PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Melakukan proses pencelupan pada kain campuran poliester dan kapas dengan zat warna
Dispersi-Reaktif menggunakan metode kontinyu dengan baik dan benar.
1.2. Tujuan
Dapat mengetahui prinsip dasar dalam proses pencelupan pada kain campuran.
Mengetahui dan terampil dalam melakukan proses pencelupan kain campuran
menggunakan metode kontinyu.
Dapat membandingkan hasil celup dari jenis zat warna yang divariasikan.
Mengetahui pengaruh dari variasi pH pada kain campuran.
Mengetahui pengaruh dari variasi penggunaan jenis zat warna pada kain campuran
yang dihasilkan.
Mengetahui pengaruh dari variasi penggunaan proses fiksasi pada kain campuran
yang dihasilkan.
BAB II
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
TEORI DASAR
Bahan bahan yang terbuat dari serat poliester merupakan bahan yang memiliki sifat
sifat yang baik seperti kekuatan tinggi, daya tahan abrasi yang baik, sifat cuci pakai yang
baik, dan lipatan yang lama. Sifat sifat yang baik dari serat poliester tersebut akan lebih
baik lagi jika dicampur dengan serat selulosa pada kondisi tertentu. Serat selulosa yang
dicampur dengan serat poliester ini akan memberikan bahan campuran dengan sifat yang
baik, diantaranya : Rasa yang nyaman dalam pemakaian.
Serat kapas merupakan serat alam yang banyak dipakai dalam pembuatan pakaian.
Karena sifatnya yang nyaman dipakai maka serat kapas menjadi komoditi yang bernilai
ekonomis untuk industri pertekstilan. Artikel ini akan memberikan kita pengetahuan tentang
seluk beluk kapas.
Serat kapas tumbuh menutupi seluruh permukaan biji kapas. Dalam tiap-tiap buah
terdapat 20 biji kapas atau lebih. Serat mulai tumbuh pada saat tanaman berbunga dan
merupakan pemanjangan sebuah sel tunggal dari epidermis atau selaput luar biji. Sel
membesar sampai diameter maksimum dan kemudian sel yang berbentuk silinder tersebut
tumbuh yang mencapai panjang maksimum. Pada saat itu serat merupakan sel yang sangat
panjang dengan dinding tipis yang menutup protoplesma dan inti. Pada saat yang sama
dengan tumbuhnya serat, tumbuh juga serat-serat yang sangat pendek dan kasar yang disebut
linter. Lima belas sampai delapan belas hari berikutnya mulai masa pendewasaan serat,
dimana dinding sel makin tebal dengan terbentuknya lapisan-lapisan selulosa dibagian dalam
dinding yang asli.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Dinding yang asli disebut dinding primer dan dinding yang menebal pada waktu
pendewasaan disebut dinding sekunder. Pertumbuhan dinding sekunder tersebut berlangsung
terus sampai hari ke 45 sampai hari ke 75 atau satu dua hari sebelum buah terbuka. Pada
waktu serat dewasa, agar sel serat tetap bertahan dalam lapisan epidermis. Serat selama
pertumbuhan berbentuk silinder dan diameternya kurang lebih sama di bagian tengah serat,
agak membesar dibagian dasar dan mengecil kearah ujungnya. Ketika buah kapas terbuka
uap air yang ada di dalam menguap, sehingga serat tidak berbentuk silinder lagi.
Sifat Fisika
1. Warna Kapas
Warna kapas pada umumnya sedikit krem. Beberapa kapas yang seratnya panjang,
warnanya lebih krem dari pada jenis kapas yang serat-seratnya lebih pendek. Warna krem
ini disebabkan oleh pengaruh cuaca yang lama, debu atau kotoran. Tumbuhnya jamur
pada kapas sebelum pemetikan menyebabkan warna putih kebiru-biruan yang tidak bisa
dihilangkan dalam pengelantangan.
2. Kekuatan
Kekuatan serat kapas sangat dipengaruhi oleh kadar selulosa yang dikandungnya. Dalam
keadaan basah serat kapas akan memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan
serat ketika dalam keadaan kering. Hal ini disebabkan karena dalam keadaan basah, serat
akan menggelembung sehingga berbentuk silinder yang akan menyebabkan berkurangnya
bagian-bagian serat yang terpuntir, dalam kondisi seperti ini distribusi tegangan akan
diterima di sepanjang serat secara lebih merata. Kekuatan serat kapas dalam keadaan
kering berkisar 3,2 5,2 g/denier dan dalam keadaan basah lebih tinggi lagi.
3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi di antara serat-serat selulosa alam yang
lainnya. Mulur serat kapas berkisar antara 4 13% tergantung dari jenis serat kapasnya
dan rata-rata mulurnya adalah 7%.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
4. Moisture Regain
Serat kapas memiliki afinitas yang besar terhadap air, dan air memiliki pengaruh yang
nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat kering bersifat kasar, rapuh dan
kekuatannya rendah. Moisture Regain (MR) serat kapas bervariasi sesuai dengan
perubahan kelembaban relatif tertentu. MR kapas pada kondisi standar berkisar antara 7
8,5%.
Sifat Kimia
1) Pengaruh asam
Selulosa tahan terhadap asam lemah, sedangkan terhadap asam kuat akan menyebabkan
kerusakan. Asam kuat akan menghidrolisa selulosa yang mengambil tempat pada
jembatan oksigen penghubung sehingga terjadi pemutusan rantai molekul selulosa
(hidroselulosa). Rantai molekul menjadi lebih pendek dan menyebabkan penurunan
kekuatan tarik.
2) Pengaruh alkali
Alkali mempunyai pengaruh pada kapas. Alkali kuat pada suhu rendah akan
menggelembungkan serat kapas seperti yang terjadi pada proses merserisasi, sedangkan
pada suhu didih air dan dengan adanya oksigen dalam udara akan menyebabkan
terjadinya oksiselulosa.
3) Pengaruh panas
Serat kapas tidak memperlihatkan perubahan kekuatan bila dipanaskan pada suhu 120 OC
selama 5 jam, tapi pada suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan kekuatan.
Serat kapas kekuatannya hampir hilang jika dipanaskan pada suhu 240OC.
4) Pengaruh oksidator
Oksidator dapat mengoksidasi selulosa sehingga terjadi oksiselulosa, rantai molekul
selulosa terputus dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya oksiselulosa lanjutan yang
mengubah gugus aldehid menjadi gugus karboksilat. Pada oksidasi sederhana dalam
suasana asam tidak terjadi pemutusan rantai, hanya terjadi pembukaan cincin glukosa.
Pengerjaan lebih lanjut dengan alkali akan mengakibatkan pemutusan rantai molekul
sehingga kekuatan tarik akan turun. Oksiselulosa terjadi pada proses pengelantangan yang
berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama pada suhu
diatas 140OC.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Serat poliester merupakan serat sintetis yang banyak digunakan dalam industri
khususnya industri tekstil kerena sifatnya yang mudah, murah dan dapat diproduksi dalam
jumlah banyak. Kelebihan dan kekurangan dari serat polyester ini akan dapat dioptimalkan
dengan mencampurnya dengan serat serat alam atau serat sintetis lainnya, sehingga
menambah nilai daya guna. Serat poliester mempunyai sifat hidrofob sehingga untuk
mencelupnya harus menggunakan zat warna yang tepat.
Zat warna yang biasa digunakan adalah zat warna dispersi. Zat warna dispersi mula-
mula diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh dalam bentuk
bubuk. Efektifitas pemakaiannya harus menggunakan zat pembantu sehingga dari segi
ekonomisnya harus diperhitungkan.
Sifat Fisika
Kekuatan mulur
Terylene mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,5 gram/denier dan 25% sampai 75
gram/denier dan 7,5 bergantung pada jenisnya. Sedangkan dacron mempunyai
kekuatan dan mulur dari 4,0 gram/denier dan 40% sampai 6,9 gram/denier dan 11%.
Kekuatan dan mulur dalam keadaan basahnya sama dengan dalam keadaan keringnya.
Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehinga kain poliester tahan kusut. Jika
benang poliester ditarik dan kemudian dilepaskan pemulihan yang terjadi dalam 1
menit adalah sebagai berikut;
Penarikan 2 % .. pulih 97 %
Penarikan 4 % .. pulih 90 %
Penarikan 8 % .. pulih 80 %
Moisture regain
Dalam kondisi standar yaitu suhu 70oC dengan RH 65%, moisture regain poliester
hanya 0,4%. Sedangkan dalam kelembaban relatif 100%, moisture regainya hanya 0,6
s/d 0,8 %.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
dan tidak menguning pada suhu tinggi. Seperti serat tekstil lainnya, poliester juga
berkurang kekuatannya terhadap penyinaran yang lama tetapi tahan sinarnya masih
cukup baik dibanding dengan serat lain. Di balik kaca tahan sinar poliester lebih baik
dari kebanyakan serat. Sifat serat poliester adalah thermoplastis, dimana kekuatannya
berbanding terbalik dengan suhu, sedang perpanjangan sampai putusnya berbanding
lurus dengan kenaikan suhunya.
Penggelembungan
Serat poliester menggelembung dalam larutan 2% asam benzoat, asam salisilat, fenol
dan meta kresol dalam air, dispersi 0,5% mono-khloro benzoat, para-dikhloro
benzena, tetrahidro naftalena, metil benzoat dan metil salisilat, dalam air, dispersi
0,3% ortofenildan parafenil dalam air.
Kelarutan
Larut dalam meta kresol panas, asam trifluorom asetat, orto khlorofenol, campuran
dari 7 bagian berat trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan campuran 2 bagian tetra
khloroetana dan 3 bagian fenol.
Mengkeret
Benang Terylene apabila dalam air mendidih akan mengkeret sampai 7% atau lebih.
Dacron dalam perendaman selama 70 menit akan mengkeret 10 14%. Beberapa zat
organik seperti aseton, khloroform dan trikhlor etilena juga akan menyebabkan barang
atau kain mengkeret pada titik didih. Tetapi apabila kain sebelumnya telah di heat
set atau pemantapan panas, didalam air mendidih ataupun pelarut-pelarut untuk
pencucian kering pada titik didih tidak akan mengkeret. Heat set akan menstabilkan
dimensi kain poliester. Heatset ini dilakukan dengan cara mengerjakan kain dalam
dimensi yang telah diatur (biasanya dalam bentuk lebar0 pada suhu 30-40 oC lebih
tinggi dari suhu penggunaan kain sehari-hari, untuk pakaian biasanya pada suhu 220-
230oC.
2.4. Zat Warna Reaktif
Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat bereaksi dengan serat selulosa secara kovalen.
Oleh karenanya mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Zat warna ini terdiri dari dua
jenis yaitu reaktif panas dan reaktif dingin.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
2.4.1. Zat Warna Reaktif Panas
Zat warna reaktif panas merupakan zat warna yang larut dalam air dan berikatan dengan
selulosa melalui ikatan kovalen sehingga tahan luntur warna hasil celupannya baik. Contoh
strukturnya adalah jenis mono kloro triazin (MTC) sebagai berikut :
Semakin banyak alkali yang ditambahkan, pembentukan anion selulosanya semakin banyak,
maka reaksi fiksasi semakin cepat.
Selain itu selama proses pencelupan dap terjadi reaksi hidrolisis sehingga zat warna menjadi
rusak dan tidak bisa fiksasi / berikatan dengan serat.
D Cl + H-O-H D-O-sel
Reaksi fiksasi dan hidrolisis zat warna reaktif jenis vinil sulfon :
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Pemakaian zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif yang mempunyai
kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem reaktif mono-khlorotriazin,
dan remazol denagan sistem reaktif vinil sulfon. Adanya kekurangan dari kedua golongan zat
warna reaktif tersebut maka saat ini banyak digunakan zat warna reaktif dengan fungsi gugus
ganda (bifunctional reactive dyes) seperti sumifik supra( mono chloro tiazin (MTC)-vinil
sulfon (VS) dan drimarene CL (tricholoropirimidin (TCP)-vinil Sulfon (VS), sehingga zat
warnanya lebih tahan hidrolisis. Efisiensi fiksasinya tinggi dan hasil celupnya lebih tahan
alkali dan tahan asam.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
2.4.2. Zat Warna Reaktif Dingin
Reaktif dingin mempunyai gugus reaktif yang lebih banyak sehingga kurang memerlukan
suhu tinggi (jenis triklorotriazin) sedang reaktif panas memerlukan suhu tinggi dalam
penggunaannya. Proses fiksasi zat warna ini berlangsung dengan bantuan alkali, untuk itu
Cl dipilih medium pengental yang tahan terhadap alkali.
N Cl
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat
C
N
sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu, hasil celupan zat
warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik. Demikian pula karena berat
molekul zat warna reaktif kecil maka kecerahan warnanya akan lebih baik daripada zat warna
direk. Struktur kimia zat warna reaktif dapat digambarkan
SO3Na sebagai berikut :
N=N
SO3Na
Khromofor zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang kecil agar daya serap terhadap
serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan.
Gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam
atau basa. Agar reaksi dapat berjalan dengan baik diperlukan penambahan alkali misalnya
Natrium Silikat dan KOH karena apabila telah dikerjakan dengan alkali bahan akan tahan
pencucian dan penyabunan. Disamping terjadi reaksi antara zat warna dengan serat yang
membentuk ikatan pseude ester dan eter, molekul air juga dapat mengadakan reaksi hidrolisa
dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi.
Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan penaikan temperatur.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
karbonil dalam serat. Zat warna ini di pakai untuk mewarnai serat serat tekstil sintetik yang
bersifat termoplastis atau hidrofob. Absorpsinya ke dalam serat di sebut Solid Solution
yaitu zat padat larut dalam zat padat. Dalam hal ini zat warna merupakan pelarut kejenuhan
nya di dalam serat berkisar antara 30-200 mg per gram serat.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
2. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah.
3. Mempunyai titik kejenuhan 30-200 mg/g zat warna dalam serat.
4. Tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.
5. Bersifat nonionik walaupun mengandung gugus NH2, -NHR dan OH.
6. Kelaruan dalam air sangat kecil.
7. Ketahanan terhadap sinar, keringat dan pencucian baik
Reaksi yang terjadi antara zat warna dispersi dengan serat poliester adalah sebagai berikut :
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
H
O2N N N N
H
CI. Disperse Orange
Ik. Hidrogen
O O
H O C C O n OH
H2 H2
Serat Poliester
1. Oksidasi
Reaksi oksidasi dapat terjadi didalam larutan celup yang banyak mengandung klor
atau On. sebagai contoh dapat dilihat sebagai berikut :
Oksidasi
O2N N N N(CH2CH2OH)2
Cl aktif / On
Merah
O2N N N N(CH2CH2OH)2
Merah Kekuningan
Gambar 2.6 Sumikron Red SGG 200% (C.I. Dispersi Red 135)
2. Reduksi
Terkadang zat warna disperse dapat rusak oleh zat reduksi karena factor-faktor
tertentu antara lain :
Larutan reduktor tercampur kedalam larutan celup.
Zat pembantu atau perata mempunyai daya reduksi yang tinggi.
R2
3. Hidrolisis
Penyebab kerusakan lain adalah hidrolisa akibat pH dan suhu yang tinggi dalam
larutan celup. Sebagai contoh adalah reaksi pada halaman berikut:
NO2 R1
R2
H2O
O2N N=N N
Alkali
R3
Br Zw Disperse Azo
NHCOCH3
NO2 R1
R2
O2N + CH3COOOH
N=N N
R3
Br NH2
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Pada reaksi tersebut diatas proses hidrolisa lebih mudah menyerang zat warna disperse
azo yang mengandung NHCOCH3 dan CN.
Adanya zat pendispersi menyebabakan tegangan antarmuka antara zat warna dan cairan
turun. Akibatnya sudut kontak antara partikel-partikel zat warna mengecil, sehingga zat
warna mudah dipisahkan dari molekulnya, dan kemudian terdispersi oleh zat pendispersi.
Zat pendispersi mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan untuk berpusat pada
antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan atau menaikan tegangan permukaan.
Sifat-sifat zat pendispersi dapat digolongkan menjadi :
a. Sifat Umum
1. Zat pendispersi sebagai larutan koloid
Larutan zat pendispersi merupakan larutan koloid. Molekul-molekulnya terdiri dari
gugus hidrofil dan hidrofob. Bagian yang hidrofil menghadap ke air, sedangkan yang
hidrofob menghadap ke zat warna. Pada konsentrasi tinggi partikel koloid ini saling
menggumpal, gumpalan ini disebut misel dan ada dalam kesetimbangan bolak balik
dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan).
2. Adsorpsi
Karena sifatnya yang khas, maka zat pendispersi biasanya teradsorpsi pada
permukaan atau antarmuka. Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih
kecil dari pelarut murni, maka zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan
terjadi adsorpso positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukan bahwa molekul-
molekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan dari pada di
permukaan.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
2.7. Ketahanan Luntur Terhadap Gosokan
Cara ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain yang
disebabkan karena gosokan dan dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat
baik dalam bentuk benang maupun kain. Pengujian ini dilakukan selama 2x percobaan yaitu
ketahanan luntur warna terhadap gosokan basah dan kering.
BAB III
PERCOBAAN
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Pengaduk Kain T/C
Tabung HT NaCl
Gelas Piala 500 mL Asam Asetat
Gelas Ukur 100 mL Pendispersi Anionik
Neraca Analitik Zat Warna Reaktif
Mesin HT Zat Warna Dispersi
Pipet 10 Ml Na2CO3
Urea
Zat Anti Migrasi
3.2. Resep
ZW ZW Pendispersi
Dispersi Reaktif pH Anionik NaCl Na2CO3 Urea ZAM Suhu
Kain 1
20 g/L 20 g/l (MCT) 5 2 mL 40 g/l 20 g/l 50 g/l 3 mL 103oC
Kain 2
20 g/L 20 g/l (DCT) 7 2 mL 20 g/l 10 g/l 50 g/l 3 mL 103oC
Kain 3
20 g/L 20 g/l (DCT) 7 2 mL 20 g/l 10 g/l 50 g/l 3 mL 103oC
Proses Fiksasi
Kain 1 Kain 2 Kain 3
Steaming 103oC, 4 menit Steaming 103oC, 2 menit Batching, 8 jam
13
= 1000 x 50
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
20
35 Bagian = 100 x 35
7
= 1000 x 50
Pendispersi Anionik :
2
1) 1000 x 50 = 0,1 mL
2
2) 1000 x 50 = 0,1 mL
2
3) 1000 x 50 = 0,1 mL
NaCl :
40
1) 1000 x 50 = 2 gr
40
2) 1000 x 50 = 2 gr
20
3) 1000 x 50 = 1 gr
Na2CO3
20
1) 1000 x 50 = 1 gr
10
2) 1000 x 50 = 0,5 gr
10
3) 1000 x 50 = 0,5 gr
ZAM
3
1) 1000 x 50 = 0,15 gr
3
2) 1000 x 50 = 0,15 gr
3
3) 1000 x 50 = 0,15 gr
Urea
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
50
1) 1000 x 50 = 2,5 gr
50
2) 1000 x 50 = 2,5 gr
50
3) 1000 x 50 = 2,5 gr
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Pembuatan larutan
Persiapan alat, pencelupan (ZW
bahan dan mesin dispersi, CH3COOH Padding Zat Warna
untuk proses Dispersi WPU 65%
pencelupan 30%, pendispersi
anionik dan air)
Proses pencucian
Drying Thermofiksasi (Sabun netral,
(1000C, 2 menit) (2100C, 2 menit) Na2CO3)
800C, 10 menit
Pembuatan larutan
pencelupan (ZW Padding Zat Warna Drying
reaktif, NaCl dan Reaktif WPU 65% (1000C, 2 menit)
air)
Proses pencucian
Padding Na2CO3 Curing (Sabun netral,
WPU 65% (150 C, 2 menit)
0 Na2CO3)
800C, 10 menit
Evaluasi:
Proses pengeringan - Ketuaan warna secara visual
(1000C, 2 menit) - Kerataan warna secara visual
- Tahan luntur warna terhadap gosokan
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Na2CO3 Berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa zat dan zat warna pada
kain yang tidak terfiksasi
Pembasah Untuk menurunkan tegangan permukaan kain
Zat Anti Migrasi Mencegah terjadinya migrasi zat warna saat pengeringan.
a. Gosok kering
- Letakan contoh uji rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang searah
dengan arah gosokan.
- Bungkus crockmeter dengan kain putih kering dengan anyamannya miring
terhadap arah gosokan.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
- Kemudian gosokan kain 10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan
memutar alat pemutar 10 kali dengan kecematan satu putaran per detik
kemudian kain putih diambil dan di evaluasi.
- Bandingkan kain penggosok dengan Staining Scale.
b. Gosok basah
- Kain putih dibasahi dengan air suling kemudian diperas diantara kertas saring
sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 + 5% terhadap berat kain contoh uji.
- Kemudian dikerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat mungkin untuk
menghindari penguapan. Kain putih dikeringkan di udara sebelum dievaluasi.
- Bandingkan kain penggosok dengan Staining Scale.
BAB IV
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Ketuaan Kerataan
3+3+2=8 3+4+3= 10
Sampel 1 (Rangkin (Rangking
g Ke-3) Ke-2)
4+4+4=12 4+3+4= 11
Sampel 2 (Rangkin (Rangking
g Ke-1) Ke-1)
3+4+3= 10 2+3+2= 7
Sampel 3 (Ranking (Ranking
Ke-1) Ke-3)
Keterangan :
Rangking 1 merupakan kain sampel yang paling baik pada ketuaan warna atau
kerataan warna.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Nilai Pengujian Ketahanan Gosok Kering
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
4.2. Diskusi
Setelah dilakukannya praktikum mengenai pencelupan kain campuran kapas dan poliester
menggunakan metode 1 bath 2 stage dengan cara kontinyu dapat diketahui hal-hal yang dapat
dibahas agar terpecahkannya masalah pada saat dilakukannya proses pencelupan kain
campuran poliester/kapas menggunakan metode 1 bath 2 stage dengan cara kontinyu. Proses
pencelupan adalah sebuah proses pewarnaan pada bahan tekstil umumnya kain atau benang
secara merata dan memiliki ketahanan luntur yang telah disesuaikan dengan kebutuhan bahan
tersebut, pada mulanya pencelupan hanya dilakukan pada satu jenis serat saja akan tetapi
untuk mendapatkan keuntungan dan menutup kekurangan kain campuran mulai menjadi
konvesional sehingga metode pencelupannya pun terus berkembang. Kain campuran poliester
dan kapas sebenarnya dapat dicelup menggunakan zat warna reaktif saja akan tetapi
perbedaan pH yang digunakan sangat mempengaruhi hasil dari pencelupan, misalnya kain
poliester yang tidak tahan terhadap kondisi alkali sehingga dicari suatu cara yang dapat
mencelup kedua bagian kain tersebut dan tidak mempengaruhinya, salah satunya adalah
menggunakan zat warna dispersi dan reaktif pada pH yang telah ditentukan menggunakan
metode 1 bath 2 stage dengan cara kontinyu. Metode ini mempunyai keuntungan yaitu zat
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
warna reaktif tidak akan rusak karena suhu tinggi dimana penempatan zat warna reaktif
setelah proses fiksasi disperse pada poliester berakhir, sehingga hasil yang didapat akan solid
antara zat warna reaktif terhadap kapas dan zat warna disperse terhadap poliester. Pada proses
pencelupan ini kami menggunakan tiga kain dengan kain no 1 sebagai kain standar, kemudian
antara kain 1 dan kain 2 dilakukan variasi pH hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan dari
bagian poliester lalu pada kain 2 dan kain 3 kami menggunakan variasi jenis zat warna yaitu
reaktif panas (MCT) dan reaktif dingin (DCT), serta cara proses fiksasi yang digunakan pada
kain 2 menggunakan proses fiksasi steam 103 oC dengan waktu 2 menit dan pada kain ke-3
menggunakan proses fiksasi batching selama 8 jam, sehingga dapat dilihat perbedaan yang
dihasilkan. Perbedaan jenis zat warna antara reaktif panas dan reaktif dingin juga
mempengaruhi penggunaan NaCl, Na2CO3, dan waktu proses dimana zat warna reaktif dingin
lebih sedikit pada penggunaan NaCl, Na2CO3, dan waktu proses sekitar setengahnya dari zat
warna reaktif. Proses fiksasi juga berpengaruh dalam proses kontinyu dimana pada proses
kontinyu penggunaan air lebih sedikit dan waktu fiksasi yang digunakan maka dari itu
perbedaan proses fiksasi pada cara kontinyu akan memberikan warna yang berbeda.
Zat warna reaktif merupakan zat warna yang bersifat larut dalam air atau lebih dikenal
Hidrofil sehingga lebih mudah dalam mencelup kain-kain yang mudah dalam pembasahannya
seperti kapas dll, selain itu zat warna reaktif terbagi menjadi dua, yaitu zat warna reaktif
panas dan zat warna reaktif dingin. Zat warna reaktif panas merupakan zat warna yang
mempunyai kereaktifan rendah sehingga dalam proses pencelupannya diperlukan suhu tinggi
agar dapat mencelup dan mengadakan ikatan contohnya mono cloro triazin atau MCT. Pada
pencelupan kain T/C dengan zat warna reaktif-dispersi cara kontinyu metoda one bath two
stage dilakukan proses fiksasi pada zat warna reaktif panas dengan cara steaming suhu
103oC selama 4 menit. Proses steaming dengan waktu yg sebentar untuk mengoptimalkan zat
warna reaktif panas itu sendiri, tetapi proses fiksasi yg dilakukan selama 4 menit tidak
memberikan hasil warna yang baik, pada kain 1 dengan proses fiksasi steaming selama 4
menit pada suhu 103oC memberikan warna yang paling muda dan suram hal ini dikarenakan
proses fiksasi yg terjadi kurang lama sehingga penyerapan zat warna reaktif pada bahan
hanya sedikit. Pada proses kontinyu zat warna reaktif dilakukan padder pada saat setelah
proses thermofiksasi zat warna dispersi dengan poliester pada suhu 210 oC selama 2 menit.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Pada saat dilakukan padder dipisahkannya zat warna reaktif panas dengan NaCl dan Na2CO3,
hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya hidrolisa pada zat warna reaktif panas itu
sendiri.
Sedangakan zat warna reaktif dingin merupakan zat warna reaktif yang memiliki
kereaktifan tinggi sehingga tidak perlu dibantu oleh penggunaan suhu yang tinggi, akan tetapi
zat warna reaktif dingin lebih mudah rusak karena kereaktifannya ini. Untuk menjaga agar zat
warna reaktif dingin tidak rusak dan terhidrolisa maka dilakukan penggunaan NaCl, Na 2CO3
yang lebih sedikit dibandingkan dengan reaktif panas. Waktu proses juga dilakukan hanya
setengah dari waktu proses fiksasi reaktif panas yaitu dengan 2 menit pada steaming suhu
103oC, hal ini dikhawatirkan untuk tidak merusak zat warna reaktif sendiri karena suhu panas
pada proses fiksasi dengan steam. Selain dengan waktu untuk menjaga agar reaktif dingin
tidak rusak karena hidrolisa pada air maka dilakukan bak terpisah pada saat padder. Jadi pada
saat padder dilakukan 2x yaitu padder zat warna reaktif dan padder alkali+NaCl.
Zat warna reaktif dapat berikatan dengan serat saat dilakukannya penambahan alkali
sehingga zat warna dan serat dapat mengadakan ikatan kovalen yang merupakan ikatan kimia
terkuat, maka dari itu hasil dari pencelupan zat warna reaktif memiliki ketahan cuci dan
gosok yang sangat baik.
Semakin banyak alkali yang ditambahkan, pembentukan anion selulosanya semakin banyak,
maka reaksi fiksasi semakin cepat.
Selain itu selama proses pencelupan dapat terjadi reaksi hidrolisis sehingga zat warna
menjadi rusak dan tidak bisa fiksasi / berikatan dengan serat.
D Cl + H-O-H D-O-sel
Proses hidrolisis ini dapat menyebabkan rusaknya zat warna dan membentuk ikatan hidrogen
sehingga penurunan warnanya sangat tinggi oleh karena itu kunci pencelupan zat warna
reaktif adalah pada saat pencucian, karena bila proses pencucian tidak optimal ketuaan warna
yang dihasilkan tidak sesuai dengan ketuaan warna sebenarnya, maka dari itu pencucian
dilakukan pada suhu 100oC agar ikatan hidrogen yang terbentuk dapat putus dan dihilangkan.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
4.2.2. Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi merupakan zat warna yang umumnya digunakan dalam proses pencelupan
poliester, zat warna ini tidak larut dalam air sehingga perlu digunakan pendispersi agar zat
warna dapat larut secara monomolekuler sehingga pada saat pencelupan tidak terjadi agregat
yang dapat menyebabkan belangnya proses pencelupan, selain itu zat warna dispersi dibagi
menjadi empat golongan,yaitu golongan A,B,C, dan D. Tiap-tiap golongan menunjukan
ukuran molekulnya sehingga proses atau metode yang digunakan pun jelas berbeda, pada
kesempatan kali ini kami menggunakan zat warna poliester golongan D yang memiliki
ukuran molekul yang lumayan besar sehingga digunakan proses pencelupan menggunakan
metode termosol, ukuran molekul dari zat warna disperse sangat menggambarkan ketahannya
karena zat warna disperse tidak larut dalam air dan kain poliester juga demikian, maka ikatan
yang terjadi antara serat dengan zat warna poliester adalah ikatan hidrofobik dan sedikit
ikatan hidrogen. Ikatan hidrofobik merupakan ikatan fisika dimana besarnay ukuran molekul
akan menciptakan gaya yang lebih besar dan kuat sehingga zat warna disperse ini sangat baik
dalam ketahannya terhadap pencucian selain itu zat warna ini pula tidak larut dalam air, akan
tetapi zat warna disperse sangat kurang dalam ketahanan terhadap sinarnya. Berikut contoh
struktur zat warna disperse
Selain komponen utama yaitu zat warna itu sendiri, maka untuk mendapatkan hasil
pencelupan yang baik penggunaan zat pembantu juga harus diperhatikan karena zat pembantu
sangat berperan penting dalam mendapatkan hasil celupan kain T/C dengan zat warna
dispersi-reaktif metoda 1B 2S dengan cara kontinyu yang baik selain itu juga penggunaan zat
pembantu dapat mempengaruhi terhadap ketuaan dan kerataan zat warna, pada proses
pencelupan ini zat pembantu yang digunakan adalah sebagai berikut:
NaCl
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
NaCl berperan sebagai elektrolit dalam pencelupan kali ini karena NaCl dapat
mengurangi muatan positif pada kain, sehingga kain bermuatan negatif yang mana
akan membantu dalam penyerapan zat warna reaktif kedalam kain, yang perlu
diperhatikan adalah pengunaan NaCl pada larutan celup berarti meningkatkan
tegangan permukaan didalam larutan sehingga penggunaan pembasah adalah sebuh
kesalahan karena pembasah dapat menurunkan tegangan permukaan sementara NaCl
berfungsi untuk menaikan tegangan permukaan dan sebagai elektrolit, dalam
kesempatan kali ini kami menggunakan penggunaan NaCl yang bervariasi yaitu pada
kain 1 sebesar 40 , pada kain 2 sebesar 20 dan pada kain 3 sebesar 20, tujuan
penggunaan NaCl ini didasarkan pada penggunaan dua jenis zat warna yang berbeda,
pada zat warna reaktif dingin (DCT) yang memiliki kereaktifan tinggi pengunaan
NaCl lebih kecil dari zat warna reaktif dengan kereaktifan rendah (MCT), hal ini
karena dua jenis zat warna memiliki kereaktifan yang berbeda sehingga zat warna
reaktif dingin (DCT) tidak perlu digunakan terlalu banyak NaCl.
Na2CO3
Berfungsi untuk proses fiksasi antara kain dengan zat warna yang membentuk ikatan
kovalen, penggunaan alkali sangat berpengaruh terhadap cepatnya proses fiksasi
karena semakin banyak alkali yang ditambahkan maka akan semakin cepat pula
fiksasi yang berlangsung akan tetapi semakin banyak penggunaan alkali yang
ditambahkan akan membuat proses hidrolisisnya semakin tinggi maka dari itu
penggunaan alkali ini perlu diperhatikan. Pada kain 1, 2, dan kain 3 penggunaan alkali
yang paling banyak adalah pada kain no 1 karena menggunakan zat warna reaktif
panas dimana kereaktifan zat warnanya lebih rendah, pada kain no 2 dan 3 digunakan
zat warna reaktif dingin dimana penggunaan Na2CO3 lebih sedikit yaitu setengahnya
dari penggunaan zat warna reaktif panas agar pada saat fiksasi zat warna tidak cepat
terhidrolisis.
Selain zat pembantu yang digunakan kondisi proses pencelupan pun memiliki pengaruh yang
sangat besar dan jelas terlihat pada saat proses pencelupan, faktor yang berpengaruh terhadap
hasil pencelupannya sebagai berikut:
pH
pH menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam setiap proses pencelupan terlebih
lagi dalam proses pencelupan kain campuran poliester/kapas dengan zat warna
dispersi-reaktif menggunakan metode 1 bath 2 stage dengan cara kontinyu, karena
pada pencelupan ini digunakan material berupa serat poliester yang mana serat
poliester adalah serat yang rusak terhadap alkali sehingga pH asam sampai dengan
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
netral adalah pilihan yang paling cocok, selain itu asam akan menyumbang ion positif
pada serat poliester dan penyerapannya pun terhadap zat warna dispersi menjadi lebih
banyak sedangkan jika dilihat dari zat warna reaktif pH netral atau asam dapat
dikatakan cocok karena jika pH larutan tersebut alkali dapat mempercepat kondisi
hidrolisis didalam larutan yang mana akan menyebabkan zat warna rusak dan
berikatan hidrogen. Pada kain ke-1 menggunakan pH asam yaitu 5 hal ini bertujuan
untuk menjaga agar kain poliester tidak rusak, dan pada kain no 2 dan 3 menggunakan
pH 7 dimana pH 7 bertujuan untuk tetap menjaga kain poliester agar tidak rusak dan
pH 7 juga dapat memberikan zat warna reaktif agar dapat bekerja dengan optimal
sehingga didapatkannya warna yang solid.
Waktu
Waktu proses pencelupan perlu diperhatikan pada variasi zat warna yang digunakan
karena dua tipe zat warna reaktif yang digunakan yaitu MCT dan DCT memiliki
kereaktifan yang sangat terlihat jelas berbeda, maka dari itu untuk zat warna reaktif
tipe DCT digunakan waktu yang sangat sebentar atau setengahnya dari tipe MCT, hal
ini karena pada zat warna reaktif DCT yang memiliki kereaktifan tinggi sehingga
proses fiksasi dapat dilakukan dengan suhu ruangan yaitu 27oC agar tidak rusak pada
suhu tinggi maka waktu proses yang digunakan hanya sebentar yaitu setengah dari
waktu proses zat warna reaktif panas yaitu 2 menit pada proses fiksasi dengan
steaming suhu 103oC, sedangkan reaktif panas yaitu 4 menit.
Metoda fiksasi
Pada pencelupan cara kontinyu metoda fiksasi sangat berpengaruh terhadap hasil hal
ini dikarenakan pada zat warna memiliki ciri khas tersendiri untuk proses fiksasi.
Pada praktikum pencelupan kain T/C dengan metoda one bath two stage cara
kontinyu menggunakan metoda fiksasi yaitu steaming pada suhu 103 oC selama 2
menit dan 4 menit, serta batching selama 12 jam. Pada kain ke-1 menggunakan zat
warna reaktif panas disini kita menggunkan steaming pada suhu 103oC selama 4
menit hal ini untuk memberikan proses fiksasi yang optimal pada zat warna reaktif
panas, sedangkan pada kain ke-2 menggunakan steaming pada suhu 103 oC selama 2
menit agar tidak terjadi kerusakan zat warna reaktif sehingga warna yang dihasilkan
akan setara dengan zat warna reaktif panas, dan untuk kain ke-3 dilakukan proses
fiksasi dengan cara batching selama 8 jam hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan
antara proses fiksasi dengan steaming dan batching, dimana pada proses batching
suhu yang digunakan yaitu 27oC pada suhu ini zat warna reaktif dingin lebih optimum
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
digunakan karena tidak perlu khawatir terjadi kerusakan pada zat warna reaktif
dingin.
Pada pengujian ketuaan warna dengan cara visual dan K/S dilakukan perbandingan antara
kain ke-1 dengan kain ke-2 dan kain ke-2 dengan kain ke-3. Pada kain ke-1 ketuaan warna
yang dihasilkan lebih muda dibandingkan dengan kain ke-2. Perbedaan warna pada kain ke-1
dibandingkan kain ke-2 terlalu jauh padahal pH yang digunakan pada kain ke-1 yaitu pH 5
sedangkan kain ke-2 menggunakan pH 7, dimana pada pH asam akan memberikan muatan +
terhadap kain dan semakin banyak muatan + pada kain maka warna akan semakin tua, hal ini
disebabkan kain akan menarik zat warna disperse yang bermuatan lebih banyak, tetapi pada
cara kontinyu pH tidak terlalu berpengaruh setelah dilihat dari hasil perbandingan antara kain
ke-1 dengan kain ke-2. Jika pH tidak berpengaruh pada proses kontinyu berarti yang
berpengaruh pada ketuaan warna yaitu metoda proses fiksasi, dimana pada kain ke-1 proses
fiksasi dengan steaming pada zat warna reaktif panas kurang lama hanya 4 menit, pada zat
warna reaktif panas harus membutuhkan waktu fiksasi yang cukup lama dikarenakan
kereaktifan yang dimiliki pada zat warna reaktif panas rendah. Jika waktu proses steaming
yang digunakan kisaran 10 menit sampai 15 menit, maka hasil yang didapat akan lebih baik
dibandingkan dengan 4 menit waktu proses steaming. Berbeda hal dengan zat warna reaktif
dingin yang digunakan pada kain ke-2 dimana waktu proses steaming yaitu 2 menit pada
waktu 2 menit ketuaan warna yang didapat sudah tinggi hal ini dikarenakan kereaktifan yang
tinggi dimiliki oleh zat warna reaktif dingin. Pada proses fiksasi dengan steaming udara panas
yang dihasilkan pada mesin steam digunakan untuk menguapkan air yang terdapat pada kain
yang telah dilakukan padder zat warna dan alkali. Dikarenakan air sudah menguap karena
suhu steam yaitu 103oC, sehingga zat warna hanya dengan serat yang tersedia pada kain
kemudian zat warna akan terdifusi ke dalam inti serat yang akan berikatan dengan serat kapas
sehingga akan membentuk ikatan kovalen. Pada saat menggunakan cara HT/HP zat warna
reaktif panas lebih dapat warna yang baik dibandingkan dengan zat warna reaktif dingin,
sehingga dapat dikatakan zat warna reaktif panas tidak terlalu cocok untuk cara kontinyu
yang menggunakan proses fiksasi steaming dan disarankan untuk menggunakan zat warna
reaktif dingin untuk digunakan pada cara kontinyu dimana efisiensi waktu dan zat pembantu
yang digunakan lebih efektif.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Sedangkan pada perbandingan kain ke-2 dengan kain-3 ketuaan warna yang paling tua adalah
kain ke-2, hal ini dikarenakan pada kain ke-2 menggunakan proses fiksasi steaming pada
suhu 103oC dengan waktu 2 menit. Proses fiksasi menggunakan batching selama 12 jam juga
efektif digunakan walaupun dalam ketuaan warna kalah dengan fiksasi oleh steaming. Warna
yang dihasilkan pada kain ke-3 mendekati dengan kain ke-2. Hal ini dikarenakan fiksasi oleh
batching selama 8 jam tidak akan merusak zat warna reaktif dingin itu sendiri dimana suhu
batching yang digunakan yaitu suhu ruangan (27oC). Pada suhu tersebut zat warna reaktif
dingin sudah dapat bereaksi dengan serat kapas hal ini dikarenakan pada zat warna reaktif
dingin memiliki kereaktifan yang tinggi dimana zat warna reaktif dingin memiliki gugus
reaktif yang lebih banyak dibandikan dengan zat warna reaktif panas. Untuk memberikan
hasil yang bagus pada saat batching dilakukan putaran agar tidak terjadi migrasi zat warna
dan berkumpulnya zat warna dibawah gulungan. Jadi dapat dikatakan bahwa proses
pencelupan kain T/C dengan zat warna disperse-reaktif cara kontinyu metoda 1B 2S proses
fiksasi dengan cara steaming lebih optimal dibandingkan dengan cara batching hal ini dapat
dilihat dari hasil ketuaan warna pada kain dan zat warna reaktif dingin lebih optimal
digunakan jika dilakukan cara kontinyu.
Jika ditinjau dari kerataan umumnya zat warna reaktif memiliki kerataan yang baik, karena
zat warna reaktif memiliki ukuran molekul yang relatif kecil sehingga pantulan sinar yang
dihasilkannya cenderung searah, sedangkan untuk zat warna disperse kerataan tersebut dapat
dicapai dengan penggunaan suhu yang tinggi karena zat warna disperse jika digunakan suhu
tinggi akan bermigarasi didalam kain dan menempati celah-celah kain yang belum terisi zat
warna dispersi.
Muda Tua
Umumnya warna muda akan terlihat lebih rata karena sinar datang dan dipantulkan
searah sehingga mata menangkap bahwa warna yang ditimbulkan terlihat muda, selain dari
warna ukuran molekul yang kecil pun memiliki efek yang kurang lebih sama, sedangkan jika
warna tidak rata maka sinar datang dan dipantulkan secara sembarang yang mana warna yang
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
dihasilkan cenderung terlihat tua. Dan pada hasil yang ditunjukan oleh kain sampel kerataan
yang paling baik adalah kain ke 2 yang menggunakan zat warna reaktif DCT dengan cara
fiksasi yang digunakan yaitu steaming, sedangkan kain ke 1 yang menggunakan resep standar
menempati urutan ke 2 lalu diikuti oleh kain 3 diurutan ke-2. Dari hasil evaluasi ini dapat
diketahui bahwa warna yang muda memang terlihat lebih rata jika dibandingkan dengan
warna tua hasil ini kemungkinan disebabkan oleh kecilnya ukuran molekul zat warna reaktif
DCT dibandingkan dengan zat warna reaktif MCT.
Selain ketuaan serta kerataan warna yang dihasilkan oleh kain sampel, evaluasi yang
selanjutnya dilakukan adalah uji tahan gosok cara kering dan basah, pengujian ini penting
dilakukan karena kain yang menjadi sampel contoh uji nantinya akan diimplementasikan
pada kain sesungguhnya yaitu kain dalam skala besar, tentunya untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dari segi kualitasnya perlu memiliki ketahanan gosok yang baik karena pada
kehidupan sehari-hari kain akan sering terkena gesekan dengan benda atau yang lainnya.
Zat warna yang digunakan pada pencelupan kali ini adalah zat warna reaktif, zat
warna reaktif berikatan dengan serat dan membentuk ikatan kovalen dimana ikatan kovalen
merupakan ikatan kimia yang paling kuat oleh karena itu ketahanan gosoknya kering dan
basahnya relatif baik sedangkan zat warna dispersi merupakan zat warna yang tidak larut
dalam air sehingga tahan cuci ataupun gosok basah tidak akan banyak mempengaruhi
kekuatan dari zat warna dispersi. Akan tetapi pada kain sampel yang didapatkan yaitu kain
1,2 dan 3 terdapat nilai yang berbeda, yaitu kain 1 memiliki tahan gosok basah sebesar 4/5
dan kain 2 memiliki tahan gosok basah 3 sedangkan kain 3 memiliki ketahanan gosok basah
3, dari hasil ini dapat diketahui bahwa ada hal yang mempengaruhi nilai gosok pada kain
sampel, dimana faktor ini mempengaruhi terhadap nilai evaluasinya. Jika ditinjau dari proses
pencelupannya walaupun zat warna reaktif terhidrolisis dan membentuk ikatan hidrogen,
ikatan tersebut dapat dihilangkan atau diputuskan pada saat pencucian dengan suhu 60oC
sehingga ketahanan gosoknya tetap baik, akan tetapi nilai evaluasi yang didapat sepertinya
akibat proses pencucian yang kurang optimal dan zat warna yang hanya menempel atau
berikatan hidrogen masih terdapat pada kain dan zat warna reaktif dingin yang memiliki
ukuran molekul yang kecil dan masih terdapat di permukaan, sehingga pada saat dilakukan
gerakan mekanik ikatan tersebut putus dan terbawa oleh air karena zat warna reaktif larut
didalam air. Sedangkan untuk uji gosok cara kering nilai yang dihasilkan sudah sangat baik
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
dimana semua kain mendapatkan nilai 5 dan 4/5, hal ini memang karena umumnya ikatan
hidrogen pada poliester dan pada kapas ikatan kovalen, pada hal ini ikatan kovalen akan
menutup ikatan hidrogen yang terbentuk sehingga tahan terhadap gerak mekanik dalam
kondisi kering.
4.2.5. K/S
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran reflektansi pada kain hasil celup untuk menentukan
nilai K/S zat warna. Pengukuran reflektansi dilakukan dengan menggunakan Spektofotometer
Minolta CM3600d yang dilengkapi dengan piranti lunak Specra Magic. Nilai persentase
reflektansi (%R) yang terukur kemudian dikonversikan ke nilai reflektansi (R). Selanjutnya
nilai kuantitatif intensitas dan ketuaan warna diperoleh dari nilai reflektansi yang
dikonversikan ke dalam nilai K/S dengan menggunakan persamaan Kubelka-Munk. Kain
hasil celup diukur ketuaan warnanya dari nilai K/S yang telah dikonversikan dari reflektansi
pada panjang gelombang 400-700 nm. Nilai reflektansi yang kecil akan memberikan nilai
K/S yang besar dan nilai reflektansi yang besar akan memberikan nilai K/S yang kecil.
Semakin tinggi nilai K/S zat warna, maka warna yang terlihat pada kain semakin tua.
Pada hasil perhitungan K/S zat warna yang terserap didapat nilai K/S pada kain ke-1 yaitu
0,8591, untuk kain ke-2 yaitu 1.8485, dan untuk kain ke-3 yaitu 1.5347. Dari Nilai tersebut
didapat bahwa nilai K/S pada kain ke-2 lebih besar hal ini dikarenakan pada kain ke-2
digunakan pH 7 sehingga zat warna reaktif pada kapas lebih terserap secara optimal, untuk
poliester dengan zat warna dispersi masih dapat berjalan optimal sehingga didapat kedua zat
warna tersebut yang solid, selain hal tersebut pada kain ke-2 menggunakan zat warna reaktif
dingin dan proses fiksasi steam pada suhu 103oC dengan waktu 2 menit. Pada waktu fiksasi 2
menit yang digunakan untuk memberikan waktu yang cukup proses fiksasi pada zat warna
reaktif dingin dimana zat warna reaktif dingin memiliki kereaktifan yang tinggi maka dari itu
waktu proses fiksasinya dipercepat agar tidak merusak zat warna reaktif dingin. Pada proses
ini penggunaan air yang sangat sedikit memiliki kelebihan untuk zat warna reaktif agar tidak
rusak karena hidrolisa oleh air dan suhu tinggi. Fiksasi yang cepat dan efisien membuat zat
warna reaktif yang memiliki kereaktifan yang tinggi dapat bekerja optimal sehingga hasil
yang didapat baik. Oleh karena itu nilai K/Snya lebih besar pada kain ke-2. Pada kain ke-1
nilai K/S yang didapat rendah hal ini pada kain ke-1 menggunakan pH 5 dan zat warna reaktif
panas tipe MCT, dimana zat warna reaktif tipe MCT proses fiksasinya harus lebih lama
sehingga pada proses kontinyu yang menggunakan waktu fiksasi yang lebih cepat
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
dibandingkan dengan exhaust memberikan pengaruh pada penyerapan zat warna reaktif yang
berikatan dengan serat kapas. Zat warna reaktif tipe MCT dalam hal kecerahan warna juga
kalah oleh tipe DCT, dikarenakan pada proses kontinyu zat warna reaktif tipe DCT lebih
optimal hal ini dikarenakan waktu fiksasi dan air yang digunakan sangat sedikit sehingga
proses hidrolisa zat warna reaktif tipe DCT lebih kecil. Oleh karena itu warna yang didapat
pada tipe MCT jauh lebih suram dibandingkan tipe MCT. Sehingga zat warna reaktif tipe
MCT tidak direkomendasikan digunakan pada proses kontinyu.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Setelah dilakukannya praktikum menganai pencelupan serat T/C menggunakan zat warna
disperse dan rekatif cara kontinyu metoda 1 bath 2 stage dapat disimpulkan bahwa :
Zat warna reaktif dingin lebih direkomendasikan untuk digunakan pada saat
pencelupan kain T/C dengan zat warna disperse-reaktif cara kontinyu.
Hasil pada kain ke-2 dengan resep zat warna reaktif dingin, metoda fiksasi steaming
suhu 103oC selama 2 menit lebih baik dibandingkan variasi yang lain.
Metoda fiksasi cara steaming lebih efektif dibandingkan dengan metoda fiksasi cara
batching.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36
Daftar Pustaka
Noerati, Gunawan dkk. Teknologi Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung. 2013.
Soeprijono, P et al. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil. 1973.
Moerdoko, Wibowo., Isminingsih., Budiarti., dan Widayat. Evaluasi Tekstil Bagian
Kimia. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 1975.
Susyami, Hitariyat. Pengujian dan Evaluasi Tekstil 3. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil. 2014.
aktikum Pencelupan Kain TC dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Metoda 1B 2S cara kontinyu Page 36