diberikan secara intravena
karena jika larutan tidak isotonik menyebabkan perubahan tekanan osmotik
dan pertukaran ion melintasi membran sel darah merah sehingga dapat
menyebabkan hemolisis. Contohnya antara lain dextros 4,3% dan sodium
klorida 0,5-0,9%.
g. Pembawa
Pembawa air contohnya air untuk injeksi yang merupakan pembawa
secara luas digunakan untuk pelarut sediaan parenteral. Pembawa bukan
air/campuran pembawa mungkin dibutuhkan untuk stabilitas obat seperti
barbiturat yang terhidrolisasi oleh air atau untuk meningkatkan kelarutan
obat seperti digoksin.
ix
3) Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4) Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan
per oral.
x
industri bekerja menurut prinsip ini, Pada alat ini sebuah (atau juga 2 buah)
semburan api diarahkan pada bagian tengah leher ampul. Setelah gelas melunak
bagian atas leher dijepit dengan sebuah pinset (pada kerja manual), atau dilakukan
oleh alat khusus (masinel) kemudian ditarik keatas kemudian ampul dapat ditutup.
xi
disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikondioksida), membuatnya resisten
secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim.
Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk
terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral.
Gelas tipe II adalah gelas soda lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida
untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak
dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II danIII digunakan untuk serbuk kering
dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk
dengan pH di bawah 7,0sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan
uji untuk tipe-tipegelas berbeda (Martindale, 1982).
xii
2) Uji Kejernihan (Lachman Edisi III hal. 1355 )
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan
berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat
dilihat dengan mata.
3) Uji Keseragaman Volume (Ditjen POM, 1995: 1044 )
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat
keseragaman volume secara visual.
4) Uji Kebocoran (Lachman Edisi III hal 1354)
Tidak dilakukan untuk vial dan botol karena tutup karetnya tidak
kaku. Uji kebocoran; Letakkan ampul di dalam zat warna (biru metilen 0,5
1%) dalam ruangan vakum. Tekanan atmosfer berikutnya kemudian
menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam lubang, dapt dilihat setelah
bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya. Catatan
penting : jangan ditulis di proposal ujian, uji kebocoran hanya untuk ampul
5) Uji Sterilitas (Ditjen POM, 1995: 855)
Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20 o 25oC
Kekeruhan / pertumbuhan mikroorganisme (tidak steril)
Metode uji : Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2
bagian) lalu diinkubasi
Prosedur uji: Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan. Volume
tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji, inkubasi selama
tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara visual
sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5,
pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.
3. Penetapan Kadar
1) Uji Pirogenitas
Secara biologik (Metode Seibert 1920: USP XII 1942)
Asas : Berdasarkan peningkatan suhu badan kelinci yang telah disuntikkan
dengan larutan 10 mg/Kg BB dalam vena auricularis.
Cara :
a. Setiap penurunan suhu dianggap nol
b. Memenuhi syarat : tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu
0,5C atau lebih
xiii
c. Jika ada kelinci dengan kenaikkan suhu 0,5C atau lebih, lanjutkan
dengan kelinci tambahan
d. Memenuhi syarat : tidak lebih dari 3 ekor kelinci dari 8 kelinci masing-
masing menunjukkan kenaikkan suhu 0,5C atau lebih dan jumlah
kenaikkan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3C.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau melalui selaput lender
2. Ampul adalah sediaan dengan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya
untuk satu kali injeksi.
3. Komposisi dalam sediaan ampul antara lain zat aktif dan zat tambahan seperti
pelarut, pembawa, kosolven, buffer, antioksidan, surfaktan, agen kompleks,
xiv
dan agen pengkhelat. Ampul digunakan untuk dosis tunggal dan dengan
demikian tidak memerlukan pengawet.
4. Syarat syarat sediaan injeksi antara lain aman secara farmakologi, steril bebas
dari kontaminasi bahan pirogenik, bebas dari partikulat asing, stabil secara
fisika kimi dan mikrobiologi, kompatibel dengan obat lain dan isotonis.
5. Sediaan injeksi memiliki beberapa keuntungan dan kerugian, seperti yang telah
disebutkan pada bab pembahasan.
6. Sediaan ampul dibuat dengan proses pembersihan, pengisian dan penutupan.
7. Ampul biasanya terbuat dari bahan gelas, tertutup rapat dengan melebur wadah
gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat
dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-
serpihan gelas. Sebagian besar bagian leher ampul mempunyai tanda berwarna
melingkar yang dapat dipatahkan. Bila bagian leher tidak mempunyai tanda
berarti bagian pangkal leher harus digergaji dengan gergaji ampul sebelum
dipatahkan.
8. Evaluasi sediaan ampul antara lain IPC (In Process Control), QC (Quality
Control) dan penetapan kadar.
9. Sediaan ampul dapat digunakan dengan cara yang telah dijelaskan pada bab
pembahasan.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Lachman L., Lieberman H.A., Kanig J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri diterjemahkan oleh Suyatni S., Edisi II, UI Press, Jakarta.
xvi
Swarbrick, J. 2007. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, 3rd Edition. USA
: Pharmaceutical INC.
xvii