akanberfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut inibeberapa
teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:
a) Teori Korespondensi
Ujiankebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luasoleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepadarealita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaianantara pernyataan tentang fakta
dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan
pertimbangan itu, serta berusaha untukmelukiskannya, karena kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan ataupemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus,
1987:237).
Misalnya,bila kita menganggap bahwa maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh
Allahadalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa mencuri
adalahperbuatan maksiat, maka mencuru dilarang oleh Allah adalah benar pula,
sebabpernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Kelompokidealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley danRoyce
memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap
pertimbangan yang benar dantiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengankeseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)
TeoriPragmatik
Teorikebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasioleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknyasuatu dalil atau teori
tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebutbagi manusia untuk kehidupannya
dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teoriini juga dikenal dengan teori problem solving,
artinya teori yang dengan itudapat memecahkan segala aspek permasalahan.
Kebenaransuatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Menurutteori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku ataumemuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) danyang diartikan salah
adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,batu ujian kebenaran adalah
kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)dan akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequences). Teoriini tidak mengakui adanya kebenaran yang
tetap atau mutlak.
d) Teori Performatif
e) Teori Konsensus
Suatuteori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atauperspektif tertentu
dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukungparadigma tersebut. Masyarakat
sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karenaadanya paradigma. Sebagai komitmen
kelompok, paradigma merupakan nilai-nilaibersama yang bisa menjadi determinan penting
dari perilaku kelompok meskipuntidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara
yang sama.
Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang akan
berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut inibeberapa teori
tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:
a) Teori Korespondensi
Ujian kebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luasoleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta
dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan
pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya, karena kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus,
1987:237).
Jadi,secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut(Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan
matahariterbit dari timur maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan
tersebutbersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit daritimur
dan tenggelam di ufuk barat.
Menurut teori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuaidengan fakta,
maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itusalah(Jujun, 1990:237).
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren
atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawakepada pernyataan yang
lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar
(Jujun, 1990:55)., artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten
dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut
logika.
Suatu kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antara
pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yang konsisten
dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisi dilahirkan untuk menyikapi
dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsisten serta adanya interkoneksi dan tidak
adanya kontradiksi antara keduanya.
Misalnya,bila kita menganggap bahwa maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh
Allahadalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa mencuri adalah
perbuatan maksiat, maka mencuru dilarang oleh Allah adalah benar pula, sebab pernyataan
kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley danRoyce
memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap
pertimbangan yang benar dantiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengankeseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)
Teori Pragmatik
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalahyang
terbit pada tahun 1878 yangberjudul How to Make Ideals Clear. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalahberkebangsaan Amerika
yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan denganfilsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini
di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart
Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57)
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknyasuatu dalil atau teori
tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebutbagi manusia untuk kehidupannya
dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teoriini juga dikenal dengan teori problem solving,
artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku ataumemuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) danyang diartikan salah
adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,batu ujian kebenaran adalah
kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)dan akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang
tetap atau mutlak.
d) Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim diIndonesia mengikuti
fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkansebagian yang lain mengikuti fatwa
ulama tertentu atau organisasi tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-
apa yang diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut
bertentangandengan bukti-bukti empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,pemimpin adat,
pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapatmembawa kepada
kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib,adat yang stabil dan
sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis danrasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran
ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat
dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
e) Teori Konsensus
Suatuteori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu
dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut. Masyarakat
sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai komitmen
kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting
dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan
cara yang sama.
BAB I
RINGKASAN MATERI
2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti
kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-
kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan
hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan
tempat yang lain.
4. Kebenaran Religius Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan
kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi
seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan
oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
BAB II
PEMBAHASAN
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi
penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki
secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula
untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman
tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu
bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran
yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran
relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula
kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum
universal.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari
kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan
kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh
subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi)
sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran.
Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-
turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen
yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering
dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang
pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi.
Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah
pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori
korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori
konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh
Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila
telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini
bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama
yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu
benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang
benar (kebenaran).
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika
tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam
James dan John Dewey (1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak
pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey
konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam
hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey
bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara
tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi).
Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program
solving.
4. Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara
kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan
maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu.
Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat
manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber
dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun
bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius
kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran
(kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan
nilainya berada di bawah kebanaran ini :
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula
tingkatan validitas. Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di
dalam penghayatan atas sesuatu itu.
Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan
nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
BAB IV
DAFTAR BACAAN
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Dalam studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu kebenaran itu sangat tergantung dari
sudut pandang filosofis dan teoritis yang dijadikan pijakannya. Ada tujuh teori kebenaran
yang paralel dengan teori pengetahuan yang dibangunnya, yaitu:
1. Teori Korespondensi (Bertand Russel 1872-1970)
Teori ini menganggap. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam
pernyataan tersebut berkorespondensi (sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan
tersebut. [1][4]
Maksudnya jika ada yang mengatakan bahwa gedung FITK UIN SYAHID Jakarta itu
berlantai 7, maka pernyataan itu benar karena memang secara factual FITK memiliki 7
lantai.
Teori kebenaran Korespondensi. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
paling awal (tua) yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles, teori ini menganggap
bawa suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling
kesesuaian dengan kenyataan (realitas empirik) yang diketahuinya, Contoh, ilmu-ilmu
pengetahuan alam.
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (correspondence)
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh
pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan demikian kebenaran epistimologis adalah
kemanunggalan/keselarasan antara pengetahuan yang ada pada subjek dengan apa yang ada
pada objek, atau pernyataan yang sesuai dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang
sesuai dengan situasi actual.
Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme.diantara pelopor
teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, russel, Ramsey dan Tarski. Mengenai teori
korenspondensi tentang kebenaran, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan itu sendiri.
Teori kebenaran Koherensi. Tokoh teori ini adalah Spinosa, Hegel dan Bradley. Suatu
pengetahuan dianggap benar menurut teori ini adalah bila suatu proposisi itu mempunyai
hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar. Jadi, kebenaran
dari pengetahuan itu dapat diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau melalui pembuktian
logis atau matematis. Pada umumnya ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu sosial, ilmu logika,
menuntut kebenaran koherensi.
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan fakta atau
realita, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri, dengan kata lain kebenaran
ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang
telah kita ketahui dan kebenarannya terlebih dahulu.
Teori ini menganggap bahwaSuatu pernyataan dapat dikatakan benar apabila pernyataan itu
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang di anggap
benar. [2][5]
Misalnya bila kita menganggap bahwa pernyataan semua hewan akan mati adalah suatu
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ayam adalah hewan, dan ayam akan mati
adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang
pertama.
Jadi menurut teori ini, putusan yang satu dengan putusan yang lainnya saling berhubungan
dan saling menerangkan satu sama lain. Maka lahirlah rumusan kebenaran adalah konsistensi,
kecocokan.[3][6]
Teori kebenaran Pragmatis. Tokohnya adalah William James dan John Dewey. Suatu
pengetahuan atau proposisi dianggap benar menurut teori ini adalah bila proposisi itu
mempunyai konsekwensi-konsekwensi praktis (ada manfaat secara praktis) seperti yang
terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri, maka menurut teori ini, tidak ada
kebenaran mutlak, universal, bediri sendiri dan tetap. Kebenaran selalu berubah dan
tergantung serta dapat diroreksi oleh pengamalan berikutnya.
Untuk pertama kalinya teori ini tertuang dalam dalam sebuah makalah tahun 1878 yang
berjudul How To Make Our Ideas Clear, lalu kemudian di kembangkan oleh beberapa ahli
filsafat yang kebanyakan orang berkebangsaan Amerika, dan menyebabkan filsafat ini sering
dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli filsafat ini antara lain William James (1842-1910),
John Dewey (1859-1952), Geore Herbart Mead (1863-1931). Kebanaran bagi aliran ini
diukur dengan apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau
tidak?.[4][7]
Jika seseorang menyatakan teori x dalam pendidikan, lalu dari teori itu dikembangkan teori Y
dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X dianggap benar karena fungsional.
Pragmatism berasal dari bahasa Yunani Pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan,
perbuatan, dan tindakan. Menurut teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori
semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan
manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia.
Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia mambawa kepada akibat yang memuaskan,
apabila ia berlaku pada praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh
kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja
yang berlaku.
Teori Kebenaran Sintaksis. Teori ini berkembang diantara para filsuf analisa bahasa, seperti
Friederich Schleiermacher. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis (gramatika) yang baku.
Teori kebenaran Semantis. Menurut teori kebenaran semantik, suatu proposisi memiliki nilai
benar ditinjau dari segi arti atau makna. Apakah proposisi itu pangkal tumpuannya pengacu
(referent) yang jelas?. Jadi, memiliki arti maksudnya menunjuk pada referensi atau
kenyataan, juga memiliki arti yang bersifat definitif.
6. Teori Kebenaran Non- Deskripsi
Teori Kebenaran Logik. Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik. Menurut teori ini,
bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya
merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apapernyataanyang hendak
dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya.
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu
kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan
jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia
maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal,
budi, rasio, dan reason manusia, maka dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang
bersumber dari tuhan.
Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan
penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran
sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah
asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai
dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Contoh :
Contoh :
Contoh :
Yakni suatu teori yang menyatakan benar apabila teori itu berdasarkan
pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuan yang
mengakui paradigma tersebut. Kebenaran paradigmatik sebenarnya
pengembangan dari kebenaran korespondensi. Paradigma berfungsi sebagai
keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis
Sumber :
http://www.lingkaranilmu.blogspot.com/2009/08/substansi-filsafat-ilmu.html
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/02/teori-teori-kebenaran-korespondensi-
koherensi-pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik/