Anda di halaman 1dari 3

Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2016 sebesar 5,02 persen dinilai belum mampu

menurunkan tingkat ketimpangan sosial di Indonesia. Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS),
indeks gini (gini ratio) pada September 2016 yang tercatat 0394, hanya turun tipis dari Maret
2016 sebesar 0,408. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Dengan pertumbuhan
ekonomi maka terjadi kesenjangan antar kelompok atau daerah yang kaya dengan daerah yang
miskin. Saat ini kelompok atau daerah di Indonesia sebenarnya sama-sama semakin
meningkat, namun laju kecepatan kelompok yang kaya lebih cepat dibandingkan kelompok
miskin (Sukmawijaya, Angga. 2017)
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bekerja sama dengan
Oxfam menerbitkan laporan tentang ketimpangan di Indonesia "Menuju Indonesia yang Lebih
Setara." Dalam laporan ini, Indonesia memiliki tingkat ketimpangan terburuk ke-6 di dunia.
Direktur INFID, Sugeng Bahagijo mengatakan dalam laporannya, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi di Indonesia belum diimbangi dengan pembagian pendapatan yang lebih merata. Dalam 20
tahun terakhir kesenjangan antara kaum super kaya dan penduduk lainnya di Indonesia tumbuh
lebih cepat dibanding di negara lain di Asia Tenggara. faktanya kekayaan 4 orang terkaya di
Indonesia sama dengan gabungan kekayaan 100 juta orang temiskin. Besarnya pendapatan
tahunan dari kekayaan orang terkaya Indonesia cukup untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem
di Indonesia. Menurut Sugeng "Melebarnya kesenjangan antara kekayaan orang-orang super
kaya di Indonesia dan kelompok masyarakat lainnya adalah ancaman serius pada kesejahteraan
rakyat Indonesia ke depan. Kalau tidak diatasi, dapat menghambat langkah pemerintah
menurunkan kemiskinan".( Ariyanti, Fiki. 2017)
Badan Pusat Statistik mengeluarkan berita resmi pada 18 juli 2016 yang menunjukkan
pada bulan maret 2016 angka kemiskinan di Indonesia mencapai 28,01 juta jiwa atau 10,8% dari
jumlah total penduduk di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang relatif
rendah sehingga tidak bisa atau tidak mampu menyerap angkatan kerja yang berkualitas, ini yang
menimbulkan tingginya pengangguran yang membuat angka kemiskinan juga ikut membeludak.
Lalu pertumbuhan ekonomi yang lemah juga memberi dampak buruk bagi masyarakat sosial.
Pertumbuhan ekonomi yang rendah tidak mampu untuk menampung angkatan kerja yang masuk
ke pasar tenaga kerja, bisa jadi pihak industri atau perusahaan lebih memilih teknologi mesin.
Kesempatan kerja turun dan ini menjadi catatan penting bagi lembaga pemerintah yang harus
dicermati. Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah dinilai sangat mendukung
untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Dapat dibuktikan
UMKM menjadi program pemerintah yang mempilari perekonomian kokoh.
Pemerintah sadar bahwa sepenuhnya kebijakan dukungan tersebut mampu
mengkondisikan UKM Indonesia yang makmur. Maka UMKM dijadikan sebagai
pilar pertama perekonomian di Indonesia. Pemerintah akan terus
memperjuangkan dan mendukung terus program andalan Indonesia demi
kemakmuran masyarakat bangsa. (Brawijaya, Rizky. 2017)
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan pengusaha mikro, kecil
dan menengah yang ada di Tanah Air merupakan penggerak ekonomi terbesar di negara ini.
Menurut Rini Soemarno Kami melihat bahwa UMKM itu sebetulnya penggerak ekonomi yang
terbesar di Indonesia yang datanya pada saat ini kira kira sekitar 57 juta UMKM di seluruh
Indonesia, Tetapi kelemahannya kami perhatikan bahwa UMKM ini sulit naik kelas, jadi
usahanya ya itu-itu saja, pasarnya itu-itu saja, tidak bisa berkembang dan tidak bisa makin
membesar Selain itu juga harus bisa melakukan fungsinya sebagai agen pembangunan,
membantu masyarakat luas yang masih membutuhkan dukungan untuk dapat meningkatkan
keadaan ekonominya tersebut terutama untuk UMKM (Tempo Co, 2017)
Namun, 80 persen dari UMKM gagal di 2 tahun pertama, berarti hanya 20 persen yang
berhasil selamat di 2 tahun pertama.. Salah satu penyebab utama dari sebuah kegagalan usaha
adalah menjual barang dengan harga lebih murah dari para pesaing karena takut kalah bersaing
dengan perusahan lain, bahkan banyak perusahaan menjual di bawah harga pokok. Sampai
kapanpun juga bila sebuah perusahaan mulai berperang harga dengan para pesaingnya, sangat
sulit untuk memperoleh keuntungan yang memadai. (Afandy, Totong. 2015)
Penentuan harga jual produk dan jasa bukan hanya kebijakan pemasaran atau keuangan,
melainkan kebijakan yang berkaitan dengan seluruh aspek kegiatan perusahaan. Suatu jenis
produk dan jasa yang dihasilkan oleh banyak perusahaan barangkali dalam penentuan harga
jualnya tidak banyak dijumpai masalah. Dalam keadaan tersebut pada umumnya masing-masing
perusahaan tidak dapat secara langsung mempengaruhi tinggi rendahnya harga jual rpoduk atau
jasa yang dihasilkannya. Harga jual lebih banyak ditentukan oleh kekuatan antara permintaan
dan penawaran produk atau jasa tersebut dipasaran. Sebaliknya, bagi perusahaan yang
dihadapkan pada pada masalah bagaimana menentukan harrga jual produk atau jasa yang
dihasilkannya. Dalam jangka panjang harga jual produk atau jasa yang ditetapkan harus mampu
menutup semua biaya perusahaan dan menghasilkan laba bagi perusahaan. (Halim dan Supomo,
2001:197)
Satu-satunya factor yang memiliki kepastian relatif tinggi yang berpengaruh
dalam penentuan harga jual adalah biaya. Biaya memberikan informasi batas
bawah suatu harga jual harus ditentukan. Di bawah biaya penuh produk dan jasa
harga jual akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Kerugian yang timbul
akibat harga jual di bawah biaya produk atau jasa dalam jangka waktu tertentu
mengakibatkan perusahaan akan mengalami kerugian dan mengganggu
pertumbuhan perusahaan. Maka sebelumnya harus diketahui jumlah penjualannya.
Dengan demikian manajer sebagai penentu harga jual senantiasa memerlukan
informasi biaya produk atau jasa dalam pengambilan keputusan penentuan harga
jual, karenannya sangatlah penting memperhitungkan biaya produksi dan
menetapkan harga jual produk dengan tepat untuk memberikan perlindungan bagi
perusahaan dari kemungkinan kerugian. Biaya sebagai penurunan gross dalam
asset atau kenaikan gross dalam kewajiban yang diakui dan dinilai menurut prinsip
akuntansi yang diterima yang berasal dari kegiatan lainnya yang merupakan
kegiatan utama perusahaan (Harahap, 2007)
Kemampuan perusahaan dalam menetapkan biaya produksi yang tepat akan
mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh. Biaya produksi memiliki hubungan yang
negatif dengan laba. Jika terjadi peningkatan biaya produksi sementara hasil
penjualan tetap maka laba turun dan sebaliknya apabla terjadi penurunan biaya
produksi sementara hasil penjualan tetap maka laba naik. Biaya produksi sementara
hasil penjualan tetap maka laba naik. Biaya produksi merupakan biaya yang terjadi
untuk mengolah bahan baku menjadi produk yang siap untuk dijual. (Mulyadi. 2012)
Supriyono
Harahap

Anda mungkin juga menyukai