Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita
0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI
Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja
menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan
asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency
anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah
anemia karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak
memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia
karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll, tapi
biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih berbahaya dari
kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan
seperti semula. Karena itu, pada masa emas dan kritis perlu mendapat perhatian.

1.2.Tujuan

1. Mengetahui pengertian anemia

2. Mengetahui etiologi anemiaa

3. Mengetahui patofisologi anemia

4. Mengetahui tanda dan gejala anemia

5. Mengetahui macam-macam anemia

6. Mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan pasien anemia

7. Mengetahui Asuhan Keperawatan Anemia Pada Anak


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Anemia berkurangnyajumlah eritrosit ( sel darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb) dalam
setiap millimeter kubik darah. Hamper semua gangguan pada system peredaran darah disertai
anemia yang ditandai warna kepucatan pada tubuh, terutama ekstremitas. Penyebab anemi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena :
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi defisiensi Fe, Thalasemia, dan anemi
infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient yang dapat menimbulkan anemi
pernisiosa dan anemi asam folat
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan anemi aplastik dan
leukemia
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma/ kecelakaan yang terjadi secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatrnya pmecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena :
a. Factor bawaan. Misalnya kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan eritrosit).
b. Factor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit.
4. Bahan baku untuk pembentuk eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah protein,
asam folat, Vitamin B12, dan mineral.

Berdasarkan penyebab tersebut diatas, anemi dapat dikelompokkan mnjadi beberapa jenis,
yaitu :
1. Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe)
Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan bahan baku
pembuat sel darah dan hemoglobin. Kekurangan zat besi (Fe) dapat disebabkan oleh berbagai hal
yaitu asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan cepat,
penurunan reabsorbsi karena kelainan pada usus atau karena anak banyak mengkonsumsi the
(menurut penelitian, ternyata teh dapat menghambat rebsorbsi Fe), dan kebutuhan yang
mengikat, misalnya pada anak balita yang pertumbuhannya cepat sehingga memerlukan nutrisi
yang lebih banyak.
2. Anemia Megaloblastik
Merupakan anemi yang terhjadi karena kekurangan asam folat. Disebut juga dengan anemia
defisensi asam folat. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA yang
penting untuk metabolisme inti sel. DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA untuk
pematangan sel. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi megaloblastik tergolong dalam anemi
makrositik, seperti pada anemi pernisiosa. Ada beberapa penyebab penurunan asam folat (FK UI,
1985:437), yaitu:
1) Masukan yang kurang. Pemberian susu saja pada bayi di atas 6 bulan (terutama susu
formula) tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup juga dapat menyebabkan defisiensi
asam folat.
2) Gangguan absorbsi. Adanya penyakit atau gangguan pada gastrointestinal dapat
menghambat absorbsi bahan makanan yang diperlukan tubuh.
3) Pemberian obat yang antagonis terhadap asam folat. Anak yang mendapat obat-obat
tertentu, seperti metotreksat, pitrimetasin, atau derivate barbiturate sering mengalami defisiensi
asam folat. Obat-obat tersebut dapat menghambat kerja asam folam dalam tubuh, karena
mempunyai sifat yang bertentangan.

3. Anemia Permisiosa
Merupakan anemi yang terjadi karena kekurangan vitamin B12. Anemi pernisiosa ini
tergolong anemi megaloblastik karena bentuk sel darah yang hampir sama dengan anemi
defisiensi asam folat. Bentuk sel darahnya tergolong anemi makrositik normokromik, yaitu
ukuran sel darah merah yang besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb normal.
Vitamin B12 (kobalamin) berfungsi untuk pematangan normoblas, metabolisma jaringan
saraf, dan purin. Selain asupan yang kurang, anemi pernisiosa dapat disebabkan karena adanya
kerusakan lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan skeret yang berfungsi untuk
absrobsi B12 (Markum, 1991:125).
4. Anemia Pascapendarahan
Terjadi sebagai akibat dari pendarahan yang massif (perdarahan terus menerus dan dalan
jumlah banyak), sperti pada kecelakaan, operasi, dan persalinan dengan perdarahan hebat yang
dapat terjadi secara mendadak maupun menahun. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi
pascapendarahan ini termasuk anemi normositik normokromik, yaitu sel darah berbentuk normal
tetapi rusak/habis.
Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi reflek cardiovascular yang
fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran darah ke organ yang kurang vital, dan
penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung). Kehilangan darah yang mendadak
lebih berbahaya dibandingkan dengan kehilangan darah dalam waktu yang lama.
Kehilangan darah 12-15% akan menyebabkan pucat dan takikardi, tetapi kehilangan 15%-
20% akan menimbulkan gejala syok (renjatan) yang reversible. Bila lebih 20% maka dapat
menimbulkan syok yang irreversible (menetap).
Selain reflek kardiovascular, akan terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravascular
agar tekanan osmotic dapat dipertahankan. Akibatnya, terjadi hemodilusi dengan gejala: (1)
rendahnya Hb, eritrosit, hematokrit, (2) leucositosis (15.000-20.000/mm3), (3) kadang-kadang
terdapat gagal jantung, (4) kelaina cerebral akibat hipoksemia, dan (5) menurunnya aliran darah
ke ginjal, sehingga dapat menyebabkan oliguria/anuria.
Pada kehilangan darah yang terjadi secara menahun, pengaruhnya akan terlihat sebagai
gejala akibat defisiensi besi bila tidak diimbangi masukan Fe yang cukup.
5. Anemia Aplastik
Merupakan anemi yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah semua sel darah)
darah tepi dan menurunnya selularitas sumsum tulang. Dengan menurunnya selularitas, susmsum
tulang tidak mampu memproduksi sel darah. Berdasarkan bentuk sel darahnya, anemia ini
termasuk dalam anemia normositik normokromik seperti anemi pascapendarahan.
Adapun beberapa penyebab terjadinya anemi aplastik diantaranya adalah:
a. Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah. Penurunan sel darah
induk bisa terjadi karena bawaan, dalam arti tidak jelas penyebabnya (idiopatik), yang dialami
sekitar 50% penderita. Selain karena bawaan, penurunan sel induk juga bisa terjadi karena
didapat, yaitu karena adanya pemakaian obat-obatan seperti bisulfan, kloramfenikol, dan
klopromazina. Obat-obat tersebut menyebabkan penekanan sumsum tulang.
b. Lingkungan mikro (micro environment) seperti radiasi dan kemoterapi yang lama dapat
mengakibatkan sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel.
c. Penurunan poitin, sehingga yang befungsi merangsang tumbuhnya sel-sel darah dalam
sumsum tulang tidak ada.
d. Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga menekan/menghambat maturasi sel-sel induk
pada sumsum tulang.
6. Anemia Hemolitik
Merupakan anemi yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih pendek/prematur. Secara
normal, eritrosit berumur antara 100-120 hari. Adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan
akan mempengaruhi fungsi hepar, sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan bilirubin.
Selain itu, sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih banyak sistem eritropoetik daripada
biasanya, sehingga banyak dijumpai eritrosit dan retikulosit pada darah tepi. Benrdasarkan
bentuk sel darahnya anemi hemolitik ini termasuk dalam anemi normositik normokromik.
Kekurangan bahan pembentuk sel darah, seperti vitamin, protein, atau adanya infeksi dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara pengahancuran dan pembetukan sistem eritropoetik.
Penyebab anemi hemolitik diduga sebagai berikut:
a. Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim G6PD.
b. Didapat, misalnya infeksi sepsis, penggunaan obat-obatan, dan keganasan sel.
7. Anemia Sickle Cell
Merupakan anemi yang terjadi karena sintesa Hb abnormal dan mudah rusak, serta
merupakan penyakit keturunan (hereditary hemoglobinophaty). Anemia sickle cell ini
menyerupai anemia hemolitik.

B. Etiologi

1. Asupan susu sapi yang berlebihan.


2. Asupan yang tidak adekuat dari bahan-bahan makanan yang banyak mengandung besi.
3. Ketidakcukupan jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah.
4. Kehilangan darah yang kronis.
5. Lahir dengan persediaan zat besi yang terlalu sedikit.
6. Defisiensi folat (vitamin B12).

C. Patofosiologi Anemia
Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel
darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung
D.Tanda dan Gejala Anemia Pada Anak

Tanda dan gejala anak anemia sebenarnya bisa dideteksi oleh orang tua. Bagaimana orang tua
bisa mengenali tanda anemia pada anak itulah adalah salah satu cara untuk bisa menangani
semenjak awal anemia ini dan juga memberikan pengobatan anemia itu sendiri. Tanda anemia
anak bisa berupa :

1. Anak terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa keseluruh tubuh
berkurang karena media trasportnya berkurang (Hb) kurang sehingga tentunya yang membuat
energy berkurang dan dampaknya adalah 3L, lemah, letih dan lesu
2. Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan hal diatas, karena darah yang
membawa oksigen berkurang, aliran darah serta oksigen ke otak berkurang pula dan
berdampak pada indra penglihatan dengan pandangan mata yang berkunang-kunang.
3. Menurunnya daya pikir, akibatnya adalah sulit untuk berkonsentrasi
4. Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit
5. Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa menunjukkan tanda-tanda detak
jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki.

E. Komplikasi
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1. Gagal jantung,
2. Parestisia dan
3. Kejang.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensidisebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selamahidup
pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1
mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a) Pengumpulan data.
1) Identitas klien.

Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, alamat, no.register dan keluhan utama
saat anak masuk rumah sakit.

2) Riwayat penyakit sekarang.


Kronologis penyakit yang dialami saat ini sejak awal hingga anak dibawa ke rumah sakit
secara lengkap meliputi PQRST:

P: Provoking

Q: Quality

R:Regio

S: Severity

T: Time

3) Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu. Mungkin ketika masih bayi, baik yang
ada hubungannya dengan penyakit sekarang maupun yang tidak berhubungan dengan penyakit
sekarang, riwayat operasi dan riwayat alergi.

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Adakah penyakit degeneratif dari keluarga perlu juga untuk dikaji. Atau adanya penyakit ganas
dan menular yang dimiliki oleh anggota keluarganya.

5) Riwayat Tumbuh Kembang

Tahap pertumbuhan

Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan
umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg,
pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata rata
pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti
meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata
TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata
pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung
bertambah tinggi.

Tahap perkembangan.

Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif


mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan
menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik
dan bahasanya.
Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5
tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-
laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual
( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum
sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan
prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa
menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari orang tua atau guru
dan belajar yang benar salah untuk menghindari hukuman.
Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal,
bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
Perkembangan sosial yaitu berada pada fase Individuation Separation . Dimana sudah
bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa
mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
Perkembangan bahasa yaitu vocabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5
tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar
seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan
perintah sederhana.
Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak
bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari
bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan
yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat,
berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga
6) Riwayat Imunisasi

Anak usia pra sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO
I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.

7) Riwayat Nutrisi

Untuk mengetahui status gizi pada anak, adakah tanda-tanda yang menunjukkan anak
mengalami gangguan kekurangan nutrisi.
8) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan yang nampak pada
klien.

b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
c) Kepala.

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan
sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.

d) Mata.

Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta
riwayat penyakit mata lainya.

e) Hidung

Lakukan inspeksi bentuk hidung, adanya kelainan dan fungsi olfaktori.

f) Mulut dan laring

Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada
tenggorok.

g) Leher

Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta adanya pembesaran
vena jugularis.

h) Thorak
(1) Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
pernafasan.

(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.

(3) Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah.

(4) Auskultasi.

Kaji bagaimana suara nafas, adakah bunyi-bunyi tambahan nafas.

i) Kardiovaskuler.

Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, dan hyperinflasi suara jantung
melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat atau tidak.

j) Abdomen dan genitalia.

Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta adanya tanda-tanda kelainan yang
lain. Inspeksi genitalia dan kaji adanya kelainan yang timbul.

k) Ekstrimitas.

Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan adanya tanda-tanda sianosis.

l) Pemeriksaan penunjang.

Lakukan pemeriksaan penunjang kadar Hb, hematokrit, MCV, MCHC, konsentrasi


protoporfirin eritrosit serta Saturasi transferin dan konsentrasi feritin.

Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk analisa elemen darah pada penderita
anemia biasanya akan menunjukkan hasil sebagai berikut.

Konsentrasi Hb menurun.
Hematokrit menurun.
MCV dan MCHC menurun.
Keluasan distribusi sel darah merah (kadar: 14%
Konsentrasi protoporfirin eritrosit, 12 tahun: 80 g/dl sel darah merah
Saturasi transferin , lebih muda dari 6 bulan: 15 g/L atau kurang.
Konsentrasi feritin serum kurang dari 16%.
2. ANALISA DATA

Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data
merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan
dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok
data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan.
Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan. Contoh:
DATA PENUNJANG MASALAH KEMUNGKINAN
PENYEBAB
Data Subyektif: Intoleransi aktivitas Penurunan pengiriman
oksigen ke jaringan.
-Anak mengeluh sering Ansietas.
merasa lelah dan merasa Prosedur diagnostic/
Perubahan nutrisi: kurang
lemas transfusi.
dari kebutuhan tubuh
Kelemahan umum
Gangguan perfusi jaringan
Data Obyektif: Penurunan pengiriman
oksigen ke jaringan
-Anak tampak pucat
Ketidakadekuatan
-Konjungtiva anemis
masukan besi.
-Dari hasil pemeriksaan lab
kurang pengetahuan
konsentrasi Hb menurun
mengenai makanan yang
-Konjungtiva anemis
diperkaya dengan besi.
-Pika
penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah

3. DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan diambil dari NANDA. Diagnosa untuk penderita anemia yang
biasanya muncul adalah:

1) Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.


2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
4) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan besi.
5) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
6) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam
darah.

4. INTERVENSI
A. Dx.1. ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.

Tujuan:

1) pasien (keluarga) mendapatkan pengetahuan tentang gangguan, tes diagnostik dan


pengobatan.
2) Pasien mengalami stress emosional minimal.
3) Pasien menerima elemen darah yang tepat.

Intervensi :

a) siapkan anak untuk tes.

R/: untuk menghilangkan ansietas/rasa takut.

b) tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi

R/: untuk memberikan dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi.

c) dorong orang tua untuk tetap bersama anak.

R/: untuk meminimalkan stress karena perpisahan.

d) berikan tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik).

R/: untuk meminimalkan stress.

e) dorong anak untuk mengekspresikan perasaan.

R/: untuk meminimalkan ansietas/rasa takut.

f) berikan darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.

R/: agar tidak menimbulkan komplikasi.

B. Dx.2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan: pasien mendapat istirahat yang adekuat.


a) observasi adanya tanda kerja fisik (takikardia, palpitasi, takipnea, dispnea, napas
pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat, dan perubahan
warna kulit) dan keletihan (lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang, tidak dapat
mentoleransi aktivitas tambahan).

R/: untuk merencanakan istirahat yang tepat.

b) antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas
toleransi anak.

R/: untuk mencegah kelelahan.

c) beri aktivitas bermain pengalihan

R/: meningkatkan istirahat dan tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri.

d) pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan dengan minat yang sama yang
memerlukan aktivitas terbatas.

R/: untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan istirahat.

e) bantu pada aktivitas yang memerlukan kerja fisik.

R/: mengurangi kelelahan pada anak.

C. Dx.3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.

Tujuan: pasien menunjukkan pernapasan normal.

a) pertahankan posisi Fowler-tinggi

R/: untuk pertukaran udara yang optimal.

b) beri oksigen suplemen

R/: untuk meningkatkan oksigen ke jaringan.

c) ukur tanda vital selama periode istirahat.

R/: untuk menentukan nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas.

D. Dx.4. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan besi.

Tujuan: pasien mendapatkan suplai besi adekuat.


a) berikan konseling diet pada pemberi perawatan, khususnya mengenai hal-hal berikut:
sumber besi dari makanan (mis., daging, legume, kacang, gandum, sereal bayi yang
diperkaya dengan besi dan sereal kering).

R/: untuk memastikan bahwa anak mendapat suplai besi yang adekuat.

b) beri susu pada bayi sebagai makanan suplemen setelah makanan padat diberikan.

R/: karena terlalu banyak minum susu akan menurunkan masukan makanan padat yang
mengandung besi.

c) ajari anak yang lebih besar tentang pentingnya besi adekuat dalam diet.

R/: untuk mendorong kepatuhan

E. Dx.5. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.

Tujuan: Kebutuhan nutrisi tercukupi.

a) berikan preparat besi sesuai ketentuan. Instruksikan keluarga mengenai pemberian


preparat besi oral yang tepat: berikan dalam dosis terbagi.

R/: untuk absorpsi maksimum.

b) berikan di antara waktu makan.

R/: untuk meningkatkan absorpsi pada traktus gastrointestinal bagian atas.

c) berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin.

R/: karena vitamin C memudahkan absorpsi besi.

d) jangan memberikannya bersama susu atau antasida.

R/: karena bahan ini akan menurunkan absorpsi besi.

e) berikan preparat cair dengan pipet,spuit atau sedotan.

R/: untuk menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan.

f) kaji karakteristik feses.

R/: karena dosis adekuat besi oral akan mengubah feses menjadi berwarna hijau
gelap.
F. Dx.6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam darah.

Tujuan: menunjukkan perfusi adekuat.

a) awasi TTV, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.

R/: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan.

b) tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

R/: meningkatkan ekspansi paru.

c) selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi

R/:iskemia seluler memengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark.

d) kaji untuk respon verbal melambat, gangguan memori, bingung.

R/: dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vit
B12.

e) catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi.

R/: vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer.

f) awasi hasil pemeriksaan lab.

R/: mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.

g) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

R/: meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen.

5. IMPLEMENTASI
Tindakan diberikan sesuai dengan intervensi dari masing-masing diagnosa yang ada.

6. EVALUASI

Evaluasi formatif dilakukan dengan format SOAP sesuai dengan perkembangan pasien
BAB III

PENUTUP

3.Kesimpulan

Anemia berkurangnyajumlah eritrosit ( sel darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb) dalam
setiap millimeter kubik darah. Hamper semua gangguan pada system peredaran darah disertai
anemia yang ditandai warna kepucatan pada tubuh, anemi dapat dikelompokkan mnjadi
beberapa jenis, yaitu :
1. Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe)
2. Anemia Megaloblastik
3. Anemia Permisiosa
4. Anemia Pascapendarahan
5. Anemia Aplastik
6. Anemia Hemolitik
7. Anemia Sickle Cell

DAFTAR PUSTAKA
Barkin, R. M. 1995. Diagnosis Pediatri yang Berorientasi pada Masalah. Jakarta: Binarupa
Aksara.

ehrman, R. E., Kliegman, R. M. & Arvin, A. M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Jakarta: EGC.

Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Betz, L. B. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI-Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1978.Perawat


Anak di Pusat Kesehatan Masyarakat.

Shelov, S. P. 2004. Panduan Lengkap Perawatan untuk bayi dan Balita. Jakarta: Arcan.

Wong, D. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Kowalak, J.P., Welsh, W. & Mayer, B. (Ed). 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Mudayatiningsih, S., Lundy, F. & Mugianti, S. 2011. Modul Pemeriksaan Fisik dan
Implikasinya dalam Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai