Anda di halaman 1dari 19

REFLEKSI KASUS

Psoriasis Vulgaris

Oleh :
Yohanes Sigit Permana (42100066)

Dosen Pembimbing Klinik :


dr. Trijanto Agung N., M.Kes, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN


RSUD WONOSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa

bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapis-lapis

berwarna putih mengkilap serta transparan, disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz dan

Kobner. Penyebab psoriasis hingga saat ini belum diketahui. Penyakit ini tidak

menyebabkan kematian dan tidak menular, akan tetapi karena timbulnya dapat terjadi

pada bagian tubuh mana saja maka dapat menyebabkan gangguan kosmetik.

Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang paling sering terjadi di

negara-negara barat dimana hampir 2% dari penduduknya pernah menderita psoriasis

selama masa hidupnya. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi dibandingkan

penduduk kulit berwarna. Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti

mengapa psoriasis bisa timbul. Pada kebanyakan kasus ada pengaruh yang kuat dari

faktor genetik, terutama bila penyakit mulai diderita pada awal remaja atau dewasa

muda,akan tetapi walaupun biasanya didapatkan adanya riwayat keluarga, seringkali

tidak didapatkan pola keturunan yang jelas pada penderita psoriasis. Terdapat tiga

faktor yang berperan dalam patogenesa psoriasis yaitu faktor genetik, faktor

imunologik dan berbagai faktor pencetus. Walaupun ada banyak terapi yang tersedia,

tapi belum ada terapi yang memberikan hasil yang memuaskan. Hampir dapat

dipastikan bahwa suatu saat penyakit ini akan kambuh kembali.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari Psoriasis Vulgaris?
2. Bagaimana gambaran klinis dan penanganan pasien dengan Psoriasis
Vulgaris?

BAB II
STATUS PASIEN

1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. V
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Semanu, Gunung Kidul
No RM : 00-47-97-xx
Tanggal Periksa : 21 Desember 2016

II. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Pasien kontrol penyakit kulit yang berupa bentol-bentol di seluruh tubuh yang
sekarang masih dikeluhkan terasa gatal-gatal.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik kulit untuk kontrol keluhannya yang sudah dialami
sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Keluhannya pada saat pertama kali
datang adalah timbulnya bentol-bentol kemerahan di seluruh tubuh yang terasa
gatal. Pasien bercerita kalau bentol-bentol tersebut awalnya muncul di bagian
paha kanan saja dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien sudah
berobat ke bidan dan disuntik akan tetapi keluhan tidak membaik dan malah
bertambah banyak bentol-bentolnya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya.
Riwayat alergi disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit berat atau kronis disangkal oleh pasien.

D. Riwayat Operasi
Riwayat operasi disangkal oleh pasien.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

2
Pasien menyangkal ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa
dengan pasien.

F. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sudah berobat sebelumnya ke bidan dan disuntikkan obat
akan tetapi pasien tidak mengetahui obat tersebut.

G. Gaya Hidup
Kegiatan pasien sehari-hari adalah sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengaku
selalu menjaga kebersihan dirinya.

III. PEMERIKSAAN FISIK:


1. Keadaan Umum : Baik

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. GCS : 15 (E4V5M6)

4. Tanda Vital : TD : 90/60 mmHg

HR : 80 kali/menit

RR : 16 kali/menit

Suhu : Afebris

5. Status gizi : Cukup

3
6. Status Lokalis ( Ujud Kelainan Kulit) : Pada bagian tubuh dan keempat
anggota gerak tampak plak eritem yang berbentuk bulat dan oval,
berbatas tegas, dan sebagian tertutup skuama berwarna putih.

4
5
IV. DIAGNOSIS BANDING:
Psoriasis Vulgaris
Pitiriasis Rosea

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

Sebagai saran bisa dilakukan pemeriksaan penunjang Histopatologi.

VI. DIAGNOSA KERJA:


Psoriasis Vulgaris

VII. TATALAKSANA
A. Nonfarmakologi & Edukasi

6
Hindari menggaruk.
Jaga kebersihan tubuh.
Pemakaian dan konsumsi obat secara teratur.
Kontrol ke dokter teratur.

B. Farmakologi
R/ Cetirizine 10 mg Tab No X
S1dd Tab I hs

R/ Methylprednisolone 8 mg Tab No VI
S1dd Tab I

R/ Acid salicyl 3%
LCD 3%
Vaselin album ad 32,5
m.f.l.a.ungt.da.in.pot.no.I
S.2.d.d.u.e

VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam, kronik residif.

BAB III
PEMBAHASAN

7
I. Definisi

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.

II. Etiopatogenesis

Faktor genetik

Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis, resiko mendapat psoriasis 12%,
sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis resikonya mencapai
34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe : psoriasis tipe I dengan
awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat
nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya factor genetic ialah bahwa psoriasis
berkaitan dengan HLA.

Faktor imunologik

Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga
jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi pada umumnya penuh
dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4
dengan sedikit sebukan limfositik pada epidermis. Sedangkan pada lesi baru
umumnya lebih banyak didominasi oleh limfost T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat
sekita 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada
imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan
adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans.
Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari,
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.

Psoriasis pertama kali digambarkan sebagai penyakit yang terutama


mempengaruhi proliferasi keratinosit epidermal dan infiltrasi inflamasi kulit
sekunder. Dalam dekade terakhir ini telah menjadi jelas bahwa psoriasis adalah
penyakit kekebalan-dimediasi inflamasi sistemik terutama melibatkan sel Th1.
Sitokin dari jalur Th1 (interferon-, interleukin 2, interleukin 12, dan TNF-)

8
mendominasi di plak psoriasis. Hal ini diterima secara luas bahwa stimulus tidak
diketahui mengaktifkan kulit dendritik antigen-sel penyajian. Antigen-presenting
sel diaktifkan kemudian mengaktifkan sel T helper yang mengarah ke rilis
berikutnya dari kaskade sitokin inflamasi. Kaskade ini mengakibatkan rekrutmen
dan aktivasi dari jenis sel lain seperti sel-sel endotel dan neutrofil, dan produksi
kemokin dan faktor pertumbuhan. Akhirnya ini mengarah ke proliferasi keratinosit.
Sebuah kondisi inflamasi kronis kemudian memastikan dan mengarah pada
pembentukan lesi kulit psoriasis. Baru-baru ini, Interleukin-17-mensekresi T helper
(Th 17) telah diidentifikasi untuk memainkan peran penting dalam patogenesis
psoriasis. Interleukin-17 mempromosikan peradangan dengan menginduksi
ekspresi chemoattractants yang ditemukan pada lesi psoriasis. Th17 sel juga
mengeluarkan interleukin 22, yang terlibat dalam diferensiasi keratinosit dan
menyebabkan proliferasi keratinosit.

Berbagai faktor pencetus

Ada beberapa pencetus diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma, (fenomena
kobner), endokrin, gangguan metabolic, obat juga alcohol daan merokok.

III. Gejala klinis

Sebagian penderita mengeluhkan gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp,


perbatasan daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama siku serta
lutut, dan daerah lumbosakral.

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering
eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis,
kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular,
nummular atau plakat, dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular
disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah
infeksi streptococcus.

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner (isomorfik). Kedua
fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tidak khas,

9
hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus
dan veruka plana juvenilis.

Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena
auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis :

1. Psoriasis vulgaris

Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe
plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.

2. Psoriasis gutata

Psoriasis bentuk ini sering menyerang anak-anak dan dewasa serta sering menyertai
sakit tenggorokan causa streptococcus. Secara klasik psoriasis gutata tampak sangat
kecil,merah,seperti tetesan air, berskuama (istilah gutata diambil dari bahasa latin
yang berarti tetesan air hujan). Setiap lesi biasanya berdiameter 0,2-1 cm dan
berbentuk bulat sampai oval.
Psoriasis gutata dapat berkembang menjadi bentuk plak kronik. Presentasi pasien
psoriasis gutata yang berkembang menjadi psoriasis plak tidak jelas, tapi mungkin
sekitar 40-50%. Pasien dengan psoriasis plak kronik dapat juga berkembang menjadi
psoriasis gutata yang menyertai infeksi saluran pernafasan atas.

3. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)

Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan


namanya.

4. Psoriasis eksudativa

Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk
ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.

5. Psoriasis seboroik (seboriasis)

Tempat predileksi di daerah seboroik namun ada juga pada tempat lain, gejala mirip
dermatitis seboroik namun skuamanya kering dan berlapis berwarna putih transparan.

10
6. Psoriasis pustulosa

Ada dua bentuk psoriasis pustular, yaitu palmar-plantar dan generalisata :

a. Pustulosis palmar plantar

Pustulosis Palmar-plantar juga dikenal sebagai psoriasis pustular palmar-plantar.


Bentuk psoriasis ini terlokalisasi berupa pustul steril pada telapak tangan dan kaki,
biasanya tersusun secara simetris.

b. Psoriasis pustular generalisata

Psoriasis pustular generalisata adalah suatu kedaruratan kulit. Tampak pustul steril
yang biasanya dengan dasar kulit eritroderma.

7. Eritroderma psoriatik

Dikatakan eritroderma jika menyerang lebih dari 95% kulit dengan lesi kulit apapun.
Psoriasis eritrodermi dapat timbul melalui dua cara,yaitu :

1. Lesi kronik yang secara bertahap berkembang menjadi plak yang luas, yang
meliputi hampir seluruh bagian tubuh. Kondisi ini kadang menyebabkan gangguan
sistemik dan biasanya berespon baik dengan pengobatan ringan hingga moderat.

2. Psoriasis yang tidak stabil dapat tiba-tiba berkembang atau mengikuti periode
peningkatan ketidakstabilan dan intoleransi terhadap terapi topikal. Hal ini
merupakan kedaruratan medis dan pasien seharusnya di rawat di rumah sakit
untuk mendapatkan terapi dan pengawasan yang intensif. Hal tersebut
dihubungkan dengan gangguan sistemik yang signifikan dan dapat menghasilkan
ketidakseimbangan kontrol suhu tubuh dan ketidakseimbangan cairan tubuh.
Kondisi ini bisa dipicu oleh hipokalemi, anti malaria,coal tar atau kegagalan terapi
sistemik terutama steroid sistemik.

IV. Pilihan Pengobatan


1) Pengobatan topikal
Pengobatan topikal, merupakan pendekatan yang efektif dan aman untuk
psoriasis lokal. Pasien harus diedukasi mengenai manfaat dan efek samping obat,
serta cara menggunakannya. Kepatuhan terhadap pengobatan adalah kunci dari

11
keberhasilan pengobatan psoriasis. Pengobatan lini pertama untuk psoriasis lokal
adalah kortikosteroid topikal seperti clobetasol. Analog vitamin D (dan kadang-
kadang vitamin A) dapat digunakan dengan kortikosteroid topikal untuk mencapai
respon lebih cepat dan mengurangi durasi penggunaan kortikosteroid. Penggunaan
pembalut oklusif (seperti bungkus plastik) dapat meningkatkan penetrasi dan
kecepatan respon pengobatan. Obat topikal lama seperti tar dan Anthralin dapat
efektif, tetapi lebih jarang digunakan. Yang biasa digunakan ialah :

1. Perparat ter

Efeknya ialah anti radang. Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai
dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan, konsentrasi dinaikkan. Agar
lebih efektif, maka daya penetrasinya harus dipertinggi dengan cara
menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3-5%. Sebagai vehikulum harus
digunakan salap, karena salap mempunyai daya penetrasi yang terbaik.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid topical memberikan hasil yang baik. Potensi dan sediaan obat
bergantung pada lokasinya.
Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, ditempat lain digunakan
salap. Jika telah terjadi perbaikan, potensi dan frekuensinya dikurangi.

3. Ditranol (antralin)

Obat ini dikatakan efektif. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam
pasta, salap atau krim. Lama pemakaian hanya - jam sehaari sekaliuntuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.

4. Calcipotriol

Adalah sintetik vitamin D. preparatnya berupa salap atau krim 50mg/g, efeknya
antiproliferasi. Perbaikan setelah satu minggu.

5. Tazaroten

Obat ini merupakan molekul retinoid asetilenik topical, efeknya menghambat


proliferasi dan normalisasi petanda diferensiasi keratinosit dan menghambat
petanda proinfalamsi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit.

12
Tarazoten tersedia dalam bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0,05% dan
0,1%. Efek sampinya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada
30% kasus juga bersifat fotosensitif.

6. Emolien

Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain
lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salap dengan bahan
dasar vaselin, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya
penetrasi bahan aktif. Emolien yang lain ialah lanolin dan minyak mineral. Jadi
emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.

2) Pengobatan sistemik
Methotrexate adalah salah satu obat sistemik yang paling umum digunakan
dalam pengobatan psoriasis. Dosis berkisar antara 10 sampai 30 mg sekali seminggu.
Asam folat dapat diberikan pada hari-hari lain untuk mengurangi efek samping pada
lambung dan organ lainnya. Pengobatan dosis inisial dapat diberikan 5 mg, kemudian
dilakukan tes darah dan fungsi hati setelah satu minggu pemberian guna memantau
efek samping obat. Gangguan hati dan fibrosis paru merupakan efek samping jangka
panjang. Setelah respon klinis dicapai pada dosis yang stabil, tes darah dilakukan
setiap 4-8 minggu untuk memantau efek toksik terhadap hati dan / atau sumsum
tulang. Penghambatan fungsi kekebalan tubuh dengan siklosporin adalah perawatan
yang sangat efektif untuk psoriasis, tetapi tidak umum digunakan karena potensi efek
samping yang serius berupa gangguan ginjal. Adapun yang digunakan ialah :
1. Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, penulis dosisnya kira-kira ekuivalen


dengan prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-
lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan.

2. Obat sitostatik

Yang biasa digunakan adalah metotreksat. Indikasinya ialah untuk psoriasis,


psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit, dan eritroderma karena
psoriasis. Cara pemberian metotreksat : mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg
per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika

13
tidak terjadi efek yang dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan interval 12
jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis
dinaikkan 2,5 mg 5 mg perminggu. Biasanya dengan dosis 3 x 5 mg per minggu
telah tampak perbaikan. Cara lain ialah diberikan secara IM 7,5 mg 25 mg dosis
tunggal setiap minggu. Namun saat ini, yang biasa digunakan sebagai preparat
imunosupresif ialah siklosporin A. Mekanisme kerjanya ialah mengikat
cyclophilin dan membentuk kompleks yang menghambat
calcineurin, mengurangi efek dari Nuclear factor of activated T
cells (NF-AT) pada sel T, menghambat pengeluaran IL2 dan
sitokin yang lain. Kontraindikasi diberikannya obat ini ialah
adanya penyakit ginjal, hati, hipertensi, hiperkalemi, dan
hiperlipidemia. Efek samping yang dapat terjadi diantaranya
adalah hirsutism, rasa terbakar pada kaki dan tangan (pada
minggu pertama), mual, muntah, hipertensi, sakit kepala, tremor,
hipertrichosis, parestesia dan meningkatkan risiko terkena
keganasan. Dosis pemberian siklosporin A adalah 2-5 mg/kg/hari
dibagi dalam dua dosis. Dosis tinggi 5 mg/kg/hari kemudian di
tapering, kalau dosis rendah 2,5 mg/kg/hari dinaikkan setiap 2-4
minggu menjadi 5 mg/kg/hari dan kemudia ditapering. Bentuk
sediaan oralnya adalah kapsul 25, 50, 100 mg dan solusio 100
mg/mL, sedangkan untuk parenteral, 50 mg/mL IV.

3. Levodopa

Menurut uji coba yang dilakukan obat ini berhasil ,enyembuhkan kira-kira 40%
kasus psoriasis. Dosisnya antara 2 x 250 mg 3 x 500 mg.

4. DDS

Diaminodifenilsulfon dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber


dengan dosis 2 x 100 mg sehari.

5. Etretinat dan asitretin

Etretinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar


disembuhkan dengan obat-obat laim mengingat efek sampingnya. Dapat pula
digunakan pada eritroderma psoriatika. Dosisnya bervariasi, pada bulan pertama

14
diberikan 1 mg/kgBB, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi
1 mg/kgBB.
Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek samping dan
manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya waktu paruh eliminasinya
hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.

6. Siklosporin

Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB sehari. Bersifat hepatotoksik


dan nefrotoksik.

3) Fototerapi
Sinar ultraviolet dalam bentuk sinar matahari telah digunakan sebagai
pengobatan psoriasis selama berabad-abad. Sinar matahari mengandung ultraviolet B
baik (UVB, sinar bertanggung jawab untuk sebagian besar sunburns) dan ultraviolet
A. Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah
akan memperparah psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artificial, di
antaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara
tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan
disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai
pengobatan cara goeckerman. Risiko utama dari fototerapi adalah kulit yang terbakar,
reaksi, photoaging, dan peningkatan risiko menderita kanker kulit.

15
BAB IV
KESIMPULAN

Psoriasis merupakan penyakit kronik rekuren pada kulit dengan


gambaran klinis yang bervariasi. Lesi pada psoriasis berupa
eritropapuloskuamosa yang menunjukkan keterlibatan vaskuler dan
epidermis. Sampai saat ini, penyebab pasti penyakit ini belum diketahui.
Namun, faktor genetik diduga memegang peranan penting pada beberapa
kasus. Prevalensi penyakit ini bervariasi diseluruh dunia, hal ini mungkin
dipengaruhi oleh lingkungan.

Daerah predileksi psoriasis adalah batas rambut kepala, lutut, siku,


lumbosakral dan kuku. Namun, secara umum daerah predileksinya adalah
di daerah ekstensor yaitu daerah yang mudah terkena trauma.

16
Pengobatan psoriasis dapat dilakukan secara topical, sistemik,
dengan penyinaran dan sekarang ada lagi pengobatan secara biologi.
Pengobatan secara sistemik dilakukan apabila pengobatan secara topikal
tidak memberikan perbaikan atau pada psoriasis derajat sedang sampai
berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Psoriasis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. h 189

2. Sjamsoe ES, Menaldi Sri L, Wisnu I M. Psoriasis. Dalam Penyakit Kulit yang Umum
di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia
Indonesia. 2007. h 22

3. Wolf Klauss, Johnson Richard A. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology 5th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 2007.

17
4. Graham-Brown Robin, Burns Tony. Psoriasis. Dalam Lecture Notes Dermatologi
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005. h 78

5. Murtiastutik Dwi, Ervianti Evy, Agusini Indropo, Suyoso Sunarso. Psoriasis Vulgaris.
Dalam Atlas Penyakit Kulit & Kelamin Edisi 2. Surabaya: Pusat Penerbit dan
Percetakan UNAIR. 2007. h 131

6. Traub, Michael et al. Psoriasis-Pathophysiology, Conventional and Alternative


Approaches to Treatment, Vol. 12 ; No. 4. 2007. Diunduh dari
http://www.thorne.com/altmedrev/.fulltext/12/4/319.pdf.

7. Mawilson. Psoriasis. Journal from Department of Biology, Davidson College. 2006.


Diunduh dari http://www.bio.davidson.edu (akses:24-10-2012)

8. Marlia, dkk. Penurunan Kadar Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor Type 1
(sTNFRI) Dalam Serum Penderita Psoriasis Vulgaris Setelah Diterapi Dengan Krim
Klobetasol Dipropionat 0,05%. Artikel penelitian dalam MKB Vol XI no 1. 2008.
Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/151082428.pdf
(akses:26/10/2012)

9. Woodfork KA, Dyke KV, Sikic BI. Antiinflammatory and antirheumatic


drugs-The rational basis for cancer. In: Modern pharmacology with
clinical application. Sixth Edition. Pp 432-661.

10. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 9th Edition. Pp 826-1468

18

Anda mungkin juga menyukai