Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MMAnatomiOrganlimfoid
1.1Makroskopik
1. Timus
Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai pubertas, timus
akan mengalami involusi dan mengecil seiring umur kadang sampai
tidak ditemukan. akan tetapi masih berfungsi untuk menghasilkan
limfosit T yang baru dan darah. Mempunyai 2 buah lobus, mempunyai
bagian cortex dan medulla, berbentuk segitiga, gepeng dan kemerahan.
Timus mempunyai 2 batasan, yaitu :
2. Sumsum Tulang
Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka, dan tulang iga. Sel stem
hematopoetik akan membentuk sel-sel darah. Proliferasi dan
diferensiasi dirangsang sitokin. Terdapat juga sel lemak, fibroblas dan
sel plasma. Sel stem hematopoetik akan menjadi progenitor limfoid
yang kemudian mejadi prolimfosit B dan menjadi prelimfosit B yang
selanjutnya menjadi limfosit B dengan imunoglobulin D dan
imunoglobulin M (B Cell Receptor ) yang kemudian mengalami
seleksi negatif sehingga menjadi sel B naive yang kemudian keluar dan
mengikuti aliran darah menuju ke organ limfoid sekunder. Sel stem
hematopoetik menjadi progenitor limfoid juga berubah menjadi
prolimfosit T dan selanjutnya menjadi prelimfosit T yang akhirnya
menuju timus.
LO 1.2 Organ limfoid sekunder
1. Limfonodus
Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi untuk memproduksi
limfosit dan antibodi untuk mencegah penyebaran infeksi lanjutan,
menyaring aliran limfatik sekurang-kurangnya oleh satu nodus
sebelum dikembalikan kedalam aliran darah melalui duktus torasikus,
sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi lebih luas. Terdapat
permukaan cembung dan bagian hillus (cekung) yang merupakan
tempat masuknya pembuluh darah dan saluran limfe eferen yang
membawa aliran limfe keluar dari limfonodus. Saluran afferen
memasuki limfonodus pada daerah sepanjang permukaan cembung.
Bentuk :
Oval seperti kacang tanah atau kacang merah dengan pinggiran cekung
(hillus)
Ukuran :
Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat diraba pada daerah leher,
axilla, dan inguinal dalam keadaan infeksi.
2. Lien
Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh, vaskular
berwarna kemerahan karena banyak mengandung darah dan berbentuk
oval. Pembesaran limpa disebut dengan splenomegali. Pembesaran ini
terdapat pada keaadan leukimia, cirrosis hepatis, dan anemia berat.
Letak :
Regio hipochondrium sinistra intra peritoneal. Pada proyeksi costae 9,
10, dan 11. Setinggi vertebrae thoracalis 11-12. Batas anterior yaitu
gaster, ren sinistra, dan flexura colli sinistra. Batas posterior yaitu
diafragma, dan costae 9-12.
Ukuran :
Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.
Aliran darah :
Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu arteri lienalis
dan keluar melalui vena lienalis ke vena porta menuju hati.
3. Tonsil
Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila
1. Tonsila palatina
Terletak pada dinding lateralis (kiri-kanan uvula) oropharynx dextra
dan sinistra. Terletak dalam 1 lekukan yang dikenal sebagai fossa
tonsilaris dengan dasar yang biasa disebut tonsil bed. Fossa tonsilaris
dibatasi oleh dua otot melengkung membentuk arcus yaitu arcus
palatoglossus dan arcus palatopharyngeus.
2. Tonsila lingualis
3. Tonsila pharyngealis
Perdarahan :
Aliran darah berasal dari arteri tonsillaris yang merupakan cabang dari
arteri maxillaris externa (fascialis) dan arteri pharyngica ascendens
lingualis.
L.O.2. Mikroskopik
Timus
- Timus memiliki suatu simpai jaringan
ikat yg masuk ke dalam parenkim dan
membagi timus menjadi lobulus.
- Setiap lobulus memiliki satu zona perifer
gelap disebut korteks dan zona pusat yg
terang disebut medula korteks dan
medula berisi sel-sel limfosit.
- Sel limfosit berasal dari sel mesenkim
yang menyusup ke dalam suatu epitel primordium dr kantung
faringeal ke 3 dan 4.
Korteks Timus
Terdapat :
- limfosit T yang sangat banyak,
- Sel retikular epitel yang tersebar
- Beberapa makrofag
Medula Timus
Mengandung sel retikular dan
limfosit
Sel-sel ini menyebabkan medula
tampak lebih pucat dibanding baguan
korteks
Mengandung BADAN HASSAL
yang mrpkn sel retikular epitel
gepeng yang tersusun konsentris,
mengalami degenerasi dan
mengandung granula keratohialin.
Fungsi BADAN HASSAL belum diketahui
Tonsil
Tonsila Palatina
Terletak pada dinding lateral faring
bagian oral
Setiap tonsila memiliki 10-20
invaginasi epitel (epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk) yang
menyusup ke dalam parenkim
membentuk KRIPTUS yang
mengandung sel-sel epitel yang
terlepas, limfosit hidup dan mati, dan bakteri dalam lumennya
Yang memisahkan jaringan limfoid dari organ-organ berdekatan
adalah satu lapis jaringan ikat padat yang disebut simpai tonsila
yang biasanya bekerja sebagai sawar terhadao penyebaran
infeksi tonsila
Tonsila Pharingea
- Merupakan tonsila tunggal yang terletak dibagian supero-
posterior faring.
- Ditutupi epitel bertingkat silindris bersilia
- Tidak ada lipatan-lipatan mukosa dengan jaringan limfoid difus
dan nodulus limfatikus
- Tidak memiliki kriptus
- Simpai lebih tipis dari T. palatina
Tonsila Lingualis
- Lebih kecil dan lebih banyak
- Terletak pada pangkal lidah
- Ditutupi epitel berlapis gepeng
- Masing-masing mempunyai sebuah kriptus
LO2.MMMekanismeImunitasTubuh
2.1Definisi
Imunitasadalahkemampuantubuhuntukmelindungidirinyasendiridengan
menahanataumenghilangkanbendaasing(sepertibakteriatauvirus)atausel
abnormal(selkanker)yangberpotensimerugikan.
2.2MenjelaskanResponImunAlamiah&Responimundidapat
ResponImunAlamiah
Responsnonspesifikiniadalahmekanismepertahananbawaan(sudahada)yang
secaranonselektifmempertahankantubuhdarisetiapjenisbendaasingatau
abnormalapapunsepertiageninfeksi,iritankimiawi,dancederaakibattraumaatau
lukabakar.
Komponenkomponenutamasistemimunnonspesifikadalahpertahananfisikdan
kimiawisepertiepiteldansubstansiantimikrobayangdiproduksipadapermukaan
epitel;berbagaijenisproteindalamdarahtermasukdiantaranyakomponenkomponen
sistemkomplemen,mediatorinflamasilainnyadanberbagaisitokin,selselfagosit
yaituselselpolymorfonukleardanmakrofagsertaselnaturalkiller(NK)
Dalamhalinileukosityangtermasukfagositmemegangperanyangamatpenting,
khususnyamakrofagdemikianpulaneutrofildanmonosit.
FaktorpentingyangberperandalamfagositadalahFaktorleukotaktikatau
kemotaktikyangberfungsimenarikfagositmenujuantigensasaran.Selanjutnya
bakterimengalamiOpsonisasi.
2.3MenjelaskanImunitasSelulerdanHumoral
LO3MMAntigen
3.1Definisi
Antigenadalahbahanyangberinteraksidenganprodukresponsimunyangdirangsang
olehimunogenspesifiksepertiantibodydanataTCR.
3.2MenjelaskanSifat,Fungsi,&Jenis
(Baratawidjaja,G.K.&RengganisI.ImunologiDasarEdisike10.2012.Jakarta:
BadanPenerbitFKUI)
LO4Antibodi
4.1Definisi
Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang mengandung berbagai
bahan larut tanpa sel. Bahan tersebut mengandung molekul antibodi yang
digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai
imunoglobulin. Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan menghantarkannya ke
sistem efektor pemusnahan. Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal
dari proliferasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Antibodi yang
terbentuk secara spesifik akan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis.
4.2MenjelaksanStrukturMolekul
Porter telah menemukan struktur dasar immunoglobulin yang terdiri dari 4 rantai
polipeptida, terdiri dari 2 rantai berat (heavy chain=H) dan 2 rantai ringan(light
chain =L) yang tersusun secara simetris dan dihubungkan satu sama lain oleh ikatan
disulfide(Interchain disulfide bods). Molekul IgG dapat dipecah oleh enzim papain
menjadi 3 fragmen. Dua fragmen ternyata identik dan dapat mengikat antigen
membentuk kompleks yang larut yang menunjukkan bahwa fragmen itu univalent
atau mempunyai valensi satu. Frakmen ini disebut Fab (fragment antigen binding).
Fragmen yang ketiga tidak dapat mengikat antigen dan karenanya dapat membentuk
kristal disebut Fc(fragment crystallizable). Pepsin, suatu enzim proteolitik lain, dapat
memecah IgG pada tempat Fc sehingga tertinggal satu fragmen besar yang masih
dapat mengendapkan antigen, sehingga masih bersifat divalen (bervalensi dua), dan
disebut F(ab)2. Analisis asam amino menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa
terminal-N dari rantai L maupun rantai H selalu menjadi variabel sehingga urutan
asam amino yang ditemukan tidak konstan, disebut disebut bagian variabel. Sisa dari
rantai ternyata menuunjukkan struktur yang relatif konstan; disebut konstan. Bagian
variabel dan rantai-L dan rantai-H, yang membentuk ujung dari Fab menentukan sifat
khas dari antibodi itu. Oleh karena setiap molekul immunoglobulin mempunyai 2 Fab,
maka struktur dasar dari immunoglobulin dapat mengikat 2 determinan antigen.
4.3MenjelaskanSifat,Fungsi&Jenis
LO5MMVaksin&Imunisasi
5.1MenjelaskanVaksin
iii. Serum asal hewan: Serum asal hewan seperti anti bisa ular
tertentu, laba-laba, kalajengking yang beracun digunakan
untuk mengobati mereka yang digigit. Bahayanya ialah
penyakit serum.
iv. Antibodi heterolog versus antibodi homolog: antibodi
heterolog asal kuda dapat menimbulkan sedikitnya 2 jeni
hipersensivitas yaitu reaksi tipe I atau tipe III (penyakit
serum atau kompleks imun)
v. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian globulin
serum: Biasanya preparat globulin diberikan IM mengingat
pemberian IV dapat menimbulkan reaksi anafilaksis.
Preparat baru adalah aman untuk pemberian IV. Keunikan
kontraindikasi pemberian Immunoglobulin yaitu pada
defisiensi IgA kongenital.
2) Imunisasi aktif: untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin
hidup/dilemahkan atau yang dimatikan. Keuntungan dari pemberian
vaksin hidup/dilemahkan ialah terjadinya replikasi mikroba sehingga
menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan respons imun di
tempat infeksi alamiah. Risiko vaksin yang dilemahkan ialah oleh karena
dapat menjadi virulen kembali dan merupakan hal yang berbahaya untuk
subyek imunokompromais.
A. Respons primer dan sekunder
Respons primer ditandai dengan lag phase yang diperluka sel naif
untuk menjalani seleksi klon, ekspansi klon dan diferensiasi
menjadi sel memori dan sel plasma. Kemampuan untuk
memberikan respons humoral sekunder tergantung dari adanya sel
B memori dan sel T memori. Aktivasi kedua sel memori
menimbulkan respons antibodi sekunder yang dapat dibedakan
dari respons primer.
B. Perbedaan respons imun di berbagai bagian tubuh: ada perbedaan
kadar antibodi dalam intra dan ekstra-vaskuler. sIgA diproduksi
setempat di lamina propria di bawah membran mukosa saluran
napas dan cerna yang sering merupakan tempat kuman masuk.
sIgA merupakan Ig utama dalam sekresi hidung, bronkus,
intestinal, saluran kemih, saliva, kolostrum dan empedu. sIgA
memberikan keuntungan dan dapat mencegah virus di tempat
virus masuk tubuh, sintesis antibodi sekretori lokal terbatas pada
lokasi-lokasi anatomis tertentu yang dirangsang langsung melalui
kontak dengan antigen.
1.1. Vaksin
Suspensi mikroorganisme (bakteri, virus atau riketsia) yang
dilemahkan atau dimatikan, atau suspensi protein antigentik yang berasal dari
mikroorganisme tersebut, yang diberikan untuk mencegah, meringakan, atau
mengobati penyakit menular. (Dorland). Vaksinasi merupaka imunisasi aktif
karena memasukkan antigen agar terbentuk antibodi spesifik atau sel limfosit
T dalam tubuh.
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin
hidup dibuat dalam pejamu, dapat menimbulkan penyakit ringan, dan
menimbulkan respons imun seperti yang terjadi pada infeksi alamiah. Vaksin
mati merupakan bahan (seluruh sel atau komponen spesifik) asal patogen
seperti toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.
Klasifikasi vaksin
Hidup - diatenuasikan Mati - diinaktifkan
Patogen Komponen
Bakteri Virus Rekayasa Seluruh Agens Toksoid Subunit dimurnikan Rekaya Rekombinan
subunit
BCG Adeno Influenza Antraks Difteri Petusis (aselular) Hib konjugat Hepatitis B
Campak (intranasal) Kolera USP Tetanus Hib (polisakarida) Pneumokok (antigen
Mumps Kolera (parenteral) Kolera EC/rBS konjugat permukaan)
Polio Virus Rota Kolera (oral) Meningokok Penyakit
Rubella Tifoid WC/rBS (oral) Influenza (vaksin konjugat lyme (OspA)
Yellow (Ty21- Hepatitis A slit)
fever oral) Hepatitis B Menigokok
(asal plasma) (polisakarida)
Influenza Pneumokok
(seluruh virus) (polisakarida)
Pes Tifoid Vi
Polio (IPV) (polisakarida)
Rabies
Tifoid
(parenteral)
Jenis-jenis vaksin
1) BCG
BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis
(TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan.
BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi
berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan
untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup
yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan
sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang
menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi
HIV). Reaksi yang mungkin terjadi:
i. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada
tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil
yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi
pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan
membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya
sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
ii. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak
atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang
akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah
i. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat
penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses
ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat
penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya
dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan
jarum) dan bukan disayat.
ii. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan
terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan
membaik dalam waktu 2-6 bulan.
2) DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi
terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan
dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara
yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi
pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama
beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat
sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis
juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia,
kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan
pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak
yang berumur kurang dari 7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat
dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau
paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak
berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III);
selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang
diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6
tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin
pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya
diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian
setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan
selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan
yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan
terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti
demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa
hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen
pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi
berikut:
i. demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
ii. kejang
iii. kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang
sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat
riwayat kejang dalam keluarganya)
iv. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu
ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak
pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya
abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya
membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi
demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat
penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam,
bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi
nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat
atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai
yang bersangkutan
3) DT
memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh
kuman penyebab difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak
yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis,
tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan
imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha
sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak
yang sedang sakit berat atau menderita demam inggi. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan
pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung selama 1-2 hari.
4) TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan
aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga
dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun
pengobatan penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu
pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini
disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek
samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat
penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa
nyeri.
5) Polio
Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah
satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan
kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan.
Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
i. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung
virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui
suntikan
ii. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung
vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam
bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif
melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV)
efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV)
dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio
ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian
pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD
(12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini
diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau
dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
i. Diare berat
ii. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan,
kemoterapi, kortikosteroid)
iii. Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan
kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon
kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan
untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang
tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang
dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin,
kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih
banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi,
sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah
mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV,
streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan
IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem
kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia,
kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga
diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran,
terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak
sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya
pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat
penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa
hari.
6) Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis
pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar
biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan
kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak
0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
i. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius
ii. gangguan sistem kekebalan
iii. pemakaian obat imunosupresan
iv. alergi terhadap protein telur
v. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
vi. wanita hamil
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit,
diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
7) MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak,
gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler
dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan
pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih
serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan
pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama
yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis
(infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan
otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada
buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella)
menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan
kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban
pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi
keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya
(buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa
menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak
ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap
campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk
setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu,
misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi
yang berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan.
Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur
hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat
anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak
berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang
berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan
tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali
suntikan MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956,
diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang
telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada
90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan
memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak,
campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk
memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh
suntikan pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing
komponen vaksin:
i. Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani
imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi
pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR.
Demam 39,50 Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa
terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan MMR.
Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu
setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari.
Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR
kedua.
ii. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada
kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung
selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu
setelah menerima suntikan MMR.
iii. Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar getah
bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3
hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima
suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang
mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang
ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3
minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya
ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan
MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang
menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi
ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-
timbul).
iv. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung
selama 1 minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-
anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang
menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi
akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada tangan atau
kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada
orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima
suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun
bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal
ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah
suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan
demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan
dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan
dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan
komplikasi yang sangat serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih.
Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
i. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik
neomisin
ii. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
iii. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat
kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison,
steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati
imunosupresan.
iv. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.
8) Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus
influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis,
pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan
anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat
anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.
9) Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air.
Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan,
kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng
yang akan mengelupas.
Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita
cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-
anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13
tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang
berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan
vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air,
sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8
minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat
menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal;
tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius
sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa
diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung
menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air.
Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun
telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya
ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang
komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa
gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang,
diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa :
i. Demam
ii. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
iii. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah :
i. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu
setelah penyuntikan
ii. pneumonia
iii. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan
gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang
cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah
suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi.
iv. Ensefalitis
v. penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :
i. Wanita hamil atau wanita menyusui
ii. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem
kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat
keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
iii. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap
antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin
mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
iv. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit
serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh
(misalnya AIDS)
v. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi
kortikosteroid
vi. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau
komponen darah lainnya
vii. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu
menerima suntikan immunoglobulin.
10) HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan
kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya
memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2
bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang
waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang
waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi
ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum
memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar
HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan
vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B
immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah
lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan,
dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak
diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan
status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG
(sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi
kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak
benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat
suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak
pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
11) Pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap
sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri
ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti
meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga
dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki
resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.
5.2MenjelaskanImunisasi
LO6MMPandanganIslamttgPemberianVaksinmenggunakaBahanyang
HaramditinjaudariHukumIslam
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri
dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar
sehari itu dari racun dan sihir(HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyariatkannya mengambil
sebab untuk membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau
dikhawatirkan terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana
halnya boleh berobat tatkala terkena penyakit.
Boleh dalam kondisi darurat dalil firman Allah : Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya. (QS. Al- Anam [6]:119)
1) Dhorurat dalam Obat
Semua syariat itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada
tambahan kemudahan lagi. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafii
tatkala berkata :
Kaidah syariat itu dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu
apabila sempit maka menjadi luas.21
Perlukah Vaksin?
Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang
dewasa yang mengalami gangguan system imun dan syaraf, interaktif, kelemahan
daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, arthritis reumatiod, sklerosis
multiple, dan bahkan epilepsy. Hal itu disampaikan oleh Presiden Pusat Informasi
Vaksin Nasional Amerika, Barbara Loe.
Sementara itu, dr. Muhammad Ali Toha Assegaf, Anggota IDI, Anggaota
Ikatan Dokter Akupuntur Indonesia menyatakan kegelisahannya terhadap vaksin,
Halalkah vaksin yang ada di negeri ini/perlukah vaksinasi? Dan amankah? Ini
adalah kegelisahan saya sebagai dokter dan kegelisahan jutaan orang yang
menyakini sabda Rasulullah SAW., : Allah tidak menciptakan kesembuhan dari
hal yang diharamkan atas kalian. Juga Allah SWT tidak menjadikan barang
haram sebagai obat bagi umatku.
Pendapat Kontra :
- Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah
orang tretular penyakit infeksi yg pengguna alkohol, obat bius, dll.
- Efek samping yg membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal,
aluminium, benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan
memicu autism, cacat otak, dll.
Pendapat Pro :
- Mencegah para bayi tertular dari sang ibu, yang membawa virus toksoplasma,
rubella, hepatitis B yg dapat membahayakan ibu dan janin.
- Vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah penyakit infeksi berkembang
menjadi wabah seperti kolera, diphteri, & polio.
- Efek samping yg membahayakan bisa diminimalisirkan dengan tanggap
terhadap kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu tentang
jenis merk vaksin serta jadwal yg benar sesuai kondisi setiap orang.
- Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi. Contoh fatwa MUI yg
menyatakan halal. Dan jika haram, maka tetap diperbolehkan karena
mengingat keadaan darurat, daripada penyakit infeksi mewabah.
Hal ini berkaitan dg program wajib (PPI), ada 5 vaksin yg menjadi imunisasi
wajib.