Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(SURFACE MINING)
Disusun Oleh :
ANDY YANOTTAMA
F1D114008
UNIVERSITAS JAMBI
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui:
Diketahui:
Dosen Pembimbing,
1.1. Pendahuluan
Peledakan merupakan kegiatan pemecahan suatu material
(batuan) dengan menggunakan bahan peledak untuk memberai
tanah penutup, membongkar batuan padat atau material
berharga atau endapan bijih yang bersifat kompak dari batuan
induknya menjadi material yang cocok untuk dikerjakan dalam
proses produksi berikutnya (Sushil Bhandari, 1997).
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan menggunakan
teori coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri Peledakan Rules of
Thumb (Dyno Nobel). Dasar dari penggunaan Teori Rules of Thumb adalah
dari percobaan para praktisi di lapangan maupun dari produsen bahan peledak
yang tujuannya ingin mempermudah dalam menentukan geometri peledakan
karena geometri yang selama ini digunakan seperti R.L. Ash (1963) dan C.J.
Konya (1972) menyajikan batasan range/konstanta untuk menentukan dan
menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden
berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan
peledak., sehingga para praktisi dilapangan mencetuskan pendesainan geometri
Rules of Thumb yang penggunaannya lebih simpel dan disesuaikan dengan
kondisi lapangan.
Operasi peledakan merupakan salah satu kegiatan pada
penambangan bijih untuk melepaskan batuan dari massa batuan
induknya. Demikian pula halnya dengan tambang batubara,
peledakan di tambang batubara umumnya diterapkan pada
lapisan penutup (overburden), namun demikian dapat pula
diterapkan pada lapisan batubaranya. Pada saat ini peledakan
terhadap lapisan batubara sudah jarang dilakukan terutama pada
tambang batubara bawah tanah, karena dari pengalaman
dibeberapa tempat banyak mengundang bahaya yang tidak saja
memusnahkan peralatan produksi, bahkan juga terhadap tenaga
kerjanya. Kebakaran tambang batubara akibat peledakan
memang relatif mudah terjadi, khususnya pada tambang
batubara bawah tanah, karena batubara terbentuk dari kayu-
kayu purba yang secara fisik mudah terbakar.
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum simulasi 1 ini adalah :
1. Mengetahui geometri peledakan pada tambang terbuka
2. Mengetahui perhitungan geometri peledakan tambang terbuka
menurut Konya
3. Mengetahui pola peledakan pada tambang terbuka
BAB II
DASAR TEORI
SGe
B 3,15.De.3
SGr
Keterangan:
B = burden (ft)
De = diameter lubang tembak (inch)
SGe = specific gravity bahan peledak
SGr = specific gravity batuan yang diledakkan
2) Menurut Langefors
db P.S
V
33 c. f .( E V )
Keterangan:
V = burden (m)
db = diameter mata bor (mm)
P = derajat packing (1 1,6 kg/dm3)
S = kekuatan bahan peledak
f = derajat fraction (jika lubang vertikal = 1)
c = konstanta batuan (0,45)
E = spacing (m)
E/V = perbandingan spacing dengan burden
3) Menurut Anderson
B d .L
Keterangan:
B = burden (ft)
d = diameter mata bor (inch)
L = kedalaman lubang bor (ft)
Keterangan:
B = burden (ft)
Kb = burden ratio (14 49 ; harga rata-rata 30)
d = diameter mata bor (inch)
B. Spacing
Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row) dan
diukur sejajar terhadap pit wall. Biasanya spacing tergantung pada burden,
kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda, dan arah struktur bidang
batuan. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spacing adalah apakah
ada interaksi antar charges yang berdekatan. Bila masing-masing lubang bor
diledakkan sendiri-sendiri dengan interval waktu yang cukup panjang, untuk
memungkinkan setiap lubang bor meledak dengan sempurna, tidak akan
terjadi interaksi antar gelombang energi masing-masing. Kalau waktu tunda
diperpendek maka akan terjadi interaksi sehingga menyebabkan efek yang
kompleks.
Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah
burden ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan
akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika
spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah
(boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan.
Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan peledakan dengan pola
equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama.
Spacing = 1,15 x Burden.(1.2)
Berikut ini persamaan untuk menghitung spacing :
1) Menurut C.J. Konya
S B.L
Keterangan:
S = spacing (m)
L = kedalaman lubang ledak (m)
B = burden (m)
2) Menurut Langefors
E 1,25.V
Keterangan:
E = spacing (m)
V = burden (m)
3) Menurut R.L. Ash
S Ks.B
Keterangan:
S = spacing (ft)
Ks = spacing ratio (1-3; rata-rata 1,5)
B = burden (ft)
D. Subdrilling
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari pada lubang bor di bawah
rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan
pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar
diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai
dasar jenjang yang akan bekerja secara maksimum.
Tujuan dari subdrilling adalah supaya batuan bisa meledak secara
full face sebagaimana yang diharapkan. Tonjolan-tonjolan pada lantai (floor)
yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan peledakan
selanjutnya, atau pada waktu pemuatan dan pengangkutan Besarnya KJ
tergantung dari struktur dan jenis batuan, serta arah lubang bor. Pada batuan
yang miring KJ yang dibutuhkan lebih kecil. Terkadang pada lubang bor yang
vertikal juga sering tidak diperlukan adanya sub-drilling, misalnya pada
coal stripping atau rock quarry tertentu.
Subdrilling = (3 15) x Blast Hole Diameter.........................................(1.4)
Nilai subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus-rumus berikut:
1) Menurut C.J. Konya
SD Ks.B
Keterangan:
SD = subdrilling (ft)
Ks = antara 0,3 sampai 0.5
B = burden (ft)
Keterangan:
J = subdrilling (ft)
Kj = subdrilling ratio (rata-rata 0,33 dan minimum 0,3)
B = burden (ft)
E. Stemming
Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan
bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil
pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang
timbul sehingga air blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming
batuan hasil dari crushing jauh lebih baik dari pada cutting rock (material
bekas pemboran). Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat
mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang
terlalu panjang dapat mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi
ledakan tidak mampu untuk menghancurkan batuan di sekitar stemming
tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya
batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil,
Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil dari
peledakan, jika stemming terlalu panjang, maka :
a. Ground vibration tinggi (getar tinggi)
b. Lemparan kurang
c. Fragmentasi area jelek
d. Suara kurang
Jika stemming terlalu pendek :
a. Fragmentasi diarea bawah jelek
b. Terdapat toe di floor (tonjolan di floor)
c. Terjadi flying rock (batu terbang)
d. Suara keras (noise) or (airblast)
Stemming 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 1,2) x Burden. (1.5)
Rumus-rumus menghitung stemming antara lain:
1) Menurut C.J. Konya
OB
T Kb
2
Keterangan:
T = stemming (m)
Kt = 0.17 sampai 1 kali B
B = burden (m)
OB = overburden (m)
Keterangan:
T = stemming (ft)
Kt = stemming ratio (0,5-1; rata-rat 0,7)
B = burden (ft)
Kedalaman lubang tembak tidak boleh lebih kecil dari burden. Hal ini
untuk menghindari terjadinya overbreaks atau cratering. Disamping itu letak
primer menentukan kedalaman lubang bor. Berdasarkan arah lubang ledak
maka kedalaman lubang ledak dapat ditentukan dengan rumus :
1) Untuk lubang ledak vertikal
H LJ
Keterangan:
H = kedalaman lubang ledak (m)
L = tinggi bench (m)
J = subdrilling (m)
Keterangan:
H = kedalaman lubang ledak (m)
L = tinggi bench (m)
J = subdrilling (m)
= sudut kemiringan lubang ledak terhadap bidang vertical.
J. Fragmentasi
Kepentingan dari fragmentasi tidak bisa diremehkan karena pada
tingkatan yang luas fragmentasi merupakan ukuran dari suksesnya peledakan,
hal ini mempengaruhi biaya operasional dan perawatan dari operasi-operasi
selanjutnya serta termasuk pengoperasian alat berat seperti penggalian atau
pemuatan, pengangkutan dan crushing. Oleh karena itu pengeboran dan
peledakan sangat berhubungan dengan optimasi operasi-operasi selanjutnya.
Fragmentasi yang buruk menghasilkan oversize atau bongkahan besar
yang mengakibatkan bertambahnya biaya penghancuran sekunder untuk
mengurangi ukurannya sampai pada ukuran yang dapat diolah secara
ekonomis, aman dan efisien dengan alat-alat angkut dan muat. Faktor
fragmentasi batuan dapat digolongkan dalam tiga kelompok parameter:
a. Parameter peledak, mencakup densitas, kecepatan detonasi, volume
gas dan energi yang tersedia.
b. Parameter pemuatan lubang ledak, mencakup diameter lubang ledak,
stemming, de-coupling, serta tipe dan titik inisiasi.
c. Parameter batuan yang berhubungan dengan densitas batuan,
kekuatan (compressive dan tensile), tekstur dan kecepatan propagasi.
X A
1
.Qe 6
Qe 115
Keterangan,
X = ukuran rata-rata dari hasil peledakan (cm)
A = Faktor batuan
7 untuk batuan medium strength
10 untuk batuan keras yang berjoint intensif
13 untuk batuan keras dengan sedikit joint
sebaiknya antara 8 12 (Cunningham, 1983)
Blastability index (BI) x 0,15 (Lily, 1986)
Vo = volume batuan dalam m3 per lubang ledak
(burden x spacing x tinggi bench)
Qe = Massa bahan peledak yang digunakan tiap lubang ledak
(kg)
E = Kekuatan berat relative bahan peledak
(ANFO = 100 ; TNT = 115)
Keterangan,
R = Perbandingan material yang tertahan pada saringan
X = Ukuran screen
Xc = Karakteristik dari ukuran batuan
n = index keseragaman
= (2,2 14 B/d) (1 W/B) (1 + (A 1)/2) L/H . SF
B = burden
d = Diameter lubang tembak (mm)
W = standart deviasi dari kedalaman lubang bor (m)
A = spacing / burden
L = panjang charge di atas level (m)
H = tinggi bench (m)
SF = staggered factor (Jika memakai staggered drilling pattern
maka n dinaikkan 10 %)
= 1,1 untuk pemakaian staggered drilling pattern.
Spacing (S)
H +7 B 14 +7.4,67 46,69
S= 8 = 8 = 8 = 5,84 m
Stemming (T)
Dalam Kondisi Batuan Massive, T = B
T = 4,67 m
Sub-drilling (J)
J = 0,3 B
= 0,3 4,67
= 1,4 m
SGr
15,32
= 3,15
3 0,85
2,5
15,32
= 3,15 3 0,34
15,32
= 3,15 0,7
15,32
= 2,2
= 6,96 Inch
38888,89
381,82 = 101,85
102 lubang
Loading Dencity (de)
2
de = 0,34 SGe De
2
= 0,34 0,85(6,96)
= 13,99
14
13323,24
= 38888,9
= 0,34
b. Sketsa Peledakan
Dari hasil perhitungan jumlah lubang ledak keseluruhan yang didapatkan
berjumlah 102 lubang, untuk 2 kali shift peledakan dalam 1 hari maka banyak
lubang yang diledakkan sejumlah 51 lubang dengan pola peledakan yang
digunakan adalah V-Cut.
a. Geometri Peledakan
b. Pola Peledakan
14 +7(4,67)
= 8
46,69
= 8
= 5,84 m
3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang
leaknya di atas kolom isisan bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar
terjadi keseimbangan tekanan, meredam bunyi hasil peledakan, dan
mengurung gas-gas hasil peledakan, sehingga dapat menekan batuan dengan
energi yang maksimal. Umumnya stemming diisi dengan kerikil pasiran atau
material yang dianggap massive atau tidak terdapat rongga, sehingga dapat
ditentukan tinggi stemming yaitu :
Dalam Kondisi Batuan Massive,
T=B
T = 4,67 m
4. Subdrilling (J)
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang melebihi jenjang, hal
ini sangat penting mengingat dalam peledakan harus dilakukan sesuai dengan
bentuk geometri nya, sehingga subdrilling menjadi parameter penting untuk
menentukan profil peledakan yang dihasilkan. Dalam penentuan tinggi
subrilling yang baik untuk memperoleh lantai jenjang yang rata maka dapat
diselesaikan dengan rumus berikut :
J = 0,3 B
= 0,3 4,67
= 1,4 m
2,5
15,32
= 3
3,15 0,34
15,32
= 3,15 0,7
15,32
= 2,2
= 6,96 Inch
OB per hari
= BSH
38888,89
= 4,67 5,84 14
38888,89
= 381,82
= 101,85
102 lubang
9. Loading Dencity (de)
Loading density merupaka parameter penting untuk menentukan berat
bahan peledak yang dibutuhkan, berdasarkan rumus C. J. Konya diperoleh
perhitungan loading density sebagai berikut :
2
de = 0,34 SGe De
2
= 0,34 0,85(6,96)
= 13,99
14
10. Berat Bahan Peledak (E)
Berat bahan peledak akan kita gunakan dan kita jadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pertimbangan ekonomis dan teknis untuk peledakan
tambang terbuka ini, diperoleh berat :
E = Pc de n
= 9,33 14 102
= 13323,24 kg
13323,24
= 38888,9
= 0,34
6.2. Saran
1. Praktikan terlebih dahulu harus memahami materi yang
akan dipraktikumkan agar kegiatan praktikum berjalan
dengan lancar.
2. Selain itu praktikan juga harus aktif dalam kegiatan
praktikum agar memperoleh hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA