Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR MATATARSAL

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI
Dalam tinjauan teoritis ini terdapat beberapa pengertian atau
definisi mengenai fraktur menurut para ahli :
a) Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Sylvia A.P., 2005 : 1365).
b) Fraktur adalah patah tulang dan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa (Arief Mansjoer, 2008 : 346).
c) Fraktur adalah rusak atau terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2357).
d) Fraktur Metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada tulang
Metatarsal akibat jatuh ataupun trauma. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2372).

2. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Arif Mansjoer, (2008 : 346), jenis fraktur dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian meliputi :
a) Fraktur tertutup (Closed)
Fraktur tertutup merupakan patah tulang yang tidak
disertai dengan robekan jaringan kulit dan tidak
berhubungan dengan udara luar, sering disebut juga fraktur
yang bersih tanpa komplikasi.
b) Fraktur terbuka (Open / Compound)
Robeknya kulit pada tempat fraktur, luka berhubungan
dengan kulit ke tulang. Oleh sebab itu fraktur berhubungan
dengan lingkungan luar sehingga berpotensi menjadi
infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi tiga
berdasarkan beratnya fraktur :
1) Derajat I : luka tembus dengan diameter 1 cm atau
kurang dan keadaan luka relatif bersih, tidak disertai
dengan adanya kontusio otot dan jaringan lunak
disekitarnya.
2) Derajat II : terdapat luka laserasi, luka lebih besar (>
1cm) tanpa disertai kerusakan jaringan lunak yang luas
dan luka epulsi.
3) Derajat III : patah tulang yang disertai dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas, otot, kulit dan
sistem neuromuskuler, luas luka biasanya sekitar 6-8cm
dengan penyebab energi yang besar dan patah
tulangnya mempunyai fragmen yang besar.
4) Fraktur Derajat III dibagi menjadi :
Derajat III A : bagian tulang yang terbuka masih
dapat ditutupi oleh jaringan lunak.
Derajat IIIB : terdapat kehilangan jaringan lunak
yang luas dengan terkupas periosteum, biasanya
terdapat kontaminasi yang pasif.
c) Fraktur Komplit
Patah yang melintang keseluruh tulang dan sering
berpindah dari posisi normal.
d) Fraktur Inkomplit
Meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian tulang
dimana yang mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Type
fraktur ini disebut juga greenstick.
e) Fraktur Comminuted
Fraktur yang memiliki beberapa fragmen tulang.
f) Fraktur Patologik
Fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan tulang
pokok, seperti osteoporosis, kista tulang, metastasis tulang
dan tumor.
g) Fraktur Longitudinal
Garis fraktur berkembang secara longitudinal.
h) Frakur Transversal
Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
i) Fraktur Spiral
Garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang.
3. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 2.2, Anatomi Ektremitas Bawah. R.Putz dan R. Pabts (2000 :


262)

Tulang merupakan struktur padat yang hidup, karena terdiri atas sel-sel
dan jaringan tulang. Permukaan tulang terbungkus oleh periosteum
atau selaput pembungkus tulang yang merupakan lapisan jaringan ikat
dan banyak mengandung serabut-serabut saraf. Struktur tulang terdiri
atas bagian yang padat atau pars kompakta dan bagian yang
berongga- rongga. Bagian yang berongga terdiri atas pars spongiosa
(yang berongga kecil) dan medulla tulang (yang berongga besar). Yang
berongga kecil berisi sumsum tulang merah, tempat pembuatan sel-sel
darah dan trombosit. Sedangkan medulla tulang berisi jaringan lemak
dan berwarna kekuningan. Tulang juga dibagi menurut bagian tengah
atau diafisis dan bagian ujung (epififis). Batas epifisis dan diafisis
merupakan zona pertumbuhan tulang.

a. Struktur Tulang

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2265), tulang sangat


bermacam-macam baik dalam bentuk maupun ukuran, tetapi mereka
memiliki struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
periosteum dimana banyak terdapat pembuluh darah dan saraf,
lapisan bawah periosteum mengikat tulang dengan benang polagen
yang disebut korteks. Korteks bersifat tebal dan keras sehingga tulang
kompakta. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam
unit struktural yang disebut sistem haversian. Lapisan melingkar
matriks tulang disebut lamellae. Ruang sempit antara lamellae disebut
lacunae (didalam terdapat osteosit) dan kanalikuli. Tiap system
kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal haversian terdapat
sepanjang tulang panjang yang didalamnya terdapat pembuluh darah
dan saraf yang masuk kedalam tulang melalui kanal volkam. Pembuluh
darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang
system metabolisme keluar tulang.

Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari system haversian, yang


dalamnya terdapat trabekula (batang) dari tulang trabekula ini terlihat
seperti spon tapi kuat sehingga disebut tulang spon yang didalamnya
terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone
marrow terdiri dari dua macam, yaitu : bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopaiesis dan bone
marrow kuning yang terdiri dari sel-sel lemak dimana jika dalam proses
fraktur bisa menyebabkan fatembolism syndrome (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit dan osteoplast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada dibawah
tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang berada pada matriks,
sedangkan osteoplast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap
kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel ini diikat oleh
elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini
dibentuk oleh bagian kolagen, protein, karbohidrat, mineral dan
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi
nutris, oksigen dan sampah metabolisme antara tulang dan pembulu
darah selain itu didalamnya terkandung garam kalsium organik
( kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras. Sedangkan
aliran darah dalam tulang antara 200-400 ml/mnt melalui proses
vaskularisasi tulang.

b. Bentuk Tulang

Menurut Sapto Harnowo, (2002 : 1992), dilihat dari bentuknya tulang


terbagi atas berbagai bentuk yaitu : tulang panjang, pendek, ceper dan
tulang bentuk tak beraturan.

1) Tulang Panjang

Bentuk dari tulang ini contohnya adalah humerus, radius, ulna, femur,
tibia, fibula. Tulang-tulang ini tidak benar-benar lurus, tetapi agak
melengkung, tujuannya supaya tulang menjadi kuat menahan beban
dan tekanan.

2) Tulang Pendek (Karpalis)


Tulang ini memiliki bentuk yang tidak tetap didalamnya terdiri dari
tulang spongiosa, bagian luar terdiri dari tulang padat (tulang
kompakta), terdapat pada pergelangan tangan dan kaki.

3) Tulang ceper

Contoh dari tulang ceper ini adalah tulang tengkorak, tulang iga,
panggul dan belikat. Berfungsi untuk perlindungan otak, rongga dada
dan perlekatan yang luas.

4) Tulang bentuk tak beraturan

Tulang ini memiliki bentuk yang tak beraturan, bentuk dari tulang ini
yang khas misalnya pada tulang vertebra dan jenis tulang sama
dengan tulang pendek.

c. Fungsi Tulang

Menurut Sapto Harnowo, (2002 : 90), terdapat beberapa fungsi tulang


yaitu :

1) Penunjang jaringan tubuh dan memberi bentuk kerangka tubuh.

2) Tempat melekatnya otot, tendon dan ligamen.

3) Membentuk pergerakan, otot melekat pada tulang untuk


berkonsentrasi dan bergerak.

4) Melindungi organ tubuh yang lunak.

5) Tempat penyimpanan garam mineral, kalsium dan fosfat.

6) Tempat pembentukan sel darah merah (dalam sumsum tulang)

d. Pertumbuhan Tulang

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2266), terdapat banyak faktor


yang mempengaruhi pertumbuhan tulang. Secara umum pertumbuhan
tulang dipengaruhi oleh :

1) Berbagai hormon hipofise, tyroid, korteks, adrenal, paratyroid,


estrogen dan androgen.

2) Vitamin

a. Vitamin A, mempengaruhi kegiatan osteoplast (sel penyerap


tulang).

b. Vitamin B Kompleks, mempercepat pertumbuhan kalus pada


fraktur.
c. Vitamin D, mempengaruhi pertumbuhan bahan kolagen antar sel
(merangsang osteoblast) juga mempengaruhi endapan mineral pada
tulang.

3) Vaskularisasi / Nutrisi

Pasokan darah juga mempengaruhi pembentukan tulang. Dengan


menurunnya pasokan darah akan terjadi penurunan osteogenesis dan
tulang mengalami osteoporosis (berkurangnya kepadatan tulang).
Nekrosis tulang akan terjadi bila tulang kehilangan aliran darah.

e. Hubungan Antar Tulang

Menurut Sapto Harnowo, (2002 : 93), tulang didalam tubuh dapat


berhubungan secara erat atau tidak erat. Hubungan antar tulang
disebut artikulasi. Untuk dapat bergerak diperlukan struktur yang
khusus yang terdapat pada artikulasi : struktur khusus tersebut
dinamakan sendi. Terbentuknya sendi dimulai dari kartilago didaerah
sendi. Mula-mula kartilago akan membengkak lalu kedua ujungnya
akan diliputi jaringan ikat. Kemudian kedua ujung kartilago membentuk
sel-sel tulang : keduanya diselaputi oleh selaput sendi (membrane
sinopial) yang liat dan menghasilkan minyak pelumas tulang yang
disebut minyak sinovial.

Didalam sistem rangka manusia terdapat tiga jenis hubungan antar


tulang yaitu :

1. Sinartrosis

Sinartrosis adalah hubungan antar tulang yang tidak memiliki celah


sendi. Hubungan antar tulang ini dihubungkan dengan erat oleh
jaringan serabut sehingga sama sekali tidak bisa digerakkan. Ada dua
type utama sinartrosis, yaitu : Sutura dan Sinkondrosis. Sutura adalah
hubungan antar tulang yang dihubungkan dengan jaringan ikat serabut
padat, contohnya tengkorak. Sinkondrosis adalah hubungan antar
tulang yang dihubungkan oleh kartilago hialin. Contohnya : hubungan
antar epifisis dan diafisis pada orang dewasa, hubungan antar tulang
ini tidak dapat digerakkan.

2. Amfiartrosis

Amfiartrosis adalah sendi yang dihubungkan oleh kartilago sehingga


memungkinkan untuk digerakkan. Amfiartrosis dibagi menjadi 2, yaitu :
Simfisin dan Sindesmosis. Pada sintisis, sendi dihubungkan oleh
kartilago serabut yang pipih, contohnya pada sendi invertebra dan
sintisis kubik. Pada sindesmosis, sendi dihubungkan oleh jaringan ikat
serabut dan ligamen contohnya : sendi antar tulang betis dan tulang
kering.

3. Diartrosis

Diartrosis adalah hubungan antar tulang yang kedua ujungnya tidak


dihubungkan oleh jaringan sehingga tulang dapat digerakkan disebut
juga sendi. Diartrosis disebut juga hubungan sinovial yang dicirikan
oleh keleluasaannya dalam bergerak dan fleksibel. Sendi ada yang
dapat bergerak satu arah dan ada pula yang bergerak beberapa arah.
Contoh : panggul, lutut, bahu dan siku.

4. Etiologi

Menurut Aston, J.N, (2000 : 153), fraktur dapat ditimbulkan oleh trauma
:

a) Trauma Langsung (direk), yaitu bila fraktur terjadi ditempat


bagian tersebut mendapat ruda paksa, misalnya : benturan / pukulan
pada tulang yang menyebabkan fraktur.

b) Trauma tidak langsung (indirek), misalnya : penderita jatuh


dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur dalam
pergelangan tangan.

c) Terjadinya karena patologis : fraktur yang terjadi karena bentuk


patologis akibat proses penyakit seperti osteoporosis, penyakit infeksi
pada tulang dan keganasan tulang.

d) Malnutrisi, menurunnya kadar Ca, F, K dan vitamin D.

5. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2359), trauma dan kondisi
patologis yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan fraktur, fraktur
menyebabkan diskontuinitas jaringan tulang yang dapat membuat
penderitanya mengalami kerusakan mobilitas fisiknya.

Apabila kulit sampai robek hal ini akan menjadikan luka terbuka dan
akan menyebabkan potensial infeksi.

Diskontuinitas jaringan tulang dapat mengenai/terjadi di 3 bagian yaitu


jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri.

Apabila mengenai jaringan lunak maka akan terjadi spasme otot yang
menekan ujung ujung saraf dan pembuluh darah mengakibatkan
nyeri, deformitas serta syndrome compartemen.

Jikadiskontuinitas terjadi di pembuluh darah dan saraf maka


perdarahan akan bertambah banyak mengakibatkan hipovolemi dan
jika tidak segera ditangani akan terjadi syok, jaringan akan kekurangan
oksigen dan bisa berakibat fatal yaitu kematian.

Jika terjadi ditulang maka akan mengalami 2 hal yaitu tindakan


imobilisasi fiksasi dan perubahan bentuk tulang, jika tulang sudah
terjadi perubahan baik dalam komposisi atau pun kemampuannya
maka akan terjadi kerusakan periostenum dan sumsum tulang,
terjadinya kerusakan akan membuat serpihan lemak masuk kedalam
pembuluh darah yang terbuka dan hanyut bersama aliran darah
terjadilah emboli lemak dan jika terjadi diparu terjadi emboli paru
dengan tanda-tanda pasien akan mengalami sesak, apabila sudah
sesak maka terjadi hipoksia jaringan bisa sistemik dan lokal, jika terjadi
secara lokal maka terjadi kematian saraf dan pembuluh darah karena
tidak mendapatkan suplai oksigen yang adekuat lama kelamaan akan
terjadi kematian jaringan dan pasien harus segera diamputasi. Dan jika
terjadi secara sistemik maka akan terjadi kematian.

Fraktur tulang metatarsal (tulang pertengahan kaki) sering terjadi.


Penyebab yang paling sering adalah terlalu banyak berjalan atau
penggunaan berlebihan yang menyebabkan tekanan yang tidak
langsung. Penyebab lain adalah benturan yang terjadi secara
mendadak. Selain dilakukan pembedahan untuk meluruskan pecahan-
pecahan tulang yang patah, perlu dilakukan imobilisasi dengan gips.
Masa penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 12 minggu, tetapi
pada usia lanjut atau status kesehatan yang buruk, mungkin
diperlukan waktu yang lebih lama.

6. Proses Penyembuhan Tulang

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2266), kebanyakan patah


tulang sembuh melalui osifikasi endokondial ketika tulang mengalami
cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut,
namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan
dalam penyembuhan tulang

a) Inflamasi

Dengan adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama


dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan
dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada
tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamsi, pembengkakan dan
nyeri. Tahap inflamasi berlangsung selama 24 48 jam dan hilang
dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b) Proliferasi sel

Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk


benang-benang fibrin dalam jendelan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast.

Fibroblas dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang.

c) Pembentukan Kalus

Pertumbuhuan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan menjadi


sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan vibrus, tulang rawan dan tulang serat
imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar
fragmen tulang bergabung daam tulang rawan atau jaringan fibrus.
d) Osifikasi

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu


patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.

e) Remodeling

Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan


reorganisasi tulang baru kesusunan tulang struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang
dan pada kasus yang melibatkan tulang kompakta dan kanselus
stress fungsional pada tulang.

7. Tanda dan Gejala

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2358), tanda dan gejala fraktur
antara lain :

a. Sakit (nyeri), karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur


yang meningkat menyebabkan penekanan sisi fraktur dan pergerakan
bagian fraktur.

b. Inspeksi : bengkak atau penumpukan cairan yang disebabkan


oleh kerusakan pembuluh darah deformitas (perubahan struktur dan
bentuk tulang).

c. Palpasi : nyeri tekan, nyeri sumbu, krepitasi (dapat dirasakan


atau didengarkan bila digerakkan).

d. Gerakan : aktif (tidak bisa : function laesa), pasif (gerakan


abnormal).

e. Perubahan warna kulit : pucat, ruam cyanosis.

f. Parastesia (kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya


gangguan saraf, dimana saraf ini dapat terjepit dan terputus oleh
fragmen tulang).

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Anamese : pemeriksaan umum


b. Foto Rongent pada daerah yang mengalami trauma untuk
menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau luasnya trauma.

c. Tes laboratorium : darah lengkap menunjukkan tingkat


kehilangan darah (pemeriksaan Hb , HT). Peningkatan sel darah putih
sebagai respon norma terhadap respon stress setelah trauma.

d. CT scan tulang dengan kontras/tanpa kontras, bonescan MRI scan


untuk melihat fraktur dan kemungkinan kerusakan jaringan lunak dan
saraf sekitar fraktur.

e. X-Ray : menentukan lokasi/luas/batas dan tingkat fraktur/trauma.

f. Arteriografi : untuk melihat kerusakan pada sistem pembuluh


darah.

9. Penatalaksanaan Medis

Menurut Arif Manjoer, (2009 : 348), pengobatan bisa dilakukan secara


konservatif/operatif.

a. Terapi konservatif

1) Proteksi, immobilisasi tanpa reposisi

2) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, traksi

b. Terapi operatif

1). Reposisi tertutup, fiksasi interna.

2). Reposisi tertutup dengan control radiology diikuti fiksasi interna.

3).Reposisi terbuka dan fiksasi

4). Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis.

Ada beberapa prinsip dasar yang harus diertimbangkan pada saat


menangani fraktur :

a. Rekognisi
Pengenanlan riwayat kecelakan, patah atau tidak, menentukan
perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan
bentuk tulang dan ketidak stabilan, tindakan apa yang cepat dilakukan
misalnya pemasangan bidai.

b. Reduksi

Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah


sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.

Cara penanganan secara reduksi :

1) Pemasangan gips

Untuk memepertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.

2) Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)

Menggunakan gips sebagai fiksasi ekternal untuk mempertahankan


posisi tulang dengan alat-alat : sekrup, plate, pen, kawat, paku yang
dipasang disisi maupun didalam tulang. Alat ini diangkat kembali
setelah 1 - 12 bulan dengan pembedahan.

3) Reduksi terbuka (open reduction internel fixation)

Dengan pembedahan (fiksasi internal) : skrup, plate, pen, kawat, paku


yang dipasang disisi maupun didalam tulang untuk membantu
mempertahankan kesegarisan / keselurusan tulang. Alat ini diangkat
kembali setelah 1 2 bulan dengan pembedahan.

c. Retensi

Menyatakan metode yang dilaksanakan untuk menahan fragmen


tulang tersebut selama penyembuhan. Adapun jenis-jenis traksi yaitu :
Buck Extension Tracton yang digunakan untuk fraktur panggul,
kontraktur, spasme otot.

d. Debridemen

Untuk mempertahankan / memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar


fraktur pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.

e. Rehabilitasi

Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk


mengembalikan fungsi normal.
f. Perlu dilakukan mobilisasi

Kemandirian bertahap.

10. Komplikasi

Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2365), dapat dilihat dalam dua
tingkatan :

a. Komplikasi dini (1 x 24 jam) pasca fraktur

Komplikasi dini yang biasa terjadi pada fraktur adalah pendarahan,


emboli paru, emboli lemak, tetanus, compartement syndrome, vascular
nekrosis dan infeksi, syok.

b. Komplikasi lanjut

Komplikasi lanjut pada faktur yang dapat terjadi adalah kekakuan


sendi/ kontraktur, disuse antropi otot, malunion (tulang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya), nomunion (tulang yang
tidak menyambung kembali), delayed union (proses penyembuhan
yang terus menerus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih
lambat dari kecepatan normal), gangguan pertumbuhan (fraktur
epifisis) osteoporosis post trauma dan plebotrombosis.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian, menurut 11 pola gordon

a. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan

1) Bagaimana status kesehatan klien, minum alkohol

2) Apakah klien pernah mengalami kecelakaan sebelumnya ?

3) Apakah yang dilakukan klien ketika ia mendapat kecelakaan


tersebut, apakah ia berusaha untuk mendapatkan pengobatan medis
atau tradisional ?

b. Pola Nutrisi Metabolik

1) Apakah klien ada nafsu makan atau tidak ?

2) Apa dan bagaimana jenis makanan favorit klien ?

3) Apakah klien ada mengeluh tidak ada nafsu makan ?

c. Pola Eliminasi
1) Apakah klien ada masalah dalam BAK/BAB sehari-hari ?

2) Bagaimana biasanya karateristik jumlah, warna dan konsistensi


dari urine atau feces ?

d. Pola Aktifitas dan Latihan

1) Apakah yang dilakukan klien sehari-hari ?

2) Adakah klien mengalami kesulitan bernapas setelah melakukan


kegiatan ?

e. Pola Tidur dan Istirahat

1) Bagaimana kebiasaan tidur dan istirahat klien sebelum sakit dan


ketika sakit ?

2) Apakah klien sering terbangun disaat ia tidur ?

3) Apakah klien ada menggunakan obat-obat tidur dalam


merangsang rasa ngantuk ?

f. Pola Persepsi Kognitif

1) Apakah klien mengalami gangguan/perubahan dalam proses


berfikir?

2) Apakah klien ada perasaan tidak nyaman, nyeri, jika ya


bagaimana mengatasinya ?

g. Pola Persepsi dan Konsep Diri

1) Bagaimana menurut klien tentang penyakitnya ?

2) Bagaimana cara pandang klien terhadap dirinya sendiri sebelum


dan sesudah ia sehat, apakah ada perubahan ?

h. Pola Peran dan Hubungan Sesama

1) Apakah klien ada perasaan malu, minder untuk bergaul dengan


sesamanya?

2) Apakah peran klien didalam lingkungan keluarga, masyarakat


dan tempat kerjanya ?

i. Pola Reproduksi dan seksualitas

1) Bagaimana hubungan klien dengan lawan jenis ?

2) Apakah klien mengalami penyimpangan seksualitas ?

j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stres


1) Apakah klien merasa cemas, takut sehubungan dengan
penyakitnya ?

2) Adakah penyebab lain yang menyebabkan klien merasa cemas,


stress?

3) Apakah yang dilakukan klien ketika ia mengalami suatu masalah,


juga ketika ia mendapat suatu kecelakaan/fraktur ini ?

4) Apakah ada rasa tidak berdaya ?

k. Pola Nilai dan sistem kepercayaan

1) Apakah klien ada mengalami hambatan dalam ibadah ketika ia


sakit ?

2) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada


Tuhan ?

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengoes, (1999 : 761), Diagnosa keperawatan yang mungkin


muncul pada pasien dengan fraktur menurut konsep teoritis adalah :

a. Resiko tinggi terhadap trauma yang berhubungan dengan


kehilangan integritas tulang (fraktur).

b. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen


tulang, edema, cedera, cedera pada jaringan lunak, alat
traksi/mobilisasi, stress, ansietas.

c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer yang


berhubungan dengan penurunan/ interupsi aliran darah, cedera
vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus,
hipovolemia.

d. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas yang


berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan
membrane alveola/kapiler, interstisial, edema paru, kongesti.

e. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan


rangka neuromuskuler; nyeri / ketidaknyamanan; therapy restritif
(mobilisasi tungkai).

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan yang


berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur, bedah perbaikan,
pemasangan traksi pen, kawat, sekerup, imobilisasi fisik.
g. Resiko tinggi terhadapa infeksi yang berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan,
terpajan lingkungan, traksi tulang.

h. Kebutuhan pembelajaran tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kurang terpajan /
mengingat, salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber
informasi.

3. Rencana Keperawatan

a. DP 1. Risiko tinggi terhadap trauma yang berhubungan dengan


kehilangan integritas tulang (fraktur).

Hasil yang diharapkan :

1) Mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur

2) Menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada


sisi fraktur.

3) Menunjukan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan


tepat.

Intervensi :

1)

Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi.

Rasional : Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan


gangguan posisi/penyembuhan.

2)

Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir,
pembebat, gulungan trokanter, papan kaki.

Rasional : Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan
deformitas pada gips yang kering.

3)

Pertahankan posisi/integritas traksi.


Rasional : Traksi memungkinkan tarikan pada aksi panjang fraktur
tulang dan mengatasi tegangan otot untuk mempermudah penyatuan.

4)

Kolaborasi dengan tim medik untuk foto ulang.

Rasional : Memberikan bukti visual mulainya pembentukan proses


penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan
perubahan/tambahan terapy.

b. DP 2. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, gerakan


fargmen tulang, edema, cedera, cedera pada jaringan lunak, alat
traksi/mobilisasi, stress, ansietas.

Hasil yang diharapkan :

1) Nyeri hilang.

2) Pasien santai, mampu berpartisipasi dalam


aktivitas/tidur/istirahat dengan cepat.

3) Pasien tampak rileks

Intervensi :

1)

Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.

Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang


yang cedera.

2)

Kaji keluhan nyeri/ketidanyamanan baik verbal maupun non verbal.

Rasional : Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi


terhadap nyeri.
3)

Anjurkan pasien menggunakan tehnik manajemen stres, seperti latihan


napas dalam.

Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan


kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap
untuk periode lebih lama.

4)

Kaji adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba.

Rasional : Dapat menandakan terjadinya komplikasi, contoh infeksi,


iskemia jaringan, sindrom compartement.

5)

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik non


narkotik.

Rasional : Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan atau spasme otot.

c. DP 3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer yang


berhubungan dengan penurunan/ interupsi aliran darah, cedera
vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus,
hipovolemia.

Hasil yang diharapkan :

1) Pasien akan mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh


terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi normal, tanda vital stabil,
saluran urine adekuat untuk situasi individu.

Intervensi :

1)

Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distel pada fraktur.

Rasional : Kembalinya warna harus cepat < 2 detik, warna kulit putih
menunjukan gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.

2)
Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik tekanan.

Rasional : Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan tekanan


jaringan/iskemia, menimbulkan kerusakan/nekrosis.

3)

Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera,


ambulasi sesegera mungkin.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah


khususnya pada ekstremitas.

4)

Awasi tanda-tanda vital.

Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi


perfusi jaringan.

5)

Kolaborasi dengan tim medik dalam mengawasi Hb/Ht, pemeriksaan


koagulasi, contoh kadar protrombin.

Rasional : Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan


membutuhkan keefektifan terapi penggantian.

d. DP 4. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas yang


berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan
membran alveola/kapiler, interstisial, edema paru, kongesti.

Hasil yang diharapkan :

1) Pasien akan mempertahankan fungsi pernapasan, dibuktikan oleh


tak adanya dispnea/sianosis; frekuensi pernapasan dan GDA dalam
batas normal.

Intervensi :

1)

Awasi frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu, terjadinya


sianosis.
Rasional : Takipnea, dispnea dan perubahan dalam status mental dan
tanda dini insufisiensi pernapasan dan mungkin hanya indikator
terjadinya emboli paru pada tahap awal.

2)

Auskultasi bunyi napas, perhatikan terjadinya ketidaksamaan, bunyi


ronchi, mengi dan inspirasi mengorok/bunyi sesak napas.

Rasional : Perubahan adanya bunyi menunjukan terjadinya komplikasi


pernapasan, contoh atelektasis, pneumonia, emboli, inspirasi
mengorok menunjukan edema jalan napas atas dan diduga emboli
lemak.

3)

Instruksikan dan bantu dalam latihan napas dalam dan batuk.

Rasional

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

4)

Observasi sputum untuk tanda adanya darah.

Rasional

Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru

5)

Kolaborasi pemberian oksigen bila diindikasikan.

Rasional : Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenisasi optimal


jaringan.
e. DP 5. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
kerusakan rangka neuromuskuler; nyeri/ketida nyamanan; therapy
restritif (mobilisasi tungkai).

Hasil yang diharapkan :

1) Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling


tinggi yang mungkin.

2) Mempertahankan posisi fungsional.

3) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi


bagian tubuh.

4) Menunjukan tehnik yang memungkinkan untuk melakukan


aktifitas.

Intervensi :

1)

Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan dan


perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.

Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri


tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/interpensi
untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.

2)

Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (mandi, berpakaian).

Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan


kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan diri langsung.

3)

Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat


sesegera mungkin. Intruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilitas.

Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan


meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.

4)
Awasi TD dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan pusing.

Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah


baring lama.

5)

Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas


dalam.

Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan.

6)

Dorong peningkatan masukan cairan 2000-3000 ml/hari.

Rasional : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi


urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.

7)

Kolaborasi dengan ahli fisiotherapi untuk terapi mobilisasi fisik.

Rasional : Berguna dalam membuat aktivitas individual/program


latihan, pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan
gerakan.

f. DP 6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan


yang berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur, bedah perbaikan,
pemasangan traksi pen, kawat, sekerup, imobilisasi fisik.

Hasil yang diharapkan :

1) Meyatakan ketidaknyamanan hilang

2) Menunjukan prilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan


kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.

3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.


Intervensi :

1)

Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,


perubahan warna kelabu memutih

Rasional : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah


yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan gips atau
traksi,atau pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik
lanjut.

2)

Masage kulit dan penonjolan tulang,pertahankan permukaan tempat


tidur kering dan bebas kerutan.

Rasional : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko


abrasi/kerusakan kulit.

3)

Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir


dan bawah bebatan gips.

Rasional : Tekanan dapat menyebabkan ulserasi, nekrotik dan atau


kelumpuhan saraf, masalah ini mungkin tidak nyeri bila ada kerusakan
kulit.

4)

Ubah posisi pasien sesering mungkin untuk melibatkan sisi yang tidak
sakit dengan kaki pasien diatas kasur.

Rasional : Meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi gips.

5)

Kolaborasi dengan tim medis untuk penggunaan tempat tidur busa


atau kasur udara sesuai indikasi.
Rasional : Karena imobilisai bagian tubuh, tonjolan tulang lebih dari
area yang sakit karena penurunan sirkulasi.

g. DP 7. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan


tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan,
terpajan lingkungan, traksi tulang.

Hasil yang diharapkan :

1) Penyembuhan luka sesuai waktu.

2) Bebas drainase purulen atau eritema dan demam.

Intervensi :

1)

Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.

Rasional : Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit


terinfeksi. Kemerahan atau abrasi (dapat menimbulkan infeksi tulang).

2)

Kaji sisi pen/ kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri /rasa terbakar
atau adanya edema, eritema, drainase/bau tidak enak.

Rasional : Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal/nekrosis


jaringan yang dapat menimbulkan osteomyelitis.

3)

Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi,perubahan warna


kulit kecoklatan, bau drainase yang tidak enak/asam.

Rasional

Tanda perkiraan infeksi gas gangren.

4)

Kaji tonus otot,reflek tendon dalam dan kemampuan untuk bicara.


Rasional : Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia
menunjukkan terjadinya tetanus.

5)

Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasn gerakan dengan edema


local/eritema ekstrimitas cedera.

Rasional : Dapat mengidentifikasi terjadinya osteomyelitis.

6)

Awasi pemeriksaan laboratorium; hitung darah lengkap.

Rasional : Anemi dapat terjadi pada osteomyelitis, leukositosis


biasanya ada dengan proses infeksi.

7)

Kolaborasi dengan dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotic.

Rasional : Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik


atau dapat ditunjukan pada mikroorganisme khusus.

h. DP : 8. Kebutuhan pembelajaran tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kurang
terpajan/menngingat, salah interpretasi informasi/tidak mengenal
sumber informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien bertambah setelah diberikan tindakan


keperawatan (penyuluhan kesehatan) selama 3 x 24 jam.

Sasaran : Pemahaman tentang proses penyakit

1. Kaji pemahaman pasien tentang perawatan luka dan penggunaan


alat medik (Gips)

Rasional : Pemahaman Prosedur perawatan luka dan penggunaan alat


medik (Gips) mengurangi kecemasan dan mengurangi resiko infeksi.

2. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan aktif


(Latihan Aktif : Latihan yang dilakukan pasien sendiri) pada ekstremitas
yang tida sakit
Rasional : Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan dapat mencegah
terjadinya kontraktur pada tulang.

3. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi


protein (TKTP), tinggi kalsium dan vitamin

Rasional : Makanan Tinggi kalori tinggi protein (TKTP), tinggi kalsium


dan vitamin mempercepat proses penyembuhan tulang

4. Anjurkan pasien saat berjalan menggunakan tumpuan lebih


banyak pada kaki yang tidak sakit

Rasional : Mengurangi dan pergeseran pada tulang.

5. Libatkan keluarga dalam perawatan dan ajarkan cara perawatan


luka dengan benar dan steril.

Rasional : Supaya mencegah terjadinya infeksi nasokomial.

6. Evaluasi Pemahaman tentang informasi yang diberikan

Rasional : Menunjukkan sejauh mana pemahaman pasien tentang


informasi yang diberikan

Anda mungkin juga menyukai