Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ABSTRAK
1. PENDAHULUAN
Salah satu indikator pembangunan daerah yang cukup penting adalah kemiskinan.
Dengan mengetahui jumlah penduduk miskin suatu daerah telah berkurang, dapat
dijadikan salah satu indikator bahwa pembangunan yang dilaksanakan pada daerah
tersebut membawa perubahan kondisi hidup masyarakat kearah yang lebih baik (LPEM
FE UI, 2010)
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu
mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari
standar hidup tertentu. Dalam arti poverty, kemiskinan dipahami sebagai keadaan
kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Menurut World Bank
(2004), salah satu sebab kemiskinan adalah kurangnya pendapatan dan aset (lack of
income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian,
perumahan, kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Disamping itu
kemiskinan juga berkaitan dengan tingkat pertumbuhan pendapatan , tingkat pendidikan
dan kesehatan dan masalah-masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan
masalah kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya harus dilakukan lintas sektor,
lintas pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi (www.bappenas.go.id, 12
Maret 2013 ).
Menurut Tambunan (2003), masalah besar dalam pembangunan yang dihadapi
banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah kemiskinan atau jumlah orang
yang berada dibawah garis kemiskinan (poverty line). Kemiskinan adalah kondisi dimana
seseorang atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan primer. Negara Indonesia
subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun rakyatnya yang tergolong miskin cukup
besar.
Usaha Pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan sangatlah serius, bahkan
program penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu program prioritas. Menurut
Bappeda Kabupaten Berau (2010) dalam Renstra Penanggulangan Kemiskinan
Kabupaten Berau 2011-2015 bahwa upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten
Berau melalui empat program utama yaitu program perluasan kesempatan berusaha bagi
penduduk miskin, program pemberdayaan masyarakat, program peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia dan program perlindungan sosial.
Permasalahan kemiskinan di Kabupaten Berau yaitu masih tingginya angka
kemiskinan. Perkembangan penduduk miskin di Kabupaten Berau meningkat cukup
tinggi, terutama pada kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2007. Jumlah Penduduk
miskin pada tahun 2002 mencapai 15.702 jiwa atau 11,99 persen dari total penduduk
Kabupaten Berau. Kemiskinan menjadi tanggungjawab bersama, terutama bagi
Pemerintah Kabupaten Berau sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat
dalam sebuah Pemerintahan, untuk segera mencari jalan keluar sebagai upaya
pengentasan kemiskinan.
Data empiris dari berbagai Negara sedang berkembang selama periode 1960-
1980 menunjukkan semakin melemahnya mekanisme trickle-down effect, pertumbuhan
ekonomi yang pesat tidak secara otomatis berdampak terhadap menurunnya tingkat
kemiskinan di suatu Negara. Sementara pada tahun 1960-an, pertumbuhan ekonomi tidak
memberikan pengaruh yang berarti terhadap pengurangan tingkat kemiskinan (Culter &
Katz, 1991).
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Berau pada kurun waktu 2002 sampai dengan
2011 secara agregat terlihat cukup dinamis yaitu di atas 5 %, kecuali pada tahun 2003
dan 2004 pertumbuhan ekonomi dibawah 5% yaitu 4,16% dan 2,64%. Pada tahun 2005
sampai dengan 2011 perekonomian Kabupaten Berau menunjukkan adanya peningkatan
dari tahun ke tahun yaitu tumbuh berkisar 5,08% sampai 8,04%. Namun pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Berau tidak selalu diringi dengan penurunan jumlah penduduk
miskin yang signifikan. Bahkan ketika indikator perekonomian Kabupaten Berau naik
pada tahun 2007 mencapai 6,79%, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau juga ikut
naik mencapai 14.600 jiwa.
Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja
yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya
Penelitian oleh Octaviani (2001) dengan judul Inflasi, pengangguran, dan
Kemiskinan di Indonesia dengan analisis indeks Forrester Greer dan Horbecke.
Tulisannya menganalisis tentang pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di
Indonesia. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri yang
dikemukakan oleh Cutler dan Katz (1991).
Penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Winarti (2006) yang berjudul
Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh serta dampak dari pertumbuhan
ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin Indonesia, hal ini dilakukan karena jumlah
penduduk miskin akibat krisis belum berhasil dikurangi bahkan cenderung meningkat.
Penelitian ini menggunakan data panel dan variabel yang digunakan adalah kemiskinan,
PDRB, tingkat inflasi, jumlah lulusan tingkat SMP, SMA,. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah bahwa tidak hanya pertumbuhan ekonomi saja yang mampu mengurangi
kemiskinan suatu daerah melainkan efek ke bawah (tickle down effect).
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2010) dengan judul Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Tulisannya meneliti tentang
pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan pengangguran terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan
ekonometrika dengan menggunakan metode panel Data. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa variable pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat
kemiskinan, Variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan,
sedangkan variabel pengangguran memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
kemiskinan.
& D). Secara sederhana, dengan demikian fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi
menjadi sebagai berikut :
Y = A. F (K. H. L)
Pada persamanaan di atas H adalah sumberdaya manusia yang merupakan
akumulasi dari pendidikan dan pelatihan.
Pengangguran merupakan permasalahan yang dihadapi oleh seluruh Negara di
dunia, terutama di negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia. Jumlah
lapangan pekerjaan di negara sedang berkembang belum dapat menampung jumlah
pencari kerja. Tidak tertampungnya tenaga kerja dalam suatu kegiatan ekonomi antara
lain disebabkan oleh kurangnya keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja dan terbatasnya
jumlah lapangan kerja. Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran
terbuka dan belum termasuk mereka yang tergolong pengangguran terselubung (disguised
unemployment) atau setengah pengangguran dengan angka yang lebih besar bila
dibandingkan dengan angka pengangguran terbuka. Untuk memperjelas konsep
pengangguran dan keterkaitannya dengan angkatan kerja, sebagaimana disajikan pada
gambar 2.1.
Total Penduduk
Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini yaitu PDB dalam konteks
nasional dan PDRB dalam konteks regional, hanya mampu memotret pembangunan
ekonomi saja. Untuk itu dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang
mampu mengungkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga perkembangan
aspek sosial dan kesejahteraan manusia.
Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya
terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non
fisik (intelektual). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat
tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli, sedangkan dampak
non fisik dilihat dari kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Teori Kemiskinan
Menurut Amartya Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001) dalam Dr.
dr. Tb. Rachmat Santika (2010) seseorang dikatakan miskin bila mengalami capability
deprivation dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang
substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi:
kesempatan dan rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan
membutuhkan kesehatan. Maka dapat dikatakan agar manusia dapat lebih produktif, ia
tidak hanya membutuhkan pendapatan semata tetapi juga ketersediaan akses kesehatan
dan pendidikan.
Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang oleh
seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah Negara yang
menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan
keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya
generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih
menekankan pada kualitas hidup yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup
melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah
tingkat polusi udara dan air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan
mengurangi kualitas lingkungan.
Ukuran Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penetapan perhitungan garis kemiskinan
dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per orang
per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan
garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per hari.
Sedang untuk pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran
untuk perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Sedangkan ukuran menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan
berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari
sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran
kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari.
pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita
masyarakat.
Simon Kuznets mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi,
distribusi pendapatan cenderung memburuk, dan pada tahap selanjutnya, distribusi
pendapatannya akan membaik, namun pada suatu waktu akan terjadi peningkatan
disparitas pendapatan lagi yang akhirnya pada suatu titik tertentu akan menurun lagi. Hal
tersebut digambarkan dalam kurva Kuznets sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek ada korelasi positif antara
pertumbuhan pendapatan perkapita dengan disparitas pendapatan. Namun dalam jangka
panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif.
Koefisien gini
Gambar 2.3
Kurva Kuznets
H1
Jumlah Pengangguran (X2) Jumlah Penduduk Miskin
(Y)
Jurnal Ekonomi Page 8
9
3. METODE PENELITIAN
3.1 Defenisi Oprasional
Berikut diberikan penjelasan mengenai definisi operasional variabel independen
(X) maupun variabel dependen (Y) agar penelitian lebih terfokus pada permasalahan serta
untuk menghindari salah penafsiran atas variabel-variabel yang digunakan, dapat diuraian
sebagai berikut :
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB harga konstan dengan migas
setiap tahun di Kabupaten Berau dari tahun 2002 2011 dalam satuan persen
(%).
b. Jumlah Pengangguran
Jumlah pengangguran menurut BPS (2008) adalah jumlah orang yang masuk
dalam angkatan kerja (usia 15 tahun ke atas) yang sedang mencari pekerjaan
dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari pekerjaan
contohnya adalah ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa
perguruan tinggi, dan lain sebagainya karena sesuatu dan lain hal tidak/belum
membutuhkan pekerjaan. Data yang digunakan adalah jumlah pengangguran
Kabupaten Berau Tahun 2002 2011 menggunakan satuan jiwa
c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita. Angka indeks
komposit tersebut sudah dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan
formulasi yang ditetapkan UNDP. Data yang digunakan adalah indeks
pembangunan manusia Kabupaten Berau tahun 2002 2011.
d. Jumlah Penduduk miskin
Jumlah Penduduk Miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan di Kabupaten Berau. Garis kemiskinan yang merupakan dasar
Andriawan, 2007:52) Derajat hubungan antar dua variabel ditunjukkan oleh nilai korelasi
yang dihasilkan. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Kriteria yang
menunjukkan kuat lemahnya korelasi ditunjukkan dengan nilai-nilai sebagai berikut :
a. 0 0,25 : Korelasi sangat lemah
b. > 0,25 0,5 : Korelasi Cukup
c. > 0,5 0,75 : Korelasi Kuat
d. > 0,75 1 : Korelasi sangat kuat
permasalahan ini mungkin timbul antara lain disebabkan oleh model yang bersifat
autogressive atau adanya beda kala (Supranto, 2004 : 87).
Untuk mendeteksi adanya gejala tersebut digunakan pengujian besaran Durbin-
Watson yang diperoleh dari perhitungan dengan nilai kritis DW dari tabel. Bila pengujian
ini ternyata berda pada daerah ragu-ragu, selanjutnya dilakukan Runs test. Untuk
mengetahui nilai Durbin Watson dengan menggunakan program komputer statistik SPSS
versi 20. Penggunaan program komputer pada penelitian ini dimaksudkan untuk
mempercepat proses perhitungan dan keakuratan hasil perhitungan.
Heteroskedastisitas, Asumsi OLS lainnya adalah bahwa variabel-variabel
pengganggu mempunyai varians yang sama atau secara matematis ditulis variabel E
(1) = sama untuk semua kesalahan koefisien pengganggu (asumsi homoskedastisitas.
2
NILAI DW Kesimpulan
Pada tabel 5.7 di atas dari hasil regresi didapatkan nilai DW Statistik sebesar
2,947 , maka hasil Durbin Waston 2.947 berada pada level Lebih dari 2,92 sehingga
dapat disimpulkan ada Autokorelasi.
Dari tabel 5.9 di atas dapat diliha nilai dari standar residual rata-rata adalah .000,
maka dapat disimpulkan bahwa model analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini
tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Tujuan penelitian penulis adalah menganalisis pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran dan IPM terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Beberapa
penelitian empiris dan dasar teori yang menjadi rujukan penulis, menemukan adanya
pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM terhadap jumlah
penduduk miskin. Pengaruh dapat positif juga negatif, dimana pengaruh positif
mencerminkan hubungan searah, sementara pengaruh negatif sebaliknya yaitu
berlawanan arah.
Hipotesis penelitian ini menduga bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran dan IPM secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Berau serta pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh
dominan terhadap jumlah penduduk miskin.
Hasil perhitungan regresi berganda dengan menggunakan program SPSS untuk
mencari koefisien korelasi, Koefisien determinasi, melakukan uji F serta Uji t. Koefisien
korelasi (R) sebesar 83.5% menunjukan bahwa kuatnya hubungan antara variabel
penduduk miskin (Y) dengan variabel pertumbuhan ekonomi (X1), jumlah pengangguran
(X2) dan IPM (X3). Selain itu dari tanda angka R yang positif menujukkan arah
hubungannya adalah positif. Ini berarti penambahan variabel independen (X1, X2, dan X3)
akan diikuti oleh penambahan variabel terikat (Y).
Temuan dalam penelitian ini cukup menarik untuk dibahas, dimana di Kabupaten
Berau pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Hal
ini dapat dikaitkan dengan karakteristik dan perilaku atau pola hidup masyarakat di
Kabupaten Berau. Menurut Oscar Lewis dalam Asriwandari dkk, 2007 bahwa kemiskinan
bukanlah semata-mata berupa kekurangan dalam hal ekonomi, tetapi juga melibatkan
kekurangan dalam hal kebudayaan dan kejiwaan member corak tersendiri. Kemiskinan
dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu
sendiri. Tingkat pendidikan dan pemanfaatan akses kesehatan yang rendah karena kondisi
lingkungan yang serba miskin yang cenderung diturunkan dari generasi ke generasi.
Kaum miskin telah memasyarakatkan nilai-nilai dan perilaku kemiskinan, dan akibat
perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan, jadi nilai-nilai dan perilaku terbentuk
karena lingkungan kemiskinan.
Kabupaten Berau dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 berjumlah
10.155 jiwa (5,46%), tersebar di 13 kecamatan terutama di daerah pedalaman dan pesisir.
Rata-rata penduduk miskin yang ada di Kabupaten berau bermata pencaharian sebagai
buruh nelayan dan petani. Mereka tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap,
mereka memanfaatkan situasi yang ada. Selain itu ternyata penduduk miskin ini
mayoritas merupakan penduduk asli dan memang kelahiran daerah tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik kemiskinan di Kabupaten Berau adalah
a). ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need) seperti pangan, gizi,
sandang, papan, pendidikan dan kesehatan, b). Inaccesibility, yaitu ketidakmampuan
menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi baik akibat rendahnya daya tawar
(bargaining position) maupun keterbatasan modal, teknologi dan sumberdaya manusia,
c). vulnerability, mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti
penyakit, bencana alam, kegagalan panen dan sebagainya sehingga harus menjual asset
produksinya. Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak
kemiskinan. Karakteristik kemiskinan di Kabupaten Berau inilah yang mengakibatkan
jumlah penduduk miskin cenderung bertambah seiring dengan kenaikan pertumbuhan
ekonomi.
Variabel IPM sangat memberikan pengaruh kuat terhadap penduduk
miskin sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Hal ini mengindikasikan bahwa
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia akan berakibat pada meningkatnya
produktivitas kerja dari penduduk, sehingga akan meningkatkan perolehan
pendapatan. Hal ini berarti juga semakin tinggi perolehan pendapatan akan
menyebabkan penurunan jumlah penduduk miskin. Hasil regresi ini ditunjang
dengan data bahwa adanya kecenderungan kenaikan Indeks Pembangunan
Manusia di Kabupaten Berau tahun 2011 diiringi dengan penurunan jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Berau. Sehingga dapat dikatakan bahwa
meningkatnya IPM telah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah disajikan pada bab
terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat korelasi variabel independen tersebut menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan secara simultan (keseluruhan) sebesar 83,5%. Kemudian koefisien
determinasi sebesar 67,9% yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen
yang digunakan dapat menjelaskan model sebesar 67,9% terhadap jumlah penduduk
miskin sedangkan sisanya sebesar 32,1% adalah dari variabel independen lain yang
tidak digunakan dalam penelitian ini.
3. Pengaruh secara keseluruhan uji F nilai signifikansinya sebesar 0,043 sehingga secara
keseluruhan variabel independen dan dependen dapat dijelaskan dengan model
persamaan regresi.
4. Pengaruh parsial dari uji t masing-masing variabel independen nilai signifikansinya
secara berturut-turut pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM sebesar
0,062 ; 0,725 ; dan 0,024 menunjukkan bahwa hanya variabel IPM yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel penduduk miskin.
5. Uji asumsi klasik pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas,
hasil estimasi mengandung serial positif sehingga tidak terjadi autokorelasi, tetapi
terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, BPS 2003 2012 . Kabupaten Berau Dalam Angka 2003 s/d 2012. BPS.
Kabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2005. Indeks Pembangunan Manusia 2005. BPS
Kabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2008. BPS
Kabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2009. Indeks Pembangunan Manusia 2009. BPS
Kabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2012. Indeks Pembangunan Manusia 2012. BPS
Kabupaten Berau
----------, BPS 2004. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha. 2004.
BPS Kabupaten Berau
----------, BPS 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha. 2012.
BPS Kabupaten Berau
-----------, BPS 2004. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2004.. BPS Propinsi
Kalimantan Timur
-----------, BPS 2008. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2008.. BPS Propinsi
Kalimantan Timur
-----------, BPS 2012. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2012.. BPS Propinsi
Kalimantan Timur
-----------, BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Indonesia Human Development Report 2001,
Towards a New Consensus : Democracy and Human Development Indonesia,
Jakarta; BPS
-----------, BPS 2010. Berita Resmi Statistik. No. 45/07/th XIII. 1 Juli 2010
Arsyad, Licolin, 2004. Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN. Yogyakarta. Hal 237.
Asriwandari Hesti, Syafrizal dkk, 2007. Karakteristik Kemiskinan dan Perilaku Hidup
Sehat Pada Masayrakat Miskin. Jakarta. Fisip-UI. Hal 1-17.
Basri, Faisal 1997. Perekonomian Indoensia Menjelang Abad XXI. Erlangga. Jakarta. Hal
102
Gujarati, Damodar, 1999. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarsono Zeins, Jakarta,
Erlangga.
Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008. Dampak Petumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Online at
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAKS3.pdf, Diakses
tanggal 21 Maret 2013.
Jhingan, ML 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers, Jakarta. hlm
229 245
Pantjar Simatupang dan Saktyanu K, Dermoredjo, 2003. PDB, Harga dan Kemiskinan
dalam Media Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol 51, No. 3. Hal 191-324.
Rasidin K. Sitepul dan Bonar M. Sinaga, 2009. Dampak Investasi Sumberdaya manusia
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia. Pendekatan
model computable General Equilibrium. Jakarta
Sukirno, Sadono, 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta
Santosa, Singgih 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. PT. Elex Media Computindo.
Jakarta
Todaro, Michel P. 2000. Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga. Alih Bahasa Haris
Munandar, Edisi Ke tujuh, Erlangga, Jakarta
Tri Widodo, 2006. Perencanaan Pembangunan. UPP STIM, YKPN, Jogjakarta, hal 3.
World Bank, 1990. Indonesia : Strategy for Sustained Reduction in Poverty. A World
Bank Country Study Report No. 10009. Diakses dari http://www-wds world
bank.org/external/default/DSContentServer/ WD pada tgl. 21 Maret 2013.
memnunjuk kepada (a) stok uang yang akan dipakai untuk membeli komoditi fisik
yang kemudian dijual guna memperoleh keuntungan, atau (b) stok komoditi itu
sendiri. Pada waktu itu istilah stock dan istilah capital sering dipakai secara
sinonim. Perusahaan dagang Inggris yang didirikan dalam masa itu atas dasar
saham misalnya, dikenal sebagai join stock companies atau capital stock
companies.
Adam Smith dalam The Wealth of Nation (1776 dalam Wnardii, 2008:3)
juga menggunakan istilah capital dan circulating capital. Pembedaan ini
didasarkan atas kriteria sejauh mana suatu unsur modal itu terkonsumsi dalam
jangka waktu tertentu (misal satu tahun). Jika suatu unsur modal itu dalam jangka
waktu tertentu hanya terkonsumsi sebagian sehingga hanya sebagian (kecil)
nilainya menjadi susut, maka unsur itu disebut fixed capital (misal mesin,
bangunan, dan sebagainya). Tetapi jika unsur modal terkonsumsi secara total,
maka ia disebut circulating capital (misal tenaga kerja, bahan mentah dan sarana
produksi). Pembedaan semacam ini (yang juga masih umum dipergunakan sampai
sekarang), mendapat kritik dari Marx.
2. menghitung nilai statistik t ( t hitung ) dan mencari nilai t kritis dari tabel
distribusi t pada dan degree of freedom tertentu. Adapun nilai t hitung
dapat dicari dengan formula sebagai berikut :
^
1 1
t
^
se 1
2.7 ANALISIS
2.8 PEMBAHASAN