Anda di halaman 1dari 24

Dalammenguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang

akanberfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut inibeberapa
teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:

a) Teori Korespondensi

Teorikebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwapernyataan-pernyataan


adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadapfakta yang ada. Kebenaran atau
suatu keadaan dikatakan benar jika adakesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pendapat dengan fakta. Suatuproposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila
terdapat suatu faktayang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan
denganteori-teori empiris pengetahuan.

Ujiankebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luasoleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepadarealita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaianantara pernyataan tentang fakta
dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan
pertimbangan itu, serta berusaha untukmelukiskannya, karena kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan ataupemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus,
1987:237).

Jadi,secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi


suatupernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut(Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan
matahariterbit dari timur maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan
tersebutbersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit daritimur
dan tenggelam di ufuk barat.

Menurutteori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai


hubunganlangsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan
sesuaidengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan
itusalah(Jujun, 1990:237).

b) Teori Koherensi atau Konsistensi


Teorikebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteriakoheren
atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawakepada pernyataan yang
lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggapbenar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten denganpernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar
(Jujun, 1990:55)., artinyapertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten
denganpertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren
menurutlogika.

Suatukebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi


antarapernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yangkonsisten
dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisidilahirkan untuk menyikapi
dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsistenserta adanya interkoneksi dan tidak
adanya kontradiksi antara keduanya.

Misalnya,bila kita menganggap bahwa maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh
Allahadalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa mencuri
adalahperbuatan maksiat, maka mencuru dilarang oleh Allah adalah benar pula,
sebabpernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Kelompokidealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley danRoyce
memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap
pertimbangan yang benar dantiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengankeseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)

TeoriPragmatik

Teoripragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalahyang


terbit pada tahun 1878 yangberjudul How to Make Ideals Clear. Teori inikemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalahberkebangsaan Amerika
yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan denganfilsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini
di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart
Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57)

Teorikebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasioleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknyasuatu dalil atau teori
tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebutbagi manusia untuk kehidupannya
dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teoriini juga dikenal dengan teori problem solving,
artinya teori yang dengan itudapat memecahkan segala aspek permasalahan.
Kebenaransuatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

Menurutteori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku ataumemuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) danyang diartikan salah
adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,batu ujian kebenaran adalah
kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)dan akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequences). Teoriini tidak mengakui adanya kebenaran yang
tetap atau mutlak.

FrancisBacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencarikeuntungan-


keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmupengetahuan manusia
hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengankata lain ilmu pengetahuan
manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawajiwa bersifat eksploitatif terhadap alam
karena tujuan ilmu adalah mencarimanfaat sebesar mungkin bagi manusia.

d) Teori Performatif

Teoriini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegangotoritas


tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim diIndonesia mengikuti
fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkansebagian yang lain mengikuti fatwa
ulama tertentu atau organisasi tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-
apa yang diputuskan olehpemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut
bertentangandengan bukti-bukti empiris.

Dalamfase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.Pemegang


otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,pemimpin adat, pemimpin
masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapatmembawa kepada kehidupan sosial
yang rukun, kehidupan beragama yang tertib,adat yang stabil dan sebagainya.

Masyarakatyang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis danrasional.


Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikutikebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masihsangat patuh pada adat, kebenaran
ini seakan-akan kebenaran mutlak. Merekatidak berani melanggar keputusan pemimpin adat
dan tidak terbiasa menggunakanrasio untuk mencari kebenaran.

e) Teori Konsensus
Suatuteori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atauperspektif tertentu
dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukungparadigma tersebut. Masyarakat
sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karenaadanya paradigma. Sebagai komitmen
kelompok, paradigma merupakan nilai-nilaibersama yang bisa menjadi determinan penting
dari perilaku kelompok meskipuntidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara
yang sama.

Paradigmajuga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai


bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma
berfungsisebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Adanyaperdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu
paradigmadalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang
dapatmenjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.

Teori Kebenaran Dalam Perspektif FilsafatIlmu

Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang akan
berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut inibeberapa teori
tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:

a) Teori Korespondensi

Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-


pernyataan adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada.
Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatuproposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar
apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering
diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan.

Ujian kebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luasoleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta
dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan
pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya, karena kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus,
1987:237).
Jadi,secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut(Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan
matahariterbit dari timur maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan
tersebutbersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit daritimur
dan tenggelam di ufuk barat.

Menurut teori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuaidengan fakta,
maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itusalah(Jujun, 1990:237).

b) Teori Koherensi atau Konsistensi

Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren
atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawakepada pernyataan yang
lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar
(Jujun, 1990:55)., artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten
dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut
logika.

Suatu kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antara
pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yang konsisten
dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisi dilahirkan untuk menyikapi
dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsisten serta adanya interkoneksi dan tidak
adanya kontradiksi antara keduanya.

Misalnya,bila kita menganggap bahwa maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh
Allahadalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa mencuri adalah
perbuatan maksiat, maka mencuru dilarang oleh Allah adalah benar pula, sebab pernyataan
kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley danRoyce
memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap
pertimbangan yang benar dantiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengankeseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)
Teori Pragmatik

Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalahyang
terbit pada tahun 1878 yangberjudul How to Make Ideals Clear. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalahberkebangsaan Amerika
yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan denganfilsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini
di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart
Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57)

Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknyasuatu dalil atau teori
tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebutbagi manusia untuk kehidupannya
dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teoriini juga dikenal dengan teori problem solving,
artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.

Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku ataumemuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) danyang diartikan salah
adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,batu ujian kebenaran adalah
kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)dan akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang
tetap atau mutlak.

Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencarikeuntungan-


keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia
hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengankata lain ilmu pengetahuan
manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap
alam karena tujuan ilmu adalah mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia.

d) Teori Performatif

Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim diIndonesia mengikuti
fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkansebagian yang lain mengikuti fatwa
ulama tertentu atau organisasi tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-
apa yang diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut
bertentangandengan bukti-bukti empiris.

Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,pemimpin adat,
pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapatmembawa kepada
kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib,adat yang stabil dan
sebagainya.

Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis danrasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran
ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat
dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

e) Teori Konsensus

Suatuteori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu
dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut. Masyarakat
sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai komitmen
kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting
dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan
cara yang sama.

Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai


bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma
berfungsisebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanya
perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigmadalam
memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi
pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.
TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT

BAB I

RINGKASAN MATERI

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai


nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau
martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha memeluk suatu
kebenaran.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu


menjadi :

1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan


pertama yang dialami manusia

2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping


melalui indara, diolah pula dengan rasio

3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah


kebenaran itu semakin tinggi nilainya

4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang


Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman
dan kepercayaan

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami


kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa
melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan
batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang
dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya
dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya
yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan


benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh
pernyataan atau pendapat tersebut.

2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti
kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-
kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan
hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan
tempat yang lain.

3. Teori Pragmatisme Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang


dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving
dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka
berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu
benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam
keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme
ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini
manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan
lingkungan.

4. Kebenaran Religius Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan
kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi
seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan
oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

BAB II

PEMBAHASAN

Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban


tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan
nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran,
bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam
kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia.
Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu
berusaha memeluk suatu kebenaran.

Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi
penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki
secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?

Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula
untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman
tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu
bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran
yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran
relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula
kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum
universal.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam


kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu


menjadi :

5. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan


pertama yang dialami manusia

6. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping


melalui indara, diolah pula dengan rasio

7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah


kebenaran itu semakin tinggi nilainya

8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang


Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman
dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya
bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang
menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian
yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera,
potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.

Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari
kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan
kematangan kepribadiannya.

Ukuran Kebenarannya :

Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran

Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain

Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran

Jenis-jenis Kebenaran :

1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)

2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)

3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami


kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa
melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan
batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang
dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya
dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya
yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh


budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena
sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan
juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna
integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi
karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh
tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis
terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran
ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan
oleh manusia.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence

Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh
subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi)
sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.

Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa


kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat
dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat
tersebut.

Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan


realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur
yang perlu yaitu :

1. Statemaent (pernyataan)

2. Persesuaian (agreemant)

3. Situasi (situation)

4. Kenyataan (realitas)

5. Putusan (judgements)

Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran


dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato,
aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas
Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.

Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori


korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di
dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah
pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan
kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan
sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai


dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti
hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai
moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran
berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa
yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus
dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai)
bila sesuai maka itu benar.

2. Teori Consistency

Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran.
Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-
turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen
yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah


didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila
didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya)
dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman
subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda
dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.

Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering
dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang
pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi.
Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah
pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori
korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori
konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.

Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu


pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat
koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah
dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika
pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.

Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is


consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C

Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini.


Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis
yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus
rasional dan idealis.

Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh
Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila
telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini
bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama
yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.

3. Teori Pragmatisme

Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik


sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran.
Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu
memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika
mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan
tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah
supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia
harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan
lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu
menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran,
jika tidak, teori ini salah.

Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu
benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang
benar (kebenaran).

Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu


pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan
dan manfaat bagi kehidupan manusia.

Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility)


dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor
consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap,
kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.

Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :

1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan

2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen

3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)

Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika
tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam
James dan John Dewey (1852-1859).

Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak
pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey
konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam
hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey
bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara
tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi).
Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program
solving.

4. Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara
kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan
maka itu benar.

Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu.
Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat
manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber
dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun
bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius
kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran
(kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan
nilainya berada di bawah kebanaran ini :

Agama sebagai teori kebenaran

Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan


kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan
wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran,
manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan
demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran
agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan
kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala
persoalan manusia, termasuk kebenaran.

BAB III

KESIMPULAN

Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula
tingkatan validitas. Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di
dalam penghayatan atas sesuatu itu.

Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension)


subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar
subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan
ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang
berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang
merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual).

Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia


dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek
yang menjangkaunya.

Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan
nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.

BAB IV

DAFTAR BACAAN

Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat


Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional

Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius

Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan

Dalam studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu kebenaran itu sangat tergantung dari
sudut pandang filosofis dan teoritis yang dijadikan pijakannya. Ada tujuh teori kebenaran
yang paralel dengan teori pengetahuan yang dibangunnya, yaitu:
1. Teori Korespondensi (Bertand Russel 1872-1970)

Teori ini menganggap. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam
pernyataan tersebut berkorespondensi (sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan
tersebut. [1][4]

Maksudnya jika ada yang mengatakan bahwa gedung FITK UIN SYAHID Jakarta itu
berlantai 7, maka pernyataan itu benar karena memang secara factual FITK memiliki 7
lantai.

Teori kebenaran Korespondensi. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
paling awal (tua) yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles, teori ini menganggap
bawa suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling
kesesuaian dengan kenyataan (realitas empirik) yang diketahuinya, Contoh, ilmu-ilmu
pengetahuan alam.

Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (correspondence)
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh
pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan demikian kebenaran epistimologis adalah
kemanunggalan/keselarasan antara pengetahuan yang ada pada subjek dengan apa yang ada
pada objek, atau pernyataan yang sesuai dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang
sesuai dengan situasi actual.

Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme.diantara pelopor
teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, russel, Ramsey dan Tarski. Mengenai teori
korenspondensi tentang kebenaran, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan itu sendiri.

2. Teori Koherensi tentang kebenaran (konsistensi)

Teori kebenaran Koherensi. Tokoh teori ini adalah Spinosa, Hegel dan Bradley. Suatu
pengetahuan dianggap benar menurut teori ini adalah bila suatu proposisi itu mempunyai
hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar. Jadi, kebenaran
dari pengetahuan itu dapat diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau melalui pembuktian
logis atau matematis. Pada umumnya ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu sosial, ilmu logika,
menuntut kebenaran koherensi.

Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan fakta atau
realita, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri, dengan kata lain kebenaran
ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang
telah kita ketahui dan kebenarannya terlebih dahulu.

Teori ini menganggap bahwaSuatu pernyataan dapat dikatakan benar apabila pernyataan itu
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang di anggap
benar. [2][5]

Misalnya bila kita menganggap bahwa pernyataan semua hewan akan mati adalah suatu
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ayam adalah hewan, dan ayam akan mati
adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang
pertama.

Jadi menurut teori ini, putusan yang satu dengan putusan yang lainnya saling berhubungan
dan saling menerangkan satu sama lain. Maka lahirlah rumusan kebenaran adalah konsistensi,
kecocokan.[3][6]

3. Teori Pragmatis (Charles S 1839-1914)

Teori kebenaran Pragmatis. Tokohnya adalah William James dan John Dewey. Suatu
pengetahuan atau proposisi dianggap benar menurut teori ini adalah bila proposisi itu
mempunyai konsekwensi-konsekwensi praktis (ada manfaat secara praktis) seperti yang
terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri, maka menurut teori ini, tidak ada
kebenaran mutlak, universal, bediri sendiri dan tetap. Kebenaran selalu berubah dan
tergantung serta dapat diroreksi oleh pengamalan berikutnya.

Untuk pertama kalinya teori ini tertuang dalam dalam sebuah makalah tahun 1878 yang
berjudul How To Make Our Ideas Clear, lalu kemudian di kembangkan oleh beberapa ahli
filsafat yang kebanyakan orang berkebangsaan Amerika, dan menyebabkan filsafat ini sering
dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli filsafat ini antara lain William James (1842-1910),
John Dewey (1859-1952), Geore Herbart Mead (1863-1931). Kebanaran bagi aliran ini
diukur dengan apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau
tidak?.[4][7]

Jika seseorang menyatakan teori x dalam pendidikan, lalu dari teori itu dikembangkan teori Y
dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X dianggap benar karena fungsional.

Pragmatism berasal dari bahasa Yunani Pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan,
perbuatan, dan tindakan. Menurut teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori
semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan
manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia.
Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia mambawa kepada akibat yang memuaskan,
apabila ia berlaku pada praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh
kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja
yang berlaku.

4. Teori Kebenaran Sintaksis

Teori Kebenaran Sintaksis. Teori ini berkembang diantara para filsuf analisa bahasa, seperti
Friederich Schleiermacher. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis (gramatika) yang baku.

5. Teori Kebenaran Semantis

Teori kebenaran Semantis. Menurut teori kebenaran semantik, suatu proposisi memiliki nilai
benar ditinjau dari segi arti atau makna. Apakah proposisi itu pangkal tumpuannya pengacu
(referent) yang jelas?. Jadi, memiliki arti maksudnya menunjuk pada referensi atau
kenyataan, juga memiliki arti yang bersifat definitif.
6. Teori Kebenaran Non- Deskripsi

Teori Kebenaran Non-Deskripsi. Teori ini dikembangkan oleh penganut filsafat


fungsionalisme. Jadi, menurut teori ini suatu statemen atau pernyataan itu akan mempunyai
nilai benar ditentukan (tergantung) peran dan fungsi pernyataan itu (mempunyai fungsi yang
amat praktis dalam kehidupan sehari-hari).

7. Teori Kebenaran Logik

Teori Kebenaran Logik. Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik. Menurut teori ini,
bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya
merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apapernyataanyang hendak
dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya.

8. Agama sebagai teori kebenaran

Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu
kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan
jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia
maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal,
budi, rasio, dan reason manusia, maka dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang
bersumber dari tuhan.

Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan
penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran
sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah
asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai
dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.

Macam-macam Teori Kebenaran


Macam macam Teori Kebenaran

Kebenaran merupakan suatu hal yang bisa dikatakan benar berdasarkan


alasan yang logis dan analitik. Suatu kebenaran bisa dipandang dari sudut
pandang dan metode yang berbeda dari masing-masing orang, sehingga setiap
orang pun dapat mengemukakan pendapatnya mengenai suatu kebenaran.
Misalnya kebenaran yang dilihat dari sudut rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme berasal kata rasio memiliki arti akal / fikiran, merupakan suatu
paham yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan yang paling benar adalah
rasio (akal fikiran). Sedangkan empirisme adalah paham yang mengajarkan
bahwa sumber pengetahuan yang benar hanya pengalaman yang diperoleh
melalui panca indera seseorang. Kedua paham tersebut saling bertolak belakang
sehingga melahirkan teori-teori kebenaran.

Secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi,


korespondensi, dan pragmatic (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Dan Michel William
berpendapat ada 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi,
kebenaran korespondensi, kebenaran performatik, kebenaran pragmatik, dan
kebenaran proposisi. Bahkan Noeng Muhadjir menambahkan satu teori lagi yaitu
kebenaran paradigmatic (Ismaun; 2001)

1. Teori Kebenaran Koherensi

Yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain


dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsure
tersebut, baik berupa skema, system, ataupun nilai. Koherensi bias pada tatanan
sensual rasional maupun pada dataran transcendental.
Teori koherensi dapat juga disebut dengan teori konsistensi, yaitu teori
yang mengatakan, suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah
dianggap benar secara logis.

Contoh :

Pernyataan Seluruh mahasiswa UNS harus mengenakan almamater saat


perkuliahan berlangsung. Sulis adalah mahasiswa UNS, Sulis harus mengenakan
almamater saat perkuliahan berlangsung. Pernyataan tersebut adalah benar
sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama.

2. Teori Kebenaran Korespondensi

Teori korespondensi berpandangan bahwa suatu pernyataan dikatakan


benar apabila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan pernyataan yang ada di alam atau
obyek yang dituju pernyataan tersebut.
Berfikir korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu
relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan dengan
adanya kejadian yang sejalan atau berlawanan arah antara kenyataan dengan
fakta yang diharapkan.

Contoh :

Pernyataan Ibu adalah orang yang melahirkan kita, pernyataan tersebut


benar karena faktanya memang ibulah yang telah melahirkan kita. Sedangkan
pernyataan lain Bapak adalah orang yang melahirkan kita, pernyataan
tersebut tidak benar sebab tidak ada obyek yang berhubungan dengan
pernyataan tersebut. Jadi secara faktual Orang yang melahirkan kita bukan
bapak, melainkan ibu

3. Teori Kebenaran Performatif

Adalah kebenaran yang diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang


otoritas tertentu. Masyarakat dapat menganggap suatu hal itu benar, meski
terkadang bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusian terkadang harus mengikuti
kebenaran performatif. Pemegang otoritas yakni pemerintah, pemimpin agama,
pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya.

Kebenaran performatif cenderung menjadikan manusia kurang inisiatif dan


inovatif, karena mereka hanya mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas,
sehingga tidak terbiasa berfikir secara kritis dan rasional.

Contoh :

Ketua RT memutuskan bahwa hari minggu pada minggu pertama tiap


bulan akan menjadi agenda rutin untuk para warga melaksanakan kerja bakti,
sebagian masyarakat menyetujuinya, namun juga sebagian masyarakat ada
yang tidak setuju dengan keputusan tersebut.

4. Teori Kebenaran Pragmatis

Teori pragmatis mengatakan bahwa pernyataan diukur dengan kriteria


apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Maksudnya, suatu pernyataan adalah benar apabila pernyataan atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia.
Contoh :

Seseorang yang mencetuskan ide untuk menciptakan suatu alat perontok


padi, kemudian ide tersebut direalisasikan hingga tercipta alat perontok padi
yang dapat digunakan oleh manusia untuk mempermudah pekerjaannya dalam
proses merontokkan padi. Maka alat perontok padi dianggap benar, karena alat
tersebut adalah fungsional dan mempunyai kegunaan.

5. Teori Kebenaran Proposisi

Menurut Aristoteles, proposisi (pernyataan) dikatakan benar apabila sesuai


dengan persyaratan formal suatu proposisi. Kemudian pendapat lain dari
Euclides, proposisi bernilai benar tidak dilihat dari benar formalnya, tetapi dilihat
dari benar menurut materialnya.

6. Teori Kebenaran Paradigmatik

Yakni suatu teori yang menyatakan benar apabila teori itu berdasarkan
pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuan yang
mengakui paradigma tersebut. Kebenaran paradigmatik sebenarnya
pengembangan dari kebenaran korespondensi. Paradigma berfungsi sebagai
keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis

Sumber :

Jujun S. Suriasumantri. 2005. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :


Pustaka Sinar Harapan

http://www.lingkaranilmu.blogspot.com/2009/08/substansi-filsafat-ilmu.html
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/02/teori-teori-kebenaran-korespondensi-
koherensi-pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik/

Anda mungkin juga menyukai