Anda di halaman 1dari 13

Fraktur Tertutup Lengan Regio Antebrachii Dextra

Sepertiga Distal Beserta Jenis-jenis Frakturnya


Selfiani Siagian 102012187

Jessica De Queljoe 102013200

Irmayanti Emang 102014025

Gabriella Selara Pangarepo 102014085

Louis Hendri 102014097

Midellia Lintin 102014137

Jason Julio Sutanto 102014213


Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. 1
trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau
radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
tulang patah juga.2
Makalah ini diharapkan dapan membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai
fraktur di regio antebrachii satu per tiga distal dextra dalam hal anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis,
etiologi, faktor risiko, epidemiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaan,
komplikasi, pencegahan, dan prognosis. Dengan demikian, penanganan dalam kasus fraktur
tersebut dapat dilakukan dengan baik.

Anamnesis

1
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan
fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.3

Anamnesis yang baik akan terdiri dari:3

1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
6. Riwayat pribadi

Seringkali pasien datang sudah dengan sadar dengan kondisi fraktur atau bisa juga
tidak sadar. Diagnosis patah tulang dimulai dengan anamnesis adanya trauma tertentu, seperti
jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuat trauma tersebut. Dalam persepsi penderita tersebut
bisa dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun
sebenarnya berat. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun patah
tulang fragmen patahan stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Banyak patah
tulang mempunyai cedera yang khas.2

Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada pasien wanita berusia 60 tahun ini adalah adanya keluhan
nyeri pada regio antebrachii dextra 1/3 distal. Selain itu, ada juga edema dan deformitas di
regio itu pula.

Pemeriksaan Fisik

Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang
terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal
adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36 oC, sedangkan pada sore hari mendekati
37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya
120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis.
Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal,

2
frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.3 Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
normal.

Gambar 1. Palpasi radius dan ulna distal di sisi lateral dan medial.4
Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan fisik dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi
yang dilakukan adalah dengan mengamati posisi tangan saat bergerak untuk melihat apakah
pergerakannya halus dan normal. Saat diam, jari seharusnya sedikit fleksi dan teratur hampir
sejajar. Lihat pula sisi palmar dan dorsal dari pergelangan dan tangan secara hati-hati untuk
melihat pembengkakkan di atas sendi. Perhatikan pula adakah deformitas dari pergelangan,
dan angulasi dari sudut tulang radius ataupun ulna. Palpasi juga diamati pada pergelangan,
palpasi sisi distal radius dan ulna di permukaan medial dan lateral. Perhatikan adanya
pembengkakkan, kekenyalan, dan kehalusannya.4

Pada pasien tampak ada edema dan deformitas pada regio antebrachii dextra 1/3 distal
dan pada palpasi, teraba adanya penonjolan fragmen tulang, terasa nyeri saat ditekan, dan
tidak dapat digerakkan.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan radiologis. Pada


pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto rontgen dua arah 90o didapatkan gambaran
garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami dislokasi, gambaran garis patah
biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologis tidak dimaksudkan untuk
diagnostik karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk menentukan pengelolaan
yang tepat dan optimal.2

Foto rontgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus di
pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus karena foto rontgen
merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus secara miring, gambar menjadi

3
samar, kurang jelas dan lain dari kenyataan. Harus selalu dibuat foto dua lembar dengan arah
yang saling tegak lurus.2

Working Diagnosis

Diagnosis dari pasien ini adalah fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 distal. Ciri-ciri
fraktur dapat dilihat pada pemeriksaan fisik yaitu berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan
juga terdapat gerakan yang tidak normal. Bila sudah dilakukan pemeriksaan rontgen, fraktur
sudah dapat dipastikan dengan adanya garis patah2

Differential Diagnosis

Pada fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 distal terdapat beberapa macam fraktur:
fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur colles, fraktur smith. Karena hasil rontgen pasien
tidak ada, belum bisa dipastikan fraktur jenis apa yang diderita oleh pasien.

Fraktur Monteggia

Gambar 2. Gambaran radiologis fraktur monteggia.5

Fraktur monteggia adalah fraktur ulna sepertiga tengah atau proksimal dengan disertai
dislokasi caput radii. Caput radii dapat bergeser ke anterior, posterior, atau lateral, dan pada
beberapa keadaan baik radius maupun ulna dapat mengalami fraktur.6 Terdapat klasifikasi dari
fraktur monteggia ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.7

Gambar 3. Fraktur monteggia tipe I: angulasi fraktur ulna ke


depan dan dislokasi caput radii ke depan.7

4
Gambar 4. Fraktur monteggia tipe II: angulasi fraktur ulna ke
belakang dan dislokasi caput radii ke belakang.7

Gambar 5. Fraktur monteggia tipe III: fraktur metafisis ulna


proksimal dan dislokasi caput radii ke samping.7

Gambar 6. Fraktur monteggia tipe IV: dislokasi caput radii ke


depan dan fraktur tulang radius dan ulna.7

Penyebab fraktur ini biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu
melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.2

Fraktur Galeazzi

5
Gambar 7. Gambaran radiologis fraktur galeazzi.5

Fraktur galeazzi adalaah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi articulatio
radioulnaris distalis.6 Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi laterial
ketika jatuh.2

Fraktur Colles

Gambar 8. Gambaran radiologis fraktur colles.8

Fraktur colles adalah fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi 3 sampai 4 cm
dari permukaan sendi dengan angulasi volar apeks fraktur, dislokasi fragmen distal ke arah
dorsal, dan disertai pemendekan radius.6 Fraktur ini paling sering ditemukan di kehidupan
normal karena jatuh bertumpu pada sisi palmar tangan sehingga juga disebut fraktur radius
tipikal.2

Gambar 9. Fraktur colles disebabkan sisi palmar tangan


menahan tubuh saat jatuh.2

Fraktur Smith

6
Gambar 10. Gambaran radiologis fraktur smith.8

Fraktur smith dikenal sebagai kebalikan fraktur colles yaitu pergeseran bagian distal
radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Fraktur ini ditemukan saat jatuh bertumpu
pada sisi dorsal tangan, lebih jarang terjadi.2

Gambar 11. Fraktur smith disebabkan sisi dorsal tangan


menahan tubuh saat jatuh.2

Etiologi

Mekanisme terjadinya fraktur beragam. Kasus yang paling sering adalah terjatuh
dengan posisi tangan menahan tubuh, atau bisa juga pukulan langsung ke lengan bawah yang
menyebabkan patahnya tulang radius dan ulna, atau keduanya. Mekanisme dari fraktur juga
termasuk kecelakaan lalu lintas dan cedera atlet.8

Faktor Risiko

Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah. Fraktur osteoporotik akan meningkat dengan meningkatnya umur. Insidensi
fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna setelah umur 50-an. Selain itu,
dengan menurunnya densitas massa tulang akan berhubungan dengan peningkatan faktor

7
risiko fraktur. Pada perempuan, risiko fraktur 2 kali dibandingkan laki-laki pada umur yang
sama dan lokasi fraktor tertentu. Karena harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki, maka prevalensi fraktur osteoporotik pada perempuan akan menjadi jauh lebih
tinggi daripada laki-laki.3

Usia Lanjut

Berbagai faktor berperan untuk terjadinya gangguan keseimbangan dia jatuh.


Umumnya merupakan kombinasi beberapa faktor yang saling berinteraksi dengan masalah
lingkungan.3

Proses menua mengakibatkan perubahan pada kontrol postural yang mungkin


memegang peran penting pada sebagian besar kejadian jatuh dan menyebabkan fraktur.
Perubahan komponen dari kapabilitas biomekanik meliputi latensi mioelektrik, waktu untuk
bereaksi, proprioseptif, lingkup gerak sendi, dan kekuatan otot. Selain itu, terdapat pula
perubahan pada postur tubuh, gaya berjalan, ayunan postural, sistem sensorik, dan mobilitas
fungsional. Usia lanjut dikaitkan dengan input proprioseptif yang berkurang, proses
degeneratif pada sistem vestibuler, refleks posisi yang melambat, dan melemahnya kekuatan
otot yang amat penting dalam memelihara postur. Semua perubahan tersebut dapat berperan
untuk terjadinya jatuh, terutama pada kemampuan untuk mencegah jatuh manakala terpeleset
atau menghadapi situasi lingkungan yang membahayakan sehingga menyebabkan fraktur.3

Epidemiologi

McQueen dan rekan-rekannya melakukan analisis komprehensif mengenai insidensi


fraktur antebrachii yang diliat dari unit trauma Royal Infirmary of Edibburgh selama 3 tahun.
Unit ini khusus melayani kasus trauma di area spesifik dan populasi dan sangat baik sebagai
panduan epidemiologi dari fraktur antebrachii di negara barat. Kasus dari fraktur termasuk
trauma langsung, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan saat olahraga.
Tidak seperti di regio lain, fraktur yang berhubungan dengan tembakan tidak masuk dalam
persentase fraktur regio ini. Dari 2812 kejadian fraktur, hanya 5% fraktur di diafisis
antebrachii, dan yang paling besar adalah fraktur distal radius sebanyak 76%.8

Manifestasi Klinik

8
Pada fraktur, terdapat ciri-ciri pasti yaitu berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan
juga gerakan yang tidak normal. Pasien juga akan merasa nyeri dan nyeri tekan pada daerah
yang fraktur. Terkadang terdapat pembengkakan dan pendarahan.2

Patofisiologi

Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah
dari tulang, dan terjadi pendarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah
tersebut.1

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medika Mentosa

Perlu dilakukan tata laksana terhadap nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pada
keadaan tersebut pasien dapat diberikan paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg
per hari. Bila respons tidak adekuat dapat ditambah dengan kodein 10 mg. Langkah
selanjutnya adalah dengan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400
mg, 3 kali sehari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat menyebabkan
delirium.3

Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa

Untuk fraktur sendiri, prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan posisi


patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan
sepenuhnya seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
bentuknya kembali seperti bentuk semula (remodelling).2

Fraktur dapat ditangani sesuai dengan kondisi dari tulang. Imobilisasi dengan gips
merupakan penanganan pilihan pada fraktur lengan bawah kedua tulang yang tidak disertai
dislokasi dan fraktur ulna saja. Alatnya dengan stress sharing, dengan cara penyembuhan
tulang sekunder. Reduksi tertutup dan imobilisasi dengan long arm cast telah dipergunakan
untuk fraktur lengan bawah dengan dislokasi, tapi mungkin kurang memuaskan kecuali jika
reduksinya dapat dipertahankan dengan hati-hati. Gips harus memiliki cetakan interoseus
yang baik dengan potongan melintang berbentuk oval, bukan bulat, karena dapat membantu

9
mempertahankan ruang interoseus. Fraktur radius sepertiga distal harus dimobilisasi dalam
posisi pronasi (merelaksasikan tarikan deformasi m. pronator quadratus) untuk mencapai
kemungkinan terbaik kesegarisan yang dapat diterima. Long arm cast dipakai selama 4
minggu, dan kemudian diganti dengan short arm cast atau brace fungsional selama 2 minggu.
Durasi pemakaian gips dan imobilisasi adalah sekitar 6 sampai 8 minggu sebelum
menyambung.6

Kebanyakan fraktur lengan bawah, termasuk fraktur radius saja, fraktur kedua tulang,
dan fraktur yang disertai dislokasi caput radii atau destruksi articulatio radioulnaris distalis
memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stess shielding
dan cara penyembuhan tulang primer.6

Pada fraktur monteggia, reduksi tertutup caput radii dapat dilakukan, diikuti dengan
pemasangan pelat untuk fraktur ulna. Reduksi simultan caput radii akan terjadi saat fraktur
corpus ulnae telah tereduksi secara anatomis dan terfiksasi. Bergantung pada stabilitas caput
radii setelah reduksi, imobilisasi pascaoperatif dapat bervariasi dari long arm cast sampai
brace fungsional.6

Pada fraktur galeazzi, radius direduksi secara anatomis dan difiksasi pada pelat.
Penanganan ini akan mengembalikan posisi articulatio radioulnaris. Long arm cast atau brace
fungsional mempertahankan lengan bawah pada posisi supinasi selama 4 minggu.
Penanganan kemudian diikuti dengan short arm cast selama 2 minggu berikutnya.6

Fraktur colles dan smith juga memiliki cara penanganan yang berbeda dengan fraktur
monteggia dan galaezzi. Cara pertama adalah dengan reduksi tertutup dan pemasangan gips,
yang merupakan penanganan fraktur yang tidak memerlukan fiksasi bedah. Cara ini
diindikasikan untuk pasien dengan fraktur tanpa dislokasi atau dengan dislokasi minimal
tanpa kominutif yang banyak. Radiograf pascareduksi harus memperlihatkan pemulihan
kemiringan palmar dan panjang radius. Secara umum, pasien berusia lebih dari 60 tahun
biasanya ditangani dengan short arm cast untuk mencegah kekakuan siku. Setelah
pemasangan long arm cast selama 3 sampai 6 minggu pertama, akan diteruskan dengan
pemasangan short arm cast. Long arm cast memberikan dukungan yang lebih baik untuk
fraktur kominutif tidak stabil serta memberikan kontrol rotasional dan kontrol nyeri yang
lebih baik. Fraktur tanpa lokasi dapat ditangani dengan short arm cast.6

10
Ada pula fiksator eksterna yang sangat berguna untuk fraktur kominutif, fraktur
dengan dislokasi yang tidak dapat ditangani dengan reduksi terbuka atau fiksasi interna. Alat
yang digunakan adalah stress-sharing dengan cara penyembuhan tulang sekunder, dengan
disertai pembentukan kalus. Kadang-kadang, pin perkutaneus atau fiksasi interna dapat
digunakan sebagai adjuvan fiksasi eksterna.6

Selain itu, bila frakturnya artikular dengan dislokasi, digunakan metode reduksi
terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stres-shielding untuk fiksasi pelat dan
stress-sharing untuk fiksasi pin. Cara penyembuhannya primer, jika tercapai fiksasi solid
dengan pelat sehingga tidak terbentuk kalus, cara penyembuhan sekunder jika fiksasi solid
tidak tercapai, atau pada pin perkutaneus. Gips pasca oprasi biasanya dianjurkan selama 2
sampai 6 minggu, bergantung pada stabilitas fiksasi.6

Komplikasi

Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini,
dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah
tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian,
dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah tulang. Pada ketiganya dibagi lagi
masing-masing menjadi komplikasi lokal dan umum sebagai berikut:2

1. Komplikasi segera:
Lokal:
Kulit: abrasi, laserasi, penetrasi
Pembuluh darah: robek
Sistem saraf: saraf tepi motorik dan sensorik
Otot
Umum:
Rudapaksa multipel
Syok: hemoragik, neurogenik
2. Komplikasi dini:
Lokal:
Nekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena, infeksi sendi,
osteomielitis umum
Tetanus
3. Komplikasi lama:
Lokal:
Sendi: ankilosis fibrosa, ankilosis osal

11
Tulang: gagal taut, distrofi refleks, osteoporosis pascatrauma,
gangguan pertumbuhan, osteomielitis, patah tulang ulang
Otot/tendo: penulangan otot, ruptur tendon
Saraf: kelumpuhan saraf lambat
Umum:
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur)

Pencegahan

Pemeriksaan osteoporosis rutin yang merupakan salah satu upaya mencegah fraktur.
Digunakan obat-obat untuk mencegah fraktur apabila pasien menderita osteoporosis yaitu
obat-obat yang mengurangi resorpsi tulang seperti kalsium / vitamin D, bifosfat, dan/atau
terapi estrogen.9

Prognosis

Prognosis untuk fraktur pada orang dewasa di radius dan ulna tergantung oleh banyak
faktor. Namun, faktor dalam operasi juga menentukan prognosis termasuk dalam metode
penanganan, waktu fiksasi internal untuk fraktur tertentu, dan penanganan akan jaringan
lunak, dan restorasi jaringan tulang. Hal pentingnya adalah dimana union rate lebih dari 90%
dilaporkan, bergantung pada kekerasan fiksasi.8

Penutup

Pasien menderita fraktur tertutup di regio antebrachii dextra 1/3 distal. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang menentukan diagnosis tersebut.
Differential diagnosis yang ada pada pasien disebabkan belum adanya hasil dari pemeriksaan
penunjang yaitu gambaran radiologis sehingga jenis-jenis fraktur di regio itu harus
dibedakan. Bila jenis fraktur yang tepat sudah dapat dipastikan, penatalaksanaan dari fraktur
tersebut bisa tepat dan pasien dapat menggunakan lengan bawahnya dengan normal kembali.

Daftar Pustaka

12
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006. h.1365, 1368.
2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2005. h. 840-68.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 25-7, 31-2, 815, 822, 2650.
4. Bickley LS. Bates guide to physical examination and history taking. 10 th edition.
London: Lippincott Willams & Wilkins; 2009. p.603-4.
5. Sutton D. Textbook of radiology and imaging. 7th edition. London: Churchill
Livingstone; 2008. p. 1408.
6. Thomas MA. Terapi dan rehabiliasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011. h. 158-81.
7. Doherty GM. Current surgical diagnosis and treatment. 11th edition. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2003. p. 1141-2.
8. Forearm fracture, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1239187-
overview#a0102, 25 Maret 2013.
9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 381.

13

Anda mungkin juga menyukai