SINDROM CHUSING
Oleh :
Kelompok 12
NPM :122426002 SP
1. Pengertian
Sindrom cushing merupakan kumpulan abnormalitas klinis yang disebabkan oleh
keberadaan hormonal korteks adrenal (khususnya kortisol) dalam berlebih atau
kortikosteroid yang berkaitan, dan hormon androgen serta aldosteron (dalam taraf yang
rendah) (Jenifer P.kowalak 2013).
Sindrom cushing merupakan dampak dari aktivitas adrenokorikal yang
berlebihan, dan bukan karena kekurangan aktivitas adrenokortikal (Bruner dan suddart
2014).
Sindron cushing merupakan keadaan yang menyebabkan peningkatan kadar
glukokortikoid (Robbins & Cotran 2009).
Jadi sindrom Cushing adalah abnormalitas hormonal korteks adrenal yang
menyebabkan peningkatan kadar kortisol dan hormon androgen serta aldosteron yang
berlebihan.
2. Insiden
Penyakit sindrom cushing (kelebihan kortikotropin yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis) menempati sekitar 80% kasus endogen sindrom cushing. Penyakit cushing
paling sering terjadi pada usia antara 20 dan 40 tahun, dan tiga hingga 8 kali lipat lebih
sering terjadi pada wanita.
3. Etiologi
Penyebab sindrom cushing meliputi :
a. Kelebihan hormon hipofisis anterior (kortikotropin).
b. hiperplasia korteks adrenal
c. Tumor pada kelenjar hipofisis
d. Tumor ektopik yang menghasilkan hormon adrenokortikotropik (ACTH)
e. Pemberian kortikosteroid yang berlebihan, termasuk pemakaian yang lama.
f. alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih.
g. Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma
benigna.
4. Patofisiologi
Sindrom cushing disebabkan oleh pajanan lama pada obat-obatan glukokortikoid yang
berlebihan. sindrom cushing ini bersifat eksogen dan terjadi karena pemberian
kokortikoid atau kortikotropin yang lama, atau bersifat endogen akibat peningkatan
sekresi kortisol atau kortikotropin. Kelebihan kortisol akan menimbulkan efek imflamasi
dan katabolosme protein serta lemak perifer yang berlebihan untuk mendukung produksi
glukosa oleh hati. Mekanisme tersebut dapat tergantung kortikotropin (kenaikan kadar
kortikotropin plasma menstimulasi korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol secara
berlebihan) atau tidak tergantung kortikotropin (kortikosol yang berlebihan diproduksi
oleh kortek adrenal atau diberikan secara eksogen). Kortisol yang berlebihan akan
menekan poros hipotalamus hipofisis-adrenal dan juga ditemukan pada tumor yang
menyekresi kortikotropin secara atropik. Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat
untuk merangsang glukogenesis (pembentukan gula baru) seringkali kecepatan
glukogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat, salah satu efek glukogenesis yang meningkat
adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat sehingga
menyebabkan glukosa meningkat. efek meningkatnya kortisol dapat mengganggu kerja
insulin pada sel-sel perifer sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia
dan menimbulkan manifestasi klinik DM. dari kondisi hiperglikemia mengakibatkan
kadar oksigen ke jaringan menurun, sehingga jika terjadi luka maka luka susah sembuh.
Efek kortisol dalam metabolisme lemak gliserofosfat yang berasal dari glukosa
dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel
lemak, jika gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak, asam
lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas diplasma
meningkat hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan lemak berlebihan sehingga
obesitas, distribusi lemak tidak merata didaerah sentral tubuh sehingga menimbulkan
obesitas, wajah bulan (moon face), memadatkan fossa supraklavikula dan tonjolan
servikodorsal punggung bison (Buffalo hump), obesitas trunkus dengan ekstermitas atas
dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik berupa
chusingoid. Efek kortisol dalam metabolisme protein efek katabolik dan antianabolik
pada protein yang memiliki glukokortikoid menyebabkan menurunkan kemampuan sel-
sel pembentuk protein untuk mensintesis protein sintesa protein yang menurun memicu
peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada didalam sel. Proses
katabolisme protein ini menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan
perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh tubuh kecuali hati,
oleh karena itu klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah
rusak, luka-luka sembuh dengan lambat, ruptura serabut-seabut elastis pada kulit
menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae), matriks protein tulang
menjadi rapuh dan menyebakan osteoporosis, otot-otot mengalami atropi dan menjadi
lemah. Efek kortisol pada sistem kekebalan pemberian kortisol dalam dosis besar akan
menyebabkan atrofi yang bemakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh, hal ini akan
mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid, akibatnya tingkat
kekebalan tubuh terhadap sebagaian benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang,
sehingga hepersensitifitas menjadi lambat. Pada elektrolit glukokortikoid yang diberikan
atau disekresikan secara berlebihan akan menyebabkan retensi natrium dan pembuangan
natrium sehingga menyebabkan edema. Pada fungsi otak perubahan psikologik terjadi
karena kelebihan kortikosteroid hal ini ditandai dengan oleh ketidakstabilan emosional,
gangguan proses pikir, insomnia, dan depresi.
5. Manifestasi klinis
a. Henti
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis :
Terapi bisanya diarahkan pada kelenjar hipofisis karena sebagian besar disebabkan
oleh tumor hipofisis dan bahkan tumor hipofisis dan bahkan tumor korteks adrenal.
1) Pengangkatan tumor melalui pembedahan dengan hipofsektomi adalah terapi
pilihan (angka kesuksesan 80%).
2) Radiasi kelenjar hipofisis berhasil tetapi memerlukan waktu beberapa lama untuk
mengontrol gejala.
3) Adrenalektektomi dilakukan pada klien hipertrofi adrenal primer.
4) Setelah operasi, terapi sulih secara sementara dengan hidrokortison diperlukan
sampai kelajar adrenal mulai berespons secara normal (mungkin dalam beberapa
bulan).
5) Jika adrenalektomi bilateral dilakukan, diperlukan penggantian hormonal adrenal
seumur hidup
6) Inhibitor enzim adrenal (misalnya ; miterapon, aminoglutetimid, mitotan, dapat
digunakan pada tumor penyekresi ACTH ektopik yang tidak dapatkan secara total
pantau secara ketat fungsi adrenal ynag tidak adekuat disamping terapi.
7) Jika sindrom cushing terjadi akibat kortikosteroid eksogen, kurangi secara
bertahap ke tingkat minimum atau selingi terapi dengan terapi cara bergantian dua
hari sekali untuk mengatasi penyakit utama.
b. Penatalaksanaan keperawatan :
1) Menurunkan resiko cidera dengan menciptakan lingkungan yang protektif
untuk meminimalkan resiko jatuh atau cidera yang lain.
2) Menurunkan resiko infeksi
3) mempersiapkan klien untuk menjalankan pembedahan dan setelah operasi .
4) Mengajarkan tentang perawatan diri
5) Memberikan Health Education tentang pemberian obat kortikosteroid.
8. Komplikasi
Komplikasi sindrom cushing meliputi :
a. Osteoporosis.
b. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
c. Hirsutisme
d. Batu uretra
e. Metastasis tumor malignan.
1. pengkajian
1) Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan,
agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari pada
laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 40 tahun.
2) Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, klien mengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka
waktu yang lama.
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau kelainan
kelenjar adrenal lainnya.
Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek pada
tubuh dari hormon korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan
korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron.
Riawayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan
kemampuan untuik melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri. Detailnya pengkajian
keperawatan untuk klien ini mencakup :
a. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan edema.
b. Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang perubahan ini.
c. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respons terhadap
pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi. Keluarga klien
merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan informasi tentang perubahan ini.
5) Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
B3 (Brain)
Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai insomnia
B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di
daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis,
penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk bison,
obesitas tunkus.
2. Diagnosa keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
b. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan metabolisme protein dan respons
imflamasi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, keletihan
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan pemulihan, dan
kulit yang tipis dan rapuh.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan, gannguan fungsi
seksual, dan penurunan tingkat aktivitas.
h. Gangguan proses pikir berhubungan dengan ketidakstabilan alam perasaan,
iritabilitas, dan depresi.
i. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan stress atau depresi
3. Intervensi
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
NOC :
Menunjukan perubahanperubahan BB yang lambat, mempertahankan
pembatasan diet dan cairan, menunjukan turgor kulit normal tanpa
edema,menunjukan tanda-tanda vital normal.
NIC :
1) Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar dan komulatif
keseimbangan cairan.
2) Catat seri berat badan, bandingkan dengan pemasukan dan pengeluaran ,
timbang pasien bila abdomen kosong dari dialisat ( titik rujukan konstant )
3) Awasi TD, Nadi, perhatikan hipertensi , nadi kuat, distensi vena leher,
edema perifer, ukur CVP bila ada.
4) Peninggian menunjukan hipervolemia, kaji bunyi jantung dan nafas
perhatikan S3 dan atau gemericik, ronkhi.Kelebihan cairan berpotensi gagal
jantung kongesif ( GJK / edema paru )
5) Pembatasan cairan dapat dilanjutakn untuk menurunkan kelebihan volume
cairan.
NIC :
1) Memantau dan memanipulasi lingkungan fisik untuk memfasilitasi
keamanan.
2) Mengientifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera.
3) Anjurkan keluarga dan klien untuk menghindari cidera fisik.
4) Sediakan alat bantu bejalan seperti : tongkat dan kursi roda.
5) Bila diperlukan gunakan restrain fisik untuk membatasi resiko jatuh.
6) Tempelkan bel atau lampu panggil pada tempat yang mudah dijangkau klien
agar klien mudah meminta bantuan.
7) Beriakan pencahayaan yang adekuat.
8) Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan tindakan
untuk mencegah cidera.
NIC:
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas.
2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari bersama.
3) Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian.
4) Bantu pasien untuk posisi berkala misalnya bersandar, duduk, dan ambulasi
sesuai toleransi.
NIC :
Jenifer P.kowalak (2013). Buku Ajar Patofisiologi alih bahasa dr Andri hartono, EGC : jakarta
Bruner dan suddart (2014). Keperawatan Medikal bedah alih bahasa Devi Yulianti, Amelia
kimin. EGC : Jakarta.
Robbins & Cotran (2009). Buku saku dasar patologis penyakit, edisi 7, cetakan pertama. EGC :
Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil NOC, edisi.9. Jakarta : EGC
M.Black Joyce. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen klinis untuk hasil yang
diharapkan, edisi bahasa indonesia. Edisi 8.Buku 2. Salemba Medika : Jakarta.