Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RISIKO


PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh Kelompok 1

ULFAH AMINI ( SNR 162110027 )


RISMA AMALIA SAFITRI ( SNR 162110029 )
ENDAH RAHAYU ( SNR 162110030 )
RINANDA ADI HARDIKA ( SNR 162110038 )

PROGRAM STUDI KEPEAWATAN S1 NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2016/2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
A. Pengertian..................................................................................................2
B. Rentang Respon.........................................................................................2
C. Etiologi......................................................................................................3
D. Mekanisme Koping...................................................................................4
E. Patofisiologi/Proses Kemarahan................................................................4
F. Manifestasi Klinis.........................................................................................6
G. Rencana Tindakan Keperawatan Pasien RPK dan PK..............................6
1. Rencana Tindakan RPK.........................................................................6
2. Rencana Tindakan PK / kedaruratan....................................................10
H. Asuhan Keperawatan RPK dan PK.........................................................11
1. Pengkajian............................................................................................11
2. Rencana Keperawatan..........................................................................11
3. Evaluasi Keperawatan.........................................................................13
BAB III..................................................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................14
B. Saran........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut UU No 3 tahun 1996 adalah suatu kondisi
yang memungkinkanperkembangan fisik, intelektual dan emosional yang
optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan keadaan orang
lain. Menurut American Nursing Associations (ANA) keperawatan jiwa
merupakan suatu bidang spesialistik praktik keperawatan yang menerapkan
teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara
teraupetik sebagai kiatnya.
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap sesuatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gannguan yang trjadi pada
unsur jiwa yang manifestasinya pada kesasaran emosi, persepsi, dan
intelegensi. Salah satu gangguan tersebut adaalah gangguan prilaku
kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada saat terjadi
dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan
yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan
merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan
merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mendapat gambaran tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko prilaku kekerasan maupun
perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan prilaku kekerasan.
b. Membuat perencanaan untuk klien dengan prilaku kekerasan.
c. Melakukan tindakan pada klien dengan prilaku kekerasan.
d. Membuat evaluasi pada klien dengan prilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stressor
seperti marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai
orang lain, dan atau merusak lingkungan. Perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Sedangkan resiko
perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan
tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (Keliat et al.,
2014).

Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresif


(aggressive behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk
menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap
hewan atau benda-benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk
pikiran maupun perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi
adalah suatu reson terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau
ancaman yang memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu perilaku
kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa
tindakan yang menyerang, merusak hingga membunuh (Muhith, 2015).

C. Rentang Respon
Menurut Dalami et al., (2014) respon muncul akibat adanya stressor.
Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan. Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang
adaptif maladaptif, seperti rentang respon kemarahan dibawah ini
Adaptif maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

1. Asertif adalah mengemukakan pendapat/ekspresi tidak senang/tidak


setuju tanpa menyakiti lawan bicara tanpa menyakiti orang lain, melukai
perasaan orang lain, tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan,
kepuasan atau rasa aman. Dimana individu tidak dapat menunda
sementara atau menemukan alternative lain. Frustasi dapat dialami
sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut
dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami sebagai usaha mempertahankan hak-haknya
karena tidak ingin terjadi konflik, takut akan tidak disukai atau menyakiti
perasaan orang lain.
4. Agresif adalah sikap membela diri sendiri dengan cara melanggar hak
orang lain. Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
mental untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol,
perilaku yang tampak dapat berupa: muka masam, bicara kasar,
menuntut, kasar disertai kekerasan.
5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri sendiri dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.

D. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut Keliat dalam Muhith (2015), berbagai
kejadian, hal, atau peristiwa baik biologis, psikologis dan atau sosial
budaya yang mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau
sanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia
dewasa atau remaja.
b. Sosial budaya, cultural dapat mempengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu mendefinisikanekspresi agresif mana
yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang
asertif.
c. Biologis, pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus dapat
menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama
pada nekleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor
kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis,
bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi,
dan henak menerkam objek yang ada disekitarnya. Jadi, terjadi
kerusakan fungsi system limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk
interpretasi indera penciuman dan memori).
d. Perilaku, Reinforcment yang diterima pada saat melakukan kekerasan
dan sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
2. Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan dan membutuhkan energy
ekstra/sangat besar untuk mengatasinya. Karakteristik stressor presipitasi
adalah sifat, asal, waktu dan jumlah (Stuart, 2007). Faktor presipitasi
bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi
klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut,
padat, kritikan yang mengarahpada penghinaan, kehilangan orangyang
dicintai/pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang
lainnya. Interaksi social yang profokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan (Keliat dalam Muhith, 2015).

E. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, denial, dan reaksi formasi (Fitria, 2014).
1. Represi atau displacement, merupakan mekanisme pertahanan yang
menimbulkan permusuhan yang tidak disadari sehingga individu bersifat
eksploaitatif, manipulative, dan ekspresi lainnya yang mudah berubah.
2. Denial, mekanisme pertahanan ini cenderung meningkatkan marah
seseorang karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri
akibat ketidakmampuannya.
3. Sublimasi, adalah dengan mengalihkan rasa marah pada aktifitas lainnya.
4. Proyeksi, juga cenderung meningkatkan ekspresi marahnya terhadap
orang/benda tanpa dihalangi.
5. Formasi, adalah perilaku pasif-agresif karena perasaannya tidak
dikeluarkan akibat ketidakmampuannya mengekspresikan kemarahannya
atau memodifikasi perilakunya. Pada saat-saat tertentu individu dapat
menjadi agresif secara tiba-tiba (Dalami et al, 2014).

F. Patofisiologi/Proses Kemarahan
Tindakan kekerasan pada agresi permusuhan timbul sebagai kombinasi
antara frustasi yang intens dengan stimulus (implus) dari luar sebagai pemicu.
Pada hakekatnya, setiap orang memiliki potensi untuk melakukan tindak
kekerasan. Namun pada kenyataannya, ada orang-orang yang mampu
menghindari kekerasan walau belakangan ini semakin banyak orang
cenderung berespon agresi. Cirri kepribadian (personalitytrait) sesorang sejak
masa balita hingga remaja berkembang melaui tahapan perkembangan
kognitif (intelegensia), respon perasaan dan pola perilaku yang terbentuk
melalui interaksi faktor hereditet, gen, karakter tempramen (nature) dan
faktor pola asuh, pendidikan, kondisi social lingkungan yang membentuk cirri
kepribadiannya di masa dewasa. Pola kepribadian tersebut yang membentuk
reflex respon pikiran dan perasaan seseorang saat menerima stimulus dari
luar, khususnya pada saat kondisi menerima stimulus ancaman. Bila reflex
yang telah terpola berupa tindakan kekerasan, maka saat menghadapi situasi
ancaman respon yang muncul adalah tindakan kekerasan. Area di otak
manusia yang menjadi pusat emosi adalah pada sirkuit system limbik yang
meliputi thalamus hypothalamus amygdale hypocampus. Amigdala menjadi
organ pusat perilaku agresi. Penelitian Bauman dkk dalam Muhith (2015),
menunjukkan bahwa stimulasi pada amygdale mencetuskan perilaku agresi
sedangkan organ hypothalamus berperan dalam pengendalian berita agresi.
Setiap stimulasi dari luar yang diterima melalui reseptor pancaindera manusia
diolah lalu dikirim dalam bentukpesan ke thalamus lalu ke hypothalamus,
selanjutnya ke amigdala (sirkuit system limbic) yang kemudian menghasilkan
respon tindakan. Dalam keadaan darurat, misalnya pada saat panic atau
marah, pesan stimulus yang dating di thalamus terjadi hubungan pendek
(short circuit) sehingga langsung ke amygdale tanpa pengelolaan rasional di
hypothalamus. Amygdale mengelola sesuai isi memori yang biasa
direkamnya, sebagai contoh: bila sejak kecil anak-anak diberi input
kekerasan, maka amygdale sebagai pusat penyimpanan memori emosional
akan merekam dan menciptakan reaksi pada saat terjadi sirkuit pendek sesuai
pola yang telah direkamnya yakni tindak kekerasan.
Kualitas dan intensitas interaksi anggota keluarga akan menentukan
apakah sesorang akan mempunyai kecenderungan agresi atau tidak. Bila sejak
kecil anak-anak mendapat perlakuan kekerasan, baik melalui kata-kata
(verbal) maupun tindakan (perilaku), maka akan membentuk pola kekerasan
dalam dirinya. Bila dalam lingkungan keluarga dibina iklim assertiveness
yakni keterbukaan, kebersamaan, dialog, sikap empati, maka akan terbentuk
pola reflex yang assertive bukan pola agresivenness. Kondisi assertive akan
mengurangi terbentuknya sirkuit pendek agresi dan dapat menumbuh
kembangkan kecerdasan rasional, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual sebab eksistensi humanism manusia merupakan hasil interaksi
kecerdasan rasional (IQ) yang merupakan aspek mental (psiko-edukatif)
kecerdasan spiritual.
Kemarahan diawali adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal.
Sedangkan stressor eksternal bisa berupa ledakan, cacian, makian, hilangnya
benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut
akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada system individu
(Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang
individumemaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan
tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberikan makna positif, misalnya: macet adalah
waktu untuk beristirahat, penyakit adalah sasaran penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan
dapat melakukan kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai
perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna
menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu
melakukan kegiatan positif (olahraga, menyapu, ) maka akan muncul
perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan
memicu tibulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar
(Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action)
dapat menyelesaikan maslah. Kemarahan yang diekspresikan keluar
(Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis
(Poinful symptom) (Yosep, 2007).

G. Manifestasi Klinis
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala
atau perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah

1. Perubahan fisologi, tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan


meningkat, puipl dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi BAB
menigkat, kadang-kadang konstipasi, reflex tendon tinggi.
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar, ketus.
3. Perubahan emosional, seperti tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, ,
merasa terganggu, dendam, jengkel, mudah tersinggung, tidak sabar,
frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan
control diri.
4. Perubahan perilaku, seperti agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis,
curiga, mengamuk.
5. Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

H. Rencana Tindakan Keperawatan Pasien RPK dan PK


1. Rencana Tindakan RPK
a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri, perawat harus menyadari bahwa stress yang
dihadapinya dapat mempengaruhi komunikasinya dengan klien.
Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah, atau apatis maka
akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya,
bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energy
yang dimilikinya bagi pasien menjadi berkurang. Untuk mencegah
semua itu, maka perawat harus terus-menerus meningkatkan
kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan memisahkan
antara masalah pribadi dengan masalah pasien.
2) Pendidikan pasien. Pendidikan yang diberikan mengenai cara
berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat.
Banyak pasien yang mengalami kesulitan mengekspresikan
perasaannya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan
mengomunikasikan kepada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan
perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan
pasien adaptif atau malsdaptif.
3) Latihan asertif. Kemampuan dasar interpersonal yang harus
dimiliki perawat seperi berkomunikasi secara langsung dengan
setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak
beralasan, sanggup mengkomplain, dan mengekspresikan
penghargaan dengan tepat.
b. Strategi antisipatif
1) Strategi komunikasi seperti bicara lembut tanpa menghakimi,
bicara netral dengan cara yang konkrit, tunjukkan respek kepada
pasien, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan
cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan, fasilitasi
pembicaraan pasien, dengarkan pasien, jangan terburu-buru
menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang tidak dapat
perawat tepati
2) Perubahan lingkungan. Unit perawatan sebaiknya menyediakan
berbagai aktivitas seperti membaca dan group program yang dapat
mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai dan meningkatkan
adaptasi sosialnya.
3) Tindakan perilaku. Pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien
mencapai perilaku yang dapat diterima, konsekuensinya yang
didapat bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat
selama perawatan.
4) Psikofarmakologi. Antianxiety dan Sedative-Hipnotics. Obat-
obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Larazepam dan Clonazepam sering
digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan
perlawanan pasien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan
kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala
depresi. Selanjutnya, pada beberapa pasien mengalami
disinhibiting effect dari benzodiazepines, dapat mengakibatkan
peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat anxiety, efektif
dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya
perilaku agresif dan agitasi pasien dengan cedera kepala,
demensia, dan developmental disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol
impulsive dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan
perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk
menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera
kepala dan gangguan mental organic. Mood Stabilizers, penelitian
menunjukkan bahwa pemberian Lithium efektif untuk agresif
karena manic. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk
menurunkan perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain
seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan kepribadian.
Antipsychotic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk
perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi,
halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini
dapat membantu, namun diberikan hanya ntuk 1-2 minggu
sebelum efeknya dirasakan. Medikasi lainnya, banyak kasus
menunjukkan bahwa pemberian Naltrexone (antagonis opiate)
dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers seperti
Propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan
pada pasien dengan gangguan mental organik.
c. Strategi pengurungan
1) Managemen kritis. Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil,
maka diperlukan intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan
kedaruratan psikiatrik. Identifikasi pemimpin tim krisis. Bentuk
tim krisis yang meliputi dokter, perawat, dan konselor. Beritahu
petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa
saja yang menjadi tugasnya selama penanganan klien. Jauhkan
klien lain dari lingkungan. Lakukan pengekangan jika
memungkinkan . Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan
beri tahu tim. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota
tubuh klien. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan
upayakan untuk kerjasama. Ketua tim harus segera mengkaji
situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan
klien dan timnya. Berikan obat jika diinstruksikan. Pertahankan
pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien. Yinjau
kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis. Proses
kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat. Secara bertahap
mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan.
2) Seclusion Pengekangan Fisik merupakan tindakan keperawatan
yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan fisik secara mekanik
dan isolasi. Jenis pengekangan mekanik: a) Camisoles (jaket
pengekang), b) Manset untuk pergelangan tangan, c) Manset untuk
pergelangan kaki, d) menggunakan sprei.
3) indikasi Pengekangan.
a) Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain
b) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan
pengobatan
c) Ancaman terhadap integrasi fisik yang berhubungan dengan
penolakan klien untuk istirahat, makan, dan minum
d) Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal.
Pastikan tindakan ini telah dikaji dan berindikasi teraupetik.
4) pengekangan dengan sprei basah atau dingin. Klien dapat
dimobilisasi dengan membalutnya seperti mumi dalam lapisan
sprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang
telah direndam dalam air es. Walaupun mula-mula terasa dingin,
balutan segera menjadi hangat dan menenangkan. Hal ini
dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi yang tidak dapat
dikendalikan dengan obat; a) baringkan klien dengan pakaian
rumah sakit di atas tempat tidur yang tahan air, b) balutkan sprei
pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan kulit
tidak saling bersentuhan, c) tutupi sprei basah dengan selapis
selimut, d) amati klien dengan konstan, e) pantau suhu,nadi dan
pernapasan jika tampak sesuatu yang bermakna, buka
pengekangan, f) berikan cairan sesering mungkin, g) pertahankan
suasana lingkungan yang yang tenang, h) kontak verbal dengan
suara yang menenangkan, i) lepaskan balutan setelah lebih kurang
2 jam, j) lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien
berpakaian.
5) Restrain. Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat
restrain mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien.
Dapatkan ijin dokter bila diharuskan karena kebijakan institusi.
6) Isolasi. Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana
klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri. Tingkatan
pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang
tertutup tapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruang
terkunci dengan kasur, kesempatan berkomunikasi yang dibatasi,
dan klien memakai akaian RS atau kain terpal yang berat. Indikasi
penggunaan: a) pengendalian perilaku amuk yang potensial
membahayakan klien atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan
oleh orang lain dengan intervensi pengendalian yang longgar,
seperti kontak interpersonal atau pengobatan. b) Reduksi stimulus
lingkungan, terutama jika diminta oleh klien.

2. Rencana Tindakan PK / kedaruratan


Kedaruratan adalah sebuah situasi yang memerlukan perhatian
segera untuk menghindari akibat yang serius. Beberapa pasien dapat
bertindak agresif, mengancam, atau bertindak kejam. Pertimbangan
pertama dalam menangani kedaruratan akibat kekerasan adalah
keselamatan semua pihak yang terlibat.
Akses, cobalah untuk mendapatkan akses ke pasien tanpa
menimbulka kerusakan. Singkirkan perabotan yang dapat dipindahkan dan
alat-alat yang berpotensi menjadi senjata serta memintalah pendamping
untuk pergi secara perlahan.
Waktu, jangan terburu-buru, berikan waktu kepada pasien untuk
menenangkan diri. Sebagian besar pasien dapat diajak bicara tenang
setelah beberapa saat. Melibatkan pasien dalam percakapan dan
membiarkan pasien untuk melepaskan kesedihannya mungkin merupakan
hal yang paling dibutuhkan.
Sikap, bicara secara tenang. yakinkan pasien bahwa anda akan
membantu mereka untuk mengendalikan diri mereka sendiri , karena
pasien yang mengalami eksitasi dapat mengalami ketakutan akan potensi
destruktifnya sendiri. Cobalah untuk mencari penyebab situasi saat ini,
tetapi hindari tindakan yang memanas-manasi. Jelaskan maksud anda
kepada pasien dan kepada semua yang hadir. Bersikap terbuka, tidak
mengancam, dan jujur akan membantu pasien yang tereksitasi dan bingung
untuk menenangkan diri sendiri.
Postur, berdirilah agak berjauhan dengan pasien, hal ini lebih tidak
membahayakan dan memperkecil kemungkinan menjadi target. Jaga
tangan anda agar tetap terlihat sehingga jelas anda tidak menyembunyikan
senjata.
Staf, mencoba untuk berinteraksi sendirian dapat berbahaya. Jumlah
staf yang memadai, terutama yang terlatih dalam menangani situasi seperti
ini.
Bantuan Medis, akses yang cepat ke pelayanan medis dan peralatan
resusitasi harus diatur (Davies & Craig, 2009).

I. Asuhan Keperawatan RPK dan PK

1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Bila pasien dianggap hendak
melakukan kekerasan, maka perawat harus melaksanakan prosedur klinik
yang sesuai untuk melindungi pasien dan tenaga kesehatan, beritahu ketua
tim, kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu, beritahu dokter dan
kaji PRN untuk pemberian obat.
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama pasien dibawa ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan cara:
a. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat. Sering pula tampak pasien memaksakan kehendak
seperti merampas makanan, memukul jika tidak senang.
b. Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang dirasakan pasien.

3. Rencana Keperawatan
Menurut Keliat (2014), rencana tindakan keperawatan terhadap klien.
a. Strategi Pelaksanaan 1 klien: Membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
b. Strategi Pelaksanaan 2 klien: Membantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua (evaluasi latihan nafas
dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
kedua [pukul kasur dan bantal]).
c. Strategi Pelaksanaan 3 klien: Membantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang
dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal [menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik], susun
jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal).
d. Strategi Pelaksanaan 4 klien: Bantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal,
latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/berdoa).
e. Strategi Pelaksanaan 5 klien: Membantu pasien latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan obat (bantu pasien minum obat secara
teratur dengan prinsip lima benar [benar nama pasien, benar nama
obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat] disertaipenjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat,
susun jadwal minum obat secara teratur).

Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat kepada pasien dengan


prilaku kekerasan yaitu:
a. Bina hubungan saling percaya. Dalam membina hubungan saling
percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan anda. Tindakan yang harus anda lakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah: mengucapkan
salam terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, dan
membuat kontrak topic, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan pada saat ini
dan yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang bisa dilakukan
pada saat marah, yaitu secara verbal terhadap orang lain, diri sendiri,
dan lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
fisik, obat, sosialocial/verbal, Spiritual
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal.
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
1) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien.
2) Latih mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang
biasa pasien lakukan
3) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah.
j. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obar,
benar waktu minum obat, benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat.
2) Susun jadwal minum obat secara teratur.
k. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan keperawatan untuk keluarga dari pasien dengan diagnose resiko


perilaku kekerasan bertujuan agar keluarga dapat merawat pasien dirumah
seperti:
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan ( penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.
d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien untuk melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebutsecara tepat
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
e. Buat perawatan lanjut

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terdapat kemampuan pasien dan keluarga dan kemampuan
perawat.
BAB III
KASUS

A PENGKAJIAN
1 Identitas Klien:
Nama : Tn. H
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : islam
Status : belum menikah
Nomor CM : 015901
Ruang Rawat : Ruang Melati
Tanggal MRS : 12 maret 2017
Tanggal Pengkajian : 15 meret 2017

1. Alasan Masuk:
a. Rekam medik : pasien di bawa ke RS oleh keluarga tanggal 12 maret
2017 jam 14.45 karena marah-marah, mengancam, mengganggu
lingkungan, melempar jendela kaca rumah tetangga dengan batu,
bicara sendiri, klien sakit jiwa kurang lebih 10 tahun.
Pengkajian saat di RS: saat dikaji tanggal 15 maret 2017 klien
mengatakan masih merasa kesal. Klien mengatakan merasa kesal
kepada keluarganya karena telah membawanya ke RS dan tidak perduli
padanya. Wajah klien terlihat tegang, Klien terlihat menyimpan emosi
dalam dirinya, postur tubuh terlihat kaku, ekspresi wajah klien seperti
menyimpan rasa marah ketika perawat bertanya siapa yang
membawanya ke tempat ini, nada suara klien terdengar tegas.

5. Faktor Predisposisi
a. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?
Ya, pasien sakit sejak tahun 2006, dirawat di RSJ sebanyak 7 kali yaitu
dibuktikan dengan data yang didapatkan dari status, sebagai berikut:
Tanggal masuk: 29-08-2006 tanggal keluar: 15-12-2006
Tanggal masuk: 10-06-2007 tanggal keluar: 25-08-2007
Tanggal masuk: 18-07-2011 tanggal keluar: 29-08-2011
Tanggal masuk: 25-03-2013 tanggal keluar: 31-05-2013
Tanggal masuk: 28-11-2013 tanggal keluar: 06-03-2013
Tanggal masuk: 04-11-2014 tanggal keluar: 15-01-2015
Tanggal masuk: 12-03-2017 tanggal keluar: sampai sekarang
b. Pengobatan sebelumnya
Pengobatan berhasil dibuktikan dengan klien mampu beradaptasi
dengan masyarakat yaitu bekerja sebagai kuli bangunan.
c. Trauma :
Klien memiliki trauma di aniaya fisik sebagai pelaku yaitu memukul
orang lain, merusak kaca jendela dengan cara dilempar dengan batu.
d. Anggota keluarga yang gangguan jiwa
Pasien mengatakan tidak ada anggota yang mengalami gangguan jiwa.

6. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Pandangan mata tajam, raut wajah tegang, cara berjalan kaku, dan nada
bicara ketus.
b. Tanda Vital: TD: 120/70 mmHg N: 84 x/mt S: 36,5C P: 20x/mt
c. Ukur : BB: 58 kg TB: 148 cm
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe : Terlampir

J. INTARVENSI
No Hari / Diagnosa Tujuan & kriteria intervensi
tanggal hasil
1. Rabu, Prilaku Setelah 6 kali Sp 1 pasien
15-03-17 a. identifikasi
kekerasan pertemuan klien
penyebab, tanda dan
mampu untuk
gejala PK
mengendalikan prilaku
b. identifikasi PK
kekerasannya ditandai
yg dilakukan
dengan: c. identifikasi
a. Klien mampu untuk
akibat PK
menyebutkan d. Sebutkan cara
peneybab, tanda dan mengontrol PK
e. bantu klien
gejala, akibat, dan
mempraktekkan cara
cara mengontrol
mengontro PK
prilaku kekerasan
dengan latihan fisik
1 (tarik napas
dalam)
f. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian
sp 2 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. bantu klien
mempraktekkan cara
mengontro PK
dengan cara
melakukan kegiatan
harian: menyapu
c. anjurkan klien
memasukkan ke
dalam jadwal
kegiatan harian
sp 3 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. bantu klien
mempraktekkan cara
mengontrol PK
dengan cara
melakukan kegiatan
harian: merapikan
tempat tidur.
c. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian
sp 4 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. latih klien
mengontrol PK
dengan cara verbal
c. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian
sp 5 pasien
a. evaluasi jadwal
kegiatan harian klien
b. latih klien
mengontrol PK
dengan cara
spiritual.
c. anjurkan klien
memasukkan ke
jadwal kegiatan
harian

sp 1 keluarga
a. diskusikan masalah
yang dirasakan
keluarga dalam
merawat klien
b. jelaskan pengertian,
tanda, dan gejala
prilaku kekerasan
yang dialami klien
beserta proses
terjadinya
c. jelaskan cara-cara
merawat klien
prilaku kekerasan

sp 2 keluarga
a. latih keluarga
mempraktekkan cara
merawat klien
prilaku kekerasan
b. latih keluarga
melakukan cara
merawat klien
prilaku kekerasan
sp 3 keluarga
a. bantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah
termaksud minum
obat
b. jelaskan follow up
klien setelah pulang
K. IMPLEMENTASI & EVALUASI
No Implementasi Evaluasi
.
1. Rabu, 15 maret 2017 (PK)

Ds: S:
- Klien mengatakan masih merasa - Klien mengatakan
kesal masih kesal terhadap
- Klien mengatakan merasa kesal keluarganya yang
kepada keluarganya karena telah membawanya masuk
membawanya ke RSJ dan tidak RS
perduli padanya. - Klien mengatakan mau
melakukan latihan cara
Do: tarik nafas dalam
- Wajah klien terlihat tegang - klien mengatakan bisa
- Postur tubuh terlihat kaku untuk mempraktekkan
- Ekspresi wajah klien seperti cara napas dalam
menyimpan rasa marah ketika O:
perawat bertanya siapa yang - tatapan mata tajam
membawanya ke tempat ini - wajah tampak tegang
- Nada suara klien terdengar kasar - klien tampak berbicara
dengan nada kasar
D: Perilaku Kekerasan - emosi klien tampak tidak
adekuat
- klien tampak terlihat
T : - mengidentifikasi penyebab
menyimpan dendam
- Menidentifikasi tanda dan gejala
- klien tampak jengkel
- Mengindetifikasi prilaku
- klien tampak
kekerasan yang dilakukan memperlihatkan sikap
- Mengidentifikasi akibat prilaku
bermusuhan
kekerasan
- Membantu klien mempraktikan
cara tarik nafas dalam A: Sp 1 Prilaku kekerasan (+)
- Menganjurkan memasukan ke
Tarik nafas dalam (+)
dalam kegiatan harian
P:
RTL: Evaluasi SP1
- latih cara napas dalam bila
Lanjut SP2 emosi muncul dan lakukan
- Melatih klien untuk mengontrol sesuai jam (09,00, 14,00)
Pk dengan melakukan kegiatan - masukkan dalam kegiatan
(menyapu) harian
1. Kamis, 16 maret 2017 (PK) S:
- Klien masih sedikit
Ds: kesal
- klien masih merasa kesal - Klen mengatakan
- Klen mengatakan sudah sedikit lega ketika
melakukan cara mengontrok PK melakukan tarik nafas
dengan tarik nafas dalam dalam
- Klen mengatakan sudah
Do : - wajah klen tampak sedikit tegang
melakukan kegiatan
- Klien tampak masih menyimpan
menyapu
emosi
- Klen tampak mempraktekan cara
tarik nafas dalam O:
- klen tampak melakukan
D: Perilaku Kekerasan kembali tarik nafas
dalam
- Klen melakukan
I:
kegiatan harian yaitu
- Mengevaluasi kegiatan harian
- Melatih klien untuk mengontrol menyapu
- Wajah klien tampak
Pk dengan melakukan kegiatan
masih sedikit tegang
(menyapu)
- Ekspresi wajah tampak
- Menganjurkan memasukan
sedikit menyimpan
dalam kegiatan harian
emosi
RTL:
A:
- Evaluasi sp1 (tarik nafas dalam)
- Prilaku kekerasan (+)
- Evaluasi SP2 ( melakukan
- Tarik nafas dalam (+)
kegiatan) - Kegiatan harian
- Lanjut Sp3
(menyapu) (+)
Melatih klien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara
P:
verbal (menolak dan meminta
-Latih tarik napas dalam jika
dengan baik)
emosi muncul dan lakukan
sesuai jam(09.00, 14.00)
-Latih klien mengontrol Pk
dengan melakukan kegiatan
(menyapu) sesuai jam(07.00,
15.00)
-Masukan dalam kegiatan harian

1. Jumat, 17 maret 2017 (PK) S:


- Klen mengatakan masih
DS : - klien mengatakan perasaannya merasa sedikit kesal
sudah lebih baik hari ini - Klen mengatakan
- klein mengatakan rasa kesalnya melakukan cara tarik
sudah mulai berkurang nafas dalam
- klen mengatakan sudah - Klien mengatakan
melakukan tarik nafas dalam melakukan kegiatan
- klen mengatakan sudah (menyapu)
melakukan kegiatan harian - Klien mengatakan cara
(menyapu) menolak dan meminta
Do:- klien dapat melakukan cara tarik dengan baik
nafas dalam
- Klen dapat melakukan kegiatan O:
harian terjadwal (menyapu) - klien tampak
- Klien terlihat tenang mempraktekan cara
tarik nafas dalam
D : Perilaku Kekerasan - Klien tampak
melakukan kegiatan
I: harian menyapu
- Mengevaluasi kegiatan harian - Klien tampak
- Melatih klien untuk mengontrol mempraktikan cara
emosi dengan cara verbal meminta kue dengan
(mengungkapkan perasaan, temannya dengan baik
meminta maaf, dan menolak)
- Menganjurkan memasukkan A:
dalam kegiatan harian
- Perilaku Kekerasan (+)
- Tarik nafas dalam (+)
RTL : - Kegiatan terjadwal (+)
- Mengontrol PK dengan
- Evaluasi SP 1 (tarik nafas dalam)
- Evaluasi SP 2 ( kegiatan verbal (+)
menyapu)
- Evaluasi SP 3 ( Menolak dan P:
meminta dengan baik) - Latih tarik napas dalam
- Lanjut SP 4 ( Melatih klien jika emosi mulai muncul
mengontrol pk dengan spiritual) sesuai jam (09.00, 14.00)
- Latih melakukan kegiatan
sesuai jam (07.00, 15.00)
- Latihan mengungkapkan
perasaan, meminta maaf,
dan menolak (11.00, 17.00)
- Memasukkan dalam
kegiatan harian
BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stressor
seperti marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai
orang lain, dan atau merusak lingkungan. Sedangkan resiko perilaku
kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang
dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan
mengendalikan marah secara konstruktif Saran.

Kemarahan diawali adanya stressor yang berasal dari internal atau


eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal.
Sedangkan stressor eksternal bisa berupa ledakan, cacian, makian, hilangnya
benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut
akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada system individu
(Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seoran g individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut
(Personal meaning).
Diharapkan dapat melakukan intervensi untuk keluarga dan kelompok
untuk meningkatkan kesembuhan pasien dan pengetahuan tentang kesehatan
jiwa.

L. Saran
Diharapkan dapat melakukan untervensi untuk keluarga dan kelompok
untuk meningkatkan kesembuhan pasien dan pengetahuan tentang kesehatan
jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E. et all. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: TIM.

Davies, T & Craig, T. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta: EGC.

Fitria, N. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LaporanPendahuluan dan


Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Keliat, B.A. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic


Course). Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Muhith, A, 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi, Edisi 1,


(144-175). Edisi 1. Yogyakarta: Andi.

Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Ed 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai