Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN INDIVIDU

TRANSURETHRAL RESECTION OF PROSTAT


(TURP)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen


Surgical di Ruang Surgery RS Panti Nirmala, Malang

Disusun Oleh:
Gilang Jayyid Himawan Purbiantoro
NIM. 150070300011121

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
TRANSURETHRAL RESECTION OF PROSTAT
(TURP)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen


Surgical di Ruang Surgery RS Panti Nirmala, Malang

Oleh :
Gilang Jayyid Himawan Purbiantoro
NIM. 150070300011121

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
NIP : NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGN PROTATIC HYPERPLASIA (BPH)

A. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan gangguan yang terjadi
karena pertumbuhan prostat menghalangi uretra sehingga menimbulkan hambatan
pada saluran kemih bawah, infeksi saluran kemih, hematuria, serta menurunkan
fungsi saluran kemih bagian atas. (Black & Hawks, 2001)
BPH (Benign Prostatic Hypertrophy) adalah pembesaran kelenjar prostat
yang menuju ke dalam kandung kemih dan mengakibatkan obstruksi pada saluran
urine. Kondisi patologis ini lebih sering terjadi pada laki-laki berusia setengah baya,
lansia dan di atas usia 60 tahun. (Brunner and Suddarth, 2002)
Benigna Prostat Hiperplasia(BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat. Hal
ini sering terjadi pada kesehatan reproduksi laki-laki. BPH terjadi sekitar 50% dari
laki laki yang berumur 50 tahun dan hampir 90% dialami oleh laki-laki dengan usia
80tahun. Sekitar 25% laki-laki baru menjalani treatment pada usia 80tahun . (Lewis,
2011)

Gambar 1. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

B. Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan
uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-
buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan
panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
e.
Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona :
a Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus
tengah meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap
inflamasi.
d Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu
kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma
fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar
abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama
sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen.
Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu
dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam,
enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui
kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

C. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), proses
fisiologi, hormon dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga
sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori
Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3)
Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel
prostat/ apoptosis, (5) Teori Stem sel dan, (6) Teori Reawakening.
Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen
(RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak
pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
Ketidakseimbangan antara Estrogen - Testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini
adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
Interaksi Stroma Epitel (Teori Growth Factors)
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel
stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari
epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan
atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor- (TGF-), akan
menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran
prostat.
Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostat.
Teori stem cell hypotesis
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada
kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga
ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan
prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya
tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel
transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan
adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan
prostat yang normal.
Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma
pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme
glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya
alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular
morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini,
menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti
perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral
dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

D. Faktor Risiko
Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan
risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten
yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang
peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.
2. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh
usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran
urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran
prostat, sehingga menimbulkan gejala.17 Testis menghasilkan beberapa
hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon
tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion.
Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase
menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan
sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah
pemacu libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang.
Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara
perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun
keatas.18
3. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH
dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya
kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak
anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota
keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga
mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2
anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali. Dari penelitian
terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2).
5. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual,
tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang
membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel.
Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama
organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan
juga akan mengganggu kinerja testis.6 Pada obesitas terjadi peningkatan
kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui
peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses
kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya
berupa penimbunan lemak pada abdomen.
6. Pola Diet
Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH
dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya
akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir
reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika estrogen yang kuat
ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat menyebabkan BPH.
Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit timbulnya
penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak
mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan
daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko
lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega,
yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi
makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak
hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang
berujung pada berbagai penyakit.
7. Aktivitas Seksual
Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan
hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan
alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami
peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke
prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan
kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan
mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual
yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon
testosteron.
8. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron.
9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang
penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar prostat.
Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang
lain. Zinc membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah.
Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT.
10. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih
sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga,
kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil
risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan
agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang
dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot
sekitar pinggul dan organ seksual.13
11. Penyakit Diabetes Mellitus
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL
mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan
penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH
dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.

E. Manifestasi Klinis
a Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :
Obstruksi Iritasi
Hesistansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuria
Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang terjadi,

Terminal dribbling (menetes) jika ada disebabkan oleh


ketidakstabilan detrusor sehingga
Volume urine menurun
terjadi kontraksi involunter.
Mengejan saat berkemih
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu:
Volume kelenjar periuretral
Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
Kekuatan kontraksi otot detrusor
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan
penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH,
dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring,
di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil
berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7
pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan
iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7
ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat
.
b Gejala pada saluran kemih bagian atas
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara
lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/
urosepsis).
c Gejala di luar saluran kemih
Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal
(Sjamsuhidayat, 2004).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner &
Suddarth, 2001).
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok
dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat
lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50
ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

F. Patofisiologi
(terlampir)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat
memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan
lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada
perabaan prostat harus diperhatikan :
- Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
- Adakah asimetri
- Adakah nodul pada prostat
- Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat
diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

Gambar. Pemeriksaan Colok Dubur


Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal
( ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang
ditimbulkannya), permukaan licin dan konsistensi kenyal.12
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi
pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli
penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi.
Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan
sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di
fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
condiloma di daerah meatus.

2) Derajat berat obstruksi


Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang
masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui
dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin
lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan
intervensi pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur
dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut
uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan
pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,
pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran
menjadi 15 ml/detik atau kurang.

Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau
inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit,
bakteri, protein atau glukosa.
Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan
Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna
untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat
ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan
pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan
insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi
post-operasi setelah pembedahan BPH.
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai
untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika
kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat,
(b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih buruk, dan (c) lebih
mudahterjadinya retensi urine akut. Kadar PSA di dalam serum dapat
mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada
prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut,
kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.
2) Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous
hyperplasia.

Gambar. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat


Hiperplasia
3) Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen (BNO)
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis
akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai
penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau
divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya
metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat
pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas
berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli
buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.
Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi
numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung,
disebut sebuah cystoscope, berisi lensa dan sistem cahaya yang
membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes
ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar. Gambaran sistoskopi benigna prostat hiperplasi


Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan
ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola
gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar
tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal
tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk
memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan
dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang
dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS)
sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara
lain :
Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area
horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi
(H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus :
(H x W x L).

Gambar. TransRectal Ultrasound


USG Transabdominal

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian


dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi
hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule.

USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun


kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Gambar. Gambaran USG Prostat normal

Gambar. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


Sistografi Buli

Gambar. Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna


Prostat Hiperplasia
H. Komplikasi
Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu
menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi
infeksi.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli
buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan
dapatmenyebabkan hernia atau hemoroid.
Jadi, dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat
dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:1
- Inkontinensia Paradoks
- Batu Kandung Kemih
- Hematuria
- Sistitis
- Pielonefritis
- Retensi Urin Akut Atau Kronik
- Refluks Vesiko-Ureter
- Hidroureter, Hidronefrosis & Gagal Ginjal

I. Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah
dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang
invasif.

Tabel. Pilihan terapi pada BPH


Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan
teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah
minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang
tinggi.
Watchful Waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari. Pasien tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1)
jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat),
(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa
blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan
cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5-reduktase.
1. Penghambat reseptor adrenergik .
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di
BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Detr
Trig
Inte
uso
Pro one
rnal
r Pelv
stat Exte
Sph
e ic
rnal
inctFloo
Gla Sph
er r
nd inct
er

Gambar. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinaria


2. Penghambat 5 reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam
sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara
langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Gambar. Model Aksi Penghambat 5 reduktase


Contoh obat penghambat 5 -reduktase berdasarkan tipenya :
Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3. Fikofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar
sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos
(bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism
prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan
memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan
adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica
dan masih banyak lainnya.
Terapi Pembedahan Endourologi
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,
diantaranya adalah:
Retensi urine karena BPO
Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat
Hematuria makroskopik
Batu buli-buli karena obstruksi prostat
Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan
Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi
Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan
secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik
anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor
keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain
yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd
(75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%).
TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah
terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum
TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju
pancaran urine hingga 100%.

Gambar. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika
pasca TURP
Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur
pada leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan
ekstravasasi, dan pada kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan
oleh keadaan hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi
yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea,
muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko
terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit.
Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan
hipertonis.
Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil
sering didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya
leher kandung kemih). Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi
prostat.

Gambar. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan
TURP. Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan
7. Insisi dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah
verumontanum.
Operasi Laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan
lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2%
setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak
menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,
tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih
rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat
menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan
energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan
jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar. Operasi laser pada prostat


Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik
dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat
vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan
perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi
yang lebih lama.

Gambar. Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)

PENGKAJIAN
BENIGN PROTATIC HYPERPLASIA (BPH)

A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan. Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH
adalah sebagai berikut :
1) Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah;
peningkatan nadi sering dijumpai pada. Kasus postoperasi BPH yang terjadi
karena kekurangan volume cairan.
2) Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya
karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat
dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan
perilaku.
3) Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh
pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran
urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi
berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi
BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan
sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya
perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh :
merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan,
peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi
gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada
preoperasi BPH hal tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum,
sedangkan pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan
makanan.
4) Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari
anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual,
muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi
masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
5) Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar
yang utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi. Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri
suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.
6) Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan
tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk
menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang
perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan
seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang pada postoperasi perlu
adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka
bedah maupun pada saluran perkemihannya.
7) Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan
kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada
prostat.
8) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun
postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur
urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih.
Sedangkan pada postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan
hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar leukosit untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi.

B. Masalah Keperawatan
Preoperasi
1) Retensi urine berhubungan dengan tekanan uretral tinggi karena
kelemahan detrusor (dekompensasi otot detrusor).
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera ( iritasi kandung kemih,
spame, sesuai dengan prosedur bedah atau tekanan dari balon
kandung kemih).
3) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan lingkungan
terhadap patogen (pemasangan kateter).
4) Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
mengenai pengobatan.
Pascaoperasi
1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca
obstruksi dengan diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang
terlalu distensi secara kronis.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi ( terputusnya
kontinuitas jaringan akibat pembedahan).
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (nyeri).
4) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
fisik.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan lingkungan
terhadap patogen (adanya media masuknya kuman akibat prosedur
invasif).

C. Rencana Keperawatan
3 Nyeri NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Definisi : Pain control, Lakukan pengkajian
Sensori yang tidak Comfort level nyeri secara
menyenangkan dan Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
pengalaman emosional Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
yang muncul secara nyeri (tahu durasi, frekuensi,
aktual atau potensial penyebab nyeri, kualitas dan faktor
kerusakan jaringan atau mampu presipitasi
menggambarkan adanya menggunakan Observasi reaksi
kerusakan (Asosiasi tehnik nonverbal dari
Studi Nyeri nonfarmakologi ketidaknyamanan
Internasional): serangan untuk mengurangi Gunakan teknik
mendadak atau pelan nyeri, mencari komunikasi terapeutik
intensitasnya dari ringan bantuan) untuk mengetahui
sampai berat yang dapat Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
diantisipasi dengan akhir nyeri berkurang pasien
yang dapat diprediksi dengan Kaji kultur yang
dan dengan durasi menggunakan mempengaruhi respon
kurang dari 6 bulan. nyeri
manajemen nyeri Evaluasi pengalaman
Batasan karakteristik : Mampu mengenali nyeri masa lampau
- Laporan secara nyeri (skala, Evaluasi bersama
verbal atau non intensitas, pasien dan tim
verbal frekuensi dan kesehatan lain tentang
- Fakta dari observasi tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol
- Posisi antalgic untuk Menyatakan rasa nyeri masa lampau
menghindari nyeri nyaman setelah Bantu pasien dan
- Gerakan melindungi nyeri berkurang keluarga untuk mencari
- Tingkah laku Tanda vital dalam dan menemukan
berhati-hati rentang normal dukungan
- Muka topeng Kontrol lingkungan yang
- Gangguan tidur dapat mempengaruhi
(mata sayu, tampak nyeri seperti suhu
capek, sulit atau ruangan, pencahayaan
gerakan kacau, dan kebisingan
menyeringai) Kurangi faktor presipitasi
- Terfokus pada diri nyeri
sendiri Pilih dan lakukan
- Fokus menyempit
penanganan nyeri
(penurunan persepsi
(farmakologi, non
waktu, kerusakan
farmakologi dan inter
proses berpikir,
personal)
penurunan interaksi
Kaji tipe dan sumber
dengan orang dan
nyeri untuk menentukan
lingkungan)
intervensi
- Tingkah laku
Ajarkan tentang teknik
distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui non farmakologi
orang lain dan/atau Berikan analgetik untuk
aktivitas, aktivitas mengurangi nyeri
berulang-ulang) Evaluasi keefektifan
- Respon autonom kontrol nyeri
(seperti diaphoresis, Tingkatkan istirahat
perubahan tekanan Kolaborasikan dengan
darah, perubahan dokter jika ada keluhan
nafas, nadi dan dan tindakan nyeri tidak
dilatasi pupil) berhasil
- Perubahan Monitor penerimaan
autonomic dalam pasien tentang
tonus otot (mungkin manajemen nyeri
dalam rentang dari
lemah ke kaku) Analgesic Administration
- Tingkah laku Tentukan lokasi,
ekspresif (contoh : karakteristik, kualitas,
gelisah, merintih, dan derajat nyeri
menangis, waspada, sebelum pemberian obat
iritabel, nafas Cek instruksi dokter
panjang/berkeluh tentang jenis obat,
kesah) dosis, dan frekuensi
- Perubahan dalam Cek riwayat alergi
nafsu makan dan Pilih analgesik yang
minum diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
Faktor yang ketika pemberian lebih
berhubungan : dari satu
Agen injuri (biologi, Tentukan pilihan
kimia, fisik, psikologis)
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

Gangguan Eliminasi Urin Setelah dilakukan MANAJEMEN ELIMINASI


Tanda dan gejala tindakan keperawatan URIN
Disuria selama ..........x 24 jam, Monitor/ pantau eliminas
Urgensia diharapakan gangguan urin, meliputi frekuensi,
Sering berkemih eliminasi urin dapat konsistensi, bau, volume
Inkontinensia teratasi dan warna dengan tepat
Nokturia Kriteria hasil: Monitor untuk tanda dan
Retensi Urinary Continence gejala retensi urin
.......................... Identifikasi faktor-faktor
yang menambahkan
Berhubungan dengan: episode inkontinensia
Obstruksi anatomi Ajarkan pasien tanda
Penyebab multiple dan gejala infeksi
Kerusakan sensori- saluran kemih
motor Catat waktu, kebiasaan
Infeksi saluran kemih eliminasi urin bila
diperlukan
Instruksikn klien untuk
memantau tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
Instruksikan pasien
untuk berespon segera
terhadap kebutuhan
eliminasi
Dapatkan spesimen urin
pancar tengah untuk
urinalisi yang tepat
Rujuk ke dokter jika
terdapat tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
Ajarkan klien untuk
minum 200 ml cairan
pada saat makan
diantara waktu makan
dan di awal petang
5 Resiko infeksi b/d daya NOC : NIC :
tahan tubuh bekurang. Immune Status Infection Control (Kontrol
Risk control infeksi)
Definisi : Peningkatan Bersihkan lingkungan
resiko masuknya Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien
organisme patogen Klien bebas dari lain
tanda dan gejala Pertahankan teknik
Faktor-faktor resiko : infeksi isolasi
- Prosedur Infasif Menunjukkan Batasi pengunjung bila
- Ketidakcukupan kemampuan untuk perlu
pengetahuan untuk mencegah Instruksikan pada
menghindari timbulnya infeksi pengunjung untuk
paparan patogen Jumlah leukosit mencuci tangan saat
- Trauma dalam batas berkunjung dan setelah
- Kerusakan jaringan normal berkunjung
dan peningkatan Menunjukkan meninggalkan pasien
paparan lingkungan
perilaku hidup Gunakan sabun
- Ruptur membran
sehat antimikrobia untuk cuci
amnion
- Agen farmasi tangan
(imunosupresan) Cuci tangan setiap
- Malnutrisi sebelum dan sesudah
- Peningkatan tindakan kperawtan
paparan lingkungan Gunakan baju, sarung
patogen tangan sebagai alat
- Imonusupresi pelindung
- Ketidakadekuatan Pertahankan lingkungan
imum buatan aseptik selama
- Tidak adekuat pemasangan alat
pertahanan Ganti letak IV perifer
sekunder dan line central dan
(penurunan Hb, dressing sesuai dengan
Leukopenia, petunjuk umum
penekanan respon Gunakan kateter
inflamasi) intermiten untuk
- Tidak adekuat menurunkan infeksi
pertahanan tubuh kandung kencing
primer (kulit tidak Tingktkan intake nutrisi
utuh, trauma
Berikan terapi antibiotik
jaringan, penurunan
bila perlu
kerja silia, cairan
tubuh statis,
Infection Protection (proteksi
perubahan sekresi
terhadap infeksi)
pH, perubahan
peristaltik) Monitor tanda dan gejala
- Penyakit kronik infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
4 Resiko kerusakan NOC : Tissue Integrity : NIC : Pressure Management
integritas kulit b/d Skin and Mucous Anjurkan pasien untuk
pigmentasi (jaundice), Membranes menggunakan pakaian
hipertermi, perubahan Kriteria Hasil : yang longgar
turgor kulit, eritema. Integritas kulit Hindari kerutan padaa
yang baik bisa tempat tidur
dipertahankan Jaga kebersihan kulit
(sensasi, agar tetap bersih dan
elastisitas, kering
temperatur, Mobilisasi pasien (ubah
hidrasi, posisi pasien) setiap dua
pigmentasi) jam sekali
Tidak ada Monitor kulit akan
luka/lesi pada adanya kemerahan
kulit Oleskan lotion atau
Perfusi jaringan minyak/baby oil pada
baik derah yang tertekan
Menunjukkan Monitor aktivitas dan
pemahaman mobilisasi pasien
dalam proses Monitor status nutrisi
perbaikan kulit pasien
dan mencegah Memandikan pasien
terjadinya sedera dengan sabun dan air
berulang hangat
Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahanka
n kelembaban
kulit dan
perawatan alami

4 Cemas b/d perubahan NOC : NIC :


status kesehatan Anxiety control Anxiety Reduction
Coping (penurunan kecemasan)
Definisi : Impulse control Gunakan pendekatan
Perasaan gelisah yang Kriteria Hasil : yang menenangkan
tak jelas dari Klien mampu Nyatakan dengan jelas
ketidaknyamanan atau mengidentifikasi harapan terhadap
ketakutan yang disertai dan pelaku pasien
respon autonom (sumner mengungkapkan Jelaskan semua
tidak spesifik atau tidak gejala cemas prosedur dan apa yang
diketahui oleh individu); Mengidentifikasi, dirasakan selama
perasaan keprihatinan mengungkapkan prosedur
disebabkan dari dan menunjukkan Pahami prespektif
antisipasi terhadap tehnik untuk pasien terhdap situasi
bahaya. Sinyal ini mengontol cemas stres
merupakan peringatan Vital sign dalam
adanya ancaman yang Temani pasien untuk
batas normal memberikan keamanan
akan datang dan
Postur tubuh, dan mengurangi takut
memungkinkan individu
untuk mengambil ekspresi wajah, Berikan informasi faktual
langkah untuk bahasa tubuh dan mengenai diagnosis,
menyetujui terhadap tingkat aktivitas tindakan prognosis
tindakan menunjukkan Dorong keluarga untuk
Ditandai dengan berkurangnya menemani anak
kecemasan Lakukan back / neck rub
Gelisah
Insomnia Dengarkan dengan
Resah penuh perhatian
Ketakutan Identifikasi tingkat
Sedih kecemasan
Fokus pada diri Bantu pasien mengenal
Kekhawatiran situasi yang
menimbulkan
Cemas
kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery 8 th Edition.


Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita
selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344.
Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat
Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.
Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa
aksara, Jakarta ; 161-703.
Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas KedokteranUniversitas
Padjajaran ; 2002: 203-75.
Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC.
1994.
Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran Prostat
Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17
Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.
Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan
penerbit IDI, Jakarta ; 1-52.

Anda mungkin juga menyukai