Anda di halaman 1dari 14

Emboli Cairan Ketuban

Posted on March 30, 2011by ainicahayamata


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut
dan shock. Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana sejumlah
besar cairan ketuban tiba tiba memasuki aliran darah. Emboli cairan ketuban adalah
masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang
dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti
lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan
kental. yang dapat menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang
mempengaruhi koagulasi. Dua tempat utama masuknya cairan ketuban dalam sirkulasi
darah maternal adalah vena yang dapat robek sekalipun pada persalinan normal.
Ruptura uteri meningkatkan kemampuan masuknya cairan ketuban. (dr. Irsjad
Bustaman, SpOG.2009)

Emboli cairan ketuban dapat terjadi bila ada pembukaan pada dinding pembuluh darah
dan dapat terjadi pada wanita tua/ usia lebih dari 30 tahun, sindrom janin mati,
Multiparitas, Janin besar intrauteri, Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi,
Menconium dalam cairan ketuban dan kontraksi uterus yang kuat. Dua puluh lima
persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli air
ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang
terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun
1950, hanya ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus
yang dilaporkan sedikit meningkat. Dalam kenyataannya memang emboli cairan
ketuban jarang dijumpai, namun kondisi ini dapat mengakibatkan kematian ibu dengan
cepat. Sekalipun mortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada
tiap kasus. 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal
akibat perdarahan yang tidak terkendali. Meskipun jarang terjadi, tetapi bila edema
cairan ketuban terjadi pada wanita, maka akan menyumbat aliran darah ke paru, yang
bila meluas akan mengakibatkan penyumbatan dijantung, sehinggaa iskemik dan
kematian jantung secara mendadak bisa terjadi. Karena wanita tersebut akan
mengalami gangguan penapasan, syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk, Hipotensi
perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia Cardiac arrest. Koagulopati
atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83%
pasien.). Risiko emboli cairan ketuban tidak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena
emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain, perjalanan kehamilan
dari bulan ke bulan yang lancar-lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman
EAK. Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga
kehamilan selanjutnya akan mengalami kasus serupa. Begitu juga sebaliknya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep teoritis dari emboli cairan ketuban?
Bagaimana patofisiologi/ WOC dari emboli cairan ketuban?
Bagaimana asuhan keperawatan pada emboli cairan ketuban?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan emboli cairan ketuban

1.3.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa mengetahui konsep teori dari cairan ketuban dan emboli cairan
ketuban
Mahasiswa mengetahui WOC emboli cairan ketuban
Mahasiswa mengetahui pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan emboli
cairan ketuban
Mahasiswa mengetahui diagnosa dan intervensi yang muncul pada emboli
cairan ketuban berdasarkan NANDA, NIC NOC

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
1. Cairan ketuban
merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim dan memiliki berbagai
fungsi untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin dapat bergerak dan
tumbuh bebas ke segala arah, melindungi terhadap benturan dari luar, barier terhadap
kuman dari luar tubuh ibu, dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Ia juga membantu
proses persalinan dengan membuka jalan lahir saat persalinan berlangsung maupun
sebagai alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan amniosentesis. Air ketuban
mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Namun
sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkan air
seni. Sehingga terhitung sejak pertengahan usia kehamilan, air ketuban sebagian besar
terbentuk dari air seni janin.Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, air ketuban
jumlahnya sekitar 1.000 cc.

1. Emboli cairan ketuban


Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut
dan shock. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam
waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak
terdiagnosis yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post partum atau edema
pulmoner akut. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya cairan
ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical ( yang dapat
terobek sekalipun pada persalinan normal ) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri
meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban . Abruption plasenta merupakan
peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan
episode emboli.

2.2 ETIOLOGI
Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba tiba tanpa diduga pada wanita yang
proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit .
Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar ,
mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan
kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun dapat masuk
melalui pembuluh darah.
Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan
ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyubat aliran darah
ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan
ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan menyumbat aliran darah
ke jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik
bahkan kematian mendadak.
Menconium dalam cairan ketuban
Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi atau rupture
uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka
cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan
menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi
gangguan pola pernapasan pada ibu.
Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah, dan hal
ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.

2.3 PATOFISOLOGI
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi
pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi
pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban
pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi,
antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya
berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat
masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat
terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok
anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh
darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa
menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu
pada jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-
paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan
aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia
myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan
yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan
yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation
Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar
40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas
cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari
embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng
menginduksi koagulasi intravaskuler.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan ketuban:
Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat
pengukuran (Hipotensi )
Dyspnea, Batuk
Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat
turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini
berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60
bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
Pulmonary edema, Cardiac arrest.
Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang
berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan
pijat bimanual diagnostik.
Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC
terjadi di 83% pasien.)

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Gas darah arteri : pO biasanya menurun.
2

Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung


pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris
selular cairan amninon.
Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin,
produk pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial ) biasanya abnormal ,
menunjukkan DIC.
EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan
paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.

2.6 PENATALAKSANAAN
Walaupun pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion terjadi hipertensi sistemik
dan pulmonal, fase ini bersifat sementara. Wanita yang dapat bertahan hidup setelah
menjakani resusitasi jantung paru seyogyanya mendapat terapi yang ditujukan untuk
oksigenasi dan membantu miokardium yang mengalami kegagalan. Tindakan yang
menunjang sirkulasi serta pemberian darah dan komponen darah sangat penting
dikerjakan. Belum ada data yang menyatakan bahwa suatu intervensi yang dapat
mempermaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion. Wanita yang belum melahirkan
dan mengalami henti jantung harus dipertimbangkan untuk melakukan tindakan seksio
caesaria perimortem darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu
yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi belum mengalami henti jantung,
pengambilan keputusan yang seperti itu menjadi semakin rumit.
Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek
yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).
Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia
& perdarahan .
Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia
uteri.
Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan
menghambat proses perbekuan.
Amniofilin ( 250 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada
bronkospasme ..
Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan
peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan lahan
melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira kira 100 mmHg.
Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan
menghambat proses pembekuan.
Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan
sedian trombosit.
Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan
agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.

2.7 KOMPLIKASI
Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah
jantung kanan.
iskemik
Ganguan pembekuan darah.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian tehadap kesehatan pasien sangat diperlukan dalam menindaklanjuti suatu
intervensi keperawatan kepada pasien. Dengan adanya pengkajian yang menyeluruh
maka intervensi keperawatan kepada pasien akan semakin optimal, hal ini di awali
dengan Menetapkan kapan gejala mulai timbul, Menetapkan kapan gejala timbul, apa
yang menjadi pencetusnya, apa yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala
tersebut dan apa yang memperburuk gejala adalah bagian dari pengkajian, juga
mengidentifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan.
Anamnesa,meliputi:
1. Identitas pasien
Biasanya hal ini terjadi pada ibu yang hamil berusia 30 tahun
1. Riwayat Sakit dan Kesehatan
A. Paru paru, hasil pemeriksaan yang bermakna antara lain :
o Edema Perdarahan alveolar
o Emboli yang tersusun dari partikel bahan dalam cairan ketuban ( skuama ,
debris amorf, mucin , vernix dan lanugo )
o Pembulu darah pulmonalis yang berdilatasi pada daerah embolisasi.
B. Jantung
Jantung sisi kanan acapkali berdilatasi .Parah yang diaspirasi daari sisi kanan tersebut
memperhatikan adanya elemen elemen cairan ketuban .
1. Gangguan koagulasi
Perdarahan yang terjadi adalah akibat kegagalan koagulasi dan menurunkan tonus
utrus .Faktor yang mungkin menyebabkan gagalnya proses koagulasi adalah pelepasan
tromboplastin ke dalam sirkulasi darah yang menimbulkan disseminated intro vascular
coagulation serta diikuti oleh hipofribrinogenemia dan menghasilkan produk degradasi
fibrin .Umumnya dijumpai atonia uteri tetapi sebab yang tepat tidak diketahui.

1. Diagnosa
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perfusi ventilasi
3. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan hiperventilasi
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kadar oksigen dalam sirkulasi
menurun
5. Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan

1. Perencanaan
Pertukaran gas berjalan dengan baik
Pola napas normal
Volume cairan tubuh dalam batas normal
Syok dapat teratasi

1. Implementasi
Diagnose 1: gangguan pola napas yang berhubungan dengan penurunan oksigen
dalam udara inspirasi
NOC:
Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas
Status Tanda-Tanda Vital
NIC:
1. Manajemen jalan napas
Aktivitas:
Sediakan jalan napas orofaringeal atau blok bite untuk mencegah tergigitnya
tube endotrekeal
Berikan hidrasi sistemik adekuat dengan cairan oral atau parenteral
Pompa cuff endotrakeal/trakeostoma menggunakan teknik volum oklusif minimal
atau teknik yang meminimalkan kebocoran
Hisap orofaring dan sekresi dari atas tube cuff sebelum mengosongkan cuff
Pantau tekanan cuff setiap 4-8 jam selama ekspirasi menggunakan 3
cara stopcock, syringe yang dikalibrasi dan manometer raksa
Cek dengan segera tekanan cuff setelah memberikan anastesi umum
Tukar pita endotrakeal setiap 24 jam, perhatikan kondisi kulit dan mukosa oral,
pindahkan ET tube ke sisi mulut yang lain
Auskultasi suara paru setelah insersi dan setelah merubah pita
endotrakeal/trakeostomi
Catat petanda centimeter acuan pada tube endotrakeal untuk memantau
kemungkinan penggantian
Bantu dengan rontgen dada untuk memantau posisi tube
Berikan suction endotrakeal
Berikan perawatan trekeostomi setiap 4-8 jam, bersihkan bagian dalam kanula,
bersihkan dan keringkan area disekitar stoma dan ganti pita trakeostomi
Berikan perawatan mulut dan suction orofaring

1. Terapi oksigen
Bersihkan sekresi mulut, hidung dan trakea
Jaga kepatenan jalan napas
Sediakan peralatan oksigen, system humidifikasi
Pantau aliran oksigen
Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien
Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai
dengan indikasi
Pantau tanda keracunan oksigen dan tanda hipoventilasi yang dipengaruhi
oksigen
Pantau kecemasan pasien terkait terapi oksigen
Pantau kerusakan kulit akibat penekanan alat oksigen Bersihkan oral, hidung
dan trakea dari sekret
Monitor posisi pemasangan alat oksigen
Pindahkan ke alternatif alat oksigen lainnya yang bisa meningkatkan
kenyamanan

1. Monitor pernapasan
Aktivitas:
Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas
Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, dan
supraklavikula dan retaksi otot intercostal
Monitor bising pernafasan seperti ribut atau dengkuran
Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan
kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi
Palpasi jumlah pengembangan paru
Perkusi anterior dan posterior torak dari apeks sampai basis secara bilateral
Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang
Monitor hasil dari ventilator, catat peningkatan dalam pernapasan dan penurunan
volume tidal jika dibutuhkan
Monitor peningkatan keletihan, kecemasan dan kebutuhan akan oksigen
Monitor kemampuan pasien untuk batuk
Catat lama, karakteristik dan lama batuk
Monitor dispnu dan persitiwa yang bisa meningkatkan kejadian dispnu
Monitor krepitus
Buka jalan nafas dengan menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust jika
dbutuhkan
Lakukan resusitasi jika dibutuhkan
Lakukan terapi pengobatan pernapasan (contoh: nebulizer) jika dibutuhkan

1. Bantuan ventilasi
Aktivitas:
Jaga kepatenan jalan napas
Berikan posisi yang mengurangi dyspnea
Posisikan untuk meminimalkan usaha bernapas seperti meninggikan kepala
tempat tidur
Dorong pasien untuk napas dalam dan lambat serta batuk
Pantau kelemahan otot pernapasan, Mulai dan jaga oksigen tambahan
Berikan medikasi-medikasi nyeri yang cocok untuk mencegah hipoventilasi
Pantau status respirasi dan oksigenasi
Berikan obat-obatan seperti bronkodilator, inhaler yang meningkatkan
kepatenan jalan napas dan perubahan gas juga mengajari teknik bernapas
Monitor efek dari dari perubahan posisi dalam pemakaian oksigen

Diagnose 2: Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perfusi ventilasi


NOC:
1. Status respiratori :pertukaran gas
2. Status tanda tanda vital
NIC:
1. Monitor pernapasan
Aktivitas
Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas
Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, dan
supraklavikula dan retaksi otot intercostal
Monitor bising pernafasan seperti ribut atau dengkuran
Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan
kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi
Palpasi jumlah pengembangan paru
Perkusi anterior dan posterior torak dari apeks sampai basis secara bilateral
Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang
Monitor hasil dari ventilator, catat peningkatan dalam pernapasan dan penurunan
volume tidal jika dibutuhkan
Monitor peningkatan keletihan, kecemasan dan kebutuhan akan oksigen
Monitor kemampuan pasien untuk batuk
Catat lama, karakteristik dan lama batuk
Monitor dispnu dan persitiwa yang bisa meningkatkan kejadian dispnu
Monitor krepitus
Buka jalan nafas dengan menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust jika
dbutuhkan
Lakukan resusitasi jika dibutuhkan
Lakukan terapi pengobatan pernapasan (contoh: nebulizer) jika dibutuhkan
1. Terapi oksigen
Aktivitas:
Bersihkan sekresi mulut, hidung dan trakea
Jaga kepatenan jalan napas
Sediakan peralatan oksigen, system humidifikasi
Pantau aliran oksigen
Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien
Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai
dengan indikasi
Pantau tanda keracunan oksigen dan tanda hipoventilasi yang dipengaruhi
oksigen
Pantau kecemasan pasien terkait terapi oksigen
Pantau kerusakan kulit akibat penekanan alat oksigen Bersihkan oral, hidung
dan trakea dari sekret
Monitor posisi pemasangan alat oksigen
Pindahkan ke alternatif alat oksigen lainnya yang bisa meningkatkan
kenyamanan

1. Pemantauan tanda-tanda vital


Aktivitasnya:
Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan, jika diindikasikan.
Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
Monitor tekanan darah pada saat pasien tidur, duduk, dan berdiri, jika
diindikasikan.
Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum, selama, dan sesudah
beraktifitas, jika diindikasikan.
Monitor adanya tanda dan gejala hipotermi/hipertermi.
Jika perlu, periksa nadi apikal dan radial secara simultan dan catat
perbedaannya.
Monitor kuat/lemahnya tekanan nadi, Monitor irama dan frekuensi jantung.
Monitor bunyi jantung, Monitor frekuensi dan irama nafas.
Monitor adanya abnormalitas pola nafas, Monitor warna, suhu, dan kelembaban
kulit.
Identifikasi faktor penyebab perubahan tanda-tanda vital.
Monitor tekanan darah selama, sebelum dan sesudah beraktivitas
Identifikasi penyebab terjadinya perubahan tanda-tanda vitaL

Diagnosa 3: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kadar oksigen dalam


sirkulasi menurun
NOC:
1. Perfusi jaringan : perifer
NIC:
1. Manajemen Asam-Basa
Pertahankan kepatenan akses IV
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Pantau kehilangan asam (seperti : muntah, pengeluaran nasogastrik, diare dan
diuresis), sesuai dengan kebutuhan
Pantau kehilangan bikarbonat ( seperti : drainase fistula dan diare), sesuai
dengan kebutuhan
Atur posisi untuk memudahkan ventilasi yang adekuat (seperti : membuka jalan
nafas dan mengangkat kepala di tempat tidur)
Pantau gejala gagal nafas ( seperti : PaO rendah dan menaikkan tingkat
2

PaCO dan kelelahan otot pernafasan)


2

Pantau pola pernafasan


Pantau proses transfer O di jaringan (seperti : paO , SaO , dan tingkat
2 2 2

hemoglobin dan curah jantung), sesuai dengan kebutuhan


Sediakan terapi oksigen, jika diperlukan
Pantau kesalahan ketidakseimbangan elektrolit dengan mengoreksi
ketidakseimbangan asam-basa
Kurangi konsumsi oksigen ( seperti : meningkatkan kenyamanan,
mengendalikan deman, dan mengurangi kecemasan), sesuai dengan kebutuhan
Pantau status neurologis ( seperti : tingkat kesadaran dan kebingungan)
Instruksikan pasien dan/atau keluarga untuk mengatasi ketidakseimbangan
asam-basa
Tingkatkan orientasi

b.Terapi oksigen
aktivitas:
Bersihkan sekresi mulut, hidung dan trakea
Jaga kepatenan jalan napas
Sediakan peralatan oksigen, system humidifikasi
Pantau aliran oksigen
Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien
Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai
dengan indikasi
Pantau tanda keracunan oksigen dan tanda hipoventilasi yang dipengaruhi
oksigen
Pantau kecemasan pasien terkait terapi oksigen
Pantau kerusakan kulit akibat penekanan alat oksigen Bersihkan oral, hidung
dan trakea dari sekret
Monitor posisi pemasangan alat oksigen
Pindahkan ke alternatif alat oksigen lainnya yang bisa meningkatkan
kenyamanan
Diagnose 4: Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan
NOC:
Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa
Keseimbangan Cairan
Hidrasi
Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan
NIC:
1. Manajemen elektrolit Hiperkalsemia,hiperkalemia, hipermagnesemia,
hipernatremia,hiperfosfatemia
Aktivitas
Memantau masukan dan keluaran
Memantau fungsi ginjal (missal : BUN dan kadar Cr) jika perlu
Memantau kecenderungan kadar serum pada kalsium (misalnya : kalsium
terionisasi), sebisanya
Memantau ketidakseimbangan elektrolit dihubungkan dengan hiperkalsemia
(misalnya : hipo atau hiperfosfatemia, hiperkloremik asidosis, dan hipokalemi dari
dieresis) seperlunya
Mengatur pengobatan yang ditentukan untuk mengurangi kadar serum kalsium
terionisasi (misalnya : fosfat, sodium bicarbonate, dan glukokortikoid), seperlunya
Memantau kelebihan cairan yang dihasilkan dari terapi hidrasi (misalnya : berat
badan harian, haluaran urin, penegangan vena jugularis, bunyi paru, dan tekanan
atrium kanan), seperlunya
Mendorong banyak mengkonsumsi bauh-buahan (misalnya : cranberries,
prunes, atau plums) untuk meningkatkan keaaman urin dan menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal, seperlunya
Memantau manifestasi CNS dari hiperkalsemia (misalnya :letargi, depresi,
hilang ingatan, sakit kepala, pusing, koma, dan perubahan kepribadian)
Memantau manifestasi neuromuscular pada hiperkalsemia (misalnya :
anoreksia, mual, muntah, nyeri abdominal, dan konstipasi)
Memantau manifestasi kardiovaskuler dari hiperkalsemia (Misalnya :
pemendekan segmen ST dan interval QT, pemanjangan interval PR, peruncingan
gelombang T, sinus bradikardi, hambatan jantung, hipertensi, dan henti jantung)
Memantau penyebab kenaikan kadar kalsium (misalnya : indikasi dehidrasi
berat dan gagal ginjal), seperlunya

1. Manajemen cairan
Aktivitas:
Timbang BB tiap hari
Pertahankan intake yang akurat
Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan mukosa membrane, nadi)
Monitor hasil lab. terkait retensi cairan (peningkatan BUN, Ht ), Monitor TTV
Monitor adanya indikasi retensi/overload cairan (seperti :edem, asites, distensi
vena leher)
Monitor perubahan BB klien sebelum dan sesudah dialisa
Monitor status nutrisi
Anjurkan klien untuk intake oral
Distribusikan cairan > 24 jam
Tawarkan snack (seperti : jus buah)
Konsultasi dengan dokter, jika gejala dan tanda kehilangan cairan makin buruk
Persiapkan untuk administrasi produk darah
Berikan terapi IV, Berikan cairan dan Produk darah
1. Manajemen perdarahan
Memakai balutan sesuai indikasi
Monitor jumlah dan karakter (nature) kehilangan darah pasien
Berikan penekanan manual diatas pendarahan atau area yang berpotensi
pendarahan
Berikan kantong es untuk mempengaruhi area perdarahan
Catat kadar Hb/Ht sebelum dan setelah kehilangan darah sebagai indikasi
Evaluasi respon psikologi pasien terhadap perdarahan dan pemahaman
terhadap kejadian
Inspeksi perdarahan dari membran mukosa, luka memar karena trauma,
pengeluaran darah dari tempat tusukan / bocor, adanya peteki
Monitor tanda dan gejala perdarahan yang terus menerus ( cek semua cairan
baik yang kelihatan atau dari perdarahan tersembunyi)
Lakukan Tes darah semua cairan dan observasi adanya darah di muntah,
dahak, urine,feses.

1. Manajemen syok : volume


Aktifitas :
Monitor tanda dan gejala perdarahan yang konsisten.
Catat pendarahan tertutup pada pasien.
Cegah kehilangan darah (ex : melakukan penekanan pada tempat terjadi
perdarahan)
Berikan cairan IV, yang tepat/
Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah sesuai indikasi.
Berikan tambahan darah (ex : platelet, plasma) yang sesuai.
Monitor faktor koagulasi, termasuk waktu protombin (PT), PTT, fibrinogen,
degrtadasi fibrin, den jumlah platelet, jika diperlukan.
Gunakan celana MAST jika perlu.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut
dan shock. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya cairan
ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical (yang dapat
terobek sekalipun pada persalinan normal) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri
meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan
peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan
episode emboli. Etiologinya Kematian janin intrauteri, Janin besar intrauteri, Multiparitas
dan Usia lebih dari 30 tahun. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi,
Menconium dalam cairan ketuban, Kontraksi uterus yang kuat
Ketika emboli cairan ketuban terjadi, maka akan terjadi penyumbatan aliran darah ibu,
lama-kelamaan akan mengalami penumbatan diparu, bila meluas akan terjadi
penyumbatan aliran darah ke jantung, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan di
jantung, dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada wanita yang sudah tua.
Perdarahan juga bisa terjadi, akibat emboli cairan ketuban, sehingga pasien akan
mengalami kekurangan volume cairan akibat perdarahan, jika tidak diatasi segera,
pasien dapat mengalami syok.

3.2 SARAN
Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori
beserta asuhan keperawatan emboli cairan ketuban, meskipun emboli cairan ketuban
jarang ditemukan, namun sebagai tim medis harus tetap waspada akan terjadinya
emboli cairan ketuban, sehingga secara tidak langsung dapat mengurango mortalitas
ibu dan bayi

Anda mungkin juga menyukai