Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Gisda Azzahra
(1102012101)
Pembimbing :
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran
terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap rasa gugup
atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga mempengaruhi kemampuan
berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi
persepsi. Distorsi ini dapat menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan
perhatian, menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu
hal dengan lainnya.
Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan
melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi
mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.
Definisi Panik
Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang ditandai
oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga. Frekuensi serangannya bervariasi
mulai dari beberapa kali serangan dalam setahun hingga beberapa serangan dalam sehari.
Serangan panik dapat pula terjadi pada gangguan cemas yang lain, namun hanya pada
gangguan panik, serangan terjadi meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas.
Serangan panik terjadi mendadak tanpa disebabkan oleh obat (seperti kafein), pengobatan,
atau kondisi medis (seperti tekanan darah tinggi), dan selama serangan penderita mungkin
mengalami sensasi seperti detak jantung meningkat atau tidak teratur, sesak napas, pusing,
atau takut kehilangan kontrol atau gila.
Pasien gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang berada pada usia
produktif yakni antara 18-45 tahun. Selain itu penderita gangguan panik lebih umum
ditemukan pada wanita, terutama mereka yang belum menikah serta wanita post-partum.
Serangan panik jarang ditemukan pada wanita hamil.1
Etiologi
Terdiri atas faktor biologic, genetik dan psikososial:
Faktor Biologik:
Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan
abnormalitas struktur dan fungsi otak. Dari penelitian juga diperoleh data bahwa pada otak
pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi, yaitu
serotonin, GABA (Gamma Amino Butyric Acid) dan norepinefrin. Hal ini didukung oleh fakta
bahwa Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-pasien dengan
gangguan cemas, termasuk gangguan panik.(3)
Berdasarkan hipotesis patofisiologi, terjadi disregulasi baik pada sistem perifer
maupun sistem saraf pusat. Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik
dalam sistem otonomik. Penelitian pada status neuroendokrin juga menemukan beberapa
abnormalitas, namun hasilnya belum konsisten.(3)
Serangan panik merupakan respon terhadap rasa takut yang terkondisi yang
ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitif, yaitu amigdala, korteks prefrontal dan
hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan
gangguan panik menjadi takut akan terjadinya serangan panik.(3)
Faktor biologik lain yang berhubungan dengan terjadinya serangan panik adalah
adanya zat panikogen yang digunakan terbatas pada penelitian, serta tampilan pencitraan
dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan ukuran lobus temporalis lebih
kecil, walaupun ukuran hipokampus normal.(1, 3)
Zat Penyebab panik neurokimiawi yang bekerja melalui neurotransmitter spesifik
adalah yohimbin (Yocon), suatu antagonis reseptor adrenergik alfa2; fenfluramine
(pondimin), suatu obat pelepas serotonin; m-chorophenylpiperazine (mCPP), suatu obat
dengan efek serotogenik multiple; obat beta-carboline; agonis pembalik reseptor GABA;
flumazenil, suatu antagonis reseptor GABAB, kolesistokinin; dan kafein.(2)
Zat penyebab panik neurokimiawi diperkirakan memiliki efek primernya secara
langsung pada reseptor noradrenergic, serotonergik, dan GABA pada sistem saraf pusat.(2)
Faktor Genetik:
Pada keturunan pertama penderita gangguan panik dengan agorafobia mempunyai resiko 4
sampai 8 kali mendapatkan serangan yang sama.(3)
Penelitian terhadap anak kembar yang telah dilakukan sampai sekarang biasanya
melaporkan bahwa kembar monozigotik adalah lebih berkemungkinan sesuai untuk gangguan
panik dibandingkan dengan kembar dizigotik.(2)
Faktor Psikososial:
Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat
masa kanak, hubungan dengan orangtua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap
atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada
pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah
dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya pasien mempunyai harapan dapat
melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupakan suatu ancaman
terhadap figur yang melekat.(3)
Menurut teori kelekatan, pasien-pasien dengan gangguan panik memiliki gaya
kelekatan yang bermasalah, antara lain dalam bentuk preokupasi terhadap kelekatannya itu.
Mereka sering berpandangan bahwa perpisahan dan kelekatan sebagai sesuatu yang mutually
exclusive; hal ini karena sensitivitas yang tinggi baik akan kehilangan kebebasan maupun
kehilangan akan rasa aman dan perlindungan. Kesulitan ini tampak dalam keseharian pasien
yang cenderung menghindari perpisahan yang terlalu menakutkan dan pada saat yang
sama secara simultan juga menghindari kelekatan yang terlalu intens; sering hal ini tampak
dalam gaya interaksi pasien yang terlalu mengontrol orang lain.(3)
Banyak pasien menggambarkan serangan panic berasal dari kesedihan, seakan-akan
tidak ada faktor psikologis yang terlibat , tetapi penggalian psikodinamika sering kali
mengungkapkan suatu pemicu psikologis yang jelas untuk serangan panik. Pasien dengan
gangguan panik memiliki insidensi lebih tinggi peristiwa kehidupan yang penuh ketegangan,
khususnya kehilangan, dibandingkan dengan control dalam beberapa bulan sebelum onset
gangguan panik.(2)
Perjalanan Penyakit
Gangguan ini biasa dimulai pada akhir masa remaja, awal masa dewasa atau pada usia
pertengahan. Pada umumnya tidak ditemukan stresor saat serangan, walaupun sering pula
dihubungkan dengan adanya stresor psikososial.(3)
Gangguan panik biasanya berlangsung kronis, sangat bervariasi pada tiap pasien.
Dalam jangka panjang, 30-40% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50% mengalami
gejala ringan sehingga tidak memengaruhi kehidupannya. Sisanya masih mengalami gejala
yang bermakna.(3)
Pada saat serangan pertama atau kedua, pasien sering mengabaikannya dan baru
menyadari setelah frekuensi dan intensitas bertambah. Hal ini juga dapat dipacu oleh
konsumsi kafein dan nikotin yang berlebihan.(3)
Depresi sering menyertai, yaitu pada 40-80% kasus. Walaupun jarang terungkap ide
bunuh diri, namun resiko tersebut meningkat dan 20-40% diantara pasien juga mengkonsumsi
alcohol atau zat lainnya. Sering terjadi perubahan perilaku, interaksi dalam keluarga dan hasil
akademis dan pekerjaan mungkin dapat memburuk.(3)
Agorafobia yang terjadi pada gangguan panik akan reda bila gangguan paniknya mendapat
terapi.(3)
Diagnostik
Berdasarkan PPDGJ III:
Di dalam klasifikasi ini, suatu serangan panik yang terjadi pada suatu situasi fobik
yang sudah dianggap sebagai ekspresi dari keparahan fobia tersebut. Gangguan panik baru
menjadi diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya salah satu gangguan fobia seperti yang
tercakup dalam F40.
Untuk diagnosis pasti, beberapa serangan berat dari anxietas otonomik harus terjadi dalam
periode kira-kira satu bulan.
a. Pada keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya.
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode antara
serangan-serangan panik (meskipun sering terjadi juga anxietas antipatorik).2
Menurut DSM-IV:
Kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan adanya serangan panik
yang berkaitan dengan kecemasan persisten lebih dari 1 bulan terhadap:
(1) Serangan panik baru
(2) Konsekuensi serangan, atau
(3) Terjadi perubahan yang signifikan berhubung dengan serangan
Selain itu mendiagnosis serangan panik kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13
gejala berikut ini:
Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
Takut mati
Leher terasa dicekik
Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
Merasa sesak, nafas pendek
Mual atau distres abdominal
Gemetaran
Berkeringat
Rasa panas di kulit, menggigil
Mati rasa, kesemutan
Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri) selama serangan
panik, pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa ajalnya hampir
menjelang akibat perasaan tercekik dan berdebar-debar.
Gejala lain yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin,
timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.2,3
Tatalaksana Panik
Penatalaksanaan panik terdiri dari penatalaksanaan secara farmakoterapi dan
psikoterapi.3 Tujuan utama penatalaksanaan gangguan panik adalah untuk mengurangi atau
mengeliminasi gejala serangan panik, mencegah dan mengantisipasi ansietas serta mengatasi
keadaan komorbid yang menyertainya.2 Penggunaan modalitas terapi harus diperhatikan dari
segi faktor resiko serta keuntungan dari masing-masing terapi sesuai dengan kebutuhan
masing-masing dari penderita.
Alprazolam (Xanax) dari golongan benzodiazepin dan paroksetin (Paxil ) dari
golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) adalah dua obat yang disetujui
untuk terapi gangguan panik. Kombinasi SSRI atau obat trisiklik dan benzodiazepin atau
SSRI dan litium atau obat trisiklik dapat dicoba. Apabila terapi yang digunakan efektif, terapi
dilanjutkan selama 8 sampai 12 bulan. Pada terapi yang tidak memberikan respon harus dikaji
ulang adanya keadaan komorbid seperti depresi, penggunaan alkohol atau penggunaan zat.
A. Golongan Obat
SSRI dan Serotonine-nerephinephrine reuptake inhibitor (SNRI) telah disetujui digunakan
pada semua gangguan ansietas utama, seperti gangguan panik. Walaupun antidepresan yang
tua dan obat sedatif-hipnotik masih tetap digunakan untuk terapi gangguan ansietas, SSRI
dan SNRI telah banyak menggantikan ini.
Benzodiazepin memberikan keringanan yang cepat pada generalized anxiety dan
panik daripada yang dilakukan oleh antidepresan. Namun bagaimanapun juga, antidepresan
paling tidak memperlihatkan sama efektifnya atau mungkin lebih efektif dari benzodiazepin
pada terapi gangguan ansietas jangka panjang. Lagi pula, antidepresan tidak menyebabkan
resiko dependensi dan toleransi seperti yang terjadi dengan benzodiazepin.4
B. Cara penggunaan
1. Pemilihan obat
Semua jenis obat anti panik (Trisiklik, Benzodiazepin, Reversible Inhibitor of
Monoamine Oxydase-A (RIMA), SSRI) sama efektifnya menanggulangi sindrom
panik pada tahap sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik. Bagi
mereka yang sensetif terhadap efek samping golongan trisiklik atau adanya
penyakit organik sebagai penyulit, dapat beralih ke golongan SSRI atau RIMA di
mana efek samping relatif lebih ringan. Alprazolam merupakan obat yang paling
kurang toksik dan onset of action yang lebih cepat.2
2. Pengaturan dosis
Cara terbaik untuk melihat apakah terdapat keseimbangan antara efek samping
dan khasiat obat adalah dengan meneliti sebaik mungkin antara waktu pemberian
obat dan dosis, dalam hubungan dengan jumlah serangan panik dalam periode
waktu tertentu. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan
dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah
terjadinya toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan. Apabila
dosis tidak dinaikkan secara perlahan-lahan, penderita tidak akan merasakan
manfaatnya, atau malah akan mundur dari perkembangan yang sudah mulai
membaik pada awal pengobatan dalam beberapa minggu.3
Dosis efektif untuk Alprazolam pada umumnya sekitar 4 mg/hari, pada
beberapa kasus dapat mencapai 6 mg/hari. Untuk golongan Trisiklik, dosis efektif
biasanya sekitar 150-200 mg/hari. Alprazolam umumnya telah mulai berkhasiat
dalam waktu beberapa hari setelah pemberian obat, sedangkan Trisiklik/RIMA/
SSRI baru menunjukkan efek setelah pemberian 4-6 minggu.
Imipramin atau Clomipramine dapat dimulai dengan 25-50 mg/hari, (dosis
tunggal pada malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25
mg/hari dengan selang waktu beberapa hari sampai 1 minggu, hingga tercapai
dosis efektif yang mampu mengendalikan sindrom panik (biasanya sampai sekitar
150-200 mg/hari), dengan efek samping yang dapat ditoleransi oleh penderita.
Dosis efektif dipertahankan sekitar 6 bulan, kemudian dikurangi perlahan-lahan
sampai 1-2 bulan.
Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi, meskipun sifatnya
individual, Imipramin/Clomiperamin sekitar 100-200 mg/hari dan Setraline sekitar
100 mg/hari, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama (1-2 tahun).
3. Lama pemberian
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6 bulan
sampai 12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
penderita sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu tertentu). Dalam
3 bulan setelah bebas obat sekitar 75% penderita menunjukkan gejala kambuh.
Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semul diulangi untuk
selama 2 tahun. Setelah itu diboba lagi diberhentikan perlahan-lahan dalam kurun
waktu 3 bulan dan seterusnya. Ada beberapa penderita yang memerlukan
pengonatan bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari
disabilitas.2
2. Benzodiazepin
Metabolisme hepar memiliki fungsi untuk klirens seluruh benzodiazepin. Namun,
pola dan nilai dari metabolisme tergantung pada setiap obat itu sendiri.
Alprazolam dan triazolam mengalami -hidroksilasi, dan hasil metabolitnya
memberikan efek farmakologi yang pendek karena mereka secara cepat
dikonjugasi membentuk glukoronida inaktif.
What are the first-line treatments? SSRIs and the SNRI venlafaxine
Cognitive-behavorial therapy
When should treatment be stopped because the After 4-6 weeks
lack of efficacy?
What if partial response occurs after 4-6 weeks? Treat another 4-6 weeks with increased dose
before changing the treatment strategy
What are the treatment options for treatment- - Switching from one SSRI to another
resistant cases? - Switching from venlafixine to an SSRI or
vice verca
- Switching to tricyclic antidepressants
- Switching to benzodiazepines,
reboxetine, phenelzine, or
moclobeminde.
- Switching to drugs that have been
effective in preliminary open studies or
case reports: mirtazapine, valproate,
inositol, ondansetron, gabapentin,
tiagabine, vigabatrin
- Switching to drugs that were effective in
other anxiety disorders in double-blind,
placebo-controlled studies: duloxetine,
quetiapine, buspirone.
Can antipanic drugs be combined? Usually, monotherapy is the better option.
Combinations of drug may be used in treatment-
resistant cases. These combination are supported
by studies:
- Benzodiazepines may be used in
combination in the first weeks, before
onset of efficacy of the antidepressants.
- Augmentation of fluoxetine with
pindodol
- Augmentation of clomipramine with
lithium
- Augmentation with olanzapine
Tabel 2: algoritme Penatalaksanaan Gangguan Panik (Stein, DJ et al. Textbook of Anxiety
Disorders, 2009)
Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara
psikologis, yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus yang menjalin hubungan
kerjasama secara professional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan,
mengubah, atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit. 4 Psikoterapi
dilakukan dengan wawancara atau interview. Hal penting dalam wawancara adalah tujuan
terapeutik dan penegakan diagnosis yang diperoleh dengan menjalin hubungan interpersonal
yang baik dari waktu ke waktu setiap kali wawancara dilakukan.
Terapi kognitif dan perilaku
Merupakan terapi yang efektif untuk gangguan panik yang memerlukan usaha serta
kerjasama dari terapis dan individu itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
psikoterapi ini mengungguli terapi secara farmakologis, beberapa yang lain mengatakan hal
yang sebaliknya. Tetapi kombinasi farmakologi dan psikoterapi lebih efektif dibandingkan
terapi itu secara tersendiri.3 Dua fokus utama terapi kognitif gangguan panik adalah instruksi
mengenai keyakinan salah pasien dan informasi mengenai serangan panik. Instruksi
mengenai keyakinan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk salah
mengartikan sensai tubuh ringan sebagai tanda khas akan terjadinya serangan panik, ajal atau
kematian. Informasi mengenai serangan panik mencakup penjelasan bahwa, ketika serangan
panik terjadi, serangan ini terbatas waktu dan tidak mengancam nyawa.
Terapi ini secara tidak langsung mengajak individu untuk membentuk kembali pola
perilaku menjadi lebih rasional serta restrukturisasi kognitif. Individu dilatih untuk membuat
daftar pengalaman harian serta cara individu dalam menyikapi berbagai peristiwa yang
dialami dan dilakukan evaluasi setiap kali pertemuan. Pada sebuah penelitian mengenai
perbandingan terapi kognitif dan perilaku dengan terapi perilaku itu sendiri, diperoleh fakta
bahwa terapi kognitif dan perilaku, keduanya menjadi kombinasi terapi yang lebih unggul
secara bersama-sama dibandingkan dengan terapi perilaku secara tunggal.9
Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat secara relatif cepat untuk meredakan serangan panik dan
memenangkan individu. Tujuan terapi relaksasi adalah memberikan pasien rasa kendali
mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. Teknik dasar menggunakan terapi relaksasi otot dan
membayangkan situasi yang membuat santai, sehingga pasien menguasai teknik yang dapat
membantu saat terjadi serangan panik.3,10 Individu diperkenalkan kepada sensasi ketegangan
dan sesudah itu sensasi relaks. Individu harus bisa membedakan antara sensasi saat panik
dengan sensasi relaks. Lazarus menggabungkan teknik terapi relaksasi dengan pernapasan. 7
Hiperventilasi dianggap berhubungan dengan serangan panik yang mungkin berkaitan dengan
sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, pendekatan langsung adalah melatih pasien untuk
melakukan hiperventilasi. Lazarus juga mengatakan bahwa terapi hipnosis dapat digunakan
untuk menginduksi relaksasi.
Relaksasi dapat berfungsi sebagai teknik tunggal atau sebagai kombinasi bersama
terapi lainnya, seperti terapi perilaku dan desentisasi sistematik. Sebelum dilakukan terapi
relaksasi, individu perlu dipersiapkan dan diberi penjelasan yang cukup agar dapat bekerja
sama dan memfokuskan dirinya untuk melakukan relaksasi itu sendiri. 2 Tehnik relaksasi ini
sebaiknya tidak digunakan untuk keadaan asma bronkial, pasien dengan psikosis akut,
depresi agitatif atau yang mudah terkena disosiasi. Pada permulaan terapi relaksasi pada
gangguan panik dapat timbul ansietas yang diinduksi oleh relaksasi itu sendiri.
Pelatihan pernapasan.
Karena hiperventilasi yang berhubungan dengan serangan panik mungkin berkaitan
dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, satu pendekatan langsung untuk
mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien mengendalikan dorongan untuk
melakukan hiperventilasi. Setelah pelatihan seperti itu, pasien dapat menggunakan tehnik
untuk membantu mengendalikan hiperventilasi selama serangan panik.
Pajanan in vivo.
Pajanan in vivo dahulu merupakan terapi perilaku lazim untuk gangguan panik.
Tehnik ini meliputi pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakuti yang semakin lama
semakin berat: dari waktu ke waktu pasien menjadi mengalami desensitisasi terhadap
pengalaman tersebut. Dahulu, fokusnya adalah pada stimulus eksternal; baru-baru ini, tehnik
ini telah mencakup pajanan sensasi internal yang ditakuti pasien (contohnya, takipnea dan
rasa takut mengalami serangan panik).11
Psikoterapi dinamik
Psikoterapi dinamik merupakan sebuah terapi psikiatri yang diterapkan dari teori
Sigmund Freud. Terapi berfokus membantu pasien mengerti arti ansietas yang tidak disadari
telah dihipotesiskan, simbolis situasi yang dihindari, kebutuhan untuk menekan impuls dan
keuntungan sekunder gejala tersebut. Individu diajak untuk lebih memahami diri dan
lingkungannya (berdasarkan tilikan), bukan hanya sekedar menghilangkan gejalanya semata.
Pengalaman traumatik yang terutama terjadi pada awal kehidupan dapat menimbulkan
konflik psikologis. Sebagian besar aktivitas mental dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan
pikiran sadar dilindungi dari pengalaman konflik dengan mekanisme yang dirancang untuk
mengurangi kecemasan. Mekanisme tersebut berkembang dalam kehidupan dewasa dan
menghasilkan gejala psikologis atau kurangnya kemampuan untuk pertumbuhan dan
pemenuhan personal. Keluarga individu dan hubungan pribadi sebelumnya dapat bermakna
dalam mencapai tujuan psikoterapi itu sendiri, yaitu pemahaman dan perubahan pada
individu. Pada sebuah penelitian, penerapan psikoterapi dinamik dengan pemberian
klomipramin menunjukkan bahwa angka kekambuhan berkurang dibandingkan dengan terapi
klomipramin itu sendiri.12