Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan

FEBRIS

Di Ruang 7B RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:

Sri Wahyu Hidayah

14612581

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2017

LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS


1. Definisi
Febris/demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan pusat

termogulasi hipotalamus (Berhman, 1999).


Febris adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko

untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,8 C

peroral atau 38,8 C perektal karena faktor eksternal (Carpenito, 2002).


Febris (demam belum terdiagnosa) adalah suatu keadaan seorang pasien

mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan diatas

38,3 C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama

satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan

penunjang medis lainnya (Nelwan, 2003).


Seseorang mengalami demam bila suhu tubuhnya diatas 37,8 C (suhu oral

atau aksila) atau suhu rektal (Donna L. Wong, 2003).


Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.

Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang

tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam

hektik.

b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai

suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat

mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat

demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam

dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali

disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua

serangan demam disebut kuartana.


d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.

Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut

hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti

oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian

diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.


Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit

tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien

dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu

sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing,

malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan

suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam

yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-

limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini

tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.
2. Etiologi
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal dari

eksogen maupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah mikroorganisme

atau toksik, pirogen endogen adalah polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel

penjamu, terutama monosit makrofag, pirogen memasuki sirkulasi dan


menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi di hipotalamus (Isselbacher,

1999).
Demam biasanya disebabkan oleh infeksi selain itu uga disebabkan oleh

keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat.

Gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat meninggi dan temperatur

seperti pada head stroke, peredaran otak, atau gangguan sentral lainnya. Pada

perdarahan internal pada saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula

menyebabkan peningkatan temperatur (Soeparman, 2002 ).


Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik

yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor

otak atau dehidrasi ( Guyton,2002).


Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat

berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik

maupun penyakit lain (Julia, 2003).


3. Anatomi Patologi
Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai petanda

penyakit. Suhu penderita biasanya diukur dengan termometer air raksa dan

tempat pengambilannya dapat diaksila, oral atau rektum. Suhu tubuh normal

berkisar antara 36,5 C 37,2 C. Suhu sub normal dibawah 36 C. Dengan

demam pada umumnya diartikan suhu tubuh diatas 37,2 C. Hiperpireksia adalah

suhu kaadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2C atau lebih, hipertermi

adalah keadaan suhu tubuh dibawah 3,5 C Biasanya terdapat perbedaan antara

pengukuran suhu tubuh di aksila, oral dan rektum. Dalam keadaan biasa

perbedaan ini berkisar sekitar 0,5 C, suhu rektal lebih tinggi dari pada suhu oral.

Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya
telah terangsang oleh pirogen oksigen yaag dapat berasal dari mikroorganisme

atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan suatu

infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik

dengan interleukin 1. Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan asam

arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang

langsug dapat menyebabkan suatu pireksia.


4. Patifisiologi
Demam ini terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang

sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari

mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak

berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein

yang identik dengan interleukin 1. Didalam hipotalamus zat ini merangsang

pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintetis

prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan pireksia.


Pengaruh autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer

sehingga pengeluaran (dissipasion) panas menurun dan penderita merasa demam.

Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas

metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena

kurang adekuat penyalurannya kepermukaan, maka rasa demam bertambah pada

seorang penderita.
Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1 yang

disebut pirogen endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif,

makrofag dan sel sel yang mengalami cidera. Interleukin 1

tampaknyamenyebabkan panas dengan menghasilkan prostaglandin yang

merangsang hipotalamus. Apabila sunber interleukin 1dihilangkan (misalnya


setelah sistem imun berhasil mengatasi mikroorganisme), maka kadarnya akan

turun. Hal ini akan mengembalikan titik patokan suhu ke normal. Untuk jangka

waktu singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan

tersebut dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi.

Sebagai responnya hipotalamus akan merangsang berbagai respon misalnya

berkeringat untuk mendinginkan tubuh.


5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala demam antara lain :
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C 40 C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,

anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari

37,5 C - 40 C, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor

yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan,

menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik

atau umum (misal: sakit kepala veritigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat.

8. Phatway Febris
Agen infeksius Dehidrasi
Mediator inflamasi

Monosit/makrofag Tubuh Kehilangan Cairan

Sitokin pirogen penurunan cairan intrasel

Mempengaruhi Hipotalamus
Anterior

Aksi antipiretik Demam

Peningkatan evaporasi meningkatnya Ph kurang


Metabolik tubuh

MK: Resiko Defisit


Volume Cairan Kelemahan gangguan rasa Anoreksia
nyaman

MK: Intoleransi intake makanan


Aktivitas rewel berkurang

MK: Resiko gangguan


pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

MK: Kurang Pengetahuan cemas

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita demam yaitu:
a. Mengawasi kondisi klien (monitor suhu berkala 4-6 jam)
b. Berikan motivasi untuk minum banyak
c. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
d. Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha
e. Pemberian obat antipiretik
f. Pemberian antibiotic sesuai indikasi
10. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien demam menurut (Mansjoer, 2009) yaitu:
a. Pemeriksaan leukosit : pada kebanyakan kasus demam jumlah leukosit pada

sediaan darah tepi berada dalam batas normal, kadang-kadang terdapat

leukositosis walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh

karena itu pemeriksaan jumlah leukosit berguna untuk pemeriksaan demam.


b. Pemeriksaan SGOT (Serum glutamate Oksaloasetat Transaminase) dan

ISGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) SGOT SGPT sering

meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya demam, kenaikan

SGOT SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.


c. Uji widal : uji widal adalah suatu reaksi antigen dan antibody /agglutinin.

Agglutinin yang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam pasien.

Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang

sudah dimatikan dan telah diolah dilaboratorium. Maksud uji widal ini

adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang

disangak menderita demam typoid.


11. Komplikasi
1. Dehidrasi
Demam meningkatkan penguapan cairan tubuh.
2. Kejang demam
Jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada anak usia 6

bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya

sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan otak.
KONSEP ASUHAN DASAR KEPERAWATAN PADA FEBRIS

1. Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat

masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain

yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi,

nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.


e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain

yang pernah diderita oleh pasien).


f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain

yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik

atau tidak)
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
3. Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori
b. Sistem persyarafan: kesadaran
c. Sistem pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler
e. Sistem gastrointestinal
f. Sistem integument
g. Sistem perkemihan
4. Pada fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolism
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perseptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
6. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
b. Resiko kurang cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
d. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

anoreksia, mual muntah.

7. Intervensi
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam

diharapkan klien meningkatkan ambulan atau aktivitas


Kriteria hasil :
KU baik
akral hangat
sclera normal
conjungtiva normal
turgor kulit elastis

Intervensi

1. observasi kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan

otot
R/ menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12

mempengaruhi keamanan pasien/ resiko cidera


2. observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas
R/ manifestasi kardio pulmonal dr upaya jantung dan paru untuk

membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.


3. berikan lingkungan tenang batasi pengunjung dan kurangi suara bising,

pertahankan tirah baring bila di indikasikan


R/ meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen

tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.


4. anjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan dan

kelemahan,anjurkan pasien melakukan aktivitas


R/ meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan

memperbaiki tonus otot.


5. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi infuse dan

memberikan transfuse darah.


R/ mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat.
b. Resiko kurang cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24jam kebutuhan

cairan anak seimbang sesuai dengan Kebutuhan tubuh


Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan asupan cairan minimal 2000 ml per hari (kecuali ada

kontraindikasi)
Menjelaskan perlunya meningkatkan asupan cairan pada saat stress /

cuaca panas
Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal
Tidak menunjukan tanda- tanda dehidrasi

Intervensi

a. Kaji cairan yang disukai klien dalam batas diet


R/ Membuat klien lebih kooperatif
b. Rencanakan target pemberian asupan cairan untuk setiap sif, mis: siang 1000 ml.

Sore 800 ml dan malam 200 ml


R/ Mempermudah untuk memantauan kondisi klien
c. Kaji pemahaman klien tentang alas an mempertahankan hidrasi yang adekuat
R/ Pemahaman tentang alas an tersebut membantu klien dalam mengatasi

gangguan
d. Catat asupan dan haluaran Pantau asupan per oral, minimal 1500 ml/24 jam
R/ Untuk mengetahui perkembangan status kesehatan klien
e. Pantau haluaran cairan 1000- 1500 ml/24 jam. Pantau berat jenis urine
R/ Untuk mengontrol asupan klien
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan

klien tidak mengalami kecemasan


Kriteria hasil :
Kecemasan pada klien berkurang dari skala 3 menjadi skala 4
Intervensi

a. Mendengarkan penyebab kecemasan klien dengan penuh perhatian

R/ Klien dapat mengungkapkan penyebab kecemasannya sehingga

perawat dapat menentukan tingkat kecemasan klien dan menentukan

intervensi untuk klien selanjutnya.

b. Observasi tanda verbal dan non verbal dari kecemasan klien


R/ mengobservasi tanda verbal dan non verbal dari kecemasan klien dapat

mengetahui tingkat kecemasan yang klien alami.

c. Menganjurkan keluarga untuk tetap mendampingi klien

R/ Dukungan keluarga dapat memperkuat mekanisme koping klien

sehingga tingkat ansietasnya berkurang

d. Mengurangi atau menghilangkan rangsangan yang menyebabkan

kecemasan pada klien

R/ Pengurangan atau penghilangan rangsang penyebab kecemasan dapat

meningkatkan ketenangan pada klien dan mengurangi tingkat

kecemasannya

e. Meningkatkan pengetahuan klien mengenai glaucoma.

R/ Peningkatan pengetahuan tentang penyakit yang dialami klien dapat

membangun mekanisme koping klien terhadap kecemasan yang

dialaminya

f. Menginstruksikan klien untuk menggunakan tekhnik relaksasi

R/ tekhnik relaksasi yang diberikan pada klien dapat mengurangi ansietas


d. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

anoreksia, mual muntah.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan

pemenuhan nutrisi klien terpenuhi


Kriteria hasil :
Pemenuhan nutrisi klien terpenuhu
BB klien meningkat
IMT 18,5
Tidak terjadi mual muntah
Nafsu makan klien meningkat
Porsi makan klien habis

Intervensi

a. Kaji intake klien


R/ sebagai informasi dasar untuk perencanaan awal dan validasi data
b. Tingkatkan intake makan
R/ cara khusus untuk tingkatkan asupan makanan
c. Kurangi gangguan dari luar
R/ meningkatkan intake makanan
d. Sajikan makanan dalam kondisi hangat
R/ meningkatkan nafsu makan dan menghindari mual
e. Selingi makanan dengan minum
R/ memudahkan makanan masuk
f. Jaga kebersihan mulut pasien
R/ mulut yang bersih menngkatkan nafsu makan
g. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ mencegah mual
h. Kolaborasi dengan ahli gizi diet dan makanan ringan dengan tambahan

makanan yang disukai bila ada


R/ memberikan asupan diet yang tepat

Daftar Pustaka

Behrman, R. E. (1999). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 Edisi 15. Jakarta:

EGC.

Carpenito, Linda Jual (2002). Nursing Care Plan Dokumentation Nursing Diagnosis

and Colaboratif Problem. Edisi 2 Alih Bahasa Monika Ester Skp, Dkk, EGC:

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai