Abstract: The history of Yogyakarta has been formed by various cultures. In Ketandan - a Chi-
nese housing district - there are many buildings with special characteristics that are necessary
to be conserved as a part of the citys history. Unfortunately, there are some changes in the fa-
cade that change the uniqueness of this district. Therefore, this research has an aim to identify
the characteristics of the facade in Ketandan in order to develop design guidelines to conserve
this district. The elements of the facade should be identified, such as roofs, lijstplanks, walls,
doors, windows, openings, and the ornaments. The result shows that there are two types of roof
that are pelana roof with gables and limasan roof, both using clay tiles. Corrugated zinc,
asbestos, or fibreglass are used for the over hanged or the additional roof. Many houses use
big planks for signage. Consequently, it covered the beauty of facades. Some buildings look
better by using 20 cm planks, and some others put ornamented planks. Most of the first floors
are dominated by folded doors along the facades. Some old houses still use wooden doors with
two openings (kupu tarung) which are put symetrically. The arrangement is a door in the
middle and two windows at the left and the right sides. Most of windows and doors were
painted in green and white or yellow. In the next future, the design guidelines should be set up
by considering these characteristics, so that the development of Ketandan district can be con-
trolled and the uniqueness can be conserved.
Abstrak: Sejarah perjalanan kota Yogyakarta dibentuk oleh budaya yang beragam. Di
Ketandan, yang merupakan kawasan permukiman Tionghwa, masih terdapat beberapa
bangunan dengan karakteristik khas yang menjadi saksi sejarah perjalanan kota Yogyakarta
dan perlu dilestarikan. Namun, disayangkan, saat ini banyak perubahan yang terjadi pada
facade bangunan, sehingga berdampak besar pada perubahan karakter kawasan Ketandan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik facade untuk
menyusun arahan rancangan (design guidelines) pelestarian kawasan Ketandan. Unsur
facade tersebut meliputi atap, lijstplank, dinding, pintu, jendela, lubang ventilasi, dan
ornamen bangunan. Hasil penelitian ini menemukan adanya dua jenis atap, yaitu atap pelana
berbentuk gable (gunungan jenis langgam Arsitektur Cina) dan atap limasan. Bahan
penutup atap bangunan yang utama adalah genteng tanah liat. Atap teritis menggunakan
beberapa jenis bahan, seperti seng, asbes, atau fiberglass. Banyak bangunan yang
memasang lijstplank sangat lebar sekaligus sebagai papan nama usaha sehingga menutup
facade. Beberapa bangunan yang lijstplank-nya tidak terlalu lebar (sekitar 20 cm),
nampak lebih harmonis, dan beberapa bangunan yang lain menggunakan lijstplank
berornamen. Sebagian besar facade lantai satu bangunan di Ketandan didominasi oleh
pintu lipat sepanjang facade bangunan. Pintu lama berupa pintu lipat dari panil kayu.
Hanya beberapa bangunan yang memiliki model pintu dan jendela dengan dua daun (kupu
tarung) dengan pola tata letak yang simetris, yaitu pintu di tengah dan jendela di sebelah ka-
nan dan kiri. Pada umumnya, pintu dan jendela dicat dengan warna hijau dan putih/kuning.
Sebagian besar bangunan menggunakan model ventilasi dengan jeruji besi. Karakteristik ini
akan menjadi acuan dalam penyusunan design guidelines pembangunan kawasan Ketandan
di masa datang.
55
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 9, Nomor 1, April 2011
56
Handayani, T., Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan untuk Pelestarian Kawasan Pusaka di Ketandan, Yogyakarta
si, revitalisasi, dan adaptive reuse (peng- diterima dari desain, serta ekspresi visual
gunaan aset lama untuk fungsi baru), serta yang menekankan pada pesan yang akan
infill design (pembangunan baru di tengah diberikan.
konteks kawasan lama). Selain itu perlu
dipahami pula bahwa pelestarian merupakan Peran Bagian Muka Bangunan dalam
upaya untuk mengelola perubahan dan untuk Membentuk Karakter Bangunan dan
menciptakan pusaka masa mendatang Lingkungan
(Adishakti, L. T., 2000).
Sejak jaman Vitruvius para arsitek
Arahan Rancangan untuk Pelestarian sudah mencoba mengembangkan kaitan
Bangunan dan Lingkungan Bersejarah terukur antara susunan (order) dengan
(Design Guidelines) struktur facade. Hal ini diupayakan agar
tercapai keindahan secara absolut. Pada
Upaya konservasi atau pelestarian jaman Renaissance, usaha ini dilakukan
harus dilakukan agar dapat mengakomodasi berdasarkan hukum-hukum proporsi. Per-
perencanaan untuk pertumbuhan dan mainan dalam mengolah facade dapat
kesinambungan proses evolusi sebuah ling- dilakukan dengan membuat kedalaman serta
kungan bersejarah. Untuk itu, perlu mem- perbedaan antara gelap dan terang. Kondisi
persiapkan suatu aturan yang dapat mengen- struktur juga memberikan pengaruh yang
dalikan pertumbuhan, sehingga terjadi kesi- sangat besar. Selain itu, efek fungsi atau
nambungan antara bangunan lama dengan perkembangan waktu menjadi penentu
yang baru. Keseimbangan tersebut dapat komposisi facade (Adishakti, 1990).
tercapai dengan mencermati unsur-unsur
arsitektural yang secara signifikan dapat Rob Krier di dalam bukunya yang
membentuk karakter sebuah bangunan dan berjudul Architectural Composition (1983)
kawasan. Hal tersebut dapat dijadikan menyebutkan bahwa facade merupakan
pertimbangan sebagai acuan untuk pengem- elemen paling utama untuk meng-
bangan dan pertumbuhan bangunan dan komunikasikan fungsi dan signifikansi
lingkungan di masa datang. Penelusuran bangunan. Kata facade berasal dari bahasa
karakteristik dapat dilakukan melalui Latin facies, yang berarti penampilan atau
kategorisasi dengan prinsip-prinsip tipologi tampak bangunan, dipahami sebagai wajah
(Adishakti, 1990). bangunan yang menghadap ke jalan dan
berhubungan dengan umum. Komposisi
Ada beberapa pendekatan terkait facade biasanya terdiri dari komponen atap,
dengan persoalan tipologi. Menurut Alan pintu, jendela, ventilasi, sunscreen, lijstplang,
Colguhoun (1989), tipologi dalam arsitektur ornamen, dan detail bangunan lainnya.
menekankan pada idealisme dan ideologi Komposisi facade perlu mempertimbangkan
sudut pandang karena seleksi dari tipe persyaratan fungsional yang dirancang secara
mensyaratkan prinsip-prinsip yang akan harmonis melalui proporsi yang baik dari
dikembangkan atau dievaluasi. Di lain pihak, struktur vertikal dan horisontal, bahan,
seleksi tipe akan mendukung investigasi warna, dan elemen dekoratif. Krier
dalam sejarah arsitektur dan desain urban menjelaskan bahwa facade menggambarkan
yang tidak perlu dilakukan secara kronologis, situasi budaya pada saat bangunan dibuat.
tetapi lebih menekankan pada nilai Facade juga mengungkapkan ornamentasi
generalisasi yang menerus (Crowe, 1984). dan dekorasi. Sebuah facade memberi
gambaran tentang penghuni sebuah bangunan
Tipologi menunjuk pada suatu studi dan memberi identitas kolektif sebuah
tipe elemen-elemen kota maupun arsitektur. komunitas yang merupakan representasi dari
Dalam hal ini, tipe berarti sesuatu yang suatu kelompok masyarakat. Lebih lanjut
bukan imitasi atau copy, tetapi lebih sebagai Krier (1983) menyatakan perlunya diamati
prinsip dari model (Rossi, 1984). Menurut berbagai elemen facade yang membedakan
Crowe (1984), ada dua pendekatan dalam antara unsur baru dengan yang lama serta
studi tipe elemen, yaitu acuity atau persepsi patokan-patokan yang justru dapat
visual yang menekankan pada pesan yang menghubungkan antara yang baru dengan
57
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 9, Nomor 1, April 2011
yang lama tersebut. Oleh karena itu, perlu kondisi ekonomi masyarakat Tiong Hwa
dilihat keterkaitan elemen facade dengan berangsur meningkat, banyak rumah toko
bahasa yang digunakan dari waktu ke waktu. didirikan di sepanjang sumbu kota
Keterkaitan antara facade lama dan baru Yogyakarta, yaitu di jalan Malioboro. Selain
mencerminkan komunikasi atau perbin- itu, banyak permukiman yang dibangun di
cangan antara kondisi saat lalu dan saat ini. sekitar daerah yang dekat dengan Kraton
yang kemudian disebut dengan daerah
Murtaugh (1982) dalam Shirvani Pecinan, termasuk di daerah Ketandan yang
(1985) menggambarkan arahan (guidelines) terletak di sisi utara Pasar Beringharjo. Pada
untuk kawasan maupun bangunan. Kriteria tahun 1812, Tan Jing Sin, yaitu pemimpin
kawasan atau district meliputi tujuh faktor, ketiga dari komunitas Tiong Hwa yang
yaitu lokasi (location), rancangan (design), mempunyai hubungan cukup dekat dengan
lingkungan (setting), pertukangan (workman- Sultan, mendapatkan gelar kebangsawanan
ship), perasaan (feeling), dan pertalian antara sebagai Raden Tumenggung Secadiningrat
kejadian bersejarah dan kualitas estetis (Adishakti, 1997).
(association). Lokasi (location) mempertim-
bangkan asosiasi bangunan, tapak, obyek, Konteks Arsitektur
dan ruang dalam susunan yang diterima
secara tradisional. Rancangan (design) sesuai Arsitektur rumah tinggal atau rumah
atau relevan dengan komponen estetika detail toko Cina di berbagai tempat, baik di
arsitektur, seperti skala, ornamen, proporsi, Indonesia maupun di berbagai tempat di
ketinggian, tekstur, bahan bangunan, dan dunia, apabila diteliti lebih jauh mempunyai
irama. Lingkungan (setting) menangkap beberapa persamaan meskipun ada juga
nuansa kawasan melalui batas kawasan atau perbedaan-perbedaan antara satu dan lain
focal points di dalamnya. Bahan bangunan tempat. Salah satu ciri menonjol adalah
(building material), termasuk warna dan bentuk atap pelana dan denah yang
jenis, dikaitkan dengan daerah setempat memanjang ke belakang dengan air well atau
(lokalitas). Pertukangan (workmanship), yaitu inner court, yaitu taman atau ruang terbuka
upaya estetis yang memberi karakteristik di tengah-tengah rumah yang berfungsi untuk
pada kawasan. Asosiasi mempertimbangkan sirkulasi udara. Di Indonesia kawasan
kejadian-kejadian bersejarah dan kualitas permukiman yang sekaligus merupakan
estetik yang terwujud dalam kawasan pusaka. kawasan perdagangan komunitas Tiong Hwa
disebut dengan Pecinan, sedangkan di
ANALISIS HASIL berbagai negara lain disebut China Town
dengan ciri deretan shop houses (rumah toko
Konteks Sejarah atau lazim disebut ruko).
58
Handayani, T., Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan untuk Pelestarian Kawasan Pusaka di Ketandan, Yogyakarta
59
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 9, Nomor 1, April 2011
60
Handayani, T., Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan untuk Pelestarian Kawasan Pusaka di Ketandan, Yogyakarta
Gambar 10a dan 10b. Arsitektur Pecinan. Gambar 11a dan 11b. Arsitektur Pecinan.
Dua contoh bangunan satu lantai yang Dua contoh bangunan satu lantai dengan atap
banyak terdapat di Ketandan. Atap pelana limas dan selubung depan berupa pintu lipat kayu
dan selubung depan berupa pintu lipat kayu atau besi. Tipe ini jumlahnya sedikit.
atau besi. Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
61
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 9, Nomor 1, April 2011
Gambar 12a dan 12b. Arsitektur Pecinan. Gambar 13a dan 13b. Arsitektur Pecinan.
Dua contoh bangunan dua lantai. Komposisi Dua contoh bangunan dua lantai. Komposisi
facade simetris, satu bidang jendela di lantai- facade simetris: dua bidang jendela di lantai
2 dan pintu lipat di lantai 1. 2 dan pintu lipat di lantai 1.
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010. Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
- Irama (Rhythm)
Irama (rhythm) adalah gagasan ngunan juga amat ditentukan oleh atapnya.
formatif dalam arsitektur yang Penyebutan gaya arsitektur juga didasarkan
menunjukkan pengulangan kom-ponen pada tipe, skala, dan proporsi atap.
bangunan, baik dalam skala besar maupun
skala kecil.
Gambar 14 a, 14b, dan 14c. Tiga contoh bangunan dua lantai. Irama nampak pada pengulangan jendela
pada lantai dua (bentuk dan ukuran sama). Pintu lipat menutup seluruh facade lantai satu.
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
Irama secara tegas dibentuk oleh Ada dua temuan karakteristik atap
garis-garis vertikal komponen bangunan bangunan di Ketandan. Temuan yang
seperti kolom, pintu, jendela, atau pertama adalah tipe arsitektur Pecinan identik
ornamen. dengan atap pelana dengan gunungan yang
menonjol dan ujung-ujungnya berbentuk
Komponen Desain Bagian Muka khusus.
Komponen desain atap terdiri atas
atap, lijstplank, dinding dan kolom, pintu, Penutup atap menggunakan genteng
jendela dan ventilasi, serta ornamentasi dan vlaam atau genteng plenthong dengan warna
detail arsitektur. asli (tidak dicat). Temuan yang kedua adalah
tipe arsitektur Pecinan-Indis (kolonial)
Atap identik dengan atap limasan dengan
Atap adalah bagian yang penting kemiringan 3045 derajat, tidak menggu-
dalam memberikan karakter khusus pada nakan cukit, dan dinding menerus ke atas
bangunan. Ekspresi, skala, serta proporsi ba- pada facade depan sampai menutupi bagian
62
Handayani, T., Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan untuk Pelestarian Kawasan Pusaka di Ketandan, Yogyakarta
atap. Penutup atap pada umumnya meng- satu pasang pintu kaca membuka ke arah
gunakan genteng kodhok. dalam.
Gambar 15. Bentuk atap asli. Gambar 16. Bentuk atap berubah total.
Sumber: Bappeda Kota Yogyakarta, 2006. Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2011.
63
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 9, Nomor 1, April 2011
Gambar 17. Rumah Gambar 18. Rumah Gambar 19. Bentuk-bentuk lijstplank pada
Pecinan dengan Pecinan dengan bangunan Pecinan-Indis.
lijstplank seng yang lijstplank kayu yang Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
diberi finishing cat. diberi finishing cat.
Sumber: Survei Sumber: Survei
Lapangan, Penulis, Lapangan, Penulis,
2010. 2010.
Gambar 20. Rumah dengan sepasang pintu, yang Gambar 21. Rumah-rumah yang juga berfungsi
memiliki dua daun,yang terletak persis di tengah sebagai tempat usaha atau toko sepanjang bagian
bagian muka bangunan. muka depan ditutup pintu lipat yang dapat dibuka
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010. seluruhnya.
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
Gambar 22a, 22b, dan 22c. Rumah dengan jendela panil kayu dan teralis besi.
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
64
Handayani, T., Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan untuk Pelestarian Kawasan Pusaka di Ketandan, Yogyakarta
Gambar 23. Lubang ventilasi Gambar 24. Lubang ventilasi berupa jeruji besi di atas rolling door.
berupa krepyak dan roster Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
pada facade.
Sumber: Survei Lapangan,
Penulis, 2010.
Gambar 25. Detail ornamen Gambar 26. Detail ornamen Gambar 27. Detail ornamen
pada pagar balkon pada bubungan atap berupa konsol kayu
Gambar 28. Kolom bulat Gambar 29. Lubang ventilasi Gambar 30. Konsol besi
sebagai unsur dekorasi pada berupa roster sebagai unsur sebagai unsur dekorasi
facade bangunan. dekorasi facade. facade.
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010.
Bagian Muka Bangunan (Facade) Ciri khusus yang nampak pada facade
sebagai Pembentuk Karakter Kawasan adalah atap pelana yang sejajar dengan jalan
Karakter kawasan Ketandan terbentuk di depannya. Oleh karena itu, munculnya
oleh facade masing-masing bangunan. bentuk atap baru yang berbeda dari atap asli
Sebagai kawasan hunian dan perdagangan, tersebut akan merusak karakter kawasan.
fungsi bangunan-bangunan di kawasan ini
merupakan rumah tinggal, rumah toko, dan Gambar-gambar di bawah ini menun-
toko. Hampir semua bangunan di Ketandan jukkan facade bangunan di Jl. Ketandan
tidak memiliki halaman depan. Facade lantai Kidul dan Ketandan Lor. Facade bangunan
satu pada hampir semua bangunan di yang diberi batas segi empat adalah facade
Ketandan terbentuk oleh pintu lipat yang yang sudah berubah dari facade asli
dapat dibuka seluruhnya pada waktu kegiatan arsitektur Pecinan. Unsur facade yang terlihat
perdagangan berlangsung. Variasi komposisi berbeda dengan bentuk aslinya adalah atap
facade baru terlihat pada bagian lantai dua. bangunan dan bentuk pintu, jendela, dan
balkon pada lantai dua.
65
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 9, Nomor 1, April 2011
Gambar 30 (atas, tengah, bawah). Rumah-rumah yang berada dalam segi empat adalah rumah-
rumah dengan arsitektur modern (bukan Pecinan atau Pecinan-Indis).
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010
66
Handayani, T., Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan untuk Pelestarian Kawasan Pusaka di Ketandan, Yogyakarta
Gambar 32a dan 32 b. Bangunan Pecinan di Malioboro yang Gambar 33. Bangunan Pecinan di Ma-
direnovasi dengan tetap mempertahankan karakteristik aslinya lioboro yang seluruh facade-nya tertutup
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010. papan nama.
Sumber: Survei Lapangan, Penulis, 2010
67
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 9, Nomor 1, April 2011
DAFTAR RUJUKAN
Sasongko, Y. 1992. Pemukiman Cina di Ketan-
Adishakti, L. T. 1997. A Study on the Conser- dan Yogyakarta Abad XVIII XIX (Kaji-
vation Planning of Yogyakarta Historic- an terhadap Aspek Ekonomi, Sosial, dan
tourist City Based on Urban Space Keamanan). Yogyakarta: Fakultas Sastra
Heritage Conservation. Tesis Master. UGM.
University of Kyoto. Shirvani, H. 1985. The Urban Design Process.
Clark, R. H. et. al. 1986. Precedent in Archi- New York: Van Nostrand Reinhold
tecture. Terjemahan oleh Aries K. Ong- Company.
godiputro. Bandung: Intermatra, Bappeda Kota Yogyakarta. 2006. Pekerjaan
Krier, R. 1988. Architectural Composition. Kajian dan Inventarisasi Kawasan
Terjemahan oleh Ir. Effendi Setiadarma Pusaka di Yogyakarta. Yogyakarta:
M. B. S. Jakarta: Penerbit Erlangga. Bappeda.
68