B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mendapat gambaran tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko prilaku kekerasan maupun
perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan prilaku kekerasan.
b. Membuat perencanaan untuk klien dengan prilaku kekerasan.
c. Melakukan tindakan pada klien dengan prilaku kekerasan.
d. Membuat evaluasi pada klien dengan prilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stressor
seperti marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai
orang lain, dan atau merusak lingkungan. Perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Sedangkan resiko
perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan
tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (Keliat et al.,
2014).
C. Rentang Respon
Menurut Dalami et al., (2014) respon muncul akibat adanya stressor.
Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan. Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang
adaptif maladaptif, seperti rentang respon kemarahan dibawah ini
Adaptif maladaptif
D. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut Keliat dalam Muhith (2015), berbagai
kejadian, hal, atau peristiwa baik biologis, psikologis dan atau sosial
budaya yang mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau
sanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia
dewasa atau remaja.
b. Sosial budaya, cultural dapat mempengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu mendefinisikanekspresi agresif mana
yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang
asertif.
c. Biologis, pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus dapat
menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama
pada nekleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor
kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis,
bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi,
dan henak menerkam objek yang ada disekitarnya. Jadi, terjadi
kerusakan fungsi system limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk
interpretasi indera penciuman dan memori).
d. Perilaku, Reinforcment yang diterima pada saat melakukan kekerasan
dan sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
2. Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan dan membutuhkan energy
ekstra/sangat besar untuk mengatasinya. Karakteristik stressor presipitasi
adalah sifat, asal, waktu dan jumlah (Stuart, 2007). Faktor presipitasi
bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi
klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut,
padat, kritikan yang mengarahpada penghinaan, kehilangan orangyang
dicintai/pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang
lainnya. Interaksi social yang profokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan (Keliat dalam Muhith, 2015).
E. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, denial, dan reaksi formasi (Fitria, 2014).
1. Represi atau displacement, merupakan mekanisme pertahanan yang
menimbulkan permusuhan yang tidak disadari sehingga individu bersifat
eksploaitatif, manipulative, dan ekspresi lainnya yang mudah berubah.
2. Denial, mekanisme pertahanan ini cenderung meningkatkan marah
seseorang karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri
akibat ketidakmampuannya.
3. Sublimasi, adalah dengan mengalihkan rasa marah pada aktifitas lainnya.
4. Proyeksi, juga cenderung meningkatkan ekspresi marahnya terhadap
orang/benda tanpa dihalangi.
5. Formasi, adalah perilaku pasif-agresif karena perasaannya tidak
dikeluarkan akibat ketidakmampuannya mengekspresikan kemarahannya
atau memodifikasi perilakunya. Pada saat-saat tertentu individu dapat
menjadi agresif secara tiba-tiba (Dalami et al, 2014).
F. Patofisiologi/Proses Kemarahan
Tindakan kekerasan pada agresi permusuhan timbul sebagai kombinasi
antara frustasi yang intens dengan stimulus (implus) dari luar sebagai pemicu.
Pada hakekatnya, setiap orang memiliki potensi untuk melakukan tindak
kekerasan. Namun pada kenyataannya, ada orang-orang yang mampu
menghindari kekerasan walau belakangan ini semakin banyak orang
cenderung berespon agresi. Cirri kepribadian (personalitytrait) sesorang sejak
masa balita hingga remaja berkembang melaui tahapan perkembangan
kognitif (intelegensia), respon perasaan dan pola perilaku yang terbentuk
melalui interaksi faktor hereditet, gen, karakter tempramen (nature) dan
faktor pola asuh, pendidikan, kondisi social lingkungan yang membentuk cirri
kepribadiannya di masa dewasa. Pola kepribadian tersebut yang membentuk
reflex respon pikiran dan perasaan seseorang saat menerima stimulus dari
luar, khususnya pada saat kondisi menerima stimulus ancaman. Bila reflex
yang telah terpola berupa tindakan kekerasan, maka saat menghadapi situasi
ancaman respon yang muncul adalah tindakan kekerasan. Area di otak
manusia yang menjadi pusat emosi adalah pada sirkuit system limbik yang
meliputi thalamus hypothalamus amygdale hypocampus. Amigdala menjadi
organ pusat perilaku agresi. Penelitian Bauman dkk dalam Muhith (2015),
menunjukkan bahwa stimulasi pada amygdale mencetuskan perilaku agresi
sedangkan organ hypothalamus berperan dalam pengendalian berita agresi.
Setiap stimulasi dari luar yang diterima melalui reseptor pancaindera manusia
diolah lalu dikirim dalam bentukpesan ke thalamus lalu ke hypothalamus,
selanjutnya ke amigdala (sirkuit system limbic) yang kemudian menghasilkan
respon tindakan. Dalam keadaan darurat, misalnya pada saat panic atau
marah, pesan stimulus yang dating di thalamus terjadi hubungan pendek
(short circuit) sehingga langsung ke amygdale tanpa pengelolaan rasional di
hypothalamus. Amygdale mengelola sesuai isi memori yang biasa
direkamnya, sebagai contoh: bila sejak kecil anak-anak diberi input
kekerasan, maka amygdale sebagai pusat penyimpanan memori emosional
akan merekam dan menciptakan reaksi pada saat terjadi sirkuit pendek sesuai
pola yang telah direkamnya yakni tindak kekerasan.
Kualitas dan intensitas interaksi anggota keluarga akan menentukan
apakah sesorang akan mempunyai kecenderungan agresi atau tidak. Bila sejak
kecil anak-anak mendapat perlakuan kekerasan, baik melalui kata-kata
(verbal) maupun tindakan (perilaku), maka akan membentuk pola kekerasan
dalam dirinya. Bila dalam lingkungan keluarga dibina iklim assertiveness
yakni keterbukaan, kebersamaan, dialog, sikap empati, maka akan terbentuk
pola reflex yang assertive bukan pola agresivenness. Kondisi assertive akan
mengurangi terbentuknya sirkuit pendek agresi dan dapat menumbuh
kembangkan kecerdasan rasional, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual sebab eksistensi humanism manusia merupakan hasil interaksi
kecerdasan rasional (IQ) yang merupakan aspek mental (psiko-edukatif)
kecerdasan spiritual.
Kemarahan diawali adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal.
Sedangkan stressor eksternal bisa berupa ledakan, cacian, makian, hilangnya
benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut
akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada system individu
(Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang
individumemaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan
tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberikan makna positif, misalnya: macet adalah
waktu untuk beristirahat, penyakit adalah sasaran penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan
dapat melakukan kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai
perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna
menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu
melakukan kegiatan positif (olahraga, menyapu, ) maka akan muncul
perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan
memicu tibulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar
(Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action)
dapat menyelesaikan maslah. Kemarahan yang diekspresikan keluar
(Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis
(Poinful symptom) (Yosep, 2007).
G. Manifestasi Klinis
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala
atau perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Bila pasien dianggap hendak
melakukan kekerasan, maka perawat harus melaksanakan prosedur klinik
yang sesuai untuk melindungi pasien dan tenaga kesehatan, beritahu ketua
tim, kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu, beritahu dokter dan
kaji PRN untuk pemberian obat.
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama pasien dibawa ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan cara:
a. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat. Sering pula tampak pasien memaksakan kehendak
seperti merampas makanan, memukul jika tidak senang.
b. Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang dirasakan pasien.
3. Rencana Keperawatan
Menurut Keliat (2014), rencana tindakan keperawatan terhadap klien.
a. Strategi Pelaksanaan 1 klien: Membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
b. Strategi Pelaksanaan 2 klien: Membantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua (evaluasi latihan nafas
dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
kedua [pukul kasur dan bantal]).
c. Strategi Pelaksanaan 3 klien: Membantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang
dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal [menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik], susun
jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal).
d. Strategi Pelaksanaan 4 klien: Bantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal,
latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/berdoa).
e. Strategi Pelaksanaan 5 klien: Membantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan obat (bantu pasien minum obat secara
teratur dengan prinsip lima benar [benar nama pasien, benar nama
obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat] disertaipenjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat,
susun jadwal minum obat secara teratur).
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terdapat kemampuan pasien dan keluarga dan kemampuan
perawat.
BAB III
KASUS
A PENGKAJIAN
1 Identitas Klien:
Nama : Tn. H
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : islam
Status : belum menikah
Nomor CM : 015901
Ruang Rawat : Ruang Melati
Tanggal MRS : 12 maret 2017
Tanggal Pengkajian : 15 meret 2017
1. Alasan Masuk:
a. Rekam medik : pasien di bawa ke RS oleh keluarga tanggal 12 maret
2017 jam 14.45 karena marah-marah, mengancam, mengganggu
lingkungan, melempar jendela kaca rumah tetangga dengan batu,
bicara sendiri, klien sakit jiwa kurang lebih 10 tahun.
Pengkajian saat di RS: saat dikaji tanggal 15 maret 2017 klien
mengatakan masih merasa kesal. Klien mengatakan merasa kesal
kepada keluarganya karena telah membawanya ke RS dan tidak perduli
padanya. Wajah klien terlihat tegang, Klien terlihat menyimpan emosi
dalam dirinya, postur tubuh terlihat kaku, ekspresi wajah klien seperti
menyimpan rasa marah ketika perawat bertanya siapa yang
membawanya ke tempat ini, nada suara klien terdengar tegas.
5. Faktor Predisposisi
a. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?
Ya, pasien sakit sejak tahun 2006, dirawat di RSJ sebanyak 7 kali yaitu
dibuktikan dengan data yang didapatkan dari status, sebagai berikut:
Tanggal masuk: 29-08-2006 tanggal keluar: 15-12-2006
Tanggal masuk: 10-06-2007 tanggal keluar: 25-08-2007
Tanggal masuk: 18-07-2011 tanggal keluar: 29-08-2011
Tanggal masuk: 25-03-2013 tanggal keluar: 31-05-2013
Tanggal masuk: 28-11-2013 tanggal keluar: 06-03-2013
Tanggal masuk: 04-11-2014 tanggal keluar: 15-01-2015
Tanggal masuk: 12-03-2017 tanggal keluar: sampai sekarang
b. Pengobatan sebelumnya
Pengobatan berhasil dibuktikan dengan klien mampu beradaptasi
dengan masyarakat yaitu bekerja sebagai kuli bangunan.
c. Trauma :
Klien memiliki trauma di aniaya fisik sebagai pelaku yaitu memukul
orang lain, merusak kaca jendela dengan cara dilempar dengan batu.
d. Anggota keluarga yang gangguan jiwa
Pasien mengatakan tidak ada anggota yang mengalami gangguan jiwa.
6. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Pandangan mata tajam, raut wajah tegang, cara berjalan kaku, dan nada
bicara ketus.
b. Tanda Vital: TD: 120/70 mmHg N: 84 x/mt S: 36,5C P: 20x/mt
c. Ukur : BB: 58 kg TB: 148 cm
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe : Terlampir
J. INTARVENSI
No Hari / Diagnosa Tujuan & kriteria intervensi
tanggal hasil
1. Rabu, Prilaku Setelah 6 kali Sp 1 pasien
15-03-17 a. identifikasi
kekerasan pertemuan klien
penyebab, tanda dan
mampu untuk
gejala PK
mengendalikan prilaku
b. identifikasi PK
kekerasannya ditandai
yg dilakukan
dengan: c. identifikasi
a. Klien mampu untuk
akibat PK
menyebutkan d. Sebutkan cara
peneybab, tanda dan mengontrol PK
e. bantu klien
gejala, akibat, dan
mempraktekkan cara
cara mengontrol
mengontro PK
prilaku kekerasan
dengan latihan fisik
1 (tarik napas
dalam)
f. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian
sp 2 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. bantu klien
mempraktekkan cara
mengontro PK
dengan cara
melakukan kegiatan
harian: menyapu
c. anjurkan klien
memasukkan ke
dalam jadwal
kegiatan harian
sp 3 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. bantu klien
mempraktekkan cara
mengontrol PK
dengan cara
melakukan kegiatan
harian: merapikan
tempat tidur.
c. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian
sp 4 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. latih klien
mengontrol PK
dengan cara verbal
c. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian
sp 5 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. latih klien
mengontrol PK
dengan cara
spiritual.
c. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian
sp 1 keluarga
a. diskusikan masalah
yang dirasakan
keluarga dalam
merawat klien
b. jelaskan pengertian,
tanda, dan gejala
prilaku kekerasan
yang dialami klien
beserta proses
terjadinya
c. jelaskan cara-cara
merawat klien
prilaku kekerasan
sp 2 keluarga
a. latih keluarga
mempraktekkan cara
merawat klien
prilaku kekerasan
b. latih keluarga
melakukan cara
merawat klien
prilaku kekerasan
sp 3 keluarga
a. bantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah
termaksud minum
obat
b. jelaskan follow up
klien setelah pulang
K. IMPLEMENTASI & EVALUASI
No Implementasi Evaluasi
.
1. Rabu, 15 maret 2017 (PK)
Ds: S:
- Klien mengatakan masih merasa - Klien mengatakan
kesal masih kesal terhadap
- Klien mengatakan merasa kesal keluarganya yang
kepada keluarganya karena telah membawanya masuk
membawanya ke RSJ dan tidak RS
perduli padanya. - Klien mengatakan mau
melakukan latihan cara
Do: tarik nafas dalam
- Wajah klien terlihat tegang - klien mengatakan bisa
- Postur tubuh terlihat kaku untuk mempraktekkan
- Ekspresi wajah klien seperti cara napas dalam
menyimpan rasa marah ketika O:
perawat bertanya siapa yang - tatapan mata tajam
membawanya ke tempat ini - wajah tampak tegang
- Nada suara klien terdengar kasar - klien tampak berbicara
dengan nada kasar
D: Perilaku Kekerasan - emosi klien tampak tidak
adekuat
- klien tampak terlihat
T : - mengidentifikasi penyebab
menyimpan dendam
- Menidentifikasi tanda dan gejala
- klien tampak jengkel
- Mengindetifikasi prilaku
- klien tampak
kekerasan yang dilakukan memperlihatkan sikap
- Mengidentifikasi akibat prilaku
bermusuhan
kekerasan
- Membantu klien mempraktikan
cara tarik nafas dalam A: Sp 1 Prilaku kekerasan (+)
- Menganjurkan memasukan ke
Tarik nafas dalam (+)
dalam kegiatan harian
P:
RTL: Evaluasi SP1
- latih cara napas dalam bila
Lanjut SP2 emosi muncul dan lakukan
- Melatih klien untuk mengontrol sesuai jam (09,00, 14,00)
Pk dengan melakukan kegiatan - masukkan dalam kegiatan
(menyapu) harian
1. Kamis, 16 maret 2017 (PK) S:
- Klien masih sedikit
Ds: kesal
- klien masih merasa kesal - Klen mengatakan
- Klen mengatakan sudah sedikit lega ketika
melakukan cara mengontrok PK melakukan tarik nafas
dengan tarik nafas dalam dalam
- Klen mengatakan sudah
Do : - wajah klen tampak sedikit tegang
melakukan kegiatan
- Klien tampak masih menyimpan
menyapu
emosi
- Klen tampak mempraktekan cara
tarik nafas dalam O:
- klen tampak melakukan
D: Perilaku Kekerasan kembali tarik nafas
dalam
- Klen melakukan
I:
kegiatan harian yaitu
- Mengevaluasi kegiatan harian
- Melatih klien untuk mengontrol menyapu
- Wajah klien tampak
Pk dengan melakukan kegiatan
masih sedikit tegang
(menyapu)
- Ekspresi wajah tampak
- Menganjurkan memasukan
sedikit menyimpan
dalam kegiatan harian
emosi
RTL:
A:
- Evaluasi sp1 (tarik nafas dalam)
- Prilaku kekerasan (+)
- Evaluasi SP2 ( melakukan
- Tarik nafas dalam (+)
kegiatan) - Kegiatan harian
- Lanjut Sp3
(menyapu) (+)
Melatih klien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara
P:
verbal (menolak dan meminta
-Latih tarik napas dalam jika
dengan baik)
emosi muncul dan lakukan
sesuai jam(09.00, 14.00)
-Latih klien mengontrol Pk
dengan melakukan kegiatan
(menyapu) sesuai jam(07.00,
15.00)
-Masukan dalam kegiatan harian
L. Saran
Diharapkan dapat melakukan untervensi untuk keluarga dan kelompok
untuk meningkatkan kesembuhan pasien dan pengetahuan tentang kesehatan
jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E. et all. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: TIM.
Keliat, B.A. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.