Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vulkanologi merupakan studi tentang gunung berapi, lava, magma, dan

fenomena geologi yang berhubungan. Seorang ahli vulkanologi adalah orang yang

melakukan studi pada bidang ini. Istilah vulkanologi berasal dari Bahasa Latin

Vulcan, dewa api Romawi.

Para ahli vulkanologi sering mengunjungi gunung berapi, terutama yang

masih aktif, untuk mengamati letusan gunung berapi, mengumpulkan produk

letusan termasuk contoh tephra (seperti abu, ash atau batu apung, pumice), batuan,

dan lava. Tujuan utama dari penyelidikan adalah perkiraan letusan; pada saat ini

belum ada cara yang akurat untuk melakukan hal ini, tetapi memperkirakan

letusan, seperti halnya memperkirakan gempa bumi, dapat menyelamatkan banyak

jiwa. Seorang ahli vulkanologi mempelajari pembentukan gunung berapi dan

letusannya saat ini serta sejarah letusannya.

Pada daerah Kabupaten Barru, Pare-Pare dan Sidrap dijumpai lokasi yang

diperkirakan sebagai jejak-jejak gunungapi. Dengan tujuan untuk mempelajari

aspek-aspek gunungapi, maka dilakukanlah penelitian ini.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari diadakannya penelitian ini ialah untuk mempelajari aspek-

aspek vulkanologi yang dijumpai pada daerah penelitian sebagai kelanjutan proses

pembelajaran di kampus.

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:


a. Mengetahui penyebaran produk-produk letusan gunungapi pada daerah

penelitian.
b. Mengetahui sifat dan komposisi larutan air panas pada manifestasi

geotermal yang dijumpai pada daerah penelitian.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya terbatas pada penyebaran produk gunungapi untuk

menentukan fasies dari suatu gunungapi dan mengetahui sifat dari larutan air

panas yang dijumpai pada manifestasi geotermal di daerah penelitian.

1.4 Waktu, Letak, dan Kesampaian Daerah

Penelitian ini diadakan selama dua hari, yakni pada hari Sabtu dan Ahad,

tanggal 6 7 Juli 2017. Penelitian dilakukan pada daerah Kabupaten Barru, Kota

Pare-Pare, dan Kabupaten Sidrap. Ketiga kota tersebut termasuk dalam Provinsi

Sulawesi Selatan dengan koodinat 012' - 8 Lintang Selatan dan 11648' -

12236' Bujur Timur. Keberangkatan dimlai dari Kampus Teknik UNHAS

Kabupaten Gowa pada pukul 07.30 WITA dan tiba pada lokasi penelitian pertama

pukul 09.40 WITA. Lokasi penelitian kedua, yaitu Kota Pare-Pare dicapai pada

pukul 11.20 WITA. Penelitian dilakukan hingga pukul 16.30 dan dilanjutkan esok

harinya. Penelitian pada Kota Sidrap dimulai pada pukul 07.30 WITA hingga

pukul 15.20 WITA.

1.5 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ini ialah sebagai

berikut:

a. Peta d. Kompas Geologi


b. Roll Meter e. Kantong Sampel
c. Palu Geologi f. HCl 0.1 M
g. AgNO3 1 M m. Thermometer
h. NaOH 1M n. Ember
i. NH3 1M o. Kertas saringan
j. H2SO4 p. pH meter
k. Akuades q. Pipet tetes
l. Kamera
r. 1.6 Peneliti Terdahulu

s.

t.

u.

v.

w. BAB II
x. GEOLOGI REGIONAL

y. Secara regional daerah penelitian terletak pada lempar pangkajene

dan watampone bagian barat.

z. 2.1 Geomorfologi Regional

aa. Di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian

Barat terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah

utara-barat laut dan terpisahkan oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan yang

barat menempati hampir setengah luas daerah, melebar di bagian selatan (50 km)

dan menyempit di bagian utara (22 km). Puncak tertingginya 1694 m, sedangkan

ketinggian rata-ratanya 1500 m. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi.

Di lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi kras,

penceminan adanya batugamping. Di antara topografi kras di lereng barat terdapat

daerah pebukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di

baratdaya dibatasi oleh dataran Pangkaiene-Maros yang luas sebagai lanjutan dari

dataran di selatannya.

ab. Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan lebih rerdah,

dengan puncaknya rata-rata setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m. Juga
pegunungan ini sebagian besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar

20 km dan lebih tinggi, tetapi ke utara meyempit dan merendah, dan akhirnya

menunjam ke bawah batas antara Lembah Walanae dan dataran Bone. Bagian

utara pegunungan ini bertopografi kras yang permukaannya sebagian berkerucut.

Batasnya di timurlaut adalah dataran Bone yang sangat luas, yang menempati

hampir sepertiga bagian timur.

ac. Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut di

bagian utara selebar 35 Km. tetapi di bagian selatan hanya 10 km. Di tengah

tendapat Sungai Walanae yang mengalir ke utara Bagian selatan berupa

perbukitan rendah dan di bagian utara terdapat dataran aluvium yang sangat luas

mengelilingi D. Tempe.

ad. 2.2 Stratigrafi Regional

ae. Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri

dari batuan ularabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya

terbreksikan dan tergerus dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi dl

sekitarnya berupa sesar atau ketidselarasan. Penarikhan radiometri pada sekis

yang menghasilkan 111 juta tanun Kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan

akhir pada tektonik Zaman Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh

endapan flysch Formasi Balangbaru dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dari

2000 m dan berumur Kapur Akhir. Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu

dengan bukti adanya sisipan lava dalam flysch. Batuan gunungapi berumur

Paleosen (58,5- 63,0 it), dan diendapkan dalam lingkungan laut, menindih

tak selaras batuan flysch yang berumur Kapur Akhir. Batuan sedimen Formasi
Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan

batubara, menindih tak selaras batuan gunangai Paleosen dan batuan flysch Kapur

Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini secara berangsur beralih ke endapan karbonat

Formasi Tonasa yang terbentuk secara menerus dari Eosen Awal sampai bagian

bawah Miosen Tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar

cukup luas mengalasi batuan gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen

klastika Formasi Salo Kalupang yang Eosen sampai Oligosen bersisipan

batugamping dan mengalasi batuan gunungapi Kalamiseng Miosen Awal di timur.

Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur, berbatuan

gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga berumur Miosen Awal

bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi Kalamiseng Di lereng timur

bagian utara pegunungan yang barat, terdapat batuan Gunungapi Soppeng yang

diduga juga berumur Miosen Awal. batuan sedimen berumur Miosen Tengah

sampai Pliosen Awal berselingan dengan batuan gunungapi yang berumur antara

8,93-9,29 juta tahun. Secara bersama batuan itu menyusun Formasi Camba yang

tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dari

Formasi Camba ini yang menindih tak selaras Formasi Tonasa. Selama Miosen

akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi Lembah Walanae di endapkan

sedimen klastika Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar 4500 m, dengan

bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat (batugamping Anggota

Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan menjemari dengan bagian atas Formasi

Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir sampai Pliosen Awal

merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan gunungapi yang masih
terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan menghasilkan batuan gunungapi

Parepare (4,25-4,95 juta tahan) dan Baturape-Cindako, juga merupakan sumber

bagi formasi itu. Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya

berkaitan erat dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sill

dan retas, bersusunan beraneka dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit.

dan berumur berkisar dari 8.3 sampai 19 2 juta tahun. Setelah Pliosen Akhir,

rupanya tidak terjadi pengendapan yang berarti di daerah ini, dan juga tidak ada

kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara Pangkajene dan di beberapa tempat

di tepi Sungai Walanae, rupanya terjadi selama Pliosen. Endapan Holosen yang

luas berupa aluvium terdapat di sekitar D. Tempe, di dataran Pangkajene-Maros

dan di bagian utara dataran Bone.

af. Ub: Batuan Ultrabasa; peridotit, serbagian besar terserpentinitkan,

berwarna hijau tua sampai kehitaman, kebanyakan terbreksikan dan tergerus

melalui sesar naik ke arah Baratdaya; pada bagian yang pejal terlihat struktur

berlapis dan dibeberapa tempat mengandung lensa kromit; satuan ini tebalnya

tidak kurang dari 2500 meter dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan

batuan di sekitarnya.

ag. m: komplek melange; batuan campur aduk secara tektonik terdiri

dari grewake, breksi, kongomerat, batupasir; terkersikkan, serpih kelabu, serpih

merah, rijang radiolaria merah, batusabak, sekis, ultramafik, basal, diorit, dan

lempung; himpunan batuan ini mendaun, kebanyakan miring ke arah Timurlaut

dan tersesarkan naik ke arah Baratdaya; satuan ini tebalnya tidak kurang dari 1750

m dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan di sekitarnya.


ah. Kb: Formasi Balangbaru; sedimen tipe flysch; batupasir

berselingan dengan batulanau, batulempung, dan serpih; bersisipan konglomerat,

tufa, dan lava; batupasirnya bersusunan graywacke dan arkose, sebagian tufaan

dan gampingan, pada umumnya menunjukkan struktur turbidit; di beberapa

tempat ditemukan konglomerat dengan susunan basal, andesit, diorit, serpih, tufa

terkesikkan, sekis, kuarsa, dan bersemen bartupasir; pada umumnya padat dan

sebagian serpih terkesikkan. Formasi ini mempunyai ketebalan sekitar 2000

meter, tertindih tidak selaras batuan Formasi Mallawa dan batuan gunungapi

terpropilitkan dan menindih tidak selaras kompleks tektonik Bantimala.

ai. Tem: Formasi Mallawa; batupasir, konglomerat, batulanau,

batulempung, napal dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung;

batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa adapula yang arkose, greywacke,

dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda; pada umumnya

bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya sebagian kompak; batulempung,

batugamping, dan napal umumnya mengandung mollusca yang belum diperiksa

dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa setebal

beberapa centimeter dan berupa lapisan yang dapat mencapai 1,5 meter.

aj. Umur formasi ini adalah Eosen Bawah Eosen Tengah (Sukamto,

1982), dengan lingkungan pengendapan paralis sampai laut dangkal. Tebal

Formasi ini tidak kurang dari 400 meter; tertindih selaras oleh batugamping Temt

dan menindih tidak selaras batuan sedimen Kb dan batuan gunungapi Tpv.

ak. Temt: Formasi Tonasa; batugamping koral pejal, sebagian

terhablurkan, berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastik dan


kalkarenit, berwarna putih, coklat muda, dan kelabu muda, sebagian berlapis,

berselingan dengan napal Globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung

batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan

batugamping pasiran; di daerah Ralla ditemukan batugamping yang mengandung

banyak serpihan sekis dan batuan ultramafik; batugamping berlapis sebagian

mengandung banyak foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran

mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar.

Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat; di daerah Tanete Riaja

terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur batugamping berlapis.

al. Berdasarkan atas kandungan fosilnya, menunjukkan kisaran umur

Eosen Awal (Ta.2) sampai Miosen Tengah (Tf) dan lingkungan neritik dangkal

hingga dalam dan laguna. Tebal Formasi Tonasa diperkirakan tidak kurang dari

3000 meter, menindih tidak selaras batuan Formasi Mallawa dan tertindih tidak

selaras oleh Formasi Camba, diterobos oleh sill, dyke, dan stock batuan beku yang

bersusunan basal, trakit, dan diorit.

am. Tmcv: Anggota Batuan Gunungapi Formasi Camba; batuan

gunungapi bersisipan batuan sedimen laut; breksi gunungapi, lava, konglomerat

gunungapi, dan tufa berbutir halus hingga lapili; bersisipan batupasir tufaan,

batupasir gampingan, batulempung mengandung sisa tumbuhan, batugamping,

dan napal. Batuannya bersusunan andesit dan basal; umumnya sedikit

terpropilitkan, sebagian terkersikkan, amigdaloidal, dan berlubang-lubang

diterobos oleh retas, sill, dan stok bersusunan basal dan diorit; berwarna kelabu

muda, kelabu tua, dan coklat. Pemeriksaan petrografi menunjukkan fonolit


nefelin, porfiri sienit nefelin, diabas hipersten, tufa batuan basal andesit, andesit,

andesit trakit, dan basal leusit (Subroto dan Saefuddin, 1972 dalam Sukamto,

1982) dan tefrit leusit, basanit leusit, leusitit, dan dasit (van Steiger, 1913 dalam

Sukamto, 1982). Penarikan Kalium/Argon pada batuan basal menghasilkan 17,7

juta tahun, dasit dan andesit masing-masing menghasilkan umur 8,93 dan 9,29

juta tahun (ET.D. Obradovich, hubungan tertulis, 1974 dalam Sukamto, 1982),

dan basal dari Barru menghasilkan 6,2 juta tahun (van Leuwen, 1978 dalam

Sukamto, 1982).

an. d: diorit granodiorit; terobosan diorit dan granodiorit, terutama

berupa stok, dan sebagian berupa retas, kebanyakan bertekstur porfiri, berwarna

kelabu muda sampai kelabu. Diorit yang tersingkap di sebelah Utara Bantimala

dan di sebelah Timur Barru menerobos batupasir Formasi Balangbaru dan batuan

ultramafik; terobosan yang terjadi di sekitar Camba sebagian terdiri dari

granodiorit porfiri, dengan banyak fenokris berupa biotit amfibol, dan menerobos

batugamping Formasi Tonasa serta batuan Formasi Camba. Penarikan

Kalium/Argon granodiorit dari Timur Camba pada biotit menghasilkan 9,03 juta

tahun (J. D. Obradovich, 1974 dalam Sukamto, 1982).

ao. Qac: Endapan Aluvial dan Pantai, terdiri dari lempung, lanau,

lumpur, pasir, kerikil di sepanjang sungaisungai besar serta pantai. Endapan

pantai setempat mengandung sisa kerang dan batugamping koral


ap.

aq. Gambar 4.1 Lokasi penelitian pada Peta Geologi


Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat
(Sukamto, 1982).
ar.

as. 3.3 Struktur Geologi Regional

at. Pulau Sulawesi dan sekitarnya adalah salah satu dari beberapa

kompleks aktif margin di dalam ilmu geologi, struktur, dan tektonik. Daerah pada

bagian tengah dari Pulau Sulawesi merupakan pertemuan tiga lempeng


konvergen, sebagai hasil interaksi tiga lempeng bumi mayor dalam waktu Neogen

(Sukamto, 1975 dalam Elburg dan Foden, 1998).

Akhir dari kegiatan gunungapi pada Kala Miosen Awal diikuti oleh

kegiatan tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae.

Terban Walanae ini memanjang dari Utara ke Selatan lengan Sulawesi bagian

Barat sehingga struktur sesar inilah yang mempengaruhi terhadap struktur geologi

sekitarnya. Proses tektonik ini juga yang menyebabkan terbentuknya cekungan

tempat pembentukan Formasi Walanae. Peristiwa ini berlangsung sejak awal

Miosen Tengah dan menurun perlahan selama proses sedimentasi hingga Kala

Pliosen (Sukamto, 1982).

au. Sesar utama yang berarah Utara Baratlaut terjadi sejak Miosen

Tengah dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Adanya perlipatan besar yang berarah

hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan

adanya tekanan mendatar berarah kirakira Timur Barat pada kala sebelum

Pliosen Atas. Tekanan ini pula menyebabkan adanya sesar sungkup lokal yang

menyesarkan batuan Kapur Atas di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier.

Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian Timur Lembah

Walanae dan di bagian Barat pegunungan Barat, yang berarah Baratlaut

Tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi akibat gerakan mendatar ke

kanan sepanjang sesar besar.

av.

aw.

ax.
ay.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
be.
bf.
bg.
bh.
bi. BAB XI
bj. POTENSI GEOTERMAL DAERAH MASSEPE

bk. 11.1 Ciri dan Faktor-Faktor Pembentukan

bl. Ciri-ciri dari potensi geotermal dapat diketahui dengan

dijumpainya manisfestasi geotermal pada daerah peneleitian. Manifestasi

geotermal yang biasanya dijumpai pada lapangan geotermal berupa tanah

beruap, warm ground, mud pools, fumarol,,geyser, hot lakes, hot steam,

hot/warm pools, hot spring, sinter silika, dan sinter karbonat. Beikut

adalah beberapa manifestasi geotermal yang dijumpai di lapangan.

bm. 14.1.1 Warm Pools

bn. Pada daerah Massepe dijumpai dua kolam air panas. Suhu air

panas pada kolam pertama sebesar 50o dan suhu air panas pada kolam kedua

sebesar 66oC. kondisi fisik dari air panas tersebut cukup jernih, sedikit berbau

belerang, dan terkadang muncul gelembung-gelembung gas dari bawah

permukaan kolam air panas. Air panas pada kolam ini merupakan tipe air panas

bikarbonat yang setelah direaksikan dengan larutan AgNO3, NaOH, dan NH3 akan

terbentuk endapan berwarna putih serta gelembung-gelembung udara pada

penambahan larutan H2SO4.


bo. (a) (b)

bp.

bq.

br.
bs.

bt.

bu. a

bv.

bw. (c) (d)

Gambar 11.1 (a) Pengujian suhu kolam 1, (b) Endapan hasil reaksi dengan NH3, (c)
bx. 11.1.2 Endapan hasil reaksi dengan AgNO3, dan (d) Endapan hasil reaksi dengan NaOH.

Sinter

Karbonat (Travertin)

by. Manifestasi lainnya yang dijumpai pada daerah penelitian adalah

sinter karbonat. Sinter yang dijumpai masih memiliki temperatur yang cukup

tinggi, hal ini menandakan bahwa panas dari geotermal masih berlangsung hingga

saat ini. Kehadiran sinter karbonat ini diperkirakan berhubungan dengan gas

magmatic yang kemudian membentuk HCO3.

bz. 11.2 Potensi Pemanfaatan

ca. Sistem panas bumi Massepe merupakan sistem panas bumi yang

terbentuk di dataran rendah. Sumber panas bumi diperkirakan berupa


tubuh intrusi yang terdapat di bawah permukaan, yang berasosiasi dengan

pembentukan satuan kubah lava pada daerah penelitian. Dengan kisaran

temperatur manifestasi air panas sebesar 50 70oC, geotermal Daerah

Massepe memiliki potensi untuk digunakan dalam pemenuhan kebutuhan

warga masyarakat. Air panas dengan dengan temperatur 57 oC kini telah

dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik dengan teknologi

pembangkit sistem biner, dimana hidrotermal yang tidak terlalu panas

dialirkan melewati fluida sekunder (isobutene, isopentane, atau ammonia)

yang memiliki titik didih di bawah titik didih air pada tekanan yang sama,

dimana uapnya akan digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik.

Anda mungkin juga menyukai