Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TINEA KAPITIS

Disusun oleh:
Sunarmi (16710158)

Dosen Pembimbing : dr. Dyah Ratri Anggarini Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN


KELAMIN
RSUD DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MOJOKERTO
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas anugerah dan kesempatan yang
diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin yang berjudul Tinea Kapitis. Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas
akhir kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua dosen pembimbing di bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD DR Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Mohon maaf
jika laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Mojokerto , Desember 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................................1

Kata pengantar..2

Daftar isi 3

BAB I Data Pasien 4

BAB II Pembahasan

A. Kajian Kasus..............................................................................................11
B. Definisi 13
C. Epidemiologi .....13
D. Etiologi ..13
E. Cara Penularan............................................................................................14
F. Patogenesis .15
G. Klasifikasi....................................................................................................17
H. Gejala klinis 18
I. Diagnosis 21
J. Diagnosis banding ..25
K. Komplikasi .26
L. Penatalaksanaan..27
M. Prognosis 30

BAB III Kesimpulan ..31

Daftar pustaka .32

BAB I

DATA PASIEN

A. Identitas
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 6 tahun
Alamat : Kemuning Mojokerto
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum kawin

3
Pendidikan Terakhir : TK
Pekerjaan : Pelajar
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2016

B. Anamnesis

Keluhan Utama :

Rambut kepala rontok

Riwayat Penyakit Sekarang :

Ibu pasien mengeluh di rambut kepala anaknya mudah rontok sejak 2 bulan yang lalu.

Anaknya menggaruk-garuk rambutnya karena gatal. Selain itu rambut pasien berubah

menjadi keabuan. Setelah itu timbul benjolan kecil padat disekitar rambutnya, lama

kelamaan benjolan tersebut melebar seperti lempengan dan menjadi banyak.

Benjolan-benjolan tersebut tidak nyeri dan tidak keluar nanah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya pasien tidak pernah sakit seperti ini


Riwayat Atopi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat keluarga yang sakit sesak napas dengan mengi, bersin-

bersin di pagi hari, dan kelainan kulit.

Riwayat Alergi

Tidak pernah alergi makanan


Tidak pernah alergi obat

Riwayat Penggunaan Obat

Pasien belum pernah berobat sebelumnya

Riwayat Sosial :

4
Pasien sering bermain dengan kucing dan memelihara kucing dirumah
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Hygiene : Kurang

Gizi : Cukup

Nadi dan RR :-

Kepala dan Leher


Rambut : keabuan disekitar lesi, mudah rontok
Mata : Hiperemi (-), anemis (-), ikterus (-), oedema (-)
Hidung : Dyspnea (-)
Mulut : Cyanosis (-), lesi (-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan, lesi (-)
Leher : Tidak ditemukan kelainan, lesi (-)

Thorax
Cor : S1/S2 tunggal regular
Pulmo : Rh -/-, Wh -/-

Abdomen
Inspeksi : Flat (+),
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel (+), distended (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, meteorismus (-)

5
Ekstremitas
Edema (-)
Akral Hangat Kering Merah (+)
Kuku tidak ditemukan kelainan
Sendi-sendi tangan tidak ditemukan kelainan

Status Lokalis :

Pada regio : kapitis

Efloresensi : pada pemeriksaan fisik terdapat lesi makula coklat batas tegas,

skuama tebal, alopesia (+), di tepinya tampak rambut berwarna keabuan dan rapuh,

tampak gambaran wheat field.

6
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan
E. Problem List
Rambut rontok
Gatal di kepala

F. Resume

Ibu pasien mengeluh di rambut kepala anaknya mudah rontok sejak 2 bulan yang lalu.

Anaknya menggaruk-garuk rambutnya karena gatal. Selain itu rambut pasien berubah

menjadi keabuan. Setelah itu timbul benjolan kecil padat disekitar rambutnya, lama

kelamaan benjolan tersebut melebar seperti lempengan dan menjadi banyak.

Benjolan-benjolan tersebut tidak nyeri dan tidak keluar nanah. Karena ditemukan

gejala klinis yang mendukung, maka kasus ini tergolong Tinea kapitis dengan

manifestasi klinis grey patch ring worm.

G. Diagnosa

Tinea Capitis

H. Diagnosis Banding

- Dermatitis seboroik

- Psoriasis

- Alopecia areata

I. Rencana Terapi

Diagnosa :

Pemeriksaan Langsung KOH 10-20%

7
Pembiakan (kultur ) Sabourauds Dextrose Agar (SDA) +

Chloramphenicol+cyclohexamide

Woods Lamp fluoresensi (+), warna hijau terang

(mycrosporum)

Penatalaksanaan :
Kausatif
Pengobatan sistemik

Griseofulvin 200 mg x 2

Pengobatan topikal (sebagai ajuvan)

Ketomed shampo 2-3 kali seminggu

Ketoconazole salep pagi dan malam

Suportif :

Menghindari garukan agar lesi tetap kering dan bersih dan mengurangi

risiko infeksi sekunder bakteri.

Kontrol 1 minggu lagi untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan

kemajuan penyakit ( keluhan subyektif dan tanda obyektif).

Edukasi

8
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak

menggunakan peralatan harian bersama-sama.


- Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
- Tidak perlu mencukur rambut

J. Pemantauan Perkembangan Pasien

13 Desember 2016

S O A P
KU : rambut Pada regio kapitis terdapat Tinea kapitis Griseofulvin
mulai tumbuh 2x200mg
lesi makula coklat batas
dan pasien Ketokonazole
tegas, skuama tebal,
masih merasa Ketomed shampo
gatal alopesia (+), di tepinya

tampak rambut berwarna

keabuan dan rapuh, tampak

gambaran wheat field.

20 Desember 2016

S O A P
KU : rambut Pada regio kapitis terdapat Tinea capitis Griseofulvin
mulai tumbuh , 2x200mg
lesi makula coklat batas
tetapi pasien Ketokonazole
tegas, skuama tebal, alopesia

9
masih gatal. (+), di tepinya tampak rambut Ketomed shampo

berwarna keabuan dan rapuh,

tampak gambaran wheat

field.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Kasus
Ibu pasien mengeluh di rambut kepala anaknya mudah rontok sejak 2 bulan yang

lalu. Anaknya menggaruk-garuk rambutnya karena gatal. Selain itu rambut pasien

berubah menjadi keabuan. Setelah itu timbul benjolan kecil padat disekitar

rambutnya, lama kelamaan benjolan tersebut melebar seperti lempengan dan

menjadi banyak. Benjolan-benjolan tersebut tidak nyeri dan tidak keluar nanah.
Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Hygiene : Kurang

Gizi : Cukup

10
Nadi dan RR :-

Kepala dan Leher


Rambut : keabuan disekitar lesi, mudah rontok
Mata : Hiperemi (-), anemis (-), ikterus (-), oedema (-)
Hidung : Dyspnea (-)
Mulut : Cyanosis (-), lesi (-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan, lesi (-)
Leher : Tidak ditemukan kelainan, lesi (-)

Kepala dan Leher


Rambut : keabuan disekitar lesi, mudah rontok
Mata : Hiperemi (-), anemis (-), ikterus (-), oedema (-)
Hidung : Dyspnea (-)
Mulut : Cyanosis (-), lesi (-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan, lesi (-)
Leher : Tidak ditemukan kelainan, lesi (-)

Thorax
Cor : S1/S2 tunggal regular
Pulmo : Rh -/-, Wh -/-

Abdomen
Inspeksi : Flat (+),
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel (+), distended (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, meteorismus (-)

Ekstremitas
Edema (-)
Akral Hangat Kering Merah (+)

11
Kuku tidak ditemukan kelainan
Sendi-sendi tangan tidak ditemukan kelainan

Status Lokalis :

Pada regio : kapitis

Efloresensi : pada pemeriksaan fisik terdapat lesi macula eritematosa batas tegas,

skuama tebal, alopesia (+), di tepinya tampak rambut berwarna keabuan dan rapuh,

tampak gambaran wheat field.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, kita dapat menegakkan diagnosa pada

pasien ini yaitu Tinea kapitis, akan tetapi tinea kapitis merupakan salah satu bagian

dari infeksi jamur superfisial, maka dari itu kita perlu mengetahui secara menyuluruh

hal-hal yang berkaitan dengan tinea kapitis.

B. Definisi

Tinea Kapitis atau ringworm of the scalp merupakan kelainan pada kulit dan

rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai

dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi

gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Golongan jamur ini

mempunyai sifat keratolitik, dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum,

Trichophyton, dan Epidermophyton.

C.
Epidemiologi

Tinea kapitis sering mengenai anak anak berumur antara 4 dan 14 tahun.

Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi

penyebab lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kasus

12
kasus di perkotaan biasanya didapatkan dari teman teman atau anggota keluarga.

Kepadatan penduduk, hygien yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan

seseorang mendapatkan penyakit ini. Kasus kasus yang disebabkan oleh

Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari anak anjing dan anak kucing.

D. Etiologi

Tinea capitis disebabkan oleh jamur golongan Dermatofita yang mempunyai

sifat mencernakan keratin. Dematofita yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit

kepala dan rambut adalah genus Tricophyton dan Microsporum. Jamur penyebab

tinea capitis ini ada yang bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik.
Jamur yang bersifat antropofilik atau hanya mentransmisikan penyakit antar

manusia antara lain adalah Tricophyton violaceum yang banyak ditemukan pada

orang Afrika, Tricophyton schoenleinii, Tricophyton rubrum, Tricophyton

megninii, Trichophyton soudanense, Tricophyton yaoundei, Microsporum

audouinii, dan Microsporum ferrugineum.


Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan

radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain adalah

Microsporum gypseum dan Microsporum fulvum.


Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat

mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea capitis

antara lain Microsporum canis yang berasal dari kucing, Microsporum nanum

yang berasal dari babi, Microsporum distortum yang merupakan varian dari

Microsporum canis, Tricophyton verrucosum yang berasal dari sapi, dan

Tricophyton mentagrophytes var. equinum yang berasal dari kuda.

13
Jamur mikrosporum

Jamur trichophyton

E. Cara Penularan

Penularan infeksi jamur dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.

Penularan langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung jamur baik

dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman,

kayu, pakaian, dan barang-barang lain yang dihinggapi jamur, atau dapat juga

melalui debu dan air.

Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur :

1. Faktor virulensi dari jamur

Virulensi jamur tergantung dari sifatnya apakah antropofilik, zoofilik, atau

geofilik. Jamur antropofilik menyebabkan perjalanan penyakit yang kronik dan

residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Sementara jamur

geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang dan mudah sembuh.

2. Keutuhan kulit

Kulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.

3. Faktor suhu dan kelembapan

14
Kondisi tubuh yang banyak berkeringat menyebabkan lingkungan menjadi lembap

sehingga mempermudah tumbuhnya jamur.

4. Faktor sosial ekonomi

Infeksi jamur secara umum lebih banyak menyerang masyarakat golongan sosial

ekonomi menengah ke bawah karena rendahnya kesadaran dan kurangnya

kemampuan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungan.

5. Faktor umur dan jenis kelamin

Tinea capitis sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak ditemukan pada anak

laki-laki dibandingkan perempuan.

F. Patogenesis

Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu :

1. Perlekatan pada keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada

jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu, kelembaban, kompetisi dengan

flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak

yang diproduksi oleh glandulasebasea juga bersifat fungistatik.

2. Penetrasi melewati dan di antara sel

Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus stratum korneum

dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga

dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga

menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu

memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan. Pertahanan baru muncul ketika begitu

jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.

3. Pembentukan respon penjamu

15
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang

terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity

(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada

pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer

menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi

menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan

pergantian keratinosit. Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis

dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan

proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada

saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable

terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi

secara spontan menjadi sembuh.

Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum

korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari

pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk

menembus korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut

sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan

ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut

oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur ,

topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian

anak ke anak ) , atau T. tonsurans.

Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya

menyerang stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada

batang rambut namun arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan

keratin intrapilari dan meninggalkan korteks yang intak. Hal ini yang

16
menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada permukaan kulit kepala akan

ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil black dot serta

inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.

G. Klasifikasi

Infeksi Ektothrix

Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia ,

menyebabkan kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum spp.

(M. audouinii dan M. canis). Gray patch merupakan variasi ektothix yang

menunjukkan lesi non-inflamasi.

Infeksi Endothrix

Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula. Arthroconidia

ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh Trichophyton spp.

(T. tonsurans di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa , Asia , sebagian Afrika).

"Black Dot " Tinea capitis

Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik.

Kerion

Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi.

Favus

Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut.

Sangat jarang di Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian dunia

(Timur Tengah, Afrika Selatan) masih endemik.

17
H. Gejala Klinis

Di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang jelas :

1. Grey patch ringworm

Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh

genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak anak. Penyakit mulai

dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan

membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah

rasa gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak berkilat lagi. Rambut

mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset

tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga

dapat terbentuk alopesia setempat.

Tempat tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat

dalam klinik tidak menunjukkan batas batas daerah sakit dengan pasti. Pada

pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada

rambut yang sakit melampaui batas batas grey tersebut. Pada kasus kasus

tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis.

18
Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanya disertai

tanda peradangan ringan, hanya sekali sekali dapat terbentuk kerion.

2. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang

padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum

gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila

penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan

jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang

kadang dapat terbentuk.

3. Black dot ringworm

Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan

Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya

menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang

terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang

19
hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot, Ujung

rambut yang patah kalau tumbuh kadang kadang masuk ke bawah permukaan

kulit.1 Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan

jamur Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat,

bila disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum,

yang keduanya bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan

tinea kapitis, walaupun demikian bentuk klinis granuloma, kerion , alopesia dan

black dot yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah di tulis.

4. Favus

Gejala tinea yang jarang didapatkan, disebabkan T. schoenleinii, dapat

menyerang kulit dan kuku. Gambaran klinis awalnya menunjukkan eritema

perifolikular dan rambut kusut, kemudian ditandai dengan krusta kekuningan yang

dikenal sebagai skutula disekitar rambut berisi debris kulit dan hifa yang menembus

batang rambut. Skutula memiliki berbau yang khas yaitu berbau tidak sedap seperti

tikus moussy odor dan rambut secara ekstensif akan hilang menjadi alopesia dan

atrofi.

20
I. Diagnosis

Anamnesis

Infeksi dimulai dengan adanya papul kecil yang eritematomatosa disekitar kulit

kepala, alis mata dan bulu mata.

Setelah beberapa hari papul eritematosa berubah menjadi pucat dan keabuabuan,

kusam, tidak bercahaya dan rapuh. Rambut bisa menjadi patah beberapa milimeter

dari permukaan kulit kepala.

Lesi menyebar berbentuk papul-papul sesuai dengan tipe tinea kapitis.

Keluhan gatal biasanya dirasakan minimal, tapi bisa terus-menerus.

Adanya kebotakan di daerah infeksi.

Inflamasi dapat berlangsung sedang sampai berat. Boggy red areas merupakan

gambaran dari inflamasi yang berat, dimana dijumpai pustul dan keadaan inilah

yang dinamakan kerion atau kerion celsi.

Boggy red areas

21
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan terbatas pada kulit kepala, alis mata dan bulu

mata.

Kerion celsi dapat berkembang sebagian atau secara difus.

Lesi basah, purulen selain itu terjadi inflamasi dan nodul yang nyeri.

Pada keadaan berat dapat terjadi alopesia dan pembesaran kelenjar getah bening

servikal.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosis adalah :

a. Lampu Wood

Pemeriksaan dengan menggunakan lampu wood adakalanya dapat digunakan

untuk melihat jamur. Prosedurnya adalah dengan menyorotkan cahaya di

ruangan yang gelap. Fluoresensi positif pada tinea kapitis yang disebabkan

genus Microsporum yang menimbulkan warna kebiruan atau hijau kebiruan.

Pemeriksaan dengan lampu wood

b. Kultur

Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat perlu dilakukan kultur. Dengan

kultur kita bisa mengetahui jamur atau organisme penyebab kerion. Prosedur

22
nya meliputi: 1. Mencabut sedikit rambut atau menusuk lesi yang berisi nanah

pada area kepala yang terkena

2. Selain itu untuk mendapatkan nanah, gosokkan cotton steril pada lesi

3. Kirim spesimen yang didapat ke laboratorium

Hasil laboratorium ini didapatkan setelah 2-3 minggu. Pada umumnya hasil

labor dapat mengidentifikasi jenis dari dermatofita penyebab tinea kapitis dan

kerion. Disamping itu perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut untuk melihat

hasil kultur bakteri. Pembiakan dapat dilakukan pada :

1. Agar Dekstrosa Sabouraud (SDA) SDA dapat dipakai untuk menumbuhkan

jamur akan tetapi dapat juga menumbuhkan kuman tertentu sehingga

ditambahkan antibiotik pada medium ini. Antibiotik yang digunakan adalah

kloramfenikol dan sikloheksimid.

2. Dermatophyte Test Medium (DTM) DTM merupakan media khusus untuk

menumbuhkan jamur dermatofit. Sebagai anti kuman yaitu gentamisin dan

klortetrasiklin sedangkan sikloheksimid sebagai anti jamur kontaminan. Positif

bila adanya perubahan warna dari kuning menjadi merah karena pengaruh

metabolit dermatofit.

c. Pemeriksaan Mikroskop

Seringkali diagnosis kerion celsi dapat ditegakkan hanya dengan melihat

keadaan lesi pada pasien. Walaupun demikian sebaiknya untuk menegakkan

diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan dengan mengambil bahan kerokan dari

tempat lesi dan diletakkan di atas slide dan diteteskan KOH (potassium

hidroksi) kemudian dilihat dibawah mikroskop.

Dilakukan dengan mikroskop cahaya, mula-mula dilihat dengan pembesaran

10x10 kemudian dilanjutkan dengan pembesaran 10x45. Preparat langsung

23
dari kerokan kulit dengan larutan KOH 10% - 20%, dapat terlihat hifa atau

spora dan miselium. Fungsi KOH untuk melarutkan debris dan lemak, KOH

10% dapat melarutkan debris dan lemak dari kerokan kulit, rambut dan

mukosa, sedangkan KOH 20% merupakan pelarut yang kuat dan biasanya

dipakai untuk spesimen kuku. Pada sedian rambut yang dilihat adalah spora

kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar

rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang terlihat

pula hifa pada sediaan rambut.

Microsporum canis dilihat dengan menggunakan KOH

J. Diagnosis Banding

1. Dermatitis Seboroik

Peradangan yang erat dengan keativan glandula sebasea yang aktif pada bayi dan

insiden puncak pada usia 18-40 tahun. Manifestasi pada dermatitis seboroik

didapatkan eritema, skuama yang berminyak dan kekuningan dengan batas tidak

tegas, rambut rontok mulai dari verteks dan frontal. Krusta tebal dapat berbau

tidak sedap dan meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular,leher, daerah

supraorbital, liang telinga luar, lipatan nasolabial, sternal,payudara,interskapular,

umbilikus, lipat paha dan anogenital.

24
2. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimunm bersifat kronik dan

residif, di tandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan disertai fenomena tetesan lilin,

auspitz dan kobner. Penyakit ini mengenai semua umur namun umumnya pada

dewasa dan pria lebih banyak dibandingkan wanita. Predileksi psoriasis adalah

skalp, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut serta lumbosacral.

3. Alopesia Areata

Etiologi alopesia areata sampai sekarang belum diketahui namun sering

dihubungkan dengan infeksi fokal, kelainan endokrin dan stres emosional. Gejala

klinis terdapat bercak berbentuk bulat atau lonjong dan terjadi kerontokan rambut

pada kulit kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Pada tepi daerah yang botak ada

rambut yang terputus, bila dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Pada pemeriksaan

histopatologi ditemukan rambut banyak dalam fase anagen, folikel rambut

25
terdapat berbagai ukuran, tetapi lebih kecil dan tidak matang, bulbus rambut

didalam dermis dan dikelilingi oleh infiltrasi limfosit.

K. Komplikasi

Infeksi sekunder

Alopesia sikatrik permanen

Rekuren

Dikucilkan

L. Penatalaksanaan

Berdasarkan British Association of Dermatologists Guidelines for the

Management of Tinea Capitis, tujuan pengobatan antara lain adalah mengeliminasi

organisme penyebab, mengurangi gejala, mencegah jaringan parut, dan mengurangi

transmisi penularan ke orang lain.

Terapi topikal

Terapi topikal sebagai monoterapi tidak direkomendasikan sebagai

management tinea kapitis. Terapi topikal digunakan untuk mengurangi transmisi

spora, shampo povidone-iodine, zinc pyrithione, ketokonazole 2% dan selenium

sulfida 1% menunjukan efektifitas pada kasus ini. Shampo diaplikasikan pada kulit

kepala dan rambut selama 5 menit, seminggu 2 x, kurang lebih dalam 2-4 minggu atau

26
dapat seminggu 3 x hingga pasien secara klinis dan mikologi dinyatakan sembuh.

Selanjutnya dapat diberikan krim atau lotion topikal fungisidal sekali setiap hari

selama 1 minggu. Terbinafine solution 0,01% dapat membunuh arthroconidia pada

kelima spesies Trichophyton setelah terpapar selama 15-30 menit.

Terapi oral

Griseofulvin ataupun terbinafine menjadi pilihan terapi awal (rst-line treatments)

secara umum terbinafine lebih efektif melawan spesies Trichophyton (T.tonsurans,

T.violaceum, T.soudanense) sedangkan Griseofulvin lebih efektif melawan spesies

Microsporum (M.canis, M.audouinii).

Griseofulvin

Merupakan obat fungistatik dan menghambat mitosis dermatofita dengan

berinteraksi dengan mikrotubulus dan mengganggu spindle mitosis, sehingga

merupakan pilihan terapi baik untuk dermatofita yang sedang aktif tumbuh. Dosis

yang dapat diberikan untuk anak-anak 10-25 mg / kgBB dan untuk dewasa 0,5-1 g

single dose atau dosis terbagi selama 6-12 minggu rata-rata 8 minggu. Lama

pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab dan keadaan imun penderita.

Pada infeksi Trichophyton dosis perlu ditingkatkan dan pengobatan lebih lama (12-18

minggu). Efek samping yang sering muncul adalah gangguan gastrointestinal seperti

diare, kemerahan dan nyeri kepala. Obat ini juga bersifat fotosensitif dan dapat

mengganggu fungsi hepar.

Terbinafine

Termasuk obat kelas allyamine, generasi baru agen antifungi. Sifat terbinafine

adalah fungisidal dengan menghambat squalene epoxidase, enzim pengikat membran

dalam jalur biosintesis untuk membentuk sterol dari membran sel fungi. Lebih efektif

terhadap infeksi Trichophyton daripada infeksi Microsporum. Dosis bergantung berat

27
badan. Berat badan < 20 kg diberikan 62,5 mg / hari, berat badan 20-40 kg dapat

diberikan 125 mg/hari sedangkan berat badan > 40 kg dapat diberi 250 mg/hari

selama 2-4 minggu. Efek samping gangguan gastrointestinal dan kemerahan lebih

rendah.
Itrakonazole

Merupakan obat yang memiliki kerja fungistatik ataupun fungisidal tergantung

konsentrasi di jaringan, namun mode aksi utama adalah fungistatik dengan

menghambat enzim dependent sitokrom P-450, memblok sistesis ergosterol,

komponen utama membran sel fungi. Dosis yang dapat diberikan adalah 100-200 mg

selama 2-4 minggu untuk dewasa atau 5 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu untuk

anak-anak. Itrakonazole juga dapat dipakai sebagai second line treatment ataupun

rst-line treatments karena memiliki aktifitas melawan baik Microsporum spp.

ataupun Trichophyton spp. dan apabila digunakan sebagai terapi awal maka untuk

terapi berikutnya dapat diganti terbinafine apabila infeksi disebabkan oleh

Trichophyton spp. dan ganti terapi dengan Griseofulvin bila disebabkan oleh

Microsporum spp.

Flukonazole

Dapat digunakan sebagai terapi alternatif dari terbinafine, tetapi jarang

dipakai.

Ketokonazole

Terutama digunakan untuk kasus yang resisten terhadap griseofulvin. Dosis

yang dapat diberikan adalah 3-6 mg / kgBB/hari untuk anak-anak atau 200 mg / hari

untuk dewasa selama 10 hari 2 minggu. Ketokonazole kontraindikasi pada pasien

dengan kelainan hepar karena bersifat hepatotoksik.

Kortikosteroid

28
Baik oral maupun topikal dapat digunakan untuk tinea kapitis tipe kerion atau

tinea kapitis reaksi berat atau tinea kapitis dengan bentuk lesi kerion untuk

menghambat respon inflamasi host, mengurangi keluhan umum dan gatal, serta dapat

meminimalkan risiko jaringan parut, namun penggunaannya masih kontroversial.

Antoni Bennassar dan Ramon Grimalt, dalam artikelnya yang berjudul

Management of Tinea Capitis in Childhood menyatakan bahwa beberapa data

menunjukkan manfaat steroid pada kerion celsi untuk mengurangi scaling dan rasa

gatal tetapi tidak menurunkan waktu clearance dibandingkan dengan terapi

griseofulvin saja. Prednisolon dapat digunakan sebagai pengobatan oral dengan dosis

1 mg/kgBB/hari selama 7 hari, walaupun hal ini tidak dianjurkan sebagai bagian

routine care kerion. Selain itu, mereka menyatakan untuk reaksi dermatophytid

(autoeczematization), topikal steroid mungkin diperlukan untuk mengontrol gejala

namun biasanya terapi oral antifungi tidak perlu dihentikan.

Laura E. Proudfoot, Elisabeth M. Higgins, dan Rachael Morris-Jones dalam

penelitiannya yang berjudul A Retrospective Study of the Management of Pediatric

Kerion in Trichophyton Tonsurans Infection menyarankan pengobatan kerion

didasarkan pada dermatofita yang menginfeksi. Kortikosteroid oral dan intralesi tidak

perlu ditambahkan pada terapi antifungal pada anak-anak dengan tinea kapitis kerion.

Antihistamin

Pada pasien dengan keluhan gatal, antihistamin dapat mengurangi keluhan dan

dapat mencegah distribusi spora melalui garukan (finger scratching).

M. Prognosis

29
Prognosis tinea kapitis dapat menjadi bagus jika terapi dan pengobatan yang

dilakukan bagus tetapi rekuren dapat terjadi jika penderita tidak menjaga

kebersihan dan hygiene tempat yang terkena infeksi jamur itu dengan baik.

Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya

permulaan dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya

penyakit, yaitu yang zoofilik ( M. Cantis, T. Mentagrophytes dan T. Verrucosum).

Infeksi ektotrik sembuh selama perjalanan normal penyakit tanpa pengobatan.

Namun pasien menyebarkan jamur penyebab ke lain anak selama waktu infeksi.

Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung sampai dewasa. T.

violacaum, T. tonsurans menyebabkan infeksi tetap, pasien menjadi vektor untuk

menyebarkan penyakit dalam keluarga dan masyarakat, pasien seharusnya cepat

diobati secara aktif untuk mengakhiri infeksinya dan mencegah penularannya.

BAB III

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus tinea kapitis pada seorang anak perempuan atas nama an. M,

usia 6 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis putih putih bersisik di kepala

sejak 2 bulan yang lalu, makin melebar. Terasa gatal dan lama-kelamaan rambut makin rapuh

dan mudah rontok bahkan terkesan botak.

Kemudian pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi makula eritematosa batas tegas,

skuama tebal, alopesia (+), di tepinya tampak rambut berwarna keabuan dan rapuh, tampak

gambaran wheat field. Pada pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena dari anamnesis

30
dan temuan klinis yang khas sudah mencukupi untuk menegakkan diagnosa disamping itu

juga terdapat keterbatasan pada peralatan medis.

Obat jamur kulit diberikan pada pasien ini berupa terapi sistemik griseofulvin 200

mg x 2. Terapi ketokonazol, ketomed shampoo diberikan sebagai ajuvan. Sebagai terapi

suportif pasien harus menjaga kebersihan dan lesi kulit dijaga tetap bersih dan kering untuk

mengurangi infeksi sekunder. Pasien diberikan edukasi untuk tidak perlu mencukur rambut.

Pasien juga dianjurkan kontrol seminggu kemudian untuk mengetahui respon

terhadap terapi dan mengevaluasi keluhan subyektif maupun tanda obyektif yang masih ada.

Prognosis pasein ini baik. Penyakit ini dapat sembuh tetapi perlu adanya edukasi bahwa

penyakit ini dapat kambuh kembali jika imunitas penderita menurun, higiene sanitasi yang

jelek. Sehingga penderita diharuskan menjaga kesehatan dan kebersihan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Widaty, Sandra. Budimulja, Unandar. 2015. Dermatofitosis Ilmu Penyakit Kulit


Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Wolff, Klaus. Fitzpatrick dermatology in general medicine. edisi ketujuh. The

McGraw-Hill companies US. 2008

Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection

:Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM,

Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatricks

Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New York Mc Graw

Hill, 2008 : p 1807-1813

31
Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. Tinea Capitis. The Gulf Journal of Dermatology

and Venereology.Vol.1. No.1. 2004

Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of

Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007

Wolff, Klaus. Fitzpatrick dermatology in general medicine. edisi ketujuh. The

McGraw-Hill companies US. 2008

Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI. 2008; p.92-99

L.C. Fuller et al. 2014. British Association of Dermatologists Guidelines for the
Management of Tinea Capitis. British Journal of Dermatology

32

Anda mungkin juga menyukai