Edema didefinisikan sebagai peningkatan volume cairan interstitial yang tampak secara
klinis. Peningkatan volume ini dapat mencapai beberapa liter sebelum kelainan tampak.
Karena itu, penambahan berat badan beberapa kilogram biasanya mendahului manifestasi
edema, dan diuresis dapat menginduksi kehilangan berat badan dalam jumlah yang sama
pada pasien edema ringan sebelum mencapai berat badan kering. Asites dan hidrotoraks
diartikan sebagai akumulasi cairan berlebihan dalam rongga peritoneum dan rongga pleura.
Kedua keadaan ini dianggap sebagai bentuk khusus dari edema. Anasarka adalah edema
seluruh tubuh yang tampak mencolok.
Menurut penyebab dan mekanisme terjadinya, edema dapat terlokalisir atau generalisata.
Edema tampak sebagai bengkak di wajah, biasanya tampak paling jelas di daerah periorbital,
dan adanya indentasi kulit setelah penekanan, hal ini dikenal sebagai pitting edema. Edema
dapat juga dideteksi dari keluhan pasien, misalnya cincin yang menjadi sempit, atau kesulitan
memakai sepatu.
Apabila obstruksi vena dan limfatik terjadi pada sebelah ekstremitas, cairan akan
terakumulasi dalam interstitial, sehingga mengurangi volume plasma. Volume plasma yang
berkurang akan merangsang retensi garam dan air sampai defisist volume plasma terkoreksi.
Pada ekstremitas yang terkena akan terjadi regangan jaringan sampai keseimbangan hukum
Starling dapat dicapai, di mana tidak terjadi lagi akumulasi cairan. Efek yang terjadi adalah
peningkatan volume cairan interstitial lokal. Keadaan yang sama terjadi pada asites dan
hidrotoraks, di mana cairan terjebak atau terakumulasi di dalam kavitas, mengurangi volume
intravaskuler, dan menyebabkan retensi garam dan air sekunder.
Pengosongan ventrikel yang tidak komplit (gagal jantung sistolik) dan/atau relaksasi ventrikel
yang tidak adekuat (gagal jantung diastolik), keduanya akan menyebabkan peningkatan
tekanan diastolik ventrikel. Jika gangguan jantung melibatkan ventrikel kanan, tekanan dalam
vena sistemik dan kapiler dapat meningkat, akibatnya akan mendorong transudasi cairan ke
dalam ruang interstitial dan memperburuk edema perifer. Peningkatan tekanan vena sistemik
diteruskan ke duktus torasikus dengan konsekuensi terjadinya penurunan drainase limfatik
dan akhirnya meningkatkan akumulasi edema.
Apabila gangguan fungsi jantung melibatkan ventrikel kiri, maka tekanan vena pulmonalis
dan kapiler meningkat, begitu juga dengan tekanan arteri pulmonalis. Keadan ini selanjutnya
akan mempengaruhi diastolik ventrikel kanan dan tekanan vena sentral serta sistemik,
sehingga menyebabkan pembentukan edema perifer. Edema paru-paru mengganggu
pertukaran gas sehingga dapat menginduksi hipoksia yang akan memperburuk fungsi jantung
lebih jauh lagi.
Perubahan primer pada kelainan ini adalah menurunya tekanan onkotik koloid yang
disebabkan oleh hilangnya protein secara masif melalui urin. Hal ini mendorong perpindahan
cairan ke dalam interstitial, menyebabkan hipovolemia, dan mencetuskan pembentukan
edema sebagai konsekuensi dari berbagai peristiwa di atas, termasuk aktivasi sistem RAA.
Dengan adanya hipoalbuminemia berat dan penurunan tekanan onkotik koloid, maka retensi
garam dan air dalam kompartemen vaskuler tidak dapat dipertahankan, akibatnya terjadi
penurunan colume darah arteri total dan efektif, sehingga stimulus untuk terjadinya retensi
garam dan air tidak dapat dikurangi. Peristiwa serupa terjadi pada keadaan lain yang
menyebabkan hipoalbuminemia berat, termasuk defisiensi nutrisi berat, enteropati yang
disertai kehilangan protein, hipoalbuminemia kongenital, dan penyakit hati kronis yang berat.
Namun, pada sindroma nefrotik, yang berperan dalam pembentukan edema adalah gangguan
ekskresi natrium di ginjal, walaupun tidak terjadi hipoalbuminemia berat.
Sirosis
Kelaianan ini ditandai dengan adanya hambatan aliran vena hepatik, yang selanjutnya
menyebabkan ekspansi volume darah splanknik dan meningkatkan pembentukan limf
hepatik. Hipertensi intrahepatik yang terjadi bekerja sebagai stimulus poten terhadap retensi
natrium dalam ginjal dan mungkin terhadap vasodilatasi sistemik serta penurunan volume
darah arteri efektif. Perubahan-perubahan ini seringkali disertai komplikasi berupa
hipoalbuminemia sekunder untuk mengurangi sintesis di hepar, yang akan menurunakan
volumedarah arteri efektif lebih jauh lagi. Akibatnya terjadiaktivasi sistem RAA oleh saraf
simpatis renal dan mekanisme retensi garam dan air lainnya. Konsentrasi aldosteron dalam
sirkulasi meningkat akibat kegagalan fungsi hati dalam metabolisme hormon ini. Pada
mulanya, kelebihan cairan interstitial terlokalisir di bagian hulu dari kongesti sistem vena
porta dan sumbatan limfatik hati, yaitu di rongga peritoneum. Pada tingkat lanjut, khususnya
jika telah terjadi hipoalbuminemia berat, dapat terbentuk edema perifer. Produksi
prostaglandin yang berlebihan pada sirosis akan mengurangi retensi natrium. Apabila sintesis
prostaglandin tersebut dihambat oleh agen antiinflamasi nonsteroid, akan terjadi penurunan
fungsi ginjal sehingga retensi natrium akan meningkat.
Edema Idiopatik
Sindroma ini, yang sebagian besar timbul pada wanita, ditandai dengan episode edema
periodik (tidak berhubungan dengan siklus haid), seringkali disertai dengan distensi
abdomen. Perubahan berat badan diurnal terjadi akibat retensi ortostatik garam dan air,
sehingga berat badan penderita bertambah beberapa gram setelah berada dalam posisi tegak
selama beberapa jam. Adanya perubahan berat diurnal yang besar pada berat badan diduga
akibat peningakatan permeabilitas kapiler yang tampaknya berfluktuasi dalam derajat dan
diperberat dengan cuaca panas. Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa terjadi
reduksi volume plasma pada kondisi ini disertai dengan aktivasi sekunder sistem RAA dan
gagalnya supresi pelepasan AVP. Edema idiopatik harus dibedakan dari edema siklikal atau
premenstrual, di mana retensi garam dan air yang terjadi mungkin sekunder akibat stimulasi
estrogen berlebihan. Terdapat juga beberapa kasus di mana edema yang terjadi tampaknya
diinduksi oleh diuretik. Konsumsi diuretik secara kronis akan sedikit menurunkan volume
darah sehingga menyebabkan hiperreninemia dan hiperplasia jukstaglomerulus. Sedangkan
efek langsung dari diuretik adalah kompensasi berlebihan dari mekanisme retensi garam,
sehingga bila konsumsi diuretik dihentikan tiba-tiba, kekuatan untuk melawan retensi garam
akah hilang, terjadi retensi cairan, akhirnya terbentuk edema. Telah dilaporkan terjadinya
penurunan aktivitas dopamin dan kalikrein urin, serta eksresi kinin dalam kondisi tersebut,
dan mungkin berperan penting dalam patogenesis.
DIAGNOSIS BANDING
Edema terlokalisir biasanya dapat segera dibedakan dari edema generalisata. Sebagian besar
edema generalisata diderita oleh pasien dengan gangguan jantung, ginjal, hati, atau
nutrisional tingkat lanjut.
Edema Terlokalisir
Edema akibat inflamasi atau hipersensitivitas biasanya dapat segera diidentifikasi. Edema
terlokalisir yang berhubungan dengan obstruksi vena atau limfatik dapat disebabkan oleh
tromboflebitis, limfangitis kronis, reseksi nodus limfatikus regional, filariasis, dll. Limfedema
secara khusus dapat dikenali, karena restriksi aliran limfatik akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein dalam cairan interstitial, suatu keadaan yang memperberat retensi cairan.
Adanya penyakit jantung, yang dimanifestasikan dengan pembesaran jantung dan iirama
gallop, bersama dengan adanya bukti-bukti gagal jantung seperti dipnea, rale basiler, distensi
vena, dan hepatomegali, biasanya merupakan indikasi bahwa edema berasal dari gagal
jantung.
Sindroma nefrotik ditandai dengan proteinuria yang menonjol (>3,5 g/dL), hipoalbuminemia
(<3,0 g/L), dan pada beberapa keadaan terdapat hiperkolesterolemia. Sindroma ini dapat
timbul dalam berbagai penyakit ginjal, termasuk glomerulonefritis, glomerulosklerosis
diabetik, dan reaksi hipersensitivitas.
Edema yang timbul pada fase akut glomerulonefritis secara khas ditandai dengan hematuria,
proteinuria, dan hipertensi. Walaupun beberapa bukti memperkuat pendapat bahwa retensi
cairan disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler, namun pada sebagian besar kasus
edema berasal dari retensi primer garam dan air oleh ginjal sebagai konsekuensi dari
insufisiensi ginjal. Keadaan ini berbeda dengan gagal jantung kongestif yang ditandai dengan
curah jantung normal (bahkan kadangkala meningkat) dan perbedaan oksigen arterial-mixed
venous yang normal. Hasil rontgen dada pasien dengan edema akibat gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya kongesti paru-paru sebelum pembesaran jantung terjadi secara
signifikan. Namun biasanya tidak terdapat ortopnea. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal
kronis juga dapat mengalami edema akibat retensi primer garam dan air.
Edema pada Sirosis
Terdapatnya asites dan bukti-bukti klinis maupun biokimiawi atas penyakit hati merupakan
karakteristik edema yang berasal dari penyakit hati. Asites seringkali refrakter terhadap terapi
karena disebabkan oleh kombinasi antara obstruksi drainase limfatik hati, hipertensi portal,
dan hipoalbuminemia. Edema dapat juga timbul di bagian tubuh yang lain sebagai akibat dari
hipoalbuminemia. Akumulasi cairan asites dalam jumlah tertentu dapat meningkatkan
tekanan intraabdomen dan mengganggu aliran balik vena dari ekstremitas bawah, akibatnya
terjadi edema di daerah ini.
Edema Nutrisional
Defisiensi protein dalam diet dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
hipoproteinemia dan edema. Edema dapat diperberat dengan timbulnya penyakit jantung
beriberi, yang juga nutrisional, di mana fistula arteriovenous perifer yang terjadi
menyebabkan penurunan perfusi sistemik efektif dan volume darah arteri efektif. Edema
sebenarnya dapat memburuk apabila pasien langsung diberi diet yang adekuat. Konsumsi
makanan yan glebih dari biasanya dapat meningkatkan kadar garam dalam tubuh, yang
nantinya akan diretensi bersama air. Suatu keadaan yang disebut refeeding edema
dihubungkan dengan peningkatan pelepasan insulin, yang secara langsung meningkatan
reabsorpsi natirum di tubulus. Selain hipoalbuminemia, hipokalemia dan defisiensi kalori
dapat menyebabkan edema nutrisional.
Penyebab lain edema termasuk hipotiroidisme, di mana edema (myxedema) secara khas
berlokasi di daerah pretibia dan dapat disertai dengan sembab di periorbital.
Hiperadrenokortisme eksogen, kehamilan, dan konsumsi estrogen serta vasodilator,
khususnya antagonis kalsium (nifedipin), juga dapat menyebabkan edema.
Distribusi Edema
Distribusi edema merupakan penuntun yang penting dalam menentukan penyebab edema.
Edema yang terbatas pada satu tungkai atau sebelah atau kedua lengan biasanya akibat
obstruksi vena dan/atau limfatik. Edema yang disebabkan oleh hipoproteinemia mempunyai
karakteristik generalisata, tapi biasanya tampak lebih menonjol di kelopak mata dan wajah,
terutama pada pagi hari akibat posisi berbaring selama malam hari sebelumnya. Penyebab
edema fasial yang lebih jarang adalah trichinosis, reaksi alergi, dan myxedema. Di lain pihak,
edema yang berhubungan dengan gagal jantung cenderung lebih menonjol di tungkai dan
tampak semakin besar di malam hari. Apabila pasien gagal jantung menjalani tirah baring,
edema tampak paling menonjol di daerah presacral. Edema unilateral biasanya berasal dari
lesi di sistem saraf pusat yang berdampak pada serat vasomotor pada salah satu sisi tubuh.
Paralisis juga menurunkan drainase limfatik dan vena pada sisi tubuh yang terkena.
Pertanyaan penting yang harus ditanyakan pertama kali adalah apakah edema terlokalisir atau
generalisata. Hidrotoraks dan asites merupakan bentuk edema terlokalisir. Keduanya dapat
merupakan konsekuensi dari obstruksi vena atau limfatik lokal, seperti pada penyakit
inflamasi atau neoplasma.
Apabila edema terjadi generalisata, yang harus ditentukan pertama kali adalah : apakah
terdapat hipoalbuminemia yang serius, misanya serum albumin < 2,5 gr/L. Jika ada, maka
anamnesis, pemeriksaan fisik, urinalisis, dan data laboratorium lainnya akan membantu
dalam evaluasi penyakit yang mendasari seperti sirosis, malnutrisi berat, gastroenteropati
dengan kehilangan protein, atau sindroma nefrotik. Apabila tidak terdapat hipoalbuminemia,
harus ditentukan apakah ada bukti gagal jantung kongestif sebagai pencetus edema
generalisata. Akhirnya, harus ditentukan apakah pasien mengeluarkan urine dalam jumlah
adekuat, atau apakah terdapat oliguria yang signifikan, atau bahkan anuria.
www.dragung.com
Tatalaksana Sindroma Nefrotik
Tujuan utama adalah mencegah terjadinya komplikasi & perkembangan ke arah gagal
ginjal, pada glomerulonefritis sekunder penanganan utama adalah mengatasi/mengurangi
agen penyebab/mengatasi penyakit sistemik yang mempengaruhi
PRINSIP PENGOBATAN
Patofisologi Pengobatan
Kerusakan glomerulus Imunnosupresif; siklosporin
Antikoagulan; heparin/warvarin
Anti agregasi trombosit; aspirin
Kehilangan protein Diet protein 1-2 gram/kgBB/hari
Hipoalbuminemia & penurunan tekanan Infuse albumin 20-25% dengan dosis 1
onkotik g/kgBB dalam 2-4 jam
sekresi aldosteron Diuretik spironlakton 2-4 mg/kgBB/hari
Retensi Na dan air Diuretik furosemid 1 mg/kgBB
Diet rendah garam dgn batasi asupan Na
sampai 1 gram/hari
Kontrol infeksi Antibiotik
kolesterol darah Hidroximethyl glutaryl co-enzim A (HMG
co-A Reduktase)
- Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan Na sampai 1 gram/hari, secara
praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan
yang diasinkan. Diet protein 1-2 gram/kgBB/hari
- Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB, bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema
refrakter, dapat digunakan HCT 1-2 mg/kgbb/hari. Selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemia,alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravaskular berat.
- Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (International Study Of Kidney Disease In
Children); prednison dosis penuh: 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari
(maximal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40
mg/kgBB/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-
turut dalam seminggu (intermitten dose) atau selang hari(alternating dose)selama 4 minggu
kemudian dihentikan tanpa trapping off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis
penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dosis
diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid, lakukan
biopsi ginjal. 1
- Obat-obatan yang sering digunakan pada yang resisten steroid
Siklofosfamid (CPA)
Pengamatan selama 5 tahun pada pemberian secara oral siklofosfamid (2-3mg/kgBB/hari)
dan prednison (1mg/kgBB secara alternating day) selama 8-12 minggu dapat terjadi remisi
pada 69% pasien dengan SNRS. Pemberian siklofosfamid secara intravena sebulan sekali
juga efektif tetapi apakah mempunyai kelebihan daripada pemberian secara oral masih belum
jelas.
Siklosporin A (CsA)
Siklosporin A (CsA) merupakan obat pengganti steroid yang efektif dan aman dalam
pengobatan sindrom nefrotik. Mekanisme kerja CsA adalah menghambat produksi IL-2.
Angka respon terhadap pemberian CsA saja sebesar 30%, sedangkan dengan
pemberianCsA yang dikombinasi dengan steroid sebesar 40-50%.
Metilprednisolon pulse
Protokol pengobatan dengan metilprednisolon pulse bersamaan dengan prednison atau
siklofosfamid oral, dapat memberikan remisi total pada pasien dengan SNRS kelainan
minimal atau GSFS. Protokol pengobatan metilprednisolon pulse tersebut dikenal sebagai
protokol Mendoza. 2
- Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi
- Punksi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.1
Referensi :
1. Mansjoer Arif, dkk. Sindroma Nefrotik. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.III. jilid 2.
Jakarta: 2001. h. 488-9
2. Materi Kuliah dr. Vivianty Hartono Sp. A
(http://irapanussa.blogspot.com/2012/10/tatalaksana-sindroma-nefrotik.html)
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
1.Pemeriksaan Fisik meliputi (a) inspeksi, (b) palpasi, (c) perkusi dan (d)
auskultasi.Pemeriksaan Inspeksi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat secara rinci dan sistematis keadaan tubuh pasien. Palpasi yaitu suatu pemeriksaan
yang dilakukan dengan cara meraba terhadap keadaan tubuh yang terlihat tidak normal.
Perkusi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk guna memperoleh
suara hasil ketukan tersebut terhadap rongga tubuh yang perlu diketahui
keadaannya.Sedangkan Auskultasi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara-suara dalam rongga tubuh dengan menggunakan stetoskop.
Untuk memberi kejelasan dan kepastian tentang kesungguhan penyakit yangdiderita oleh pasien
Untuk memudahkan dokter dalam melakukan diagnosis(Intisari Buku Ajar Diagnostik Fisik, Swartz) A g a r
dokter ma mpu me mperkuat hasil hasil pe meriksaan sebelu mn ya
danm e n g e t a h u i p e r u b a h a n p e r u b a h a n f u n g s i o n a l a t a u s t r u t u r a l y a n g
s u d a h ditunjukkan oleh riwayat sakit pasien (Sumber : Buku Pengantar Ilmu
kedokteranKlinis oleh Horrison Braundwald)
Kapan pemeriksaan penunjang dilakukan:Pemeriksaan lanjutan dilakukan ketika data medis yang
mendukung dalampemeriksaan fisik dirasa kurang.(Intisari Buku Ajar Diagnostik Fisik, Swartz)Cara
penyampaikan informasi dalam informed consent ?
Manfaatnya
M e m a s t i k a n b a h w a p a s i e n m e n g e r t i a p a y a n g t e l a h d i j e l a s k a n kepadanya (harus
diperhitungkan tingkat kapasitas intelektualnya)
Proses itu kemudian harus didokumentasikan.(Guswandi, 2004, Informed Consent, Jakarta :Balai
Penerbit FK UI Jakarta)Pengertian Informed consent:suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari
pasien yang diberikandengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter danyang
sudah dimengertinya.
i.
(J. Guwandi, S.H. 2003. Informed consent & refusal consent. Jakarta:Balai penerbit FKUI) ii.suatu
izin (consent) /pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah
mendapatkaninformasi dari dokter dan yang sudah dimengertinya.
(sumber: inforned consent dan refiuse consent e:3
Tujuan Informed consent:
Memberi perlindungan pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnyatidak diperlukan dan secara
medis tidak ada dasar pembenarannya yangdilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya
Memberi perlindungan hokum kepada dokter terhadap suatu kegagalandan bersifat negative, karena
prosedur medik modern tidak tanpa risikodan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu risiko.(J.
Guwandi, S.H. : informed consent & refusal consent)Tujuan Informed consent:
Memberi perlindungan pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnyatidak diperlukan dan secara
medis tidak ada dasar pembenarannya yangdilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya
Pelayanan Pemeriksaan Penunjang
Prosedur Pelayanan Pemeriksaan Penunjang
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien
secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital
atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama
kali.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan
masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi
Sartika, 2010)
1. Inspeksi
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna,
bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah
inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu
dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
4. Auskultasi
a. Kontrol infeksi
b. Kontrol lingkungan
5. Efisiensi
6. Dokumentasi
2.4. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
a. Alat
b. Lingkungan
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
A) Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan
pasang handschoen bila di perlukan
3. Jenis kelamin
5. Tahapan perkembangan
3. Nadi
mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4. Pernafasan
c) Kedalaman: dalam/dangkal
didapat.
Tujuan
Persiapan
Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan kulit\
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
b. Pemeriksaan kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger),
tidak ikterik/sianosis.
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
1. Pemeriksaan kepala
Tujuan
Persiapan alat
a) Lampu
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak,
kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi
rambut.
2. Pemeriksaan wajah
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
3. Pemeriksaan mata
Tujuan
Persiapan alat
a) Senter Kecil
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan
sclera berwarna putih.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis
dekat.
Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka
pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter
kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa
membaca hitungan/60.
Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta
untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai
visus oculi dextranya 1/300).
Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka
pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar
(Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui
cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya
x/y artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan
orang normal dapat melihat sejauh y meter.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang
atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan
untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot
-otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi
otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.
Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu
(menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau
dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau
tersembunyi akan terlihat.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal)
kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan EXOPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal)
luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti
terdapat kelainan ESOPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior)
kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti
terdapat kelainan HYPERPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior)
kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan HYPORPHORIA.
Jarak pemeriksaan :
Penutup/Occluder
Prosedur Pemeriksaan :
1. Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika
objek jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
4. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal)
kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar
D)
5. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal)
luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti
terdapat kelainan ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan dengan inisial = E
(gambar C)
6. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior)
kearah bawah (inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti
terdapat kelainan HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial
= X (gambar E)
7. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior)
kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial = X
(gambar F)
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi
pendengaran.
Persiapan Alat
b) Garpu tala
c) Speculum telinga
d) Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama
dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
a. Pemeriksaan Rinne
1. Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari
tangan yang berlawanan.
4. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-
2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
b. Pemeriksaan Webber
1. Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang
berlawanan.
3. Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga
atau lebih jelas pada salah satu telinga.
Tujuan
Persiapan Alat
a) Spekulum hidung
b) Senter kecil
c) Lampu penerang
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,
hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi,
tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak
ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum
deviasi)
setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
Tujuan
Persiapan Alat
a) Senter kecil
b) Sudip lidah
d) Kasa
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan
stomatitis
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di
rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai
tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di
ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam
tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi
tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan
berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan
berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi
berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan
berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30
bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah)
setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
7 Pemeriksaan leher
Tujuan
Persiapan Alat
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris,
tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada
pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
Cara/prosedur:
A) System pernafasan
Tujuan :
Persiapan alat
a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis,
tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan
satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (dug dug dug), jika bagian padat lebih daripada bagian
udara=pekak (bleg bleg bleg), jika bagian udara lebih besar dari bagian
padat=hiperesonan (deng deng deng), batas jantung=bunyi rensonan----
hilang>>redup.
B) System kardiovaskuler
Tujuan
Persiapan alat
a) Stetoskop
b) Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
Palpasi: denyutan
Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke
tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid
sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell
dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak
ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
Tujuan
a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan
payudara
Persiapan alat
Prosedur pelaksanaan
Tujuan
Persiapan
b) Stetoskop
c) Penggaris kecil
d) Pensil gambar
e) Bntal kecil
f) Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan
dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa,
karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan
nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
dan penumpukan cairan
Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
Tujuan :
Alat :
1. Meteran
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot
penuh.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
Tujuan:
Alat :
2. Sarung tangan
Pemeriksaan rectum
Tujuan :
2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
Alat :
2. Zat pelumas
Prosedur Pelaksanaan
1. Wanita:
Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada
pengeluaran pus atau darah
Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan
testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
2.6. Evaluasi
2.7. Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki
format khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat
meninjau semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga
seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data
tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
2. Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi oleh perawat.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang
baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada
klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi
pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut,
baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk
untuk menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk
proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan
keperawatan.
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Admit. Pemeriksaan Fisik. http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-
fisik/( online)
Jakarta. EGC
September 2010
Publishing.