Anda di halaman 1dari 9

FARINGITIS

Faringitis adalah proses infeksi pada mukosa dan submukosa dari faring. Jaringan
yang berpengaruh antara lain orofaring, nasofaring, hypofaring, tonsil. Penyebab faringitis
antara lain infeksi, kongenital dan neoplasma.
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis dan umumnya mengalami
perbaikan setelah pemberian antibiotika atau pengobatan simtomatis, kecuali terjadi pada
infeksi yang disebabkan oleh kuman oportunis atau neoplasma. Komplikasi yang penting
pada faringitis yaitu sepsis, perdarahan dan obstruksi saluran nafas.

Anatomi

Faring merupakan bagian dari saluran nafas dan pencernaan. Terbentuk dari
endodermal foregut primitif dan mempunyai panjang 12 14 cm. Faring berbentuk seperti
tabung musculomembraneus mulai dari dasar tengkorak dan belakang dari mulut dan hidung
setingkat vertebra cervical 6 sampai esophagus. Mukosa bagian atas berupa epitel
pseudostratified bersilia dan bagian bawah berupa epitel squameus.
Di belakang mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang sphenoid dan dasar
tulang oksiput sebelah atas, kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan
vertebra servikalis. Nasofaring membuka kearah depan ke hidung melalui koana posterior.
Superior, adenoid terletak di atap nasofaring. Muskulus tensor vili palatini merupakan otot
yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachii, masuk ke faring melalui ruangan
ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar humulus tulang untuk memasuki
palatum mole. Otot tensor vili palatini dipersyarafi oleh syaraf mandibularis melalui ganglion
optic.
Faring dibagi 3 bagian yaitu: nasofaring, orofaring, hypofaring atau laryngofaring.
Bagian atas berhubungan dengan hidung melalui choana, muara tuba eustachii terletak di
dinding posterolateral dan dibawah choana. Palatum molle memisahkan nasofaring dan
orofaring. Hyphofaring melalui dasar lidah dan meluas sampai bagian bawah cartilago
cricoid. Faring terletak didepan, ephiglotis pada dasar lidah, terletak ditengah dan lateral
glossoepiglotik fold.
Otot pada faring saling overlaping diatas, ditengah dan bawah. Muskulus konstriktor
quadrilateral superior faringeal mulai dari prossesus pterigoid bagian caudal, ramus
pterigomandibula, bagian posterior dari garis tengah mandibular myelohyoid, dan dasar lidah.
Serabut ini melekat pada muskulus pterigofaringeal, buccofaringeal, myelofaringeal dan
glossofaringeal. Fossa Rossenmuller terletak datas bersebelahan dengan muara tuba eustachii
di nasofaring. Muskulus konstriktor inferior dari permukaan lateral kartilago tyroid dan
cricoid. Serabut dari kartilago tiroid ke dinding poterior faring membentuk muskulus
thyrofaringeus, dan dari kartilago cricoid ke dinding faring menjadi muskulus cricofaringeus.
Bagian atas muskulus konstriktor inferior bagian posterior overlaping dengan serabut
muskulus konstriktor bagian bawah.Tiga muskulus tambahan membujur secara miring ke
dalam dinding faring yaitu muskulus palatofaringeus, salphingofaringeus dan stylofaringeus.
Certain planes ada dibelakang dan lateral dari muskulus faringeal.
Fascia Buccofaringeal bagian dalam menutupi muskulus faringeal. Muskulus
faringeal teroisah dari fascia prevertebra oleh jaringan ikat membentuk retrofaringeal space,
yang tertutup oleh parotid sheats. Dilateral faring membentuk parafaringeal space yang
meluas keatas sampai dasar tengkorak dan batas bawah setingkat os hyoid dengan glandula
submandibuler dan stylohyoid dan muskulus digastrikusposterior.
Arteri faring dari cabang mayor arteri carotis eksterna. Termasuk arteri faringeal
ascending cabang dari arteri lingua, tonsiler cabang dari arteri fascialis, dan palatum cabang
dari arteri maksillary. Vena faring bagian atas berhubungan dengan pleksus pterigoideus dan
pleksus vertebra, bagian inferior berhubungan dengan vena jugularis interna.
Muskulus styloglosus mendapat inervasi dari nervus glossofaringeal, muskulus
faringeal mendapat inervasi dari nervus phagus cabang pleksus faringeal.
Kelenjar limfatik dari nasofaring ke l.n retropharyng kemudian l.n faring lateralis
menuju l.n yugularis. Orofaring ke l.n retrofaring dan l.n cervicalis superior menuju l.n
yugularis. Hipofaring ke retrofaring dan l.n faringeal lateralis, l.n cervicalis dan nodus
yugularis

Fisiologi Faring

Fungsi faring terutama untuk pernapasan, menelanan, resonansi suara dan artikulasi.
Proses menelanan dibagi menjadi 3 tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring
secara volunter. Tahap kedua transport makanan melalui faring dan tahap ketiga jalannya
bolus melalui esophagus keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah
pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum
mole mendorong bolus ke orofaring. Otot suprahioid berkonstraksi, elevasi tulang hioid dan
laring dengan demikian membuka hipofaring dan sinus piriphormis. Secara bersamaan otot
laringitis instrinstik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi.
Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui
orofaring, gerakan dibantu oleh konstraksi otot konstriktor faring media dan superior. Bolus
dibawa melalui introitus esophagus ketika otot konstriktor faring inferior berkontraksi dan
otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan
melalui esophagus dan masuk ke lambung.

Infeksi Penyebab Faringitis

I. Infeksi Oleh Karena Bakteri

I.1 Streptococcus
Merupakan bakteri yang paling sering terutama pada anak-anak yaitu Streptokokkus
B hemoliticus ( Streptokokkus pyogenes ).
Kuman penyebab lain antara lain :
Streptokokkus Pneumoniae
Streprokokkus kelompok C
Masa inkubasi untuk Streptokokkus B hemolitikus adalah 12 jam sampai 4 hari.
Faringotonsilitis oleh karena bakteri ini jarang ditemukan pada bayi. Insiden puncak umur 5
15 tahun.
Gejala Klinik :
Sakit tenggorok
Sulit menelan
Demam
Rhinorea dan batuk umumnya tidak terdapat pada infeksi ini. Tampak Limphadenophati
Cervical.
Komplikasi yang serius adalah demam rematik Komplikasi nonsupuratif glomerulonephritis,
rhamatoid fever, grisel sindrom, subluxatio atlantoaxial joint sampai proses inflamasi pada
kepala dan leher. Komplikasi supurasi adalah otitis media dan sinusitis akut.
Diagnosis untuk penyakit ini yang paling sederhana dengan swab kultur dari faring. Secara
konvensional kultur memakai darah reguler pada media agar. Pemeriksaan lain dengan :
Immunoessay mempunyai kepekaan dan spesifitas yang baik
Kultur
Test rapid
Penatalaksanaan :
Pemberian Penisillin atau amoxillin baik oral atau i.v . Bila alergi penicillin bisa
diberikan eritromicin dan cephalosporin.

I.2 Staphylokokkus
Terutama Staphilokokkus Aureus atau Staphilokokkus Salivarius. Gejala klinik yang
sering timbul adalah eritem dan edem. Terapi dengan Antibiotika seperti penicillin,
eritromisin atau cephalosporin sesuai hasil kultur dan sensitivitas.

I.3 Diphteri
Penyebab utama Corynebacterium Diphteriae merupakan kuman gram positif. Masa
inkubasi 2 hari, exotoxins yang diproduksi menyebabkan jaringan nekrosis dan inflamasi.
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia 10 tahun.
Diphteroid masuk melalui mulut dan hidung kemudian dilokalisir di mukosal
permukaan respiratorius bagian atas. Tampak pseudomembran warna abu-abu yang
menempel kuat pada dasar jaringan. Perluasan selaput sampai nasofaring atau laryng
menyebabkan ketidakmampuan untuk membersihkan sekret dan obstruksi saluran nafas.
Toksin bisa masuk pembuluh darah dan saluran limfe, terutama jika tonsil terkena infeksi,
sehingga akan menyebabkan sistem respirasi dan vaskularisasi kolap ( Infark Miokardial ).
Terapi spesifik adalah pemberian antitoksin. Antibiotika diberikan sebagai terapi adjuvan
dengan pemberian terapi asimptomatik.

I.4 Pertusis
Etiologi Bordetella Pertussis, merupakan penyakit akut pada anak-anak.
Gejala klinik : batuk dengan inspiratory yang nyaring atau batuk rejan. Masuk ke host
melalui inhalasi .
Masa inkubasi kira-kira 1 minggu. Ada 3 stadium :
1. Stadium Cattarhal: Selama 1 -2 minggu
Tanda: demam ringan dan gejala yang berhubungan dengan saluran nafas.
2. Stadium Paroximal: Batuk khas, tidak ada demam
Organisma menghasilkan endotoksin dan agglutinogen pada epitel kolumner
bersilia sehingga akan terjadi proliferasi.
Organisma berada pada superfisial epitel sehingga terjadi nekrosisepitel yang
ditandai dengan eksudat yang mukopurulent.
Berlangsung: 2 4 minggu
3. Masa konvalesen : antara 1 2 minggu
Terapi: self-limiting dan kematian jarang terjadi

I.5 Gonorrhea
Etiologi Neisseria Gonorrhoeae, suatu bekteri gram negatif Pyogenic Diplococcus.
Organisme menginfeksi mukosa dan kelenjar sehingga menyebabkan ulcerasi epitel dan
infiltrat lekosit polimorphonuclear . Biasanya asimptomatik, tetapi kadang-kadang faring
tampak sakit.
Tampak: Tonsil hipertrofi dan adenopathy cervical.
Penatalaksanaan dengan penisillin, tetrasiklin, cephalosporin atau kuinolon berdasarkan
sensitivitas dan kultur test.

I.6 Siphilis
Suatu penyakit kelamin sistemik yang bermanifestasi klinik di kepala dan leher.
Etiologi oleh Treponema Pallidum. Masa inkubasi bervariasi dari 3 90 hari (rata-rata 3
minggu)
Stadium Siphilis :
1 . Primer
Papula yang kemudian menjadi ulkus dengan tepi mengalami indurasi.
Mikroskopis: infiltrasi dan inflamasi terdiri sel plasma histiocyt, limphosit dan
polimorphonuklear leukosit.
Umumnya sembuh spontan dalam 3 6 minggu.
2. Sekunder
Tampak faringotonsilitis.
Mukosa mengalami erosi yang tidak sakit, dangkal dengan warna keabu-abuan
dengan tepi warna merah.
Sangat menular apabila tidak diobati sepertiga akan sembuh sempurna, sepertiga
menjadi carrier dan sepertiga lagi ke stadium tertier.
3. Tersier
Berkembang beberapa tahun sejak infeksi awal
Terjadi secara pelan-pelan dan progresif
Umumnya sistem syaraf dan aorta terkena
Tampak adanya gumma yang menggambarkan proses granulomatosus pada tepinya
dikelilingi polisading machrophage dan fibroblast.
Test serologik pada siphilis ada 2 yaitu:
1. Nonspesifik Nontreponemal Antibody test
Murah, cepat dan bisa mengetahui adanya aktivitas penyakit
Dengan test Veneral Desease Reseach Laboratory (VDRL)
Modifikasi dari VDRL adalah Test Rapid Plasma Reagin
VDRL dan Rapid Plasma test bisa untuk skrening
Sangat sensitit pada stadium sekunder kira-kira 99 % positif

2. Spesifik Treponemal Antibody test


Adalah FTA-ABS Test
Bisa dipakai untuk diagnosis dan prognosis karena sangat sensitif
False positif pada test serologi oleh karena suatu infeksi yang sangat cepat dan noninfeksius,
umumnya terjadi pada Nontreponemal Antibody test.
Terapi: dosis tunggal penisilin. Bila alergi dengan penisillin maka tetrasiklin atau erytromysin
dapat digunakan.

II. Infeksi Oleh Karena Virus


Virus merupakan penyebab yang paling umum pada faringitis. Pada beberapa kasus
tampak oedem dan eritema. Penatalaksanaan umumnya simptomatis

II.1 Herpes Simplex Virus


Herpes Simplek Virus mempunyai 2 subtype:
1. Tipe 1 ( pada umumnya oral )
2. Tipe 2 ( pada umumnya genital )
Infeksi pada traktus aerodigestive atas bisa terjadi baik primer ataupun rekuren
Infeksi primer paling sering sebagai ginggivostomatitis atau faringitis akut
Mempunyai kecenderungan menginfeksi sel di ektoderm asal, pada umumnya
didalam selaput lendir atau kulit
Paling sering terladi pada anak umur 10 bulan sampai 3 tahun
Gambaran klinik pada remaja dapat berupa faringitis eksudatif akut sedang pada
orang dewasa terlihat sebagai faringitis streptococcal atau influenza.
Penularan: melalui air liur atau ingus, infeksi kuku atau mengisap ibu jari
Masa inkubasi pendek antara 2 12 hari
Gejala klinik:
- Rasa tidak enak pada badan, demam
- Sakit tenggorok
- Tampak lesi vasikuler yang mudah berdarah pada faring atau tampak ulkus pada
tonsil yang tertutup suatu eksudat berwarna kelabu
- Pembesaran dan rasa sakit pada limphonodi cervikalis
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi terjadinya Herpes simplek virus antara lain :
Infeksi neonatal, immunodefisiensi, kurang gizi, terapi immunosupresi,
kehamilan, luka bakar, trauma, kelainan kulit (seperti dermatitis atopik, impetigo
bullosa dan phemphigus), sarcoidosis.
Histopatologi : permukaan mukosa mengalami ulserasi dengan sel raksasa
multinukleated dan intranuklear.
Diagnosis: Test Enzymelinked immunosorbent assay (ELISA), test radiometrik
Biasanya self limited deseas
Terapi untuk menghilangkan gejala yang timbul dan Acyclovir dipakai untuk
menghambat replikasi virus nucleic acid

II.2 Campak
Rubela atau campak suatu morbillivirus yang sangat menular
Gejala klinik: panas tinggi, coryza dan conjunctivitis, buccal mukosa tampak lesi
exanthematous ( koplik nods ), hiperplasia limphoretikuler, ruam erithematous
pada kulit.
Penatalaksanaan : simptomatis dan umumnya self-limited

II.3 Epstein Barr Virus


Sering berhubungan dengan carcinoma nasofaring dan limphoma burkit
Diperkirakan 80 90 % berhubungan dengan mononukleosis
EBV yang berhubungan dengan mononukleosis menyerupai faringotonsilitis akut
Gejala: sakit tenggorok, demam dan rasa tidak enak badan
Tampak eksudat pada faring maupun tonsil, limphadenopati cervical
Diagnosis: dari gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium
Gejala klinik akan mengalami resolusi setelah beberapa bulan
Terapi: suportif antara lain istirahat dan minum yang banyak

II.4 Cytomegalovirus
Bisa kongenital atau akuisita
Infeksi biasanya asimptomatis kecuali pasien dengan immunokompresi
Infeksi bisa melalui air susu ibu, kontak dengan air liur, semen
Virus dapat dideteksi melalui isolasi kuman virus, serologi atau PCR
Beda dengan EBV mononukleosis pada cytomegalovirus tidak terlihat gejala
faringitis dan heterophile antibodi negatif
II.5 Human Immunodeficiency Virus Tipe I
Akhir-akhir ini terjadi peningkatan pasien yang terinfeksi oleh HIV tipe 1,
terutama bersama dengan Immunodeficiency sindrom (AIDS)
Gejala klinis: sakit tenggorok, demam, malaise, myalgia, arthralgia, photophobia,
lymphadenophati dan ruam makulopapular
Diagnosis: Analisa PCR dan Immunohistochemical

III. Infeksi Jamur

Infeksi oleh karena jamur atau parasit umumnya tidak menimbulkan gejala kecuali
pasien dengan immunosupresi atau pasien dengan kondisi lemah yang kronis. Kalau terjadi
infeksi maka menimbulkan penyakit sistemis dan akan menyebabkan kematian. Terutama
terjadi pada pasien kanker, pasien yang mengalami pencakokan organ, mengalami perawatan
dengan agen immunosupresi dan penderita AIDS.

III.1 Infeksi Candida


Merupakan penyebab faringitis jamur yang tersering
Candida merupakan flora normal di mulut tetapi jika sistem immun terganggu
dapat menginvasi mukosa sehingga menimbulkan sakit atau disphagia
Terutama terjadi pada pasien HIV-positif dan setelah radioterapi kanker leher
dan kepala
Mukosa tampak mengalami perlukaan dengan warna keabuan
Identifikasi jamur dengan: pengecatan gram Noda atau acid-Schiff noda berkala,
kultur dengan agar Sabauraud
Histologi: tampak pseudohifa yang saling berhubungan, infiltrasi sel-sel radang
Penatalaksanaan: pemberian nystatin pada rongga mulut atau faring,
ketoconazol oral atau fluconazol
Pencegahan pada pasien dengan HIV-positif dengan fluconazol oral sangat
efektif
Bila terjadi peradangan diberi antibiotik Amphetericin B

III.2 Deep-seated Mycosis


Jamur lain yang menyebabkan faringitis antara lain: Cryptococcus neoformans,
Rhinosporidiosis seeberi, Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis
dan Paracoccidioides brasiliensis

IV. Granulomatous Penyebab Faringitis

Granuloma adalah suatu infeksi kronis yang digambarkan dengan perubahan


machrophage (epithelioid histiocytes), dengan adanya sel raksasa dan fibroblast.
Peradangan granulomatous biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, mycobacteria,
jamur, siphilis, benalu, sarcoidosis, Wegener Granulomatosis dan keganasan.

IV.1 Mycobacterium Tuberculosa


Di Amerika Serikat, granulomatous berhubungan dengan Mycobacterium
Tuberkulisa. Micobacterial faringotonsilitis dapat terjadi oleh karena dahak dari paru-
paru yang mengalami infeksi. Penyakit ini terutama terjadi pasien dengan sosial
ekonomi rendah.
Gejala Klinik: Sakit tenggorok, hidung tersumbat, lymphadenophati cervical,
dan gejela yang berhubungan dengan paru-paru

IV.2 Lepra
Oleh karena Mycobacterium Leprae
Faring mengalami infeksi setelah rongga hidung terinfeksi
Digolongkan: tipe Lepramatous dan Tuberculoid
Untuk mengetahui pasien Lepra tipe Tuberculoid dengan Mitsuda test positif
diameter > 5 mm (Reaksi Lepromin sebagai area indurasi dimana respon
yang paling cepat timbul pada 48 jam dan respon lambat pada 3 4 minggu)
Tipe Lepramatous: Mitsuda test lemah atau negatif ( 0 2 mm ), boderline
( 3 5 mm )
Gambaran histopatologik Tuberculoid : noncaseasing granulomatous dengan
atau tanpa sel raksasa
Gambaran histopatologik Lepromatous: ada perkembangbiakan
machrophages yang berisi bacilli, tetapi tidak ada bentuk granulomatpus
Penatalaksanaan: pemberian Dapsone, clofazimin dan rifampisin

V. Penyebab Lain Faringitis

V.1 Faringitis Radiasi


Radiasi dapat menyebabkan atropi pada mukosa mulut dan faring.
Dosis radiasi yang sering menimbulkan atropi adalah 16 22cGy
Radiasi dapat menimbulkan produksi air liur menurun sehingga mudah terjadi
superinfeksi oleh karena bakteri atau jamur.
Faringitis radiasi tidak mungkin dicegah oleh karena merupakan efek samping yang
timbul pada radiasi
Penatalaksanaan: secara simptomatik dengan pemberian Sucralfat, diphenhidramin,
antibacterial agent dan corticosteroid topical
Meningkatkan aliran ludah: pemberian Pilocarpine baik selama atau sesudah radiasi
Perawatan spesifik superinfeksi dengan Antifungal topikal (nystatin) atau antifungal
sistemik atau antibiotik

V.2 Steven-Johnson Sindrom


Terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, pria lebih banyak dari perempuan
Etiologi tidak diketahui, biasanya mengikuti suatu infeksi infeksi pernapasan bagian
atas atau penggunaan obat tertentu seperti Sulfonamides, Anticonvulsan dan obat tidur
Tampak gambaran erythematous vasculer dan bullaa terutama di daerah mukosa
mulut, faring dengan laring
Bulla bisa mengalami ulserasi sehingga menimbulkan perdarahan dan terbentuknya
krusta
Biasanya self limited dengan lesi kulit yang membaik kira-kira 4 minggu
Penatalaksanaan biasanya simptomatis dengan memperhatikan keseimbangan cairan
dan keseimbangan elektrolit baik fase akut atau dengan infeksi sekunder

V.3 Pemphigus
Merupakan infeksi autoimmun tetapi jarang terjadi terutama mengenai kulit dan
membran mukosa
Tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan umumnya terjadi pada pasien diatas 30
tahun
Pada daerah yang terkena tampak adanya vesikel dan bula
Yang terjadi di faring antara lain: phemphigus vulgaris, phemphigus foliaceus,
phemphigus erythematous, drug-induse phemphigus
P Vulgaris: tampak vesikel dan bula yang sering mengalami erosi sehingga sering
menimbulkan sakit waktu makan atau menelan, produksi saliva akan meningkat.
Infeksi sekunder akan timbul pada oral higiene yang buruk
Nikolsky sign pada umumnya negatif
Histopathologi : jaringan yang terkena berisi vesikel intraephitelial atau bullae yang
menimbulkan robekan pada suprabasiler, Prevesiculer odem dan intercelluler bride
menghasilkan acantholysis. Perubahan ini mengakibatkan perubahan sel epitel
(Tzanck sel) mengambang di dalam vesiculer. Pada sel nukleus membesar dan
hiperchromasia, banyak pengandung lekosit polimhorphonuklear dan limfosit.
Penatalaksanaan : Steroid, pemberian immunosupresi dan antibiotika bila terjadi
infeksi sekunder.

V.4 Reflux Faringitis


Gastroeshophageal reflux disease (GERD) merupakan salah satu penyebab faringitis
dan laringitis
Gejala klinik: serak, sakit tenggorok, batuk kronis, globus faringeus, disphagia, nafas
bau, dingin tetapi perut tidak terasa nyeri atau panas.
Pada faring sering tampak erytema ringan dan cobblestoning, arythenoid eritema
Diagnosis test: pH 24-hour esophageal tetapi test ini invasif dan mehal
Penatalaksanaan : memperbaiki gaya hidup dan aturan makan, pemberian histamin-2

V.5 PFAPA (Periodic Fever,Aphthous stomatitis,Pharyngitis,cervical adenitis)


sindrom
Suatu sindrom dengan gejala klinik: Panas berkala (sampai 40,5 oC), aphtous
stomatitis, faringitis dan cervical adenitis
Terutama terjadi pada anak-anak sekitar umur 3 tahun
Etiologi tidak diketahui
Penatalaksanaan : corticosteroid, cimetidine serta tonsilektomi

V.6 Faringitis Idiopathic


Faktor predisposisi: post nasal drip dan refluk asam lambung, minum alkohol,
merokok, makanan panas dan pedas
Penyebab lain pemberian spray tenggorok yang berisi obat desinfektan dan astrigent,
cairan yang bersifat saline, trauma,penggunaan obat bius, faktor psikis dan emosional
Penatalaksanaan sukar, pendekatan psikologis dan pemberian obat simptomatis perlu
dipikirkan.
KEPUSTAKAAN

1. Alper C., Myers E N., Eibling., Decicion Making In Ear, Nose, and Throat Disorders,
Saunders Company, 152-153., 2001
2. Bailey BJ., Johnson JT. Pharyngitis, 601-613., 2006
3. Becker W., Nauman H H., Pfaltz R C., Ear, Nose, and Throat Diseases, Thieme, 299-387.,
1994

Anda mungkin juga menyukai