Bab II
Landasan Teori
7
8
3. Etiologi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi non
inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non
inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi
sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh
bakteri, sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri
yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin
(Subagyo B dan Nurtjahjo BS, 2010).
Beberapa mikroorganisme penyebab diare akut yang dapat
menyebabkan diare pada manusia disajikan pada tabel 1
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab diare
Bakteri Virus Parasit
Aeromonas Astrovirus Balantidium coli
Bacillus cereus Calcivirus Blastocystis homonis
Campylobacter jejuni Enteric Adenovirus Cryptosporidium
parvum
Clostridium Coronavirus* Entamoeba histolytica
perfringens
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lambia
Escherichia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas Herpes simplex virus* Strongyloides
shigeloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Yersinia enterocolitica
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita
imunocompromised
Sumber : ( Nelson Textbook of Pediatric dan Subagyo B dan Nurtjahjo
BS, 2010).
4. Faktor-faktor risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu:
(Subagyo B dan Nurtjahjo BS, 2010).
9
c. Faktor musim
Di daerah tropik termasuk (Indonesia), diare yang disebabkan
oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat
pada musim hujan (Subagyo B & Nurtjahjo BS, 2010)
d. Epidemi dan pandemik
Vibrio cholera 0.1 dan shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemik dan pandemik yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan
dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang
disebabkan oleh Vibrio cholera 1.0 biotipe Eltor telah menyebar ke negara
negara di afrika, Amerika latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa
daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama
Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika
Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun
1992, dikenal strain baru Vibrio Cholera 0139 yang menyebabkan
epidemik di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah (Widayana
IW, 2003)
5. Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan oleh 2 hal, yaitu gangguan pada
proses absorbsi atau sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi dari satu
atau beberapa mekanisme yang saling tumpah tindih . Diare dapat juga
dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi (Subagyo
B & Nurtjahjo BS, 2010).
a. Gangguan absorbsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorbsi oleh berbagai sebab
seperti celiac spure atau karena :
1) Mengkonsumsi magnesium klorida
2) Defisiensi enzim sukrase - isomaltase adanya defisiensi laktase
defisien pada anak yang lebih besar.
Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus
11
halus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel,
air akan mengalir kearah lumen jejunum, sehingga air akan banyak
terkumpul dalam lumen usus. Natrium (Na) akan mengikuti masuk ke
dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan
diabsorbsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak bisa diserap seperti magnesium, glukosa,
sukrosa, laktosa, maltosa disegmen ileum dan melebihi kemampuan
absorbsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan bahan seperti karbohidrat
dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama (Subagyo B & Nurtjahjo
BS, 2010).
b. Malabsoprsi
Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi
usus halus adalah atropi vili. Lebih lanjut mikroorganisme tertentu (bakteri
tumbuh lampau, giardiasis, enteroadherent E.coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrisi dengan mengubah fisiologi membran brush border
tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Hal ini dapat terjadi pada
keadaan: (Subagyo B & Nurtjahjo BS, 2010).
Maldigesti protein lengkap, karbohidrat dan trigliserida
diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan
kegagalan pemecahan kompleks protein, karbohidrat,
trigliserida,
Pemberian obat pencahar; laktulosa, pemberian magnesium
hydroxide (misalnya susu magnesium).
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,
Pemberian makan atau minum yang tinggi karbohirat,
setelah mengalami diare menyebabkan kekambuhan diare.
12
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang kadang kadang diperlukan pada
diare akut (IDAI, 2010).
1) Darah:
Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
2) Urine :
Urine lengkap, kutur dan test kepekaan terhadap antibiotika
3) Tinja :
a) Pemeriksaan Makroskopik
17
b) Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai
respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang
positif pada pemeriksaan tinja menunjukan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin.
18
8. Penatalaksanaan
Dari penilaian pemeriksaan fisik diare dengan tabel WHO 1995 akan
didapatkan nilai skor untuk dapat dilakukan penatalaksanaan sesuai
derajatnya, rencana terapi yang dilakukan yaitu :
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk
menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari
berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak diketahui
maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak.
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka
sisa larutan harus dibuang.
Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak.
Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan
elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
menigkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun
yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak:
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg ( tablet ) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg ( 1 tablet ) per hari
Zinc diberikan selama 10 14 hari berturut turut meskipun anak
telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan
air matang, ASI, atau Oralit. Untuk anak anak yang lebih besar, zinc
dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan
Tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisi yang hilang.
Antibiotik
Jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan
memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan
flora usus dan Clostridium difficile yang tumbuh akan menyebabkan diare
sulit disembuhkan. Selain itu pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah
21
d. Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam, dilaporkan dapat mengurangi
pengeluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30 %, akan tetapi
cara ini jarang digunakan
9. Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi.
Beberapa diantaranya membutuhkan pengobatan khusus ( IDAI, 2010)
a. Gangguan Elektrolit
1) Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat akan sangat berbahaya karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan
paling aman.
2) Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi ( Na <
130mol/L ). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi
hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer
laktat atau normal saline.
3) Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi jika kadar K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan
dengan pemberian kalsium glukonas 10 % 0,5 1 ml/kgBB secara
intravena dalam 5 10 menit dengan monitor detak jantung.
4) Hipokalemi
Dikatakan hipokalemi bila K < 3,5 mEq/L, Hipokalemi dapat
menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
25
termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk
sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. (Notoatmodjo S,
2005).
3) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan oleh
karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa lalu. (Notoatmodjo S, 2005).
2. Perilaku Ibu
faktor penjamu (host) yang menyebabkan diare yaitu:
keadaan gizi dan perilaku masyarakat, faktor penjamu yang menyebabkan
terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai 2 tahun, keadaan gizi
yang kurang, anak-anak yang sedang menderita campak dalam waktu 4
minggu terakhir yang diakibatkan dari penurunan kekebalan tubuh
panderita, umur, dan perilaku manusia yang tidak sehat. (Suegijanto, 2002)
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Keluarga
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau
aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada
hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Sedangkan
perilaku itu sendiri adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut,
baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo,
2007).
Sehingga perilaku hygiene merupakan salah satu sasaran terhadap
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dimana pengertian dari perilaku
hygiene itu sendiri adalah suatu aktifitas atau tindakan yang mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan
pribadi dan lingkungan, yaitu mencangkup beberapa kebiasaan bersih yang
merupakan salah satu upaya dalam pencegahan penyakit diare. Kebiasan-
kebiasaan tersebut meliputi mencuci tangan dengan memakai sabun,
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bersih, membuang sampah
pada tempatnya serta buang air besar pada toilet. Sedangkan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) yang dilakukan di tatanan rumah tangga itu
29
penularan penyakit. Pada kasus diare kuman - kuman diare ikut keluar
bersama kotoran/feses dan mudah berpindah ke tangan saat penderita
cebok. Bila sesudahnya ia tidak mencuci tangan dengan baik, kuman
tersebut bisa berpindah ke benda - benda yang disentuhnya termasuk
makanan/minuman yang mungkin dikonsumsi juga oleh orang lain
(Mansyah B. 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu faktor
predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi
(predisposing factors) merupakan faktor - faktor yang mencangkup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat social ekonomi dan sebagainya. Kemudian faktor pemungkin
(enabling factor) adalah faktor - faktor yang mencangkup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air
bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya. Sedangkan faktor
penguat (reinforcing factor) meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas
kesehatan, termasuk juga undang-undang, peraturan - peraturan baik dari
pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan
(Notoatmodjo, 2000)
4. Lingkungan
Selanjutnya faktor lingkungan (environment) yang merupakan
epidemiologi diare atau penyebaran diare sebagian besar disebabkan
karena faktor lingkungan yaitu sanitasi lingkungan yang buruk dan
lingkungan sosial ekonomi (Irianto J, 1996 ).
Pengertian Sanitasi Lingkungan Rumah
Sanitasi adalah sesuatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu
penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber.
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan
31
disebut juga air permukaan dan jika digunakan sebagai air minum harus
diolah terlebih dahulu, kemudian mata air yaitu berasal dari air tanah yang
muncul secara alamiah, jika digunakan air minum harus direbus dahulu,
selanjutnya air sumur dangkal merupakan sumber air yang keluar dari
lapisan air di dalam tanah yang dangkal yaitu berkisar antara 5 sampai
dengan 15 meter dari permukaan tanah. Selanjutnya air sumur yang
berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah, sudah cukup sehat untuk
dijadikan air minum yang langsung (tanpa melaluhi proses pengolahan).
Pembuangan kotoran manusia merupakan ruang lingkup yang kedua.
Yang dimaksud dengan kotoran manusia adalah semua benda atau zat
yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran
manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.
Untuk mencegah sekurang - kurangnya mengurangi kontaminasi tinja
terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola
dengan baik, yaitu pembuangan kotoran harus disuatu tempat tertentu atau
jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan
apabila memenuhi persyaratan - persyaratan yaitu tidak mengotori
permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air permukaan di
sekitarnya, tidak mengotori air tanah, tidak terjangkau oleh serangga
terutama lalat dan kecoa dan binatang lainnya, tidak menimbulkan bau,
sudah digunakan dan dipelihara, murah dan dapat diterima oleh
pemakainya (Notoatmodjo, 2007)
Ruang lingkup yang ketiga yaitu pengolahan sampah. Sampah terkait
erat dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah akan hidup
berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan
binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor).
Sehingga sampah harus dikelola dengan baik agar tidak menggangu atau
mengancam kesehatan masyarakat. Dalam pengelolaan sampah yaitu
meliputi pengumpulan dan pengangkutan sampah yang menjadi tanggung
jawab dari masing - masing rumah tangga atau instansi yang menghasilkan
sampah, maka masyarakat harus membangun dan mangadakan tempat
36
Pengetahuan
sikap
Karakteristik Ibu:
- Usia Ibu
- Tingkat pendidikan
Ibu
- Pekerjaan Ibu
Perilaku Ibu:
- Kebiasaan cuci DIARE AKUT
tangan sebelum DENGAN DEHIDRASI
memberi makan anak DAN TANPA
- Kebiasaan cuci DEHIDRASI
tangan alat
makan/minum
Sanitasi Rumah:
- sumber air utama.
- jenis jamban
- jenis lantai
- jarak sumber
air dari
rembesan tinja
40
II.6 Hipotesa
1. Adanya hubungan antara usia ibu terhadap kejadian diare dengan dehidrasi
dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
2. Adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian diare
dengan dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
3. Adanya hubungan antara pekerjaan ibu terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
4. Adanya hubungan antara sumber air utama terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
5. Adanya hubungan antara jenis jamban terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
6. Adanya hubungan antara jenis lantai terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
7. Adanya hubungan antara mencuci tangan terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
8. Adanya hubungan antara mencuci alat makan atau minum terhadap
kejadian diare dengan dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
9. Adanya hubungan antara jarak sumber air terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehiarasi pada balita.