Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

Sampai saai ini angka kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diharapkan.
Menurut laporan BKKBN pada bulan Juli 2005, AKI masih berkisar 307 per 100.000
kelahiran hidup. Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam
bidang obsetri adalah pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan
(preeklamsia) 13%. Sisanya terbagi atas penyebab partus macet, abortus yang tidak
aman, dan penyebab tidak langsung lainnya (SKRT, 1995).
Sekarang ini penyakit hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah
kebidanan yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas. Hipertensi dalam kehamilan
merupakan 5-15% penyulit dalam kehamilan. Pada tahun 2001, berdasarkan The
National Center for Health Statistics, secara umum hipertensi dalam kehamilan
ternyata ditemukan pada 150.000 atau 3,7 % dari ibu hamil. 1 Pengaruhnya pada ibu
hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia
sampai sindroma HELLP, sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi
dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan janin terhambat) sampai kematian janin.1
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Di
seluruh dunia, WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5 % dengan
beberapa variasi di beberapa tempat. Di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan
preeklampsia sebesar 3,86 % dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut.
Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-
2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan
preeklampsia/eklampsia.2
Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya, namun beberapa
teori tentang patogenesis telah dikemukakan yang sebagian dapat menjelaskan
terjadinya sindrom klinis preeklampsia itu. Hipotesis yang telah diterima secara luas
oleh para ahli tentang munculnya sindrom klinis preeklampsia adalah teori iskemik
plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis,
sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta
tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terlepasnya beberapa mediator molekuler
yang mempengaruhi fungsi endotel.2,3
Oleh karena belum jelasnya etiologi preeklampsia dan sindrom klinis yang
sering terjadi tidak diketahui oleh wanita hamil bersangkutan sehingga tanpa disadari
dalam waktu singkat dapat timbul keadaan yang dapat membahayakan seperti
eklampsia. Dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dan menggunakan pendekatan
preventive medicine yaitu dengan mengenal faktor risiko (pencegahan primer) dan
mengenal tanda-tanda dini preeklampsia (pencegahan sekunder), serta mengenal
tanda-tanda munculnya komplikasi preeklampsia (pencegahan tersier) diharapkan
kejadian preeklampsia dan kematian akibat preeklampsia dapat diturunkan.3,4
Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus Preeklampsia Berat dari aspek teori,
penatalaksanaan, kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau edema yang
terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan
berdasarkan desakan darah 140/90 mmHg, dengan desakan diastolik berdasar suara
korotkoff V. Kenaikan desakan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan desakan darah
diastolik 15 mmHg tidak dipakai lagi, karena tidak mempunyai arti yang bermakna
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Tetapi kenaikan desakan darah sistolik
30 mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg tetap perlu diperhatikan akan
kemungkinan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Pengukuran ini sekurang-
kurangnya dilakukan 2 kali dengan selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan
istirahat. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
g/L dalam air kencing 24 jam atau 1 g/L dalam satu random sampel, atau dalam
pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1/+2 atau lebih. Edema yang merupakan
akumulasi cairan ekstravaskuler yang bersifat bebas. Edema pada kehamilan yang
terjadi pada tungkai adalah wajar, tetapi bila edema timbul pada muka dan tangan atau
anarsaka harus dicurigai kemungkinan preeklampsia. Edema pada preeklampsia
adalah nonpitting pada jari-jari. Edema tungkai pada preeklampsia kadang-kadang
tidak hilang dengan tirah baring.
Preeklampsia adalah ditemukannya desakan darah 140/90 mmHg, proteinuria
+1-+2 disertai edema pada wajah dan ekstremitas setelah usia kehamilan 20 minggu
dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Preeklampsia berat adalah
jika tekanan darah 160/110 dan proteinuria +3 (APW, Haryono, sudinaya)

2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5%
dengan beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian
multisenter di Inggris dan menemukan kejadian preeklampsia sebesar 7,6%. Marcola
(2002), menemukan kejadian preeklampsia di Dublin, Irlandia sebesar 2%. Di
Amerika Serikat dilaporkan kejadian preeklampsia sekitar 3-10% dari seluruh
kehamilan. Laporan kejadian preeklampsia di Indonesia juga bervariasi antara 3,4-
8,5%. Sudinaya (2000), di RS Tarakan kejadian preeklampsia sebesar 4,2%,
sedangkan di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan preeklampsia sebesar
3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari 23
kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan 6
kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia.

1.1. Faktor Risiko13


Risiko yang berhububgan dengan partner laki
Primigravida.
Primipaternity
Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan
Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan
mengalami preeklamsia
Pemaparan terbatas terhadap sperma
Inseminasi donor dan donor oocyte
Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit
keluarga
Riwayat pernah preeklamsia
Hipertensi kronis
Penyakit ginjal
Obesitas
Diabetes gestasional, diabetes mellitus tipe I
Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia.
Risiko yang berhubungan dengan kehamilan
Mola hidatidosa
Kehamilan multipel
Infeksi saluran kencing pada kehamilan
Hydrops fetalis
Risk factor Risk ratio
1. Nuliparitas 3:1
2. Umur > 40 tahun 3: 1
3. Ras Amerika-afrika 1,5:1
4. Riwayat PE dalam keluarga 5:1
5. Hipertensi kronik 10:1
6. Penyakit ginjal kronik 20:1
7. Sindroma Anti phospolipid 10:1
8. Diabetes Melitus 2:1
9. Kehamilan ganda 4;1

2.4 Patogenesis
Penyebab pasti dari sindroma preeklampsia sampai saat ini belum pasti, karena
itu terminologi "diseases of theory" masih melekat pada sindroma ini, sampai saat ini
masih banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari patogenesis
penyakit ini.2 Manifestasi klinis dari preeklampsia ini diawali dengan adanya proses
patologis yang terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel sebagai organ yang
terlibat baik sebagai objek maupun subjek. Pengobatan empiris yang ada sekarang
ditujukan untuk memperbaiki kerusakan plasenta dan endotel.
Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat
menerangkan sebagian dari sindroma klinis preeklampsia (hipertensi, proteinuria, dan
edema) , sebagai berikut:2
1. Iskemia plasenta
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi
ke arteri spiralis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta. Pada hamil normal,
dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi tropoblast ke dalam lapisan otot
arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut. Degenerasi
tersebut menyebabkan lapisan tersebut menjadi lunak sehingga lumen arteri spiralis
dengan mudah mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibat dari hal tersebut
memberikan dampak penurunan desakan darah,penurunan resistensi vaskular, dan
meningkatnya aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi thropoblast ke dalam
arteri spirales. Karena hal tersebut lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras,
sehingga lumen arteri spirales tidak memungkinkan mengalami distensi atau
vasodilatasi. Akibatnya arteri spirales relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi
kegagalan remodeling arteri spirales, sehinggga aliran darah uteroplasenta menurun
dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Perubahan vasokontriksi pada arteri
spirales ini tidak terjadi pada semua arteri spiralis di plasenta. Diameter rata-rata
arteri spirales pada hamil normal 500 mikron sedangkan pada preeklamsia rata-rata
200 mikron
2. Mal Adaptasi Imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel
tropoblast pada arteri spiralis. Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat
aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium dalam bentuk arteri akuarta kemudian
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi
arteri basalis dan kemudian memberi cabang arteri spiralis. Pada hamil normal
terjadi invasi sel thropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel
dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetic Inprinting
Terjadinya preeklamsi dan eklamsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal
atau gen domiunan dengan penetrasi yang tidak sempurna, penetrasi mungkin
tergantung pada genotif janin.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing
Activity (TxPA)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak
non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang
rendah, pengangkutan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke
dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik
dimana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik
dari VLDL akan muncul.
Dalam perjalanannya keempat faktor diatas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling
berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.
diasiase Imunogenetic trigliserida,
Vascular faktor HYPERLIN FFA
K
"http://www.
clinmedres.o
rg"
Increased
Inadequate tropoblast invation of
Tropoblast
maternal spiral arteries

Decrease placental perfusion

HYPERLINK Altered vascular Systemic Kidney


"http://www.cli permeability Vaso Hyperurice
nmedres.org" Peripheral edema constriction mia
Blood Pulmonary Hypertension Proteinuria
Trombocytope oedema Renal
nia failure
Coagulopaty

Liver
Ab.function
test
Haemorrhaga
ee
Menurut Jaffe dkk (1995) pada preeklamsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena
kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan
awal trimesterkedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan
sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilius di plasenta
sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan
membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid
peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stress
oksidatif yaitu suatu keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan
dibandingkan antioksidan.
Oksidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar
dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang
disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel darah
pada organ-organ penderita preeklamsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokontriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga
akan terjadi vasokontriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan
setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklamsia jika prosesnya
berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti :
1. Pada ginjal : hiperurikemia, proteinuria dan gagal ginjal.
2. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi
3. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan
oedema menyeluruh
4. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopati
5. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
6. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan perdarahan.
7. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
janin, dan solusio plasenta.
Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
ditemukan tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang
dianggap mutlak benar. Teori-teori yang lain adalah
1. teori iskemia plasenta, radikal bebeas dan disfungsi endothel
2. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
3. Teori adaptasi kardiovaskular
4. Teori defisiensi gizi
5. Teori Inflamasi
Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi Endothel.
1. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia menghasilkan radikal bebas. Salah
satu RB yang penting adalah hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endothel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel
yang banyak mengandung lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Adanya RB
dalam tubuh yang bersifat toksis selalu diimbangi oleh produksi antioksidant.
2. peroksida lemak sebagai oksidan pada HDK
pada HDK terbukti terjadi peningkatan kadar oksidant khususnya peroksida lemak,
sedangkan antioksidan vitamin E menurun, sehingga kadar oksidan peroksida lemak
lebih tinggi. Radikal bebas yang bersifat toksis tersebut akan merusak membran sel
endothel. Membran sel endothel mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak.
Karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
lemak tak jenuh.
3. Disfungsi endothel
Kerusakan membran sel endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endothel. Kerusakan ini disebut disfungsi
endothel. Kerusakan tersebut maka akan terjadi :
1. Gangguan metabolisme prostaglandin
2. Agregasi sel-sel thrombosit pada daerahendothel yang mengalami
kerusakan.
3. Perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerolus
4. Meningkatnya permeabilitas kapiler
5. Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor
6. Rangsangan faktor koagulasi
Pada HDK terjadi gangguan keseimbangan produksi tromboxan dan prostacyklin,
dimana tromboksan lebih banyak sehingga efek vasokontriktor lebih kuat dari pada
efek vasodilator. Akibatnya terjadilah hipertensi.

Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin.


Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis
preeklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida mempunyai
risiko lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari kenyataan ini muncul
anggapan bahwa preeklampsia adalah "the disease of first pregnancy", namun fakta
itu menjadi hilang apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia akan
mempunyai risiko menderita preeklampsia yang lebih besar dibandingkan apabila
pasangan/suaminya tetap. Fenomena ini kemudian melahirkan teori "the disease of
first paternity ". Hasil konsepsi berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu. Dengan
demikian seharusnya hasil konsepsi ditolak oleh ibu, namun pada kehamilan normal
terjadi adapatasi, dimana "human leucocyte antigen-G" berperan dalam modulasi
respon imun, dengan adanya HLA ini maka trofoblas tidak dapat dikenali oleh
mekanisme imun ibu, sehingga kehamilan dapat berlangsung dengan baik, tidak
demikian halnya dengan preeklampsia dimana telah dibuktikan bahwa HLA
jumlahnya menurun atau terdapat HLA dalam bentuk lain, sehingga terjadi penolakan
sebagian dari ibu terhadap komponen plasenta. Pendapat lain mengatakan bahwa
seorang ibu hamil ada dalam keadaan imunokompeten, dan plasenta merupakan barier
sehingga fetus terselamatkan dari reaksi imunologik maternal, namun pendapat ini
tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya komponen penting dan pertama kali
muncul adalah trofoblas, sehingga fokus penolakan terhadap "konseptus sebagai
benda asing" sebenarnya adalah penolakan terhadap trofoblasnya.
Teori maladaptasi imun ini juga berlaku apabila ibu berganti suami, dimana
kemungkinan menderita preeklampsia pada ibu tersebut akan meningkat. Diduga
bahwa paparan spermatozoa memberikan efek protektif untuk preeklampsia, dalam
arti makin lama seseorang mendapatkan paparan spermatozoa maka kemungkinan
terjadinya preeklampsia akan semakin menurun.
Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan semen
di traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana terjadi
peningkatan TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan menghambat
respon Th1 dan merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas sitokin proinflamasi
menjadi berkurang. Demikian juga paparan spermatozoa itu dapat merangsang
makrofag desidual, yang dapat menghambat aktifitas NK cell melalui pelepasan
TGFB, IL-10, dan PGE2. Seperti diketahui bahwa pada preeklampsia terjadi
peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF alfa, Il-6, dan Il-8.

Teori defisiensi mikronutrien2,13


Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa preeklampsia berhubungan
dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya kekurangan asam folat,
vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat
menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi
hiperhomosisteinemia.
Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk
disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan
terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida
hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis terhadap endotel.
Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat
menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada
preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga
terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan.
Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis preeklampsia, pada
keaadaan defisiensi kalsium kejadian preeklampsia meningkat. Keaadaan itu
disebabkan karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah
dan menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai
radikal bebas akibat iskemik plasenta.
Konsumsi minyak hati halibut dapat mengurangi resiko preeklamsia. Minyak
ikan mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat aktivasi trombosit,
produksi tromboxan, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Teori adaptasi kardiovaskular. 13


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor
akibat dilindungi oleh prostaglandin (prostasiklin) pada sel endotel pembuluh darah.
Pada HDK terjadi imbalance antara bahan vasodilator dan bahan vasokonstriktor,
yaitu prostaglandin (prostasiklin) menurun, tromboksan meningkat. Oksida nitrit
menurun, dan X endotelin, suatu vasokonstriktor kuat meningkat.
Teori inflamasi13
Redman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia
disebabkan kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan,
yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh
aktivitas lekosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu.

2.5 Diagnosis
Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20
minggu, sudah dapat untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Namun untuk lebih
memudahkan, maka preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan penanganan.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai berikut.
Hipertensi
Tekanan darah 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110 mmHg
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg
Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg
Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2
Preeklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 110 mmHg. Tekanan darah
ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring
Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +3
Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai
kenaikan kadar kreatinin darah
Adanya keluhan subjektif
Gangguan visus: mata berkunang-kunang
Gangguan serebral: kepala pusing
Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen
Hiperrefleks
Adanya sindroma HELLP
Sianosis
PJT

2.6 Penatalaksanaan Preeklampsia


2.6.1 Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan3,4,5
1. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)
a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
b. Diet biasa
c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu
d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, urin lengkap, fungsi
ginjal, gula darah acak.
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu
f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai preeklampsia berat
2. Rawat inap
a. Kriteria untuk rawat inap
Hasil fetal assessment meragukan atau jelek sehingga dalam hal ini harus
dilakukan terminasi
Kecenderungan menuju preeklampsia berat
Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)
b. Evaluasi atau pengobatan selama rawat tinggal
Tirah baring total
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, fungsi hati/ginjal, urin
lengkap
Dilakukan fetal assessment
Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis
3. Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal
assessment. Bila didapatkan hasil:
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan
b. Ragu-ragu, dilakukan evalasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari kemudian
c. Baik
Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari
Bila preterm penderita dipulangkan
Bila aterm dengan PS baik (lebih dari 5), dilakukan terminasi dengan drip
oksitosin
d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti di bawah ini, dirawat sebagai
preeklampsia berat
Nyeri ulu hati
Mata berkunang-kunang
Iritabel
Sakit kepala
e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 mg) langsung dilakukan terminasi
kehamilan

2.6.2 Penatalaksaaan Preeklampsia Berat3,4,5


1. Perawatan konservatif
a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan subjektif
dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)
1). Tirah baring
2). Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam
3). Pemberian MgSO4
Dosis awal MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr
(im) tiap 6 jam sampai dengan 24 jam
Dosis pemeliharaan: MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam
Ingat, harus selalu tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum
4). Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah:
Bila sistolik 180 mmHg atau diastolik 110 mmHg, digunakan injeksi 1
ampul clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula
disuntikan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian
tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5
cc intravena dalam 5 menit sampai tekanan diastolik normal,
dilanjutkan dengan nifedipin 3 x 10 mg
Bila tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 110 mmHg,
antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin 3 x 10 mg
5). Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal), dan
jumlah produksi urine 24 jam
6). Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung,
dan yang lain sesuai dengan indikasi
c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24
jam di ruang bersalin)
1). Tirah baring
2). Medikamentosa
3). Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi,
homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24 jam,
penimbangan berat badan setiap hari dan indeks gestosis
4). Diet biasa
5). Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
d. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
1). Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
2). Kenaikan progresif dari tekanan darah
3). Adanya sindroma HELLP
4). Adanya kelainan fungsi ginjal
5). Penilaian kesejahteraan janin jelek
e. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan
tanda-tanda preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya
selama 3 hari lagi
f. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan dengan
terminasi
2. Perawatan aktif
a. Indikasi :
1). Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
2). Adanya keluhan subjektif
3). Adanya sindroma HELLP
4). Kehamilan aterm (sama dengan atau lebih dari 37 mg)
5). Apabila perawatan konservatif gagal
6). Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan
darah tetap 160/110 mmHg
b. Pengobatan medisinal
1). Segera rawat inap
2). Tirah baring miring ke satu sisi
3). Infus ringer laktat yang mengandung dekstrose 5%, 60-125 cc/jam
4). Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan
MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO4
40% 5 g (im) setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan
5). Pemberian anti hipertensi berupa clonidine (iv) dilanjutkan dengan
nifedipin 3 x 10 mg atau metildopa 3 x 250 mg, dapat dipertimbangkan
bila:
Sistolik 180 mmHg
Diastolik 110 mmHg
c. Pengobatan obstetrik
1). Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif setiap penderita dilakukan
pemeriksaan kesejahteraan janin
2). Tindakan sektio sesaria dilakukan bila:
Hasil kesejahteraan janin jelek
Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)
Kegagalan drip oksitosin
3). Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan dengan NST baik dan PS baik
4). Pada preeklampsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam

Komplikasi
Komplikasi ibu
Sistem Saraf pusat
Perdarahan intrakranial
Thrombosis vena central
hipertensi ensefalopati
Edema cerebri
Edema retina
Retinal detachment
Kebutaan korteks
Gastrointestinal-hepatik
Subskapular hematoma hepar
Ruptur kapsul hepar
Ginjal
Gagal ginjal akut
Nekrosis tubular akut
Hematologik
DIC
Thrombositopenia
Kardiopulmoner
Edema paru
Depresi atau arrest pernafasan
Kardiac arrest
Iskemia miokardium
Lain-lain
asites

Komplikasi janin
IUGR
Solusio plasenta
IUFD
Kematian neonatal
Penyulit akibat prematuritas
Cerebral palsy

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Samiul Amin
Umur : 38 th
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : JL Tukad Balian gg Bunga Denpasar
Nama Suami : Davin
Pekerjaan Suami : Pegawai Swasta
MRS : Tanggal 16 Juni 2014 pkl. 21.10 Wita masuk VK IRD

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : sakit perut hilang timbul
Riwayat Keluhan: Pasien datang ke VK IRD RSUD Wangaya tgl 16 Juni pkl 22.10
WITA dengan keluhan mengalami nyeri perut hilang timbul sejak pukul 05.00 WITA.
Nyeri perut dirasakan menjalar dari perut atas dan menyebar ke seluruh bagian perut.
Nyeri tersebut dirasakan semakin sering dan semakin kuat. Keluar air tidak ada,
keluar darah ada tanpa disertai lendir, gerak anak masih baik. Kaki bengkak sejak 2
minggu yang lalu. Pasien mengalami pusing berat sejak 3 hari yang lalu. Tidak
terdapat pandangan kabur dan nyeri ulu hati. Pasien datang ke VK IRD dengan
ditemani suami. Pasien mengaku sebelumnya tidak mengetahui tekanan darahnya
sebelum kehamilan ini.
HPHT : Pasien tidak mengingat kapan hari pertama haid terakhirnya dengan pasti.
Namun dari perkiraan tgl 22 September 2013
TP : menurut HPHT 29 Juni 2014
ANC : 4 kali di bidan di Jawa. 1x di bidan di Bali dan dirujuk untuk periksa di
wangaya. Pasien tidak pernah melakukan USG selama kehamilan ini dan tidak
pernah mendapat imunisasi tetanus.

Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun


Siklus haid : 28 hari
Lama : 6 hari
Keluhan saat haid: tidak ada
Riwayat Perkawinan : 3x selama 17 tahun
Riwayat Persalinan : Anak I. L Aterm 2500 gram, pspt B, Nakes, BPS, 14 tahun
II. L Aterm 2600 gram, pspt B, Nakes, BPS, 9 tahun
III. P Aterm 2500 gram, pspt B, Nakes,BPS, 7 tahun
IV. P Aterm 2700 gram, pspt B, Nakes, BPS, 3,5 tahun
V. hamil ini, uk menurut TFU terakhir tgl(16/6/2014)
adalah 36-38 minggu

Riwayat Kontrasepsi : dlu pernah menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan namun


sudah lama berhenti.

Riwayat penyakit dahulu :


Fraktur tulang paha 15 th yang lalu
Penyakit ginjal (-)
Riwayat hipertensi dalam kehamilan di keluarga (-)
Diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Asma (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:-


Riwayat alergi :-
Riwayat sosial : Pekerjaan pasien adalah sebagai ibu rumah tangga. Suami pasien
merokok. Makanan pasien sehari hari dikatakan cukup dan bergizi. Pasien juga
konsumsi susu hamil untuk melengkapi nutrisinya. Pasien menikah sudah tiga kali.
Dengan suami pertama 6 tahun dengan 1 anak. Dengan suami kedua berlangsung 6
tahun dengan dua anak. Saat ini menikah dengan suami ketiga selama 5 tahun dan
dikaruniai 2 anak termasuk kehamilan sekarang. Hubungan dengan suami dan
keluarga dikatakan baik.

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 174/90 mmHg
Nadi 76x / menit
Napas 20x / menit
Suhu aksila 36,7 oC
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 150 cm
Status Generalis
Mata : Anemis ( - ), ikterus ( - ).
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : ~ Status Obstetrikus
Ekstremitas : Odem (+) pada kedua tungkai bawah
Refleks patella (+)/(+)

Status Obstetrikus
Abdomen:
Inspeksi: Tampak perut membesar ke depan, ada striae gravidarum, tidak ada
bekas luka operasi.
Palpasi : ukuran uterus 36-38 minggu
McD 33 cm, 4 jari dibawah processsus. TBJ =3100 gr
Penurunan kepala 4/5
Leopold :
I : Teraba bagian besar, bulat, kenyal (kesan bokong)
II : Teraba bagian keras dan rata di bagian kanan (kesan
punggung) dan teraba bagian kecil dan tidak rata di bagian kiri
(kesan ekstremitas)
III : Teraba bagian bulat, besar dan keras (kesan kepala)
IV : Bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas paggul.
Gerak janin teraba (+).
His (+) 2x dalam 10 menit masing-masing selama 25 detik
Auskultasi: DJJ (+) 157x permenit dengan punctum maksimum di perut kanan
bawah.

Vagina:
Inspeksi : Tidak terlihat air ketuban mengalir, blood slym (-)
Vaginal Toucher: VT dilakukan tgl 16 juni2014 pkl 22.30 dengan hasil
sebagai berikut : Vulva dan vagina tidak teraba benjolan,
cavum douglas menonjol (-), arah portio ke medial, portio
halus dan lunak, pembukaan 2cm effacement 15% ketuban
(+). Denominator belum jelas , penurunan kepalaH1. Tidak
teraba bagian kecil janin atau tali pusat.
Kesan panggul : Normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium

Pemeriksaan 16/06/2014 Satuan


URINE LENGKAP
Protein +3 -
PH 7.0 -
Darah + -
Bakteri + -
KIMIA
BUN 14 mg/dl
SC 1.3 mg/dl
AST 22 IU/L
ALT 8 IU/L
gr/dl
mg/dl
U/L
DARAH RUTIN
WBC 13.19 103/L
HGB 9.1 gr/dl
PLT 655 103/L
HCT 27.5 %
BT 2' 30" -
CT 13' 00" -

3.5 Diagnosis
G5P4004, Uk aterm preskep T/H + PK I fase laten+ PEB
3.6 Penatalaksanaan
Pdx : USG konsul interna, konsul mata
Tx : MRS
Terminasi
Bed rest
IVFD Dextrose 5% 20tpm
Pasang DC
MgSO4 ~ protap , siapkan Ca Glukonat
MgSO4 40% 10 gr im dilanjutkan 5 gr im @ 6 jam selama 24 jam
Nifedipin 3 x 10 gr (jika MAP>125)

Mx : obs Vital sign, keluhan, djj, tanda toleransi MgSO4


KIE : Edukasi pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu dan janin
Edukasi rencana dan tindakan

Catatan Perkembangan (Observasi) di IRD


Tgl Pkl TD Nadi DJJ Urine ket
(x/menit)
16/6/2014 23.00 150/86 96 142 Terpasang Tx injeksi
DC, 100 ccMGSO4 20%
jernih 60 tts
Nifedipine
3x10mg
23.30 128/83 85 140
17/6/2014 00.00 130/82 84 175 Terpasang 02
3
liter/mt
00.30 134/90 82 160-170
01.00 125/78 76 155 Urine 250 cc
tertampung

01.30 120/70 78 163


02.00 130/80 80 152
02.30 130/90 78 139
03.00 129/90 88 152
03.30 139/90 76 135
04.00 145/90 80 137
05.00 130/90 78 139

Tgl Pkl S O A P
17/06/2014 06.00 pusing KU baik, TD:G5P4004 ukMenginformasikan
138/76 mmhg;aterm T/Hhasil pemeriksaan
N: 90x /menit;+PEB kpd ibu dan
His: (+) Jarang, keluarga, ibu paham.
lemah. DJJ (+) Melapor dr Denny
139x/menit. SpOG,
VT: v/v taa, po Rencana SC pkl
lunak, 10.00 hari ini tgl 17
pembukaan 2 Juni 2014
cm(tetap), eff
25% ket(+),
teraba kepala
H1 ttbk/tp

Follow up ruangan
Tgl S O A P
17-06- Kaki Kesemutan St present P5005 + PEBPdx -
2014 Pusing (-) KU baik post SC 2 jam Tx :
TD : 140/70 Cefotaxim 3x1
N : 80 x/mnt Alinamin 3x1
RR : 20 x/mnt Nifedipine
T ax : 36.5o C 3x10mg
St general MgSO4 40%
Mata an -/- 12.5cc s/d 24 jam
Ext edema tungkai post SC
bawah -/-
St obsetri
Abd Tfu sepusat
vag : ppv lochia rubra

18-06- Keluhan - St present P5005 + PEBPdx : Urinalisis


2014 TD : 110/70 post SC hari 1 besok
N : 80 x/mnt (19/06/2014)
RR : 24x/mnt Tx :
T ax : 36.2oC Cefotaxim 3x1
St general Nifedipin 3 x 10
Mata an -/- mg
Ext edema tungkai
bawah -/-
St obsetri
Abd Tfu sepusat
Kontraksi Uterus Baik
Vag : pppv lochia
rubra

BAB 4
PEMBAHASAN
Penegakan Diagnosis Preeklampsia Berat
Hipertensi dalam kehamilan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori,
yaitu hipertensi gestasional, pre eklamsia, eklamsia, pre eklamsia pada pengidap
hipertensi kronis (superimposed), dan hipertensi kronis. Untuk dapat menggolongkan
kasus hipertensi dalam suatu kehamilan ini ke dalam kategori-kategori tersebut perlu
diketahui kapan tepatnya waktu timbulnya peningkatan tekanan darah/hipertensi.
Apakah peningkatan tersebut terjadi sebelum atau selama masa kehamilan. Apakah
usia kehamilan sudah mencapai 20 minggu atau belum. Pertimbangan penting dalam
klasifikasi ini adalah membedakan gangguan hipertensi yang mendahului kehamilan
dari pre eklamsia yang secara potensial merugikan.
Dalam kasus ini tekanan darah pasien diketahui tinggi setelah memeriksakan
kehamilannya ke bidan pada UK 35-36 minggu. Perkiraan umur kehamilan pada
pasien ini tidak pasti dan berdasar hanya pada tinggi fundus uteri dan perkiraan berat
janin untuk menentukan janin cukup bulan atau tidak. Dari hasil ananmnesis juga
diketahui bahwa pasien tidak pernah menderita tekanan darah tinggi sebelum hamil.
Dari riwayat kehamilan yang sebelumnya dinyatakan tidak mengalami peningkatan
yang tinggi hal ini diperkuat dengan empat anak sebelumnya kontrol dan lahir
dibidan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi yang tinggi yakni diatas 160/110.
Untuk menegakkan pre eklamsia, maka dilakukan pemeriksaan urine untuk
mengetahui apakat terdapat proteinuria atau tidak. Setelah dilakukan pemeriksaan
urine, diketahui terdapat proteinuria (+++). Kategori preeclampsia berat dikatakan
jika pasien menderita tekanan darah tinggi setelah umur kehamilan 20 minggu,
tekanan darah di atas 160/110 dan proteinuria mencapai 3+. Dengan demikian
diagnosis hipertensi dalam kehamilan pada pasien ini dapat dikategorikan ke dalam
preeclampsia berat.
Tekanan darah sistolik pasien ini meningkat hingga 178 mmHg dan tekanan
diastoliknya meningkat hingga 90 mmHg. Keluhan subjektif tidak ada dan sindroma
HELLP tidak ditemukan pada kasus ini. Sehingga pasien ini dikategorikan mengidap
preeclampsia berat. Jadi pasien ini didiagnosa dengan G5P4004 uk aterm T/H + PEB

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat


Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata
meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar penatalaksanaan
untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklamsia adalah terminasi kehamilan
dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya, lahirnya bayi yang kemudian
dapat berkembang, serta pemulihan sempurna kesehatan ibu. Pada kasus ini
kehamilan pasien diperkirakan sudah aterm menurut perkiraan berat janin, maka
dilakukan upaya terminasi. Terminasi sebenarnya diupayakan secara pervaginam
terlebih dulu namun pada pasien ini pembukaan serviks tidak melebar lebih lanjut
sehingga direncanakan seksio sesarea secepatnya dengan tidak mengabaikan keadaan
ibu dan kesejahteraan janin yang nantinya ke tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi.
Dilihat dari perkembangan perjalanan penyakit pasien, terdapat perbaikan
yang cukup singnifikan. Dilihat dari keadaan ibu, dimulai dari tidak adanya keluhan
subjektif. Sedangkan tekanan darah yang pada awalnya 174/90 mmHg semenjak di
rawat di RS dan terminasi kehamilan menjadi turun sampai 110/70 mmHg.
Ditinjau dari segi laboratorium yaitu DL, UL, kimia darah meliputi fungsi hati,
ginjal, protein, LDH. Tujuan dari pemeriksaan lab ini adalah untuk menegakkan
diagnosis, memantau perkembangan penyakit, dan mengenali adanya komplikasi yang
terjadi. Pada pasien perkembangan laboratorium pada saat di RS juga mengarah ke
perbaikan. Hal ini bisa dilihat dari tingkat hemokonsentrasinya, pada awalnya
memang adanya hemokonsentrasi tetapi dalam perjalanan penyakitnya membaik. Jika
dilihat kadar proteinurinya yang pada awalnya +3 dan dalam perjalanan penyakitnya
sampai menjadi -. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan yang diberikan cukup
bermanfaat terhadap penyakitnya. Hal ini beriring juga dengan kadar albumin di
dalam darah yang hampir mendekati kadar normal. Ini menunjukkan bahwa
kebocoran endotel pembuluh darah sudah jauh lebih baik. Mungkin juga karena
perbaikan tersebut pada pasien tidak ditemukan edema pada tubuhnya. Sedangkan
pada fungsi hati, ginjal, LDH masih dalam batas normal.
Untuk menilai kesejahteraan janin dapat dipakai mulai dari gerakan janin,
peningkatan berat badan ibu, kesesuaian tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan,
perkiraan berat badan janin, USG, NST, USG doppler. Pada pasien juga dilakukan
penilaian kesejahteraan janin, dan didalam perjalanan penyakitnya masih dalam batas
normal
Dari seluruh keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa penyelamatan ibu
dan bayi dengan upaya terminasi bisa dinyatakan berhasil dan kesehatan ibu dan bayi
masih bisa dipertahankan sampai rawat jalan.
BAB 5
RINGKASAN
Telah diuraikan kasus seorang wanita, 37 tahun, Islam,Jawa dengan G 5P4004, uk
aterm, T/H, PEB. Penegakan diagnosis preeklampsia berat pada kasus ini didasarkan
pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tekanan darah pada
saat pemeriksaan didapatkan 174/90 mmHg tanpa adanya riwayat hipertensi kronis,
hiperteni muncul saat uk>20 minggu, hasil laboratorium tanggal 16 Juni 2014
didapatkan hasil proteinuri +3, LFT/RFT dalam batas normal. Tidak ada keluhan
subyektif.
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre
eklamsia adalah terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan
janinya, lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang, serta pemulihan sempurna
kesehatan ibu. Pada kasus ini kehamilan pasien sudah aterm maka dilakukan terminasi
dengan tidak mengabaikan keadaan ibu dan kesejahteraan janin. Dalam perjalanan
penyakitnya mengalami perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, FG. Et al. Obstetri Williams Volume 1. Edisi 22. Jakarta : EGC. 2004
Jayakusuma, AAN. Manajemen Resiko pada Preeklampsia (Upaya Menurunkan
Kejadian Preeklampsia dengan Pendekatan Berbasis Resiko). Denpasar:
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
Unud/RS. Sanglah. 2004
Angsar, MD. Hipertensi Dalam Kehamilan. Edisi II. Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unair. Surabaya. 2003. pp.28-32
Himpunan Kedokteran Feto-Maternal POGI. Edisi II. Pedoman Pengelolaan
Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. 2005
Anonim. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi K Unud/RS Sanglah. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. pp.13-15
Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2005. pp.281-301
Lam, Chun, et al. (2005), "Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis and
Prediction of Precelampsia", Hypertension-Journal of the American Heart
Association, Available : http://www.hyper.ahajournals.org (Accessed : 2007, Agustus
23).
Stepan, Holger, et al. (2006), "New Insights into Biology of Preeclampsia", Biology of
Reproduction, Available : http://www.biolreprod.org (Accessed : 2007, Agustus 23).
"Preeclampsia",(2007),Wikipedia.org,Available:http://www.wikipedia.org/wiki/pre-
eclampsia (Accessed : 2007, Agustus 23).
Brooks, MB. (2006), "Pregnancy, Preeclampsia", E-medicine from WebMD,
Available : http://www.webmd.com (Accessed : 2007, Agustus 23).
Dikman A, Muh, Hipertensi Dalam Kehamilan II

Anda mungkin juga menyukai