Anda di halaman 1dari 19

Penanganan pada Pasien Osteoporosis Postmenopause

Selfiani Siagian 102012187

Jessica De Queljoe 102013200

Aldo M Hamka 102013209

Irmayanti Emang 102014025

Gabriella Selara Pangarepo 102014085

Louis Hendri 102014097

Midellia Lintin 102014137

Jason Julio Sutanto 102014213


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Abstrak
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan menurunnya massa atau
densitas tulang sehingga membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis osteoporosis secara pasti dan benar.
Pada anamnesis biasanya di dapati keluhan utama pasien merupakan nyeri pada daerah tertentu;
pada pemeriksaan fisik banyak ditemukan gambaran klinis osteoporosis antara lain kifosis dan
penurunan tinggi badan sedangkan pada pemeriksaan x-ray ditemukan penurunan densitas tulang.
Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan penanda tulang seperti pemeriksaan alkali fosfatase
atau osteocalcin. Penanganan dengan terapi farmakologi bisa dilakukan dengan pemberian kalsium,
vitamin D serta bifosfonat sedangkan terapi nonfarmakologis bisa berupa olahraga yang dapat
membantu proses penyembuhan.
Kata kunci : Osteoporosis, penegakan osteoporosis, penanganan osteoporosis
Abstract
Osteoporosis is a systemic skeletal disease characterized by decrease in bone mass or density that
makes bones become brittle and easily broken. Anamnesis, physical examination and support may
help the diagnosis of osteoporosis for certain and true. In anamnesis usually found the main
complaint of patients is pain in a particular region; on physical examination mayber found
common clinical features of osteoporosis,it is like kyphosis and decrease in height, while the x-ray
examination found a decrease in bone density. Behind that, it can also be done examination of bone
markers such as alkaline phosphatase examination or osteocalsin examination. Treatment with
pharmacological therapy can be done by giving calcium, vitamin D and bisphosphonates and
nonpharmacologic therapies should also be given like exercise that can also help the healing
process.
Keywords : Osteoporosis, enforcement of osteoporosis, osteoporis treatment

1
Pendahuluan
Osteoporosis merupakan masalah yang besar dan serius bagi penduduk Indonesia. Sebanyak
dua dari lima orang Indonesia, berisiko terkena osteoporosis. Sedangkan menurut data World Health
Organization (WHO), hingga kini diperkirakan sekitar 32,3 persen wanita dan 28,8 persen pria
mengalami osteoporosis. Tingkat pengidap osteoporosis yang cukup tinggi di Indonesia tersebut,
dikarena orang Indonesia jarang mengkonsumsi susu. Indonesia sendiri termasuk salah satu Negara
dengan konsumen susu terendah di dunia yakni mengkonsumsi di bawah 10 liter susu per orang per
tahun. Hal tersebut dinilai rendah dibandingkan Malaysia yang rata-rata penduduknya
mengkonsumsi 25 liter susu per tahun.
Asupan kalsium orang Indonesia saat ini masih sangat rendah dibandingkan dengan jumlah
yang dianjurkan. Rata-rata orang dewasa di Indonesia baru memenuhi asupan kalsium sebesar 270-
300 mg per hari, padahal jumlah yang dianjurkan menurut standar internasional adalah 1000-1200
mg per hari. Untuk memenuhi asupan kalsium, tidak harus selalu dengan mengonsumsi susu saja
karena masih banyak makanan sumber kalsium lain seperti ikan teri dan kacang-kacangan.

Selain itu kebanyakan orang belum sadar bahwa rokok juga dapat menjadi salah satu faktor
pencetus keroposnya tulang. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan, kandungan tar dan nikotin
dapat sangat mengganggu metabolisme penyerapan dari kalsium. Osteoporosis juga sering disebut
sebagai silent disease. Si penderita biasanya tidak merasakan nyeri atau gejala apa pun sampai pada
akhirnya mengalami patah tulang. Bagi orang berusia lanjut, jatuh adalah penyebab utama cedera
yang berhubungan dengan kematian. Jatuh pada orang berusia lanjut juga menjadi penyebab paling
umum dari cedera fatal dan trauma sehingga perlu mendapat perawatan medis.

Seiring bertambahnya usia, kekuatan indera, refleks, dan koordinasi fungsi-fungsi tubuh
pun berkurang. Ditambah lagi masalah osteoporosis, pengeroposan tulang yang lebih mungkin
dialami oleh orang berusia lanjut. Walaupun selama ini penyakit osteoporosis identik diderita oleh
kalangan usia lanjut. Namun, ini bukan berarti semakin tua usia seseorang semakin mudah pula
mereka menderita osteoporosis. Dan bahkan diperkirakan pada 2015 jumlah perempuan dengan
osteoporosis di Indonesia meningkat menjadi 24 juta orang.

Anamesa
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) dan dengan keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa,
anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan
2
dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah
yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa
hal mengenai hal-hal berikut.1

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan


untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan
data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang
diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan
ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. Anamnesis ini memegang peranan
penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Terkadang keluhan utama dapat langsung mengarahkan
kepada diagnosis, misalnya terjadi fraktur pada bagian tubuh tertentu. Data yang dikumpulkan
dalam mengenai anamnesis berupa.1,2,3
1. Keluhan utama dan sejak kapan keluhan tersebut
Berisi hal tentang apa yang membuat pasien datang kepada dokter.
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Menanyakan karakter keluhan utama
- Dimana lokasi terjatuh dan bagian yang sakit serta bagian tulang yang patah?
- Apakah ada pembengkakan dan lokasi terasa nyeri?
- Apakah terjadi penurunan tinggi badan setelah terjatuh, serta susah berjalan?
b. Menanyakan perkembangan atau perburukan keluhan utama
- Apakah setelah terjatuh sampai pergi ke dokter, ada perkembangan menuju kesembuhan
atau rasa nyeri dan bengkak bertambah?
c. Menanyakan kemungkinan adanya faktor pencetus keluhan utama
d. Menanyakan keluhan-keluhan penyerta
- Menanyakan apakah ada demam, nyeri, bengkak, penurunan berat badan?
3. Riwayat penyakit dahulu
3
- Dahulu apakah pernah mengalami sakit yang serupa seperti ini?
- Apakah ada alergi terhadap obat dan lain-lain?
4. Riwayat pribadi
- Menanyakan kebersihan diri pasien.
- Menanyakan apakah pasien merokok ataupun minum alkohol.
- Riwayat haid, umur menarke, juga umur menopause, penggunaan obat-obat kontraseptif
juga harus ditanyakan.
5. Riwayat sosial
- Menanyakan lingkungan tempat tinggal, bersih atau tidak, padat atau tidak.
6. Riwayat Keluarga
- Apakah dalam anggota keluarga pernah mengalami kejadian yang serupa?
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan hal yang harus dilakukan ketika pasien dateng menemui
dokter. Pemeriksaan fisik ini meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi, tekanan
darah, frekuensi pernapasan), inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (mengetuk), serta
auskultasi (mendengarkan). Namun, berhubungan dengan kasus sistem musculoskeletal,
pemeriksaan fisik yang digunakan adalah inspeksi, palpasi, dan movement (pergerakan).4
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan ketika pasien memasuki ruangan periksa. Tinggi badan dan berat
badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian juga melihat gaya berjalan,
deformitas tulang, nyeri spinal, dan jaringan parut pada leher (apakah bekas tersebut merupakan
bekas operasi tiroid). Lalu, melihat apakah ada tanda pembengkakan bila terjadi fraktur dan rasa
nyeri pada sekitar lokasi fraktur. Selanjutnya, melakukan palpasi di bagian-bagian tubuh terutama
daerah fraktur terjadi ataupun daerah yang sering mengalami osteoporosis apakah terdapat rasa
nyeri, pembengkakan, dan sebagainya. Pasien dengan osteoporosis sering menunjukan kifosis
dorsal dan penurunan tinggi badan. Selain itu, sering didapatkan protuberansia abdomen, spasme
otot, dan kulit yang tipis.2,4

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakan diagnosis. Dalam osteoporosis,
pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan biokimiawi tulang, pemeriksaan radiologis, dan
pemeriksaan densitas massa tulang.2
a. Pemeriksaan Biokimiawi Tulang.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan pembentukan formasi tulang (kerja osteoblas) dan
resorpsi tulang (kerja osteoklas). Petanda biokimiawi tulang untuk pembentukan formasi
tulang adalah Bone-specific alkaline phosphatase (BSAP), osteocalsin, Carboxy-terminal

4
propeptide of type I collagen (PICP), dan amino-terminal propeptide of type I collagen
(P1NP). Petanda biokimiawi untuk proses resorpsi tulang adalah hidroksiprolin urin,
cross-lap, dan kalsium urin. Manfaat pemeriksaaan petanda biokimawi tulang adalah
prediksi kehilangan massa tulang, prediksi resiko fraktur, seleksi pasien yang membutuhkan
anti resorptif, dan evaluasi hasil terapi pasien osteoporosis.

b. Pemeriksaan Radiologis.
Pemeriksaan densitas sering kali tidak sensitif, oleh karena itu pemeriksaan radiologis
dibuthkan untuk mendapat gambaran osteoporosis yang spesifik. Gambaran radiologis yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen.

c. Pemeriksaan Densitometri.
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur. Berbagai
penelitian menunjukkan peningkatan resiko fraktur pada densitas massa tulang yang
menurun secara progresif dan terus menerus.
Densitometri merupakan pemeriksaan yang akurat deran presis untuk menilai densitas suatu
tulang. Berbagai metode yang dapat dipakai adalah single-photon absorptiometry (SPA),
dual-photon absorptiometry (DPA), X-Ray absorptiometry (DXA), dan quantitative
computed tomography (QCT). Akan tetapi DXA yang paling sering digunakan dalam
pemeriksaan densitas tulang.
DXA memiliki tingkat akurasi dan presisi yang sangat tinggi. Hasil pengukuran dengan
DXA berupa, densitas mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM 2,
kandungan mineral tulang dalam satuan gram, perbandingan hasil densitas mineral tulang
dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa yang dinyatakan
dalam presentase, dan perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-
rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skore
standar deviasi ( z-score atau t-score). Densitas mineral tulang yang rendah merupakan
faktor resiko utama yang dapat dicegah dan prediktor utama terjadinya fraktur. Secara
umum setiap terjadi penurunan densitas tulang sebesar 1 standar deviasi di bawah rata-rata
densitas mineral orang dewasa akan meningkatkan resiko fraktur sebanyak 2-3 kali.
Pemeriksaan densitometri untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporosis dipakai
standar WHO sebagai berikut.

Kategori Diagnostik T-Score


- Normal >-1
- Osteopenia <-1
- Osteoporosis <-2,5 (tanpa fraktur)
- Osteoporosis Berat <-2,5 (dengan fraktur)

5
Tabel 1. T-score Menurut WHO2

Diagnosa
Working diagnosis (osteoporosis primer tipe 1)
Osteoporosis tipe satu dan dua sangat sulit dibedakan. Osteoporosis tipe 1 merupakan
osteoporosis yang disebabkan oleh defisiensi esterogen setelah menopause. Predileksi umur
penderita adalah 50-70 tahun dan jika dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, maka kemungkinan
6 wanita mengalami osteoporosis berbanding dengan 1 orang laki-laki. Tipe kerusakan tulang yang
utama terjadi di trabecular, dan lokasi fraktur terbanyak adalah vertebra dan radius distal. Suatu hal
yang menjadi ciri khas dari osteoporosis tipe 1 jika dibandingkan dengan tipe 2 adalah fungsi PTH
yang menurun pada osteoporosis tipe 1.
Differential diagnosis (osteoporosis primer tipe 2 dan osteoporosis sekunder)
Osteoporosis tipe 2
Osteoporosis tipe 2 merupakan osteoporosis yang disebabkan oleh penuaan dan tentu saja
defisiensi esterogen juga berpengaruh kuat. Predileksi umur penderita adalah diatas 70 tahun dan
jika dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, maka kemungkinan 2 wanita mengalami osteoporosis
berbanding dengan 1 orang laki-laki. Tipe kerusakan tulang yang utama terjadi di trabecular dan
kortikal, dan lokasi fraktur terbanyak adalah vertebra dan radius distal. Dan pada osteoporosis tipe
2 jika dibandingkan dengan tipe 1 adalah fungsi PTH yang meningkat pada osteoporosis tipe 2.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder merupakan osteoporosis yang dapat mempengaruhi orang dewasa
dan anak-anak. Umumnya, dikarenakan oleh penyakit mendasar dan disebabkan pemakaian
obat spesifik. Salah satu penyakit yang dapat meyebabkan osteoporosis sekunder adalah
juvenile rheumatoid arthritis, diabetes, osteogenesis imperfekta, hipertiroid, hiperparatiroid,
penyakit ginjal, dan obat-obat kemoterapi kanker. Obat-obat dari penyakit juvenile rheumatoid
arthritis, golongan kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis dini.
Kurangnya kesibukan fisik, konsumsi kalsium, serta vit D, merokok, dan konsumsi alkohol
secara berlebihan bisa mengakibatkan osteoporosis.
Etiologi
Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur merupakan salah satu
faktor resiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas tulang. Setiap peningkatan umur
1 dekade, setara dengan peningkatan osteoporosis 1,4-2,8 kali. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan gangguan pencapaian puncak massa tulang juga merupakan faktor penyebab osteoporosis,
6
seperti sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, terapi glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi,
hipertiroidisme atau defisiensi hormon pertumbuhan.2
Pubertas terlambat, anoreksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan yang menyebabkan
amenore juga menyebabkan puncak massa tulang yang tidak maksimal. Defisiensi kalsium,
vitamin D, protein, dan vitamin K juga merupakan faktor resiko osteoporosis. Faktor hormonal juga
berperan dalam pertumbuhan tulang, termasuk hormon seks gonadal dan androgen adrenal. Aspek
hormonal lainnya yang berperan pada peningkatan massa tulang adalah IGF-1, 1,25(OH) 2D,
reabsorbsi fosfat anorganik di tubulus dan peningkatan fosfat serum. Faktor hormonal yang
berkaitan dengan kehilangan massa tulang adalah hiperkortisolisme, hipertiroidisme, dan
hiperparatiroidisme.2
Faktor lain yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol
yang berlebihan. Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor resiko osteoporosis adalah
densitas massa tulang, ukuran tulang, makro-mikroarsitektur tulang, derajat mineralisasi, dan
kualitas kolagen. Selain faktor resiko osteoporosis, maka resiko terjatuh juga harus diperhatikan
karena berhubungan erat dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang berhubungan dengan
resiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik seperti sakit jantung, gangguan
neurologik, gangguan penglihatan, dan sebagainya.2
Patogenesis6
Pada orang dewasa terdapat suatu keseimbangan dinamis antara pembentukan penyerapan
tulang. Osteoporosis timbul jika keseimbangan ini bergeser ke arah penyerapan tulang oleh
osteoklas. Masih belum diketahui pasti bagaimana ketidakseimbangan Ini bisa terjadi. Namun,
banyak kemajuan yang menarik dalam penelitian mengenai.mekanisme molekular pertumbuhan dan
remodeling tulang telah memberikan petunjuk mengenai masalah ini' Yang menjadi hal pokok
dalam pemahaman ini adalah ditemukannya anggota baru famili reseptor factor nekrosis tumor
(TNF) dan ligannya yang mempengaruhi fungsi osteoklas.
Sekarang diketahui bahwa sel stroma dan osteoblas m enyintesis dan mengekspresikan
pada membrane selnya suatu anggota family TNF yang disebut ligan RANK. Seperti diisyaratkan
oleh namanya, ligan RANK berikatan dengan suatu molekul reseptor yang dikenl dengan singkatan
RANK (receptor activator for nuclear factor k(kappa)-B). Nama ini berasal dari kemampuan
RANK mengaktifkan jalur transkripsi NFrB. Sementara ligan RANK dihasilkan oleh osteoblas dan
sel stroma, reseptornya (RANK) diekspresikan oleh makrofag. Diferensiasi makrofag menjadi
osteoklas mensyaratkan bahwa ligan RANK yang diekspresikan di permukaan sel stroma atau
osteoblas berikatan dengan reseptor RANK di makrofag.
Selain itu, sel stroma juga menghasilkan suatu sitokin yang disebut macrophage colony-
stimulating factor, yang melekat ke suatu reseptor khusus di makrofag bersama-sama, ligan RANK
7
dan macrophage colony-stimulating factor bekerja untuk mengubah makrofag menjadi osteoklas
yang mencerna tulang. Oleh karena itu, pengaktifan reseptor RANK merupakan stimulus utama
terjadinya resorpsi tulang.
Aktivitas osteoklastogenik di jalur ligan RANK-RANK diatur oleh sebuah molekul yang
disebut osteoprotegerin (OPG), yang juga disekresikan oleh sel stroma/osteoblas. OPG
adalah suatu "decoy receptor" (reseptor pemikat) yang dapat mengikat ligan RANK
sehingga ligan ini tidak dapat berikatan dengan RANK. Jika ligan RANK berikatan dengan OPG
dan bukan dengan reseptor RANK di prekursor osteoklas, pembentukan osteoklas dan fungsi
penyerapan tulang terganggu. Berdasarkan temuan baru ini, sekarang diakui bahwa disregulasi
RANK, ligan RANK dan OPG adalah faktor utama dalam patogenesis osteoporosis; disregulasi ini
dapat dipicu melalui banyak cara, termasuk defesiensi estrogen. Oleh karena itu, saat ini
diperkirakan osteoporosis bukan satu penyakit tersendiri, tetapi lebih merupakan sekelompok
penyakit dengan ekspresi morfologik yang sama, yaitu penurunan massa tulang total dan
densitasnya.
Sebagian faktor utama yang berkaitan dengan timbulnya osteoporosis akan diringkaskan
berikut ini. Pada keadaan normal, massa tulang meningkat secara tetap pada masa bayi dan anak,
mencapai puncaknya pada masa dewasa muda. Massa tulang puncak ini merupakan determinan
penting untuk risiko osteoporosis di kemudian hari. Massa puncak ini umumnya ditentukan oleh
faktor genetik, meskipun faktor ekstemal, termasuk aktivitas fisik, diet, dan status hormon, juga
berperan. Laki-laki mencapai densitas tulang yang lebih tinggi daripada perempuan, dan orang
berkulit hitam memiliki massa tulang puncak yang lebih besar daripada orang berkulit putih.
Dengan demikian, perempuan berkulit putih adalah kelompok paling rentan terhadap osteoporosis
dan berbagai penyulitnya.
Perubahan terkait usia dalam kepadatan tulang terjadi pada semua orang dan jelas berperan
menyebabkan osteoporosis pada kedua jenis kelamin. Seperti diisyaratkan di atas, tulang adalah
suatu jaringan yang dinamis dan terus menerus mengalami remodeling seumur hidup. Remodeling
ditandai dengan periode resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru secara bergantian. Densitas
tulang maksimum biasanya dicapai pada usia tiga puluhan. Setelah itu, kepadatan tulang mulai
menurun. Kecepatan penurunan ini besamya sekitar 0,7%,per tahun meskipun kecepatan ini sangat
berlainan dari orang ke orang dan dari satu tulang ke tulang lainnya. Penurunan terbesar terjadi di
daerah yang mengandung banyak tulang cancellous (trabekular), seperti tulang belakang dan leher
femur. Oleh karena itu, tempat inilah yang sering mengalami fraktur pada pengidap osteoporosis.
Penurunan massa tulang terkait-usia tampaknya terutama disebabkan oleh penurunan aktivitas
osteoblas serta peningkatan aktivitas osteoklas yang berkaitan dengan usia. Setelah decade ketiga,

8
pada setiap siklus remodeling tulang, pembentukan tulang baru tidak dapat mengompensasi
kehilangan tulang sehingga secara bertahap terjadi pengurangan tulang.
Faktor hormon berperan penting dalam timbulnya osteoporosis, terutama pada perempuan
pascamenopause. Munculnya menopause diikuti oleh penurunan pesat massa tulang. Sebaliknya,
pemberian estrogen kepada perempuan pascarnenopause mengurangi kehilangan tulang dan
menyebabkan penurunan insdensi fraktur. Penelitian awal mengenai efek estrogen pada tulang
berfokus pada pengendalian sitokin yang memengaruhi resolpsi tulang dan pembentukan tulang
baru. Penurunan kadar estrogen menyebabkan peningkatan produksi interleukin 1 (IL-1),
interleukin 6 (lL-6), dan faktor nekrosis tumor (TNF) oleh monosit dan elemen sumsum tulang
lainnya. Sitokin ini meningkatkan penyerapan tulang terutama dengan meningkatkan jumlah
prekursor osteoklas di sumsum tulang.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa estrogen memengaruhi diferensiasi osteoklas
melalui jalur reseptor RANK. Estrogen merangsang pembentukan OPG sehingga menghambat
pembenhrkan osteoklas; estrogen juga menumpulkan responsivitas precursor osteoklas terhadap
ligan RANK; peningkatan kadar IL-1 dan TNF (ditemukan pada defisiensi estrogen) merangsang
pembentukan ligan RANK dan macrophage colony -stimulating facfor, keduanya meningkatkan
pembentukan osteoklas. Bukti mengisyaratkan bahwa defisiensi estrogery serta proses penuaan
normal, juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas osteoblastik sehingga pembentukan tulang
baru juga menurun. Oleh karena itu, berkurangnya tulang pada defisiensi estrogen dapat disebabkan
oleh kombinasi peningkatan resorpsi tulang dan penurunan pembentuknn tulang.
Defisiensi testosteron terdapat pada sekitar sepertiga laki-laki dengan osteoporosis senilis.
Hal ini juga tampaknya berperan dalam peningkatan pertukaran tulang melalui efek local pada
produksi sitokin sitokin. Namun, efek ini tidak sama besar seperti efek yang ditimbulkan oleh
defisiensi esterogen. Faktor genetik adalah salah.satu bagian penting dari teka-teki osteoporosis.
Seperti telah disinggung densitas tulang maksimum yang dicapai seseorang ditentukan terutama
oleh pengaruh genetik. Meskipun masih banyakfaktor genetik-yang bertanggung jawab dalam
perkembangan normal tulang yang perlu diidentifikasikan salah satu penentu densitas tulang
maksimum tampaknya adalah molekul reseptor vitamin D(VDR). Varian tertentu gen VDR
dilaporkan berkaitan dengan; penurunan densitas tulang maksimum, mungkin karena terjadi
gangguan pada efek vitamin D terhadap pembentukan tulang., Namun, peran keseluruhan
polimorfisme ini dalam patogenesis osteoporosis masih belum jelas.
Faktor mekanis, terutama penyangga beban, merupakan rangsangan penting bagi
remodeling normal tulang, dan penurunan aktivitas fisik menyebabkan percepatan kehilangan
tulang. Hal ini secara dramatis dibuktikan oleh berkurangnya tulang di ekstremitas yang
lumpuh atau mengalami imobilisasi dan oleh penurunan substansial massa tulang pada astronot
9
yang tinggal dalam kondisi gaya tarik nol untuk jangka lama. Gaya hidup yang umumnya santai
pada banyak orang dewasa jelas berperan mempercepat osteoporosis.
Peran diet, termasuk asupan kalsium dan vitamin D, dalam pembentukan, pencegahan, dan
terapi osteoporosis masih belum sepenuhnya dipahami. Densitas tulang maksimum seseorang
sebagian ditentukan oleh asupan kalsium total dalam makanan, terutama sebelum pubertas.
Tampaknya asupan kalsium dari makanan pada perempuan dewasa muda jauh lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki usia sepadannya dan keadaan tersebut mungkin salah satu faktor
yang mempermudah terjadinya osteoporosis di kemudian hari pada perempuan.
Penatalaksanaan2
a. Medica mentosa
Secara teoritis. osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas (anti
resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang). Walaupun demikian, saat ini
obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorptif. Yang termasuk golongan obat anti resorptif
adalah estrogen, anti estrogen, bisfosfonat dan kalsitonin. Sedangkan yang rermasuk stimulator
tulang adalah Na-fluorida, PTH dan lain sebagainya, Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek
anti resorptif maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteoid
setelah proses formasi oleh osteoblas. Kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan
produksi PTH (hiperparatiroidisme sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis
menjadi tidak efektif.
Terapi yang digunakan antara lain :
Estrogen
Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh osteoblas dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperli faktor humeral (sitokin. prostaglandin, factor pertumbuhan dll). dan faktor sistemik
kalsitonin, estrogen, kortikosreroid, tiroksin dll). Reseptor estrogen ditemukan baik pada osteoblas
normal maupun pada populasi osteoblast-like osteosarcoma cell. Reseptor pada sel-sel tersebut
relatifdalam konsentrasi yang rendah bila dibandingkan organ reseptor pada sel target estrogen yang
lain, Absorpsi estrogen sangat baik melalui kulit, mukosa (misalnya vagina) dan saluran cerna.
Pemberian estradiol transdermal akan mencapai kadar yang adekuat didalam darah pada
dosis 1/20 dosis oral. Estrogen oral akan mengalami metabolisme terutama di hati- Estrogen yang
beredar didalam turbuh sebagian besar akan terikat dengan sex hormone-binding globulin (SHBG)
dan albumin. hanya sebagian kecil yang tidak terikat. tapi justru fraksi inilah yang aktif. Estrogen
akan diekskresi lewat saluran empedu. kemudian direabsorpsi kembali di usus halus (sirkulasi
enterohepatik). Pada fase ini, estrogen akan dimetabolisme menjadi bentuk yang tidak aktif dan
diekskresikan lewat ginjal. Merokok ternyata dapat menurunkan aktivitas estrogen secara
bermakna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan

10
berat badan, tromboembolisme dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko
kanker peyudara.
Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah kanker payudara, kanker endometrium,
hiperplasi endometrium, kehamilan, perdaran uterus disfungsional, hipertensi yang sulit dikontrol,
penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium dan penyakit hati yang berat. Sedangkan
kontraindikasi relatif termasuk infark miokard, stroke, hiperlipidenria familial, riwayat kanker
payudara dalam keluarga, obesitas, perokok, endorretriosis, melanoma malignum, migrain berat,
diabetes melitus yang tidak terkontrol dan penyakit ginjal.

Raloksifen
Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan
lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan preparat ini
disebutjuga selective estrogen receptor modulators (SERM). Obat ini dibuat untuk pengobatan
osteoporosis dan FDA juga telah menyetujui pcnggunaannya untuk pencegahan osteoporosis
Mekanisme kerja raloksifen terhadap tulang, sama dengan estrogen, tidak sepenuhnya
diketahui dengan pasti, tetapi diduga melibatkan TGFp yang dihasilkan oleh osteoblas dan
osteoklas dan berfungsi menghambat diferensiasi osteoklas dan kehilangan massa tulang. Aksi
raloksifen diperantarai oleh ikatan raloksifen pada reseptor estrogen, tetapi mengakibatkan ekspresi
gen yang diatur estrogen yang berbeda pada jaringan yang berbeda. Dosis yang direkomendasikan
untuk mencegah osteoporosis adalah 60 mg/hari. Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi
dengan baik dan mengalami metabolisme di hati, Raloksifen akan rnenyebabkan kecacatan janin;
sehingga tidak boleh diberikan apada wanita yang hamil atau berencana untuk hanril.

Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik sebagai
pengobatan alternatif setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada wanita. maupun
untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki dan osteoporosis akibat steroid.
Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu
sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklas dengan
cara berikatan pada permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi
produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Selain itu, beberapa bisfosfonat juga
dapat nempengaruhi aktifasi prekursor.osteoklas, diferensiasi prekursor osteoklas menjadi osteoklas
yang matang. kemotaksis, perlekatan osteoklas pada permukaan tulang dan apoptosis osteoklas.
Bisfosfonat juga memiliki efek tak langsung terhadap osteoklas dengan cara merangsang
osteoblas menghasilkan substansi yang dapat mengharnbat osteoklas dan menurunkan kadar
11
stimulator osteoklas. Beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa bisfosfonat dapat meningkatkan
jumlah dan diferensiasi osteoblas. Dengan mengurangi aktivitas osteoklas, maka pemberian
bisfosfonat akan memberikan keseimbangan yang positif pada unit remodeling tulang.
Pernberian bisfosfonat oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk,
kurang dari 5% dari dosis yang diminum ,vang diabsorpsi juga tergantung pada dosis yarng
diminum. Absorpsi juga akan terhambat bila bisfosfonat dibedakan bersama-sama dengan kalsium,
kation bivalen lainnya dan berbagai rrinuman lain kecuali air. Bisfosfonat harus diminum dengan
air, idealnya pada pagi hari pada waktu bangun tidur dalam keadaan perut kosong. Setelah itu
pasien tidak diperkenankan makan apapun, minimal selama 30 menit dan setelah itu pasien harus
dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Khusus untuk etidronat, dapat diberikan 2jarn sebelum
atau 2jam setelah makan. Karena absorpsinya tidak terlalu dipenraruhi oleh makanan.
Sekitar 20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi. akan melekat pada permukaan tulang setelah
12-24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap
berada didalam tulang selama berbulan-bulan.bahkan bertahun-tahun. tetapi tidak aktif lagi.
Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolisme didalam tubuh dan
akan diekskresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga pemberiannya pada pasien gagal
ginjal harus berhati-hati.

Beberapa Preparat Bisfosfonat


Etidronat
Untuk tcrapi osteoporosis, etidronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 2
minggu, dilanjutkan dengan suplementasi kalsium 500 mg/hari selama 76 hari. Siklus ini
diulang tiap 3 bulan
Klodronat
Untuk osteoporosis, klodronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/ hari selama 1 bulan
diianjutkan dengan suplementasi kalsium selama bulan. Siklus ini dapat diulang setiap 3 bulan

Pamidronat
Pamidronat biasanya diberikan melalui infus intravena.

Alendronat
Alendronat merupakan aminobisfosfonat yang sangai poten. Untuk terapi osteoporosis, dapat
diberikan dengan dosis l0 mg/hari setiap hari secara kontinyu, karena tidak menggangu
mineralisasi tulang.

12
Risedronat
Risedronatjuga merupakan bisfosfonat generasi ketiga yang poten. untuk terapi osteoporosis
diperlukan dosis 5 mg/hari secara Kontinyu

Asam Zoledronat .
Asam zoledronat merupakan bisfosfonat terkuat yang saat ini ada. Sediaan yang ada adiilah
sediaan intravena vang harus diberikan perdrip selama l5 menit untuk dosis 4 mg. Untuk
pengobatan osteoporosis, cukup diberikan dosis 4 mg pertahun

Kalsitonin
Kalsitonin (CT) adalah suatu peptida yang terdiri dari 32 asam amino, yang dihasiikan oleh
sel kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat, resorpsi tulang oleh osteoklas. Dalarn bebcrapa
menit setelah pemberian. efek-tersebut sudah mulai bekerja sehingga aktrvitas resorpsi tulang
berhenti. Selain itu, kalsitonin juga mernpunyai efek menghambat osteosit dan merangsang
osteoblas, tetapi efek ini masih kontroversial. Efek lain yang penting adalah analsesik yang kuat.
Kalsitonin, merupakan obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatakan resorpsi tulang dan hiperkalsemia yang diakibatkannya,
seperti penyakit paget, Osteoporosis dan hiperkalsemia pada keganasan. pemberiannya secara
intranasal, nampaknya akan mempermudah penggunaan daripada preparat injeksi yang pertama kali
diproduksi. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian intra nasal adalah 200 U per hari. Kadar
puncak di dalam plasma akan tercapai dalam waktu 20,30 menit, dan akan dimetabolisme
dengan cepat di ginjal. Pada sekitar separuh pasien yang mendapatkan kalsitonin lebih dari 6 bulan,
ternyara terbenluk antibodi yang akan mengurangi efektivitas kalsitonin.

Hormon Paratiroid
Hormon Paratiroid berfungsi unruk mempertahankan kadar kalsium didalam cairan
ekstraselular. Kombinasi PTH dosis rendah (25-40 mg) dengan antiresorptif lain (HRT, bistbsfonat
atau kalsitonin) ternyata rnemberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pemberian anriresorptif
saja. Selain itu kombinasi ini juga akan menghindari kehilangan rnassa tulang kortikal yang
berlebihan akibat terapi PTH. Reseptor PTH, ternyata tidak didapatkan pada permukaan osteoklas,
tetapi ditentukan dalam jumlah yang sangat banyak pada sel preosteoblastik, sehingga diduga,
peningkatan rersorpsi osteoklas bersifat sekunder melalui berbagai faktor lokal.

13
Walaupun efek anabolik PTH hanya terdapat pada tulang trabekular, sedangkan pada tulang
kortikal justru menurunkan massa tulang, tetapi pada penelitian degan tikus, tidak pernah
ditemukan tanda-tanda kehilangan massa tulang kortikal selama pengobatan. Pada pasien dengan
hiperparatiroisme primer, PTH endogen yang kontinus ternyata akan menyebabkan osteoporosis
tulang kortikal yang berat

Vitamin D
Pada penelitian didapatkan suplemenrasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium peroral
selama 18 bulan temyata mampu menurunkan fraktur non.spinal sampai 507o (Dalvson-Hughjes,
1997).

Kalsitriol
Penelitian Galagher (200I) mendapatkan bahwa pemberian kalsitriool 0,25 mg,2 kali perhari
selama ternyata meningkarkan BMD pada daerah lumbal hanya 1,7% dan tidak meningkatkan
BMD pada daerah leher femur secara bermakna. Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai
pilihan pertama pengobatan osteoporosis pasca menopause

Kalsium
Kalsium sebagai monoterapi, ternyata tidak mencukup untuk mencegah fraktur pada pasien
osteoporosis. Preparat kalsium yang terbaik adalah kalsium karbonat. karena mengandung kalsium
elem 400 mg/gram, disusul Kalsium fosfat yang mengandung kalsium elemen 230 mg/gram,
kalsium sitrat yang mengandung kalsium elemen 211 mg/gram, kaisium laktat yang mengandung
kalsium elemen 130 mg/gram dan kalsium glukonat yang mengandung kalsium elemen 90
mg/gram.

Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktivitas estrogenik. Ada banyak senyawa
fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoilavon dan lignans. Isoflavon yang berefek
estrogenik antara lain genistein, daidzcin dan gliklosidanya yang banyak ditemukan pada golongan
kacang-kacangan (Leguminosae) seperti soy bean dan red clover.

Terapi Kombinasi
Kombinasi antara 2 anti-resorptif atau anti-resorptif dan stimulator tuhng. temyata
memberikan hasil yang menjanjikan. Tujuan terapi kornbinasi adalah untuk nendapatkan efek

14
maksimal 2 macam obat yang berbeda mekanismenya dan mendapatkan efek muskuloskeletal
khusus dari masing masing obat tersebut.

Kombinasi etidronat dengan estrogen mernberikan hasil vang baik, baik pada wanita yang
baru rnengalami menopause. maupun pada wanita dengan osteoporosis pasca menopause. Pada
wanita yang baru mengalarri menopause, pemberian kombinasi estrogen dan etidronat selama 4
tahun temyata dapat meningkatkan BMD pada daerah lumbal sebesar 10,97% sedangkan pada
daerah leher femur l,25%. Dibandingkan pengguna etidronat saja, kenaikan BMD pada derah
lumbal hanya 6,79% sedangkan pada leher femur hanya l,2% dan 33% pasien mengalami
osteomalasia. Pada pengguna HRT saja. kenaikan ISMD pada daerah lumbal hanya 6,73%
sedangkan pada leher femur hanya 4,01%. Pada wanita dengan osteoporosis pasca menopause,
kombinasi etidronat dan estrogen selarna 4 tahun akan meningkatkan BMD pada daerah lumbal
sebesar l0,4% dan pada leher femur 1,1%. Kenaikan BMD pada daerah lumbal dan leher femur
pengguna etidronat siklik berturut-turut adalah 1,3% dan 0,9%, sedangkan pada pengguna HRT
berturut-turut 7,1%dan 4,8%.
Penelitian multisenter mengenai kombinasi alendronat dengan estrogenjuga telah dilakukan
selama 2 tahun, dibandingkan dengan alendronate sendiri, estrogen terkonyugasi sendiri dan
plasebo. Pada akhir penelitian, kelompok plasebo kehilangan 0,6% massa tulang lurnbal, kelompok
alendronat dan estrogen masing-masing terdapat peningkatan BMD lumbal 57,%sedangkan
kelompok kombinasi menunjukkan peningkatan BMD lumbal sebesar 8.3% dibandingkan plasebo.
Kombinasi estrogen dan risedronat juga menunjukkan hasil yang sangat baik, dimana
penelitian 1 tahun kombinasi tersebut menjukkan peningkatan BMD lumbal sebesar 5,2% dan
daerah leher femur sebesar 2,6%, sedangkan pasien yang hanya mendapatkan estrogen menunjukan
peningkatan BMD lumbal hanya 4,8% dan BMD leher femur hanya l,8%.
Kombinasi alendronat dan raloksifen juga telah diteliti selama 1 rahun pada 330 pasien
osteoporosis pasca menopause. Peningkatan BMD lumbal pada kelompok alendronat sendiri adalah
27%, raloksifen sendiri 4,3% dan kombinasi mencapai 5,2%. Kombinasi PTH dengan estrogen atau
kalsitonin. atau bisfosfonat atau SERM juga menunjukkan hasil yang sangat baik. Penelitian
Rittsmaster dkk. pada 206 pasien osteoporosis pasca rnenopause dengan mensgunakan PTH 50 mg,
75 mg dan 100 mg pada tahun pertama dilanjutkan dengan alendronat l0 mg perhari pada 1 tahun
berikutnya menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan. Pasien yang tidak mendapatkan PTH
(plasebo), pada akhir tahun kedua setelah pemberian alendronat, terjadi peningkatan BMD pada
derah lumbal hanya 7,l%, sedangkan yang mendapatkan PTH 1 tahun sebelumnya dengan dosis 50
mg,75 mg dan 100 mg terdapat kenaikan BMD lumbal berturut-turut ll,3%, 13,4% dan 14,67% .

15
Dari penelitian-penelitian ini, ternyata kombinasi obat-obat osteoporosis ternyata
memberikan hasil yang cukup baik dibandingkan pemberian obat-obat tersebut sendiri-sendiri
b. Non-medica mentosa
Edukasi dan pencegahan
Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan,
kelenturan dan koordinasi sistem neuromuscular serta kebugaran. sehingga dapat mencegah
resiko terjatuh Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30-60 menit/hari,
bersepeda maupun berenang.
Pada-pasien yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah pembebanan
terhadap tulang. sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis, maka latihan dinrulai
dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap sehingga mendapati
Iatihan beban yang adekuat.
Jaga asupan kalsium 1000- 1500 mg/hari
Hindari merokok dan minum alcohol
Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosterone pada laki-laki dan
menopause awal pada wanita
Kenali berbagai penyakit dan obat obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.
Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada pasien yang sudah pasti osteoporosis
Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh, misalnya lantai yang licin
Hindari obat-obat sedatif dan obat anti hipetensi yang dapat rnenyebabkan hipotensi
ortistatik
Hindari defisiensi vitamin D
Usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.

Epidemiologi

1. Wanita

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun
mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.

2. Usia

Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85
tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang
trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid
meningkat.

16
3. Ras/Suku

Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko
terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu
alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan
wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.

4. Keturunan Penderita osteoporosis

Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan
bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang
sama.

5. Gaya Hidup Kurang Baik

Konsumsi daging merah dan minuman bersoda,


karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman
parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang
keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen
Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang
menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang.

Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium,
dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan
alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang
(osteoblas).
Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya
(proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang.
Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk
massa.
Merokok

17
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat
rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan
tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon
estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam
menghadapi proses pelapukan.
Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit
jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat,
maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan
osteoporosis baik secara langsung tidak langsung.
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena
proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok
pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan
mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.

6. Mengkonsumsi Obat

Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan
alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah
tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas.
Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan
ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.

Prognosis
Prognosis pada penyakit osteoporosis ditemtukan pada penanganan spesifik terhadap kebebasan
dan kualitas hidup pasien dimana keadaan ini sangat individual dan sedikit berbeda pada setiap
pasien. Dapat pula dilakukan berbagai tindakan intervensi untuk menghasilkan progam pengobatan
yang sukses.7
Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang menyenangkan untuk
memicu gerakan badan mempertahankan keseimbangan tubuh mendemonstrasikan pengetahuan
mengenai cara menghindari resiko cedera, menghilangkan stres pasien,mempertahankan hal yang
disukai pasien dan membangun kondisi komunikasi yang menyenangkan pasien.
Komplikasi

18
Pada penyakit osteoporosis yang terjadi adalah penurunan densitas tulang sehingga pasien-
pasien yang menderita osteoporosis mempunyai kemungkinan besar unntuk terjadi komplikasi yaitu
fraktur osteoporotic. Insidens fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna setelah umur
50an, fraktur vertebra 60an, dan fraktur panggul 70an. Pada perempuan resiko fraktur 2kali
dibandingkan dengan laki-laki pada umur yang sama dan krena angka harapan hidup perempuan
lebih tinggi dari pada laki-laki maka prevalensi fraktur osteoporotic pada perempuan menjadi jauh
lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki.2
Kesimpulan
Pada pasien osteoporosis, sebelum fraktur, masih dapat dicegah agar tidak mengalami
fraktur osteoporotic dengan cara pemberian hormon, terapi kombinasi, kebutuhan diet yang
adekuat, berjalan 30-60 menit setiap harinya, dan hindari rokok, minuman beralkohol serta kafein.
Pada penderita osteoporosis sangat disarankan agar tidak mengalami jatuh karena massa tulangnya
sudah sangat rentan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibirata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-
4. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1269-83.
3. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006.h.89.
4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003.h.76-7.
5. S Bambang, K Nyoman. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.5. Jakarta: FKUI, 2009; 2650-
77.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins vol 2.ed. 7. Jakarta:
EGC;2007.h. 845-50.
7. Gueldner SH, Gabo TN, Newman ED, Cooper DR,editors. Osteoporosis.
NY:LLC;2008.h.956

19

Anda mungkin juga menyukai