Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Menurut World Health Organization (WHO) (2003) dalam Aziz et.al. (2006),
kanker endometrium adalah tumor ganas epitel primer di endometrium, umumnya
dengan diferensiasi grandular dan berpotensi mengenai miometrium dan menyebar
jauh. Pendapat lain menyatakan bahwa kanker endometrium adalah contoh dari
gangguan yang tergantunng estrogen (Baradero et.al., 2006). Endometrium tumbuh
berlebihan sebagai respons terhadap estrogen. Estrogen yang dominan bisa berasal
dari ovarium dan bisa juga berasal dari luar seperti pemberian estrogen sebagai terapi
setelah menopause (Baradero et.al., 2006).
Tahapan tumor adalah sebagai berikut:
1) Tahap I: tumor kurang dari 2 cm, keterlibatan kelenjar getah bening negatif, tidak
ada metastasis.
2) Tahap II: tumor lebih besar dari 2 cm tapi kurang dari 5 cm, tidak tetap
keterlibatan negatif atau positif kelenjar getah bening, metastasis tidak ada.
3) Tahap III: tumor besar yang lebih besar dari 5 cm, ukuran tumor dengan invasi
dinding kulit atau dada, adanya keterlibatan kelenjar getah bening.
4) Tahap IV: tumor dari berbagai ukuran, adanya keterlibatan positif atau negatif
getah bening, dan metastasis jauh (Brunner dan Suddart, 2010).

2. ETIOLOGI
Penyebab dari kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium yang
terpapar stimulus estrogen secara kronis dari sumber endogen dan eksogen lainnya.
Kanker yang dihubungkan dengan estrogen ini cenderung untuk berkembang seperti
hiperplasia, dan berdiferensiasi lebih baik, dan secara umum punya prognosis baik.
Sementara itu, tipe kanker endometrium yang tidak bergantung pada estrogen
berkembang sebagai nonhiperplasia, berdiferensiasi jelek dan lebih agresif (Aziz et.al,
2006).

3. FAKTOR RESIKO
1) Faktor resiko reproduksi dan menstruasi
Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai resiko
tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Berbeda
dengan kanker payudara, usia pertama melahirkan tidak memperlihatkan adanya
hubungan terhadap terjadinya kanker ini walaupun masa laktasi yang panjang
dapat berperan sebagai proteksi. Hipotensi bahwa infertilitas menjadi faktor
resiko untuk kanker endometrium didukung oleh penelitian-penelitian yang
menunjukkan resiko lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang tidak
pernah menikah.
Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas
dihubungkan dengan resiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi
(terekspos estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar
androstenedion serum yang tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi menjadi
estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan (sisa jaringan
menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum yang
rendah pada nulipara.
Usia menarke dini (< 12 tahun) berhubungan dengan meningkatnya resiko
kanker endometrium walaupun tidak terlalukonsisten. Kebanyakan penelitian
menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap
resiko meningkatnya kanker ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang di diagnosis
kanker endometrium adalah pasca menopause. Wanita menopause secara alami
diatas usia 52 tahun 2,4 kali lebih beresiko jika dibanding sebelum usia 49 tahun.
2) Hormon
a) Hormon endogen
Resiko kanker endometrium pada wanita-wanita muda berhubungan dengan
kadar estrogen tinggi secara abnormal.
b) Hormon eksogen pasca menopause
Terapi sulih hormon (TSH) estrogen menyebabkan resiko kanker
endometrium meningkat sampai 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan resiko ini
terjadi setelah pemakaian 2-3 tahun.Resiko relatif tertinggi setelah pemakaian
selama 10 tahun.Resiko ini meningkat pada wanita pengguna TSH yang
kurus, nondiabetik, dan normotensif.
3) Kontrasepsi oral
Peningkatan resiko secara bermakna terdapat pada pemakai kontrasepsi oral yang
mengandung estrogen dosis tinggi dengan rendah progestin. Sebaliknya,
pengguna kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin dengan kadar
progesteron yang tinggi mempunyai efek protektif dan menurunkan resiko kanker
endometrium setelah 1-5 tahun pemakaian.
4) Tamoksifen
Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan resiko kanker
endometrium 2-3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang diberi terapi
tamoksifen. Tamoksifen adalah antiestrogen yang berkompetisi dengan estrogen
untuk menduduki reseptor. Berbeda dengan dipayudara, diendometrium
tamoksifen malah bertindak sebagai faktor pertumbuhan yang meningkatkan
pembelahan sel.
5) Obesitas
Obesitas meningkatkan resiko terkena kanker endometrium. Kelebihan 13-22 kg
dari berat badan ideal akan meningkatkan resiko sampai 3 kali lipat, sedangkan
kelebihan diatas 23 kg meningkatkan resiko sampai 10 kali lipat.
6) Faktor diet
Perbedaan pola demografi kanker endometrium diperkirakan oleh peran nutrisi,
terutama tingginya kandungan lemak hewani dalam diet. Konsumsi sereal,
kacang-kacangan, sayuran dan buah terutama yang tinggi lutein, menurunkan
resiko kanker ini, yang memproteksi melalui pitoestrogen.
7) Kondisi medis
Wanita pramenopause dengan diabetes menyebabkan dua sampai tiga kali lebih
besar beresiko terkena kanker endometrium jika disertai dengan obesitas.
Kemungkinan tingginya kadar estrogen dan lemak dalam plasma pada wanita
diabetes menjadi penyebabnya. Hiperetensi menjadi faktor resiko pada wanita
pasca menopause dengan obesitas.

8) Faktor genetic
Seseorang dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan
resiko terjadinya kanker endometrium akibat konsumsi terapi pengganti estrogen
dan rendahnya paritas.
9) Merokok
Wanita yang merokok beresiko setengah kali jika dibandingkan dengan yang tidak
merokok (faktor proteksi) dan diperkirakan menopause lebih cepat 1-2 tahun
(Aziz et.al, 2006).

4. PATOFISIOLOGI
Sel yang abnormal membentuk klon dan mulai berkembang biak normal,
mengabaikan sinyal pertumbuhan yang mengatur di lingkungan sekitar sel. Sel-sel
memperoleh karakteristik invasif, dan perubahan terjadi pada jaringan sekitarnya. Sel
menyusup jaringan ini dan mendapatkan akses ke getah bening dan pembuluh darah,
yang membawa sel ke area lain dari tubuh. Fenomena ini disebut metastasis
(penyebaran kanker ke bagian lain dari tubuh).
Sel-sel kanker digambarkan sebagai neoplasma ganas dan diklasifikasikan dan
diberi nama oleh jaringan asal. Kegagalan sistem kekebalan tubuh untuk segera
menghancurkan sel-sel yang abnormal izin sel-sel ini tumbuh terlalu besar untuk
dikelola oleh kekebalan tubuh normal mekanisme. Kategori tertentu agen atau faktor
yang terlibat dalam karsinogenesis (transformasi maligna) termasuk virus dan bakteri,
agen fisik, bahan kimia, genetik atau faktor keluarga, faktor makanan, dan agen
hormonal.
Sebagaian dari hiperplasia uterin bisa kembali ke normal. Akan tetapi ada
beberapa yang berkembang menjadi adenokarsinoma endometrium. Kebanyakan
wanita dengan hiperplasia endometrium diketahui datang dengan keluhan
pendarahan.
Kanker pada endometrium adalah contoh dari gangguan yang tergantung
estrogen. Endometrium tumbuh berlebihan sebagai akibat respons terhadap estrogen.
Estrogen yang dominan bisa berasal dari ovarium dan bisa juga berasal dari luar
seperti pemberian estrogen sebagi terapi setelah menopause.
Perdarahan adalah gejala paling lazim. Kadang-kadang ada sekresi vaginal
yang purulen dengan sedikit darah. Nyeri adalah gejala lain yang timbul setelah
metastasis (Baradero et.al, 2006).

5. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan karsinoma endometrium stadium dini tidak memiliki gejala
yang jelas. Sejalan progresi penyakit, dapat timbul gejala sebagai berikut:
1) Perdarahan abnormal pervaginaan
Ini adalah tanda gejala paling utama dari karsinoma endometrium, insiden
mencapai 100% yang datang dengan keluhan ini mencapai 80%. Manifestasi
berupa perdarahan pervaginaan pasca menopause, kekacauan siklus haid pada
wanita usia reproduksi, masa haid memanjang, menoragia bahkan perdarahan
massif.
2) Sekresi abnormal pervaginaan
Manifestasi berupa sekresi sanguineus atau seperti air, ini disebabkan oleh
lelehan atau perdarahan dari tumor, bila disertai infeksi dapat timbul sekret
purulen dan berbau busuk. Gejala ini timbul lebih awal dari perdarahan
pervaginaan. Umumnya pada pasien pascamenopause. Sedangkan pada pasien
premenopause gejala ini jarang ditemukan.
3) Nyeri
Pasien stadium dini tidak merasa nyeri atau hanya ringan dan terabaikan,
dengan progresi penyakit, dapat timbul nyeri tegang abdomen bawah atau nyeri
intermitten. Umumnya berkaitan dengan retensi darah atau pus dalam kavum uteri
atau infeksi sekunder. Nyeri juga dapat dikarenakan pertumbuhan tumor, uterus
membesar dengan jelas, atau beradhesi dan terfiksasi dengan organ pelvis,
mendesak pleksus saraf sakral, hingga timbul nyeri tungkai bawah atau
lumbosakral, yang biasanya timbul pada stadium lanjut.
4) Manifestasi metastasis kanker
Bila tumor bermetastasis sistemik, seperti ke paru, hati, ginjal, otak, vagina
segmen bawah, dapat timbul gejala yang sesuai seperti batuk-batuk darah, nyeri
area hati, nyeri tulang, sakit kepala, dan muntah (Desen, 2008).
6. PENATALAKSANAAN
1) Terapi medis
a) Terapi operasi
Terapi operasi bertujuan untuk mengangkat rahim atau uterus apabila kanker
atau tumor telah bermetastase.
b) Radioterapi
Bertujuan sebagai kuratif, kadang hanya berefek untuk mengurangi gejala,
dan memperbaiki kualitas kehidupan.
c) Terapi medikametosa
(1) Terapi dengan hormon progestin berfungsi untuk mengurangi mitosis,
granul sitoplasma bertambah.
(2) Terapi anti estrogen
Tamoksifen merupakan senyawa trifenil heksena, tergolong hormon
nonsteroid, memiliki efek ganda yaitu anti estrogen dan estregonik. Obat
ini berkaitan dengan reseptor estrogen pada sel dan sitoplasma sehingga
secara efektif menghambat pertumbuhan tumor.
(3) Terapi dengan obat antitumor
Kemoterapi berfungsi sebagai adjuvan. Indikasi kemoterapi yaitu
kemoterapi pasca operasi terhadap kasus stadium dini yang memiliki
faktor resiko tinggi tertentu, kasus stadium lanjut dapat dilakukan operasi
radikal atau radioterapi dengan kemoterapi adjuvan, saat operasi terdapat
tumor residif atau pasien rekuren dengan metastasis (Desen, 2008).
2) Terapi non medis
a) Pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri sebelum
dilakukan tindakan kemoterapi
b) Pemberian teknik relaksasi otot progresif untuk menurunkan kecemasan
sebelum dilakukan tindakan kemoterapi
c) Memberikan pendidikan kesehatan mengenai kanker endometrium

7. KOMPLIKASI
1) Anemia
Anemia disebabkan oleh sifat fagosit sel tumor atau adanya pendarahan.
2) Obstruksi
Obstruksi disebabkan oleh pembesaran sel-sel tumor yang dapat menekan usus.

3) Depresi sumsum tulang


Depresi sumsum tulang disebabkan faktor penghasil sel darah merah dari sumsum
tulang sebagai sistem imun. Sel darah merah berusaha untuk menghancurkan sel-
sel tumor sehingga kerja sel-sel tumor optimal.
4) Perdarahan
Perdarahan disebabkan pembesaran tumor pada ovarium yang menyebakan ruptur
(Desen, 2008).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) PENGKAJIAN
a) Sistem integumen
(1) Perhatikan: nyeri, bengkak, phlebitis, ulkus
(2) Inspeksi kemerahan dan gatal, eritema
(3) Perhatikan pigmentasi kulit
(4) Kondisi gusi, gigi, mukosa, dan lidah
b) Sistem gastrointestinal
(1) Kaji frekuensi, durasi, berat ringan mual dan muntah setelah pemberian
kemoterapi
(2) Observasi perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
(3) Kaji diare dan kontipasi
(4) Kaji anoreksia
(5) Kaji: jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan
c) Sistem hematopoetik
(1) Kaji netropenia
Kaji tanda infeksi, auskultasi paru, perhatikan batuk produktif dan nafas
dispnoe,kaji suhu
(2) Kaji trombositopenia: < 50.000/m3 (menengah), < 20.000/m3 (berat)
(3) Kaji anemia
Warna kulit, capillary refill, dispnea, lemah, palpitasi, vertigo
d) Sistem respiratorik dan kardiovaskuler
(1) Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : dispnea, kering, batuk non-
produktif, terutama bleomisin
(2) Kaji tanda CHF
(3) Lakukan pemeriksaan EKG
e) Sistem neuromuscular
(1) Perhatikan adanya perubahan aktivitas motorik
(2) Perhatikan adanya parestesia
(3) Evaluasi refleks
(4) Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki
(5) Kaji gangguan pendengaran
(6) Kaji ADL
f) Sistem genitourinaria
(1) Kaji frekuensi BAK
(2) Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine
(3) Kaji: hematuria, oligouria, anuria
(4) Monitor BUN, kreatinin (Padila, 2013)

2) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang kanker endometrium adalah sebagai berikut:
a) Biopsi endometrium dan kuretasi segmental
Yaitu mengambil endometrium untuk diperiksa secara patologik merupakan
standar untuk diagnosis karsinoma endometrium.
b) Pemeriksaan histeroskopik
Pada waktu pemeriksaan dengan histeroskop, karena disuntikkan media
pendistensi uterus sehingga tekanan intra uterin akan meningkat, ada
kemungkinan sel kanker dalam rongga uteri mengalir ke kavum peritoneal
melalui tuba uterin atau menyebar melalui vaskuler. Oleh karena itu, terhadap
pasien yang telah terdiagnosa karsinoma endometrium tidak seharusnya dilakukan
pemeriksaan histeroskopi lagi.
c) Pemeriksaan sitologi
Apabila sel endometrium diluar masa haid tidak mudah eksfoliasi, sedangkan sel
kanker intra uterin setelah lepas mengalami disolusi, denaturasi, tidak mudah
diidentifikasi, maka penggunaan teknik sitologi untuk diagnosis karsinoma
endometrium hasil positifnya tidak setinggi pada kanker serviks uteri.
d) Pemeriksaan CT dan MRI
MRI dalam menunjukkan invasi ke lapisan otot uterus dan serviks uteri lebih baik
dari CT.
e) Zat penanda tumor
CA125 merupakan zat penanda tumor pada karsinoma epitel ovarium yang telah
dipastikan, penggunaan untuk karsinoma endometrium memiliki makna tertentu
(Baradero et.al, 2006).

3) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (000132)
b) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan karena diagnosis
kanker, takut sakit, kerugian yang dirasakan kewanitaan, atau usia subur (00146)
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia (00002)
(NANDA, 2012-2014)
4) PATHWAYS KEPERAWATAN
TERLAMPIR

5) INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan untuk pasien dengan kanker adalah sebagai berikut:
a) Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
dapat berkurang.
Tujuan:
(1) Pasien tidak meringis kesakitan menahan nyeri
(2) Pasien mengatakan rasa nyaman
(3) Skala nyeri berkurang
(4) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi keperawatan:

(1) Kaji pola nyeri dengan pola PQRST


Rasional: untuk mengetahui penyebab nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, skala
nyeri dan waktu terjadinya nyeri (durasi)
(2) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional: teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri karena respons relaksasi
merupakan bagian bagian dari penurunan fisiologis, kognitif, dan stimulus
perilaku. Relaksasi membantu seseorang untuk membangun ketrampilan
kognitif serta untuk mengurangi cara yang negatif dalam merespons situasi
dalam lingkungan mereka (Solehati dan Kosasih, 2015).
(3) Berikan posisi yang nyaman bagi pasien
Rasional: posisi yang nyaman akan merangsang peredaran darah menjadi
lancar sehingga produksi asam laktat menurun dan dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien (Solehati dan Kosasih, 2015).
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
Rasional: analgetik berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan nutrisi
pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
(1) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
(2) Pasien mengatakan tidak mual muntah
(3) Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
(4) Pemeriksaan hemoglobin dalam batas normal

Intervensi keperawatan:

(1) Kaji pola nutrisi dengan pola ABCD


Rasional: untuk mengetahui status nutrisi pasien
(2) Anjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk mengurangi mual muntah yang dirasakan
(3) Anjurkan klien makan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: untuk mmengurangi mual muntah yang dirasakan klien
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antimual
Rasional: untuk mengurangi rasa mual dan muntah
c) Kecemasan yang berhubungan dengan status kesehatan karena diagnosis kanker,
takut sakit,kerugian yang dirasakan kewanitaan, atau usia subur
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan rasa
cemas berkurang dengan kriteria hasil :
(1) Pasien tidak gelisah
(2) Pasien mengatakan sudah tidak cemas
(3) Angka kecemasan mengalami penurunan dari cemas berat menjadi kategori
kecemasan ringan
(4) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi keperawatan:

(1) Kaji tanda-tanda vital


Rasional: perubahan tanda-tanda vital menunjukkan perubahan tingkat
kecemasan
(2) Kaji pola tidur klien
Rasional: untuk mengetahui kualitas tidur klien
(3) Ajarkan teknik relaksasai otot progresif
Rasional: teknik relaksasi otot progresif dapat merilekskan otot otot sehingga
dapat menurunkan kecemasan
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti cemas
Rasional: untuk menurunkan tingakat kecemasan

Anda mungkin juga menyukai