Anda di halaman 1dari 9

Masalah Gizi di Indonesia merupakan salah satu masalah yang masih memerlukan

penanganan serius dari pemerintah. Penanganan ini tidak bisa dilakukan secara sendiri /
sepihak namun harus didukung oleh berbagai pihak, baik dari pemerintah pusat maupun
daerah, pihak swasta dan masyarakat. Berbagai permasalahan seperti Kekurangan Energi
Kronis (KEK), Gizi buruk (Gibur), Anemia Gizi Besi (AGB), Obesitas, dan Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR). Permasalahan-permasalahan tersebut bisa mengancam
kesehatan dari ibu dan anak, serta dapat mempengaruhi tumbuh kembang bayi dan balita
menjadi buruk. Salah satu penyebab dari permasalahan tersebut adalah rendahnya
pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif bagi bayi yang baru lahir.
ASI merupakan emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan mineral. Pada 6
bulan pertama pasca melahirkan rata-rata ASI yang diproduksi ibu adalah 780 ml/hari dan
menurun menjadi 600 ml/hari pada 6 bulan berikutnya. Komposisi ASI dipengaruhi oleh
gizi sang ibu. Aspek gizi ibu yang bisa mempengaruhi komposisi ASI adalah asupan ibu,
cadangan zat gizi, dan kemampuan ibu dalam menyerap zat gizi. Apabila sang ibu
mengalami dehidrasi dan malnutrisi maka akan terdapat beberapa zat gizi tertentu yang
jumlahnya lebih rendah dalam ASI. Meski begitu ASI tetap merupakan makanan terbaik
bagi bayi.
ASI merupakan makanan utama dan terbaik yang dapat dimiliki serta dikonsumsi
oleh bayi. ASI merupakan hal penting bagi bayi yang baru lahir. Pemberian ASI yang baik
bagi bayi akan memberikan dampak yang signifikan dalam tumbuh kembangnya. ASI
diberikan secara eksklusif selama 0-6 bulan tanpa adanya pemberian makanan tambahan
lainnya. Pemberian ASI eksklusif ini akan memberikan asupan nutrisi yang baik bagi bayi,
karena ASI merupakan makanan yang mudah dicerna oleh organ pencernaan bayi,
bentuknya yang cair dan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh bayi. ASI
mengandung berbagai macam zat yang sangat berguna bagi pertumbuhan bayi. Komposisi
yang terkandung dalam asi ada kolostrum, air, karbohidrat, protein, lemak, mineral serta
vitamin. Zat gizi tersebut merupakan komposisi makanan yang ideal bagi bayi, selain
kandungannya yang sesuai dengan kebutuhan bayi juga proses pencernaannya yang mudah
bagi organ pencernaan bayi. Berbagai zat gizi yang terkandung dalam asi mempunyai peran
dan fungsinya yang akan membantu bayi melalui masa hidupnya. Salah satu dari fungsi
tersebut adalah memberikan kekebalan tubuh serta asupan nutrisi bagi bayi. Adanya
berbagai macam manfaat tersebut akan memberikan kemudahan bagi ibu dalam
mempersiapkan kehidupan bagi sang buah hati. Hanya dengan memberikan asi eksklusif
selama 6 bulan, maka ibu sudah mencukupi segala macam kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan oleh bayi.
Bayi merupakan tahapan awal pertumbuhan manusia. Masa bayi merupakan masa
kehidupan yang kritis karena bayi akan mengalami adaptasi dengan lingkungan, perubahan
sirkulasi darah, serta organ-organ tubuh mulai berfungsi, dan pada usia 29 hari sampai 12
bulan bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Choirunisa,2009). Pada
tahapan ini asupan gizi sangat penting dan harus diperhatikan dengan baik. Bayi dengan
asupan gizi yang baik akan meningkatkan persentase status kesehatan yang baik pula,
sedangkan bayi dengan asupan gizi yang kurang akan meningkatkan resiko terjadinya
penyakit. Hal ini dikarenakan adanya periode jendela di awal kehidupan yang biasa disebut
juga window of oportunity. Periode ini dimulai dari anak masih dalam kandungan hingga
berumur 2 tahun. Pada saat anak berusia 0-2 tahun maka dia akan memerlukan asupan
nutrisi yang cukup untuk mendukung serta mengimbangi pertumbuhan dan
perkembangannya. Salah satu contoh asupan yang sangat diperlukan oleh anak usia
dibawah dua tahun adalah ASI (Rizkya,2008).
Pemberian ASI kepada bayi akan memberikan manfaat bagi bayi, ibu dan keluarga.
Manfaat yang akan bayi dapatkan antara lain tercukupinya kebutuhan gizi bayi,
menurunkan resiko kematian neonatal, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, komposisi ASI
selama 6 bulan pertama sesuai dengan kebutuhan bayi, mudah dicerna, mudah di serap,
mengandung enzim pencernaan untuk proses pencernaan, mengandung antibodi, tidak
menyebabkan alergi, mencegah kerusakan gigi, mengoptimalkan perkembangan. Sedangkan
manfaat ibu yang memberikan ASI adalah mencegah pendarahan pasca persalinan,
mengurangi resiko kanker payudara, mengurangi resiko anemia, mempercepat involusi
uterus, mengembalikan berat badan ibu, dan sebagai metode KB sementara. Manfaat yang
didapatkan oleh keluarga adalah menghemat biaya, menjadikan anak jarang sakit, mudah
pemberiannya.
Proses ASI yang diberikan secara langsung kepada bayi biasa disebut dengan Inisiasi
Menyusui Dini (IMD). Menurut WHO (2009) mengumukakan bahwa prinsip pemberian
makanan bayi dan anak yang baik adalah dengan melakukan IMD, memberikan ASI
eksklusif selama 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang tepat sejak
bayi berusia 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI hingga berumur 2 tahun. IMD
merupakan salah satu penentu kesuksesan pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Pada beberapa
studi menunjukkan adanya korelasi hubungan yang positif antara IMD dengan
kelangsungan pemberian ASI eksklusif 6 bulan.
Persentase pemberian ASI secara eksklusif di beberapa negara menurut UNICEF
masih ada yang rendah. Beberapa negara tersebut adalah Cina yang memiliki tingkat
menyusui eksklusifnya hanya 28 persen dan meningkatnya permintaan akan susu formula
bayi, tidak ada perbaikan dari pemberian asi eksklusif selama bertahun-tahun di Nigeria dan
beberapa negara seperti Somalia, Chad dan Afrika Selatan. Menurut UNICEF, Indonesia
juga merupakan salah satu negara yang tingkat menyusui eksklusifnya perlu diperhatikan.
Tren yang cenderung naik dan turun atas pemberian ASI eksklusif di Indonesia inilah yang
menyebabkan Indonesia masuk dalam salah satu negara yang dipantau oleh UNICEF.
Persentase pemberian ASI Eksklusif di Indonesia dari umur 0-6 bulan sudah tinggi
di tingkat Provinsi, terutama di Jawa Timur. Menurut data dari Kementerian Kesehatan
Tahun 2015 telah melebihi target rencana strategis sebesar 39% yaitu mencapai 74,1%.
Persentase tersebut telah naik sebesar 3,3% dari tahun 2013 yang mencapai 70,8%.
Tingginya persentase di tingkat Provinsi masih belum dikatakan baik dikarenakan ada
beberapa permasalahan yang ada di daerah dan desa.
Beberapa penyebab yang dapat membuat pemberian ASI eksklusif bagi bayi umur 0-
6 bulan adalah tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, status pekerjaan ibu, faktor
budaya, dukungan orang terdekat, promosi susu formula dan peran serta tenaga pelayanan
kesehatan. Dalam penelitian La Ode Amal Saleh tahun 2011 menjelaskan bahwa masih ada
budaya yang menganggap kolostrum sebagai suatu cairan yang tidak baik bagi bayi dan
adanya dukungan negatif dari orang terdekat serta tenaga kesehatan yang mempromosikan
pemberian MP-ASI dapat menjadi penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Selain itu menurut penelitian Naya tahun 2015 menjelaskan bahwa promosi susu formula
yang diterima sebagian besar ibu dapat mempengaruhi para ibu untuk memberikan susu
formula kepada bayinya.
Perilaku pemberian ASI eksklusif menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar) . Stimulus merupakan faktor dari luar diri ibu dan respons berasal
dari dalam diri sang ibu. Faktor internal yang mempengaruhi adalah karakteristik ibu seperti
umur, pendidikan, pengetahuan, dan pekerjaan. Sedangkan untuk faktor eksternal bisa
berupa budaya dan kepercayaan dalam keluarga, dukungan keluarga dan orang terdekat,
dukungan dan peran serta bidan, kebijakan dan program, paparan media massa. Menurut
Kasnodiharjo (1998) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan tidak
memberikan ASI eksklusif kepada bayi, antara lain ibu sibuk bekerja, pendidikan ibu
rendah, gencarnya iklan PASI (Pengganti Air Susu Ibu), kurangnya sekresi hingga bayi
lapar bila tidak diberi makanan tambahan, pengetahuan ibu terkait ASI yang rendah,
paparan media massa. Soetjiningsih (1998) menuturkan bahwa pemberian ASI belum secara
optimal dikarenakan sosio cultural, pengetahuan yang terbatas dan adanya pemasaran
produk pengganti ASI.
Persentase pemberian asi eksklusif di beberapa kabupaten di Jawa Timur masih ada
yang dibawah dari 60%. Sedangkan untuk persentase di Kabupaten Jember sudah mencapai
77,45% dari (Dinkes Jatim, 2015). Persentase tersebut masih dibawah standart yang telah
ditentukan sebesar 80%. Kurangnya persentase tersebut disebabkan masih ada
permasalahan di beberapa desa yang cakupan pemberian ASI Eksklusifnya dikatakan
kurang atau dibawah standart. Salah satu dari desa tersebut adalah desa arjasa, Kabupaten
Jember.
Arjasa adalah desa yang terletak di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Letaknya yang
tidak begitu jauh dari Sumbersari sebagai pusat kota Kabupaten Jember menjadikan Arjasa
sebagai desa yang cukup ramai. Segala macam akses untuk pendidikan, kesehatan, pangan
dan pekerjaan telah tersedia. Akses untuk menjangkau pelayanan kesehatan mulai dari
puskesmas, klinik pratama, hingga rumah sakit bisa di jangkau dengan mudah. Akan tetapi
dengan segala kemudahan yang didapatkan tidak dapat menjamin baiknya angka persentase
kesehatan di Desa Arjasa. Hal ini di buktikan dengan masih rendah persentase pemberian
ASI Eksklusif di Arjasa. Menurut data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan tahun 2015
diketahui bahwa capaian ASI Eksklusif di Desa Arjasa hanya mencapai 48,46% dari 584
bayi atau hanya 283 bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif. Dengan capaian tersebut
menjadikan Arjasa sebagai salah satu dari 3 desa di Kabupetan Jember yang capaian ASI
Eksklusif selain Pakusari dan Rowotengah.
Untuk menangani permasalahan tersebut Dinas Kesehatan Jember bersama teman-
teman Puskesmas telah mencanangkan program KP ASI (Kelompok Peduli ASI) di setiap
daerah termasuk di Desa Arjasa. Dan pada bulan Maret 2016, Dinkes Jember bersama
Puskesmas memberikan sosialisasi pembinaan kepada beberapa kader posyandu yang salah
satu tempat pembinaan tersebut adalah di Puskesmas Arjasa. Pembinaan ini bertujuan untuk
memberikan semangat serta pengetahuan kepada kader-kader posyandu dalam
mempromosikan pemberian ASI Eksklusif kepada bayi dari 0-6 bulan di setiap RT/RW dan
Dusun di daerahnya. Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan persentase ibu yang
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Dengan meningkatnya persentase tersebut
maka target yang diharapkan akan bisa dicapai. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan
penelitian untuk mengetahui penyebab rendahnya capaian ASI Eksklusif di Desa Arjasa dan
evaluasi terhadap program KP ASI yang telah berjalan.
Kerangka teori
KP-ASI

Konteks INPUT PROSES


1. Kebijakan Kepala 1.Ketersiadaan 1.Kesesuaian rincian
Dinas Tenaga Pelatih jadwal dengan
2. Kebutuhan yang akan
dan Peserta efektivitas
dipenuhi 2.Alokasi anggaran
pelaksanaan
3. Peluang yang dapat
dana
program
dimanfaatkan
penggunaanya 2.Aktivitas
3.Ketersediaan
pelaksanaan
sarana dan
program
prasarana 3.Peran bidan
puskesmas

PRODUK
Data Ibu yang
memberi ASI
eksklusif

Model CCIP
Faktor predisposisi
Karakteristik
ibu Pemberian
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
ASI
Pengetahuan
Persepsi eksklusif

Faktor Eksternal
Dukungan
orang terdekat Sistem
Suami
pencatatan dan
Kakek dan
pelaporan
nenek
Teman
Kepercayaan Capaian ASI
dan Budaya
eksklusif
keluarga
Kebijakan dan
Program Asi
Eksklusif
Peran
pelayanan
Status Gizi
kesehatan
Sarana dan
Bayi
Prasarana
Dukungan Arjasa
bidan
Dukungan
kader
Paparan media
massa

Sumber : Modifikasi (Kasnodiharjo.1998, La Ode.2011, Naya.2015,


Notoatmodjo.2010, Skiner.1938)
Daftar Pustaka
Choirunisa. 2009. Panduan Penting Merawat Bayi dan Balita. Jogyakarta: Moncer
Publisher

Anda mungkin juga menyukai