Iman kepada Rasul Saw merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Keimanan
akan terasa menjadi nikmat dan lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam
keimanan sehingga membuktikan konsekuensi iman merupakan sesuatu yang
menjadi kebutuhan. Karenanya membuktikan keimanan dengan amal yang shaleh
merupakan bukan suatu beban yang memberatkan, begitulah memang bila sudah
ridha. Ridha dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan
sebagaimana hadits Nabi Saw:
Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad
sebagai Nabi dan Rasul (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, NasaI dan Ibnu
Majah).
Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah
mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan
kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman
Allah yang artinya:
Disamping itu, manakala seseorang yang telah mengaku beriman tapi lebih
mencintai yang lain selain Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah Saw tidak mau
mengakuinya sebagai orang yang beriman, beliau bersabda:
Tidak beriman seseorang diantara kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada
dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan semua manusia (HR. Bukhari, Muslim
dan Nasai).
Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-
orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari
akhlak kepada Rasul, bahkan Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati
Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam
firman Allah yang artinya: Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka
itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-
orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (QS 4:69).
Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul Saw, Allah Swt
akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari
Allah manakala kita melakukan kesalahan, Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang (QS 3:31)
Oleh karena itu, dengan izin Allah Swt, Rasulullah Saw diutus memang untuk ditaati,
Allah Swt berfirman yang artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul,
melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (QS 4:64).
Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan
mentaatinya, maka ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada
Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti
dua sisi mata uang yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah
berfirman yang artinya: Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah
mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS 4:80).
Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti doa, istighfar
dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi
ampunan dan rahmat kepada Nabi, inilah salah satu makna dari firman Allah yang
artinya: Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya (QS 33:56).
Adapun, bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu justeru akan membawa
keberuntungan bagi kita sendiri, hal ini disabdakan oleh Rasul Saw:
Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah
akan bershalawat kepadanya sepuluh kali (HR. Ahmad).
Sesungguhnya orang yang paling utama kepadaku nanti pada hari kiamat adalah
siapa yang paling banyak bershalawat kepadaku (HR. Tirmidzi).
Adapun orang yang tidak mau bershalawat kepada Rasul dianggap sebagai orang
yang kikir atau bakhil, hal ini dinyatakan oleh Rasul Saw:
Yang benar-benar bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku dihadapannya, ia
tidak mengucapkan shalawat kepadaku (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
5. Menghidupkan Sunnah Rasul
Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang
beliau wariskan adalah Al-Quran dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang
berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Quran dan
sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:
Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila
berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bidah
dengan segala bahayanya, beliau bersabda:
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting
sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw.
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang
mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah
tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-
nilai harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini
ditegaskan oleh Rasul Saw:
Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil
tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka
hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan
Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang
memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.
http://www.eramuslim.com/peradaban/pemikiran-islam/drs-h-ahmad-yani-ketua-
lppd-khairu-ummah-akhlak-kepada-rasul.htm
Hal ini disebabkan karena keridhaan kedua orang tua merupakan sebab datangnya
keridhaan Allah SWT dan perilaku/sikap durhaka terhadap orang tua bisa
menyebabkan kemurkaan Allah SWT terhadap hamba tersebut, sebagaimana
disebutkan di dalam hadits:
Dari shahabat Abdullah bin 'Amr, ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: Ridha
Allah ada pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada
kemurkaan kedua orang tua. (HR. Al Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod dan At
Tirmidzi).
Di antara akhlak terpuji yang bisa mendatangkan keridhaan kedua orang tua adalah
membantu pekerjaannya, lemah lembut terhadapnya, menghormatinya,
mencintainya, mendo'akan kebaikan bagi keduanya, mentaatinya selama tidak
memerintahkan untuk bermaksiat, dan memuliakan teman kedua orang tua.
B. Tidak mendurhakainya
Durhaka kepada orang tua merupakan bagian dari dosa besar yang paling besar.
Bagaimana seorang anak tega mendurhakai kedua orang tuanya padahal
merekalah yang memeliharanya sejak lahir, menjaganya, mendidiknya,
menyayanginya dan mencintainya.
Dari shahabat Abu Bakrah ia berkata: Suatu hari kami bersama Rasulullah SAW,
kemudian beliau bersabda: Perhatikanlah! Aku akan mengabarkan kepada kalian
tentang dosa besar yang paling besar (beliau mengatakannya tiga kali), yaitu: syirik
kepada Allah, durhaka kepada orang tua, persaksian palsu atau perkataan dusta.
(HR. Muslim).
Ada kalanya perbuatan durhaka kepada orang tua dilakukan tanpa disadari yaitu
mencela orang tua. Bagaimana mungkin seseorang mencela kedua orang tuanya?
Pertanyaan ini langsung dijawab oleh Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya,
sebagaimana dalam hadits:
Dari shahabat 'Abdullah bin 'Amr bin Al Ash, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela kedua orang tuanya. Para
shahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah mungkin seseorang itu mencela
kedua orang tuanya? Rasulullah SAW menjawab: Mungkin saja, yaitu bila
seseorang mencela ayah orang lain kemudian orang tersebut membalas dengan
mencela ayahnya, demikian juga jika seseorang mencela ibu orang lain dan orang
tersebut membalas dengan mencela ibunya. (Muttafaqun Alaihi).
Jadi yang dimaksud dengan mencela kedua orang tua adalah mencela orang tua
orang lain yang menyebabkan orang tersebut mencela kedua orang tuanya, maka
perbuatan tersebut menjadi sebab dicelanya orang tuanya.
http://keindahanmuslim.blogspot.co.id/2015/05/akhlak-terhadap-orang-tua.html
a. Memuliakan guru
Artinya: Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menghorrmti orang
yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hak ulama kami. (HR.
Ahmad 5/323, Hakim 1/122. Dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Targhib 1/117)
Sering kita jumpai seorang murid mencium tangan gurunya sebagai bentuk
penghormatan dan pengagungan. Apakah perkara ini dibolehkan? Shuhaib Maula
Ibnu Abbas berkata: Aku melihat sahabat Ali mencium tangan dan kedua kaki al-
Abbas. (HR. Bukhori dalam al-Adab al-Mufrod no. 976). Imam Ibnu Muflih berkata:
Dibolehkan berpelukan, mencium tangan dan kepala, apabila karena perkara
agama, atau demi pemuliaan dan penghormatan dan aman dari syahwat.
Dhohirnya hal ini tidak dibolehkan apabila karena urusan dunia. (al-Adab asy-
Syariah 2/377)
b. Mendoakan kebaikan
Guru adalah orang yang telah berbuat baik kepada kita, mereka bekerja keras,
bersabar dengan berbagai karakteristik murid-muridnya yang pastinya sedikit
banyak pernah menyakiti hatinya, tetapi mereka tetap saja mau memberikan ilmu
kepada kita. Maka RosulullAh SAW bersabda:
Artinya : Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah dengan balasan
yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga
engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang
setimpal. (HR. Abu Dawud 1672, Nasai 1/358, Ahmad 2/68, Hakim 1/412 Bukhori
dalam al-Adab al-Mufrod no. 216, Ibnu Hibban 2071, Baihaqi 4/199, Abu Nuaim
dalam al-Hilyah 9/56. Lihat as-Shohihah 254)
Selain itu Ibnu Jamaah berkata: Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan
gurunya sepanjang masa. Memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya dan
menunaikan haknya apabila telah wafat. (Tadzkiroh Sami hal. 91).
Sehingga dalam setiap doanya murid harus menambahkan nama gurunya juga
karena begitu besar pengorbanan gurunya, maka dengan mendoakannya itulah
salah satu balasan jasa untuk mereka, seperti mendoakan kesehatannya,
kemudahannya dalam mencari rezeki, dan sebagainya. Agar ilmu yag di dapat
murid pun juga bisa mudah mereka pahami dan barokah.
Ilmu adalah bertanya dan menjawab. Dahulu dikatakan, Bertanya dengan baik
adalah setengah ilmu. (Fathul Bari 1/142) Apabila ada pelajaran yang tidak
dipahami maka bertanyalah kepada guru dengan baik. Bertanya dengan tenang,
tidak tergesa-gesa dan pergunakanlah bahasa yang santun lagi sopan. Jangan guru
itu dipanggil dengan namanya, katakanlah wahai guruku dan semisalnya. Karena
guru perlu dihormati, jangan disamakan dengan teman. Alloh berfirman;
Ayat ini adalah pokok untuk membedakan orang yang punya kedudukan dengan
orang yang biasa. Harap dibedakan keduanya. (al-Faqih wal Mutafaqqih, Adab at-
Tatalmudz hal. 52).
Sering kita jumpai sebagian para penuntut ilmu memaksa gurunya untuk menjawab
dengan dalil atas sebuah pertanyaan. Seolah-olah sang murid belum puas dan terus
mendesak seperti berkata kenapa begini, soya belum terima, siapa yang berkata
demikian, semua ini harus dihindari. Pahamilah wahai saudaraku, guru adalah
manusia biasa, bisa lupa dan bersalah. Apabila engkau pandang gurumu salah atau
lupa dengan dalilnya maka janganlah engkau memaksa terus dan jangan
memalingkan muka darinya. Berilah waktu untuk mendatangkan dalil di
kesempatan lain. Jagalah adab ini, jangan sampai sang guru menjadi jemu, marah
hanya karena melayani pertanyaanmu.
Syaikh al-Albani berkata: Kadangkala seorang alim tidak bisa mendatangkan dalil
atas sebuah pertanyaan, khususnya apabila dalilnya adalah sebuah istinbat hukum
yang tidak dinashkan secara jelas dalam al-Quran dan Sunnah. Semisal ini tidak
pantas bagi penanya untuk terlalu mendalam bertanya akan dalilnya. Menyebutkan
dalil adalah wajib ketika realita menuntut demikian. Akan tetapi tidak wajib baginya
acapkali ditanya harus menjawab Allah berfirman demikian, Rosul bersabda
demikian, lebih-lebih dalam perkara fiqih yang rumit yang diperselisihkan. (Majalah
al-Asholah edisi. 8 hal. 76. Lihat at-Taliq as-Tsamin hal. 188)
Guru juga seorang manusia biasa, maka mereka tidaklah luput dari kata salah, baik
itu salah dalm perkataan, perbuatan, penyampaian materi, dan sebagainya.
Sebagai seorang murid yang beradab maka murid tidak di perbolehkan untuk
menceritakan keburukan gurunya dengan teman-temannya, apalagi di dalam sosial
media seperti yang telah di banyak akun saat ini, tetapi jika ada murid yang
menceritakan keburukan gurunya maka orang yang di ajak berbicara harus
mengingatkannya. Ketahuilah selayaknya bagi siapa saja yang mendengar orang
yang sedang mengghibah kehormatan seorang muslim, hendaklah dia membantah
dan menasehati orang tersebut. Apabila tidak bisa diam dengan lisan maka dengan
tangan, apabila orang yang mengghibah tidak bisa dinasehati juga dengan tangan
dan lesan maka tinggalkanlah tempat tersebut. Apabila dia mendengar orang yang
mengghibah gurunya atau siapa saja yang mempunyai kedudukan, keutamaan dan
kesholihan, maka hendaklah dia lebih serius untuk membantahnya. (Shohih al-
Adzkar 2/832, Adab at-Tatalmudz hal. 33).
http://zidamahsun.blogspot.co.id/2014/08/makalah-adab-murid-kepada-guru.html
Bagi seorang suami hal pertama yang wajib diketahui dalam mempergauli istri
adalah mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan kelembutan.
Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Qs. An-Nisa` :
19)
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah
orang yang paling baik perlakuannya kepada keluargaku.
Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami dalam mengurusi para istrinya.
Contoh seorang suami yang penyayang lainnya dapat kita simak dari kisah Sayidina
Umar bin Khaththab Ra. Beliau yang terkenal ketegasan dan sikap kerasnya dalam
mengahadapi kemunkaran, pernah berkata saat didatangi oleh orang Badui yang
akan mengadukan sikap cerewet istrinya. Di saat bersamaan, Umar pun baru saja
mendapat omelan dari istri dengan suara yang cukup keras.
Umar memberi nasihat kepada si Badui, Wahai saudaraku semuslim, aku berusaha
menahan diri dari sikap (istriku) itu, karena dia memiliki hak-hak atas istriku. Aku
berusaha untuk menahan diri meski sebenarnya aku bisa saya menyakitinya
(bersikap keras) dan memarahinya. Akan tetapi, aku sadar bahwa tidak ada orang
yang memuliakan mereka (kaum wanita), selain orang yang mulia dan tidak ada
yang merendahkan mereka selain orang yang suka menyakiti. Aku sangat ingin
menjadi orang yang mulia meski aku kalah (dari istriku), dan aku tidak ingin menjadi
orang yang suka menyakiti meski aku termasuk orang yang menang.
Suami yang ingin menunaikan hak-hak istrinya akan berusaha mengundang canda,
gurauan, yang mencairkan suasana dengan senyum dan tawa; berusaha untuk
bermain perlombaan dengan istri seperti yang dilakukan Rasulullah kepada istrinya
Aisyah Ra.
Dalam diri setiap manusia terdapat sifat kekanak-kanakan, khususunya pada diri
seorang wanita. Istri membutuhkan sikap manja dari suaminya dan karenanya
jangan ada yang menghalangi sikap manja seorang suami untuk istrinya.
Maurice J. Elias Ph. D dkk dalam bukunya Emotionally Intelligent Parenting: How to
Rise a Self-Disiplined, Responsible, Socially Skilled Child, menyinggung fungsi humor
dalam proses kimiawi dan psikologis tubuh kita. Humor kecil sehari-hari seperti
vitamin ampuh untuk membangun dan mempertahankan kemampuan Anda secara
positif menanggapi tugas-tugas keayahbundaan dan tantangan hidup lainnya.
Adapun kewajiban bagi pihak istri adalah tidak akan membebani suaminya dengan
hal-hal yang tidak sanggup ia kerjakan dan tidak menuntut sesuatu yang lebih dari
kebutuhan. Sikap ini dapat menjadi bantuan untuk suami dalam urusan finansial.
Alangkah mulianya seorang wanita yang berjiwa qana`ah, cermat dalam
membelanjakan harta demi mencukupi suami dan anak-anaknya. Dahulu kala, para
wanita kaum salaf memberi wejangan kepada suami atau ayahnya, Berhatilah-
hatilah engkau dari memperoleh harta yang tidak halal. Kami akan sanggup
menahan rasa lapar namun kami tak akan pernah sanggup merasakan siksa api
neraka. Inilah akhlak pertama bagi pihak istri.
Kedua, istri shalihah adalah istri yang berbakti kepada suaminya, mendahulukan
hak suami sebelum hak dirinya dan kerabat-kerabatnya. Termasuk dalam masalah
taat kepada suami adalah berlaku baik pada ibu mertua.
Ketiga, istri sebagai guru pertama bagi anak-anak, hendaknya mendidik mereka
dengan pendidikan yang baik, memperdengarkan kata-kata yang baik, mendoakan
mereka dengan doa yang baik pula. Semuanya itu merupakan implementasi bakti
istri kepada suaminya.
Keempat, karakter istri dengan adab baik adalah tidak mengadukan urusan rumah
tangga dan mengungkit-ungkit perkara yang pernah membuat diri si istri sakit hati
dalam pelbagai forum. Hal yang sering terjadi pada diri seorang wanita yaitu
menceritakan keadaan buruk yang pernah menimpanya kepada orang lain. Seakan
dengan menceritakan masalah yang melilit dirinya urusan akan terselesaikan.
Namun yang terjadi sebaliknya, keburukan dan aib keluarga justru menjadi
konsumsi orang banyak, nama baik suami dan keluarga terpuruk, dan jalan keluar
tak kunjung ditemukan.
Bentuk adab kelima, tidak keluar dari rumahnya tanpa memperoleh izin terlebih
dahulu dari suami. Mengenai hal ini, Nabi telah mewanti-wanti dengan bersabda,
Hendaknya seorang wanita (istri) tidak keluar dari rumah suaminya kecuali dengan
seizin suami. Jika ia tetap melakukannya (keluar tanpa izin), Allah dan malaikat-Nya
melaknati sampai ia bertaubat atau kembali pulang ke rumah. (HR. Abu Dawud,
Baihaqi, dan Ibnu `Asakir dari Abdullah bin Umar).
https://cahayawahyu.wordpress.com/religion/beginilah-akhlak-suami-istri-keluarga-
muslim/
Artinya: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah
ia memuliakan tetangganya (Muttafaq alaih).
Berkata Al-Hafizh (yang artinya): Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamrah
mengatakan, Dan terlaksananya wasiat berbuat baik kepada tetangga dengan
menyampaikan beberapa bentuk perbuatan baik kepadanya sesuai dengan
kemampuan. Seperti hadiah, salam, wajah yang berseri-seri ketika bertemu,
memperhatikan keadaannya, membantunya dalam hal yang ia butuhkan dan
selainnya, serta menahan sesuatu yang bisa mengganggunya dengan berbagai
macam cara, baik secara hissiyyah (terlihat) atau maknawi (tidak terlihat). (Fathul
Baari: X/456).
Kata tetangga mencangkup tetangga yang muslim dan juga yang kafir, ahli ibadah
dan orang fasik, teman dan lawan, orang asing dan penduduk asli, yang memberi
manfaat dan yang memberi mudharat, kerabat dekat dan bukan kerabat dekat,
rumah yang paling dekat dan paling jauh. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Hajar
rahimahullahu dalam al-Fath (X/456).
ketiga, tidak ada cara lain yang memungkinkan untuk membangun selain
menyandarkan kepada tembok tetangga.
Apabila salah satu atau sebagian dari ketentuan di atas tidak dipenuhi maka
tetangga tidak boleh memanfaatkan bangunan dan menyandarkannya kepada
tembok tetangganya karena akan menimbulkan mudharat yang telah terlarang
secara syariat, Tidak boleh memberi bahaya dan membahayakan orang lain (HR.
Ibnu Majah (no.2340); dan Syaikh Al-Albani menshahihkannya (no.1910,1911)).
Diantara hak tetangga yang harus kita pelihara adalah menjaga harta dan
kehormatan mereka dari tangan orang jahat baik saat mereka tidak di rumah
maupun di rumah, memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan, serta
memalingkan mata dari keluarga mereka yang wanita dan merahasiakan aib
mereka.
Adapun tetangga paling dekat memiliki hak-hak yang tidak dimiliki oleh tetangga
jauh. Hal ini dikutip dari pertanyaan ibunda Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata,
Aku bertanya, Wahai Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku
beri hadiah? Nabi menjawab,
Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu (HR. Bukhari (no.6020); Ahmad
(no.24895); dan Abu Dawud (no.5155)).
Seperti mengeraskan suara radio atau TV, melempari halaman mereka dengan
kotoran, atau menutupi jalan bagi mereka. Seorang mukmin tidak dihalalkan
mengganggu tetangganya dengan berbagai macam gangguan.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu disebutkan adanya larangan dan
sikap tegas bagi seseorang yang mengganggu tetangganya. Rasulullah shallallahu
alahi wassalam menggandengkan antara iman kepada Allah dan hari Akhir,
menunjukkan besarnya bahaya mengganggu tetangga. Abu Hurairah radhiyallahu
anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda,
Artinya: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka janganlah
dia mengganggu tetangganya(HR. Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan
lafazh hadits ini menurut riwayat beliau, Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353);
Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).
Dan dalam Hadits lainnya, Abu Syuraih radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa
Nabi shallallahu alaihi wassallam bersabda,
Artinya: Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak
beriman. Sahabat bertanya, Siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Yang
tetangganya tidak aman dari keburukannya (HR. Bukhari (no.6016)).
Artinya: Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari
keburukannya (HR. Muslim (no.46); Ahmad (no.8638); Al Bukhari (no.7818)).
Sudah seharusnya kita mengajak mereka agar berbuat yang maruf dan mencegah
yang mungkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasehat baik, tanpa maksud
menjatuhkan atau menjelek-jelekan mereka. Disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan dari Tamim bin Aus Ad Dari radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu
alahi wassallam bersabda, Agama itu nasehat. Kami (para shahabat) bertanya,
Untuk siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab,
Artinya: Untuk Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan
seluruh kaum muslimin (HR. Muslim (no.55); Ahmad (no.16493); an-NasaI
(no.4197); dan Abu Dawud (no.4944)).
Dan nasehat untuk seluruh kaum muslimin adalah termasuk tetangga kita.
Tujuannya untuk memberikan kebaikan kepada mereka, termasuk mengajarkan dan
memeperkenalkan kepada mereka perkara yang wajib, serta menunjukkan mereka
kepada al-haq (kebenaran). Hal ini dijelaskan dalam Kasyful Musykil mim Hadits
ash-Shahihain karya Ibnul Jauzi (IV/219).
Artinya: Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka
perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu (HR. Muslim). Adapun tetangga yang
pintunya lebih dekat dari rumah kita agar lebih didahulukan untuk diberi.
Kita jenguk tetangga kita apabila ia sedang sakit, kita tanyakan kehadirannya
apabila ia tidak ada, bersikap baik apabila kita menjumpainya, dan hendaknya
sesekali kita undang mereka untuk datang ke rumah kita. Hal-hal seperti itu mudah
membuat hati mereka luluh dan akan menimbulkan rasa kasih sayang kepada kita.
Karena sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya paling baik. Hal ini berdasarkan
sabda Nabi shallallahu alaihi wassallam dan beliaulah manusia yang memiliki
akhlak paling terpuji, Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya (HR.
Bukhari (no.6035); Ahmad (no.6468); dan at-Tirmidzi (no.1975)).
Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan tetangga kita. Jangan pula bahagia
apabila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan
kealpaan mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda (yang artinya): Ada tiga kelompok
manusia yang dicintai Allah, Disebutkan diantaranya: Seseorang yang
mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia
sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah boleh kematian atau
keberangkatannya (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ketika kita berinteraksi dengan manusia, pasti ada suatu kekurangan atau
perlakuan yang kurang baik dari sebagian mereka kepada sebagian yang lainnya,
baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka orang yang terzhalimi
disunnahkan menahan marah dan memaafkan orang yang menzhaliminya. Allah
Taala berfirman,
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-
perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf (QS. Asy-Syuura:
37).
Firman Allah Dan orang-orang yang menahan amarahnya yaitu apabila mereka
diganggu oleh orang lain sehingga mereka marah dan hati mereka penuh dengan
kekesalan yang mengharuskan mereka membalasnya dengan perkataan dan
perbuatan, akan tetapi mereka tidak mengamalkan konsekuensi tabiat manusia
tersebut (tidak membalasnya). Bahkan mereka menahan amarah lalu bersabar dan
tidak membalas orang yang berbuat jahat kepadanya. Wallahu mustaan
http://muslimah.or.id/6632-adab-bertetangga.html
: , :
:
Telah menceritakan kepada kami Yamar bin Bisyr, telah menceritakan kepada kami
Abdullaah -yakni Ibnul Mubaarak-, ia berkata, Usaamah bin Zaid berkata kepadaku,
telah menceritakan kepadaku Naafi, bahwa Ibnu Umar berkata, aku melihat
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sedang memakai siwak lalu beliau
memberikannya pada orang yang lebih tua dari suatu kaum, dan beliau bersabda,
Sesungguhnya Jibril Shallallahu alaihi wasallam memerintahkanku untuk
mendahulukan yang lebih tua.
[Musnad Ahmad no. 6191, Mujam Al-Ausath no. 3218, Sunan Al-Kubraa Al-Baihaqiy
1/40, Al-Faqiih wa Al-Mutafaqih 2/181] sanadnya hasan.
Telah menceritakan kepada kami Abul Yamaan, telah mengkhabarkan kepada kami
Syuaib, dari Az-Zuhriy, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Anas bin Maalik
-radhiyallahu anhu-, kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam telah
disiapkan susu hasil perasan kambing peliharaan yang ada di rumah Anas dan susu
tersebut dicampur dengan air yang ada di rumah Anas, lalu disuguhkan kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam segelas minuman tersebut, lalu beliau
meminumnya hingga beliau sudah melepas gelas tersebut dari mulutnya,
sementara di samping kiri beliau ada Abu Bakar sedangkan di sebelah kanannya
ada seorang Arab badui, maka Umar berkata dalam keadaan khawatir jika gelas
tersebut akan diberikan kepada orang badui, Berikanlah kepada Abu Bakar wahai
Rasulullah yang ada disampingmu. Namun beliau memberikannya kepada orang
badui yang berada di samping kanan beliau itu, beliau bersabda, Hendaknya
minuman diperuntukkan untuk yang di sebelah kanan dan ke kanan dan
seterusnya.
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2352, Shahiih Muslim no. 2031, Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah no. 24555]
Didalam hadits diatas juga terkandung pelajaran untuk mendahulukan orang yang
berada di sebelah kanan dan seterusnya.
2. Mendahulukan dalam hal ilmu.
: :
:
:
:
:
Telah menceritakan kepada kami Aliy, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia
berkata, telah berkata kepadaku Ibnu Abi Najiih, dari Mujaahid, ia berkata, aku
pernah menemani Ibnu Umar pergi ke Madiinah, namun aku tidak mendengar dia
membicarakan tentang Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam kecuali satu
kejadian dimana Ibnu Umar berkata, kami pernah bersama Nabi Shallallaahu alaihi
wasallam lalu beliau bertemu dengan jamaah para sahabat. Kemudian beliau
bersabda, Sesungguhnya diantara pohon ada suatu pohon yang merupakan
perumpamaan bagi seorang muslim. Aku ingin mengatakan bahwa itu adalah
pohon kurma namun karena aku yang paling muda (diantara mereka) maka aku
diam. Kemudian Nabi Shallallaahu alaihi wasallam bersabda, Yang dimaksud
adalah pohon kurma.
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 72, Shahiih Muslim no. 2812, Musnad Ahmad no. 6432].
Didalam hadits ini terkandung pelajaran untuk tidak mendahului orang-orang yang
lebih tua yang mana keilmuan dan keutamaan mereka memang lebih utama kecuali
jika memang yang lebih muda diketahui lebih fasih dalam menyampaikan dan lebih
berilmu dibanding yang lebih tua.
Telah menceritakan kepada kami Abdullaah bin Abi Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Abdurrahman, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyaan,
dari Habiib bin Abi Tsaabit, dari Saiid bin Jubair, dari Ibnu Abbaas, bahwa Umar
-radhiyallahu anhu- pernah menanyakan kepada mereka (para pembesar sahabat
Badr) mengenai firman Allah Taala idzaa jaaa nashrullahi wal fath [QS An-Nashr :
1]. Mereka menjawab, Yaitu penaklukkan kota-kota dan istana-istana. Umar
berkata, Bagaimana menurutmu wahai Ibnu Abbaas? Ibnu Abbaas menjawab,
Yang dimaksud adalah ajal atau perumpamaan untuk Muhammad Shallallaahu
alaihi wasallam bahwa ajal beliau telah dekat.
4. Mendahulukannya untuk menjadi imam shalat jika imam rutin berhalangan hadir
serta tidak diketahui siapa yang lebih banyak hapalan Al-Qurannya,
pengetahuannya tentang Sunnah serta kapan hijrahnya.
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abu Saiid Al-Asyaj,
keduanya menyampaikan dari Abu Khaalid. Abu Bakr berkata, telah menceritakan
kepada kami Abu Khaalid Al-Ahmar, dari Al-Amasy, dari Ismaaiil bin Rajaa, dari
Aus bin Dhamaj, dari Abu Masuud Al-Anshaariy, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam bersabda, Yang paling berhak menjadi imam atas suatu kaum
adalah yang paling menguasai bacaan Kitabullah (Al-Quran), jika dalam
penguasaan bacaan sama maka yang paling tahu terhadap Sunnah, jika dalam
penguasaan Sunnah sama maka yang paling dahulu hijrah, jika dalam hijrah sama
maka dahulukan yang pertama-tama masuk Islam (yang paling tua), dan janganlah
orang lain mengimami seseorang di daerah kekuasaannya, dan jangan duduk di
rumah seseorang di ruang tamunya, kecuali telah mendapatkan izin darinya.
[Shahiih Muslim no. 674 dan Sunan Arbaah, Musnad Ahmad no. 16643].
Demikianlah, syariat yang mulia ini telah mengatur penghormatan kepada umat
muslim yang sudah tua. Senantiasa ditekankan kepada yang lebih muda untuk
memuliakan mereka, berlemah lembut kepada mereka terutama dalam
memberitahukan masalah diin (agama) dan tidak mendahului suara mereka bila
mereka melakukan penentangan. Yang demikian adalah termasuk adab yang baik
yang mana telah dicontohkan oleh para salafus shalih. Maka Allah dan RasulNya
telah menjamin surga untuk kita.
https://muhandisun.wordpress.com/2013/04/15/mencintai-dan-menghormati-yang-
lebih-tua/
Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang
umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali dilarang untuk
merendahkan dan meremehkannya.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih
muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa
bukan termasuk golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih
muda. Beliau bersabda:
( )
Artinya:
Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil
(lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi /
dewasa). (HR. Thabrani)
Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan akhlaknya
lebih baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah
berusia lanjut. Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan
berkualitas, sekali pun semestinya semakin bertambah (bilangan) umur (hakikatnya
berkurang), harus semakin baik amalnya, semakin mulia akhlaknya, dan semakin
bijak sikapnya.
Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru sebaliknya.
Ada yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt.
akan tetapi kualitas hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih
muda. Nauzubillah.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan bahwa
terinasuk orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal perbuatannya baik.
Rasulullah saw bersabda:
( )
Artinya:
Sebaik-baik manusia adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik
amalnya. Dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi
jelek amal perbuatannya (HR.Ahmad)
Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah lebih
dewasa serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing, rnengarahkan dan
mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi kehidupannya.
Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam, sehingga orang yang lebih tua
hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan pengalamannya, sedangkan orang
yang lebih mudah dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki orang yang lebih
tua. Rasulllah saw bersabda:
( )
Artinya:
http://rangga-bachdar.blogspot.co.id/2012/05/akhlak-pergaulan-dalam-islam.html
Hak seorang muslim atas muslim yang lainnya ada lima, yaitu : Menjawab salam,
menengoknya orang yang sakit, mengiringi jenazahnya, mendatangi undangannya,
dan mendoakan yarhamukalloh untuk yang bersin.(HR. Ahmad, Al-Bukhori,
Muslim dan Ibnu Majah)
Saling tolong-menolonglah di dalam kebajikan dan taqwa, dan janganlah saling
tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. (Qs. Al-Maidah : 2)
f. tidak saling mendengki, tidak saling menipu, tidak saling membenci dan tidak
saling membelakangi, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling menipu, jangan saling membenci
dan jangan saling membelakangi ! (HR. Ahmad dan Muslim)
Tidak layak menyuruh orang lain berdiri dari tempat duduknya kemudian dia duduk
padanya, tetapi berlapang-lapanglah dan luaskanlah ! (HR. Ahmad dan Muslim)
i. tidak boleh mendiamkan lebih dari tiga hari, sebagaimana sabda Rosululloh
shollallohu alaihi wa sallam :
Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari.
(HR Ahmad, Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi)
Seorang mumin adalah cermin bagi mumin lainnya, dan seorang mumin adalah
saudara bagi mumin yang lainnya, dia mencegahnya dari kerugian dan menjaga
(membela)nya di belakangnya. ( HR. Abu Dawud )
k. tidak suka mencela dan berkata kotor atau pun kasar, sebagaimana sabda
Rosululloh saw :
Seorang mumin bukanlah orang yang suka mencela, tidak suka melaknat, tidak
berbuat keji dan tidak berkata kotor. ( HR Ahmad dan At-Tirmidzi )
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Alloh.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim.(Qs. Asy-Syuro:40)
o. memilih teman karib yang baik karena teman karib atau sahabat dekat akan
banyak mempengaruhi agama dan akhlak seseorang, sebagaimana sabda
Rosululloh saw :
http://iethafairuz.blogspot.co.id/2013/07/akhlak-terhadap-teman-sebaya.html