TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di
dalam darah (Muttaqin & Sari, 2014). Secara definisi, gagal ginjal kronik disebut
juga sebagai Chronic Kidney Disease (CKD). Perbedaan kata kronik disini dibanding
dengan akut adalah kronologis waktu dan tingkat fisiologis filtrasi.
Gagal ginjal kronik merupakan kondisi penyakit pada gagal ginjal yang
persisten (keberlangsungan >3 bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan
Glomerular Filtration Rate (GFR) dengan angka GFR < 60ml/mnt/1,73m2 (Mc.
Clellan, 2006).
Berdasarkan analisa definisi diatas, jelas bahwa gagal ginjal kronik
merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan
gangguan persisten dan dampak yang bersifat kontinyu. Sedangkan National Kidney
Foundation (NKF) mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai
kondisi mikroalbuminuria/over proteinuria, abnormalitas sedimentasi, dan
abnormalitas gambaran ginjal (Prabowo & Pranata, 2014).
2. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang
sering adalah diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa penyebab
lainnya dari gagal ginjal kronis (Robinson, 2013) yaitu :
1) Penyakit Glomerular Kronis (Glomerulonefritis)
2) Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberculosis)
3) Kelainan Congenital (Polikistik Ginjal)
4) Penyakit vaskuler (Renal Nephroclerosis)
5) Obstruksi Saluran Kemih (Nephrolithisis)
6) Penyakit Kolagen (System Lupus Erythematosus)
7) Obat-obat nefrotoksik (aminoglikosida)
3. KLASIFIKASI
GFR
Stage Deskripsi
2
(ml/menit/1,73m )
increase of GFR
GFR
Tabel 1
4. PATOFISIOLOGI
Pada gagal ginjal kronik fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal
dari nefron. Insifiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR
(Glomerular Filtration Rate). Pada penurunan fungsi rata rata 50%, biasanya
muncul tanda dan gejala azotemia sedang, polyuria, nokturia, hipertensi dan sesekali
animea. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan
dan elektrolit pun terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronik
hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun mula waktunya saja yang
membedakan. Perjalanan dari ginjal kronik membawa dampak yang sistematik
terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan komplikasi (Madara, 2008).
5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki
fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan kronis secara
fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan
vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang di tunjukkan oleh gagal ginjal
kronis (Robinson, 2013; Judith, 2006):
1) Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari Hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya
penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
2) Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis, effuse
pericardial (kemungkinan bisa terjadi temponade jantung), gagal jantung, edema
periorbital dan edema perifer.
3) Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak nafas.
4) Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan userasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan
juga disertai parotitis, eaofagotis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus
halus/usus besar, colitis, dan pancreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti
seperti anoreksia, nausea dan vomiting.
5) Integumen
Kulit pucat, kekuning - kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan
urea pada kulit.
6) Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya
memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, pusing, koma, kejang. Dari hasil
EEG menunjukkan adanya perubahan metabolik encephalophaty.
7) Endokrin
Biasa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan
sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8) Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis) dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada
sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
9) Muskulokeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi miokard).
6. PENATALAKSANAAN
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronik adalah
untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan
secara maksimal untuk memperpanjang kehidupan klien. Sebagai penyakit yang
kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius,
sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien.
Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik (Robinson, 2013)
1) Perawatan kulit yang baik
Perhatikan hygiene pasien dengan baik melalui personal hygiene
(mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion
tanpa alcohol untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang
mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit tambah kering.
2) Jaga kebersihan
Lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang
lembut / spon. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan manis) untuk mengurangi
rasa tidak nyaman di mulut.
3) Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu makanan favorit
sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori, rendah natrium
dan kalium.
4) Pantau adanya hyperkalemia
Hyperkalemia biasanya ditunjukan dengan adanya kejang / kram pada lengan
dan abdomen, dan diare. Selain itu pemantauan hyperkalemia dengan hasil ECG.
Hyperkalemia bisa diatasi dengan dialisis.
5) Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi hiperfosfatemia dan hypokalemia bisa diatasi dengan pemberian
antasida (kandungan aluminium / kalsium karbonat)
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah
(Baughman, 2000) :
1) Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hypokalemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalfikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur patologi.
2) Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamika
(sering terjadi hipertrofi ventikel kiri).
3) Anemia
Selai berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritoprotein yang mengalami defisiensi di ginjal
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4) Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Fokus
1) Identitas Klien
2) Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan gagal ginjal kronis mengeluh berupa urine output
yang menurun, mual, muntah, anoreksia, fatigue, napas berbau urea,
diapforesis, dan pruritus.
3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada klien gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas karena komplikasi dari
gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit.
(2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Gagal ginjal kronis dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegasan masalah. Kaji riwayat ISK,
penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat yang bersifat
nefrotoksik, BPH yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada
beberapa penyakit yang berlangsung mempengaruhi gagal ginjal yaitu
diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kemih.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal bukan penyakit yang bersifat menular dan menurun. Namun,
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit gagal ginjal kronis, kaji pola kesehatan keluarga yang
diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum saat
sakit.
4) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Meliputi persepsi klien terhadap kesehatan dan penyakitnya. Apa yang
dilakukan klien bila merasa sakit.
6) Pemeriksaan Penunjang.
a) Pemeriksaan Laboratorium :
(1) Urin
(a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine
tidak ada (anuria).
(b) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
(c) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
(d) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
(2) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
(3) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
(4) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga
ada.
(5) Darah
(a) Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
(b) Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia.
Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
(c) SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
(d) GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik
(kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal
untuk mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
(e) Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium
atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
(f) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan
(hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan EKG mungkin
tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium
terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khuusnya
albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,
atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama
dengan urine.
b) Pemeriksaan Radiologi
(1) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
(2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
(3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
(4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
(5) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter /
kandung kemih dan adanya obtruksi (batu).
(6) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan
megidentifikasi ekstravaskuler, massa.
(7) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
(8) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
(9) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat
dengan diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan
pembatasan yang sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu antara
500-800 ml/hari.
(10) pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat
anti hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai
pengontol pada penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan
dialisis dan transplantasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(00026)
b. Ketiakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient (00002)
c. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan hipoksia (penurunan
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder terhadap penurunan COP) (00203)
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit
(mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung) (00029)
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi (00032)
f. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan perubahan turgor (dengan
akumulasi toksik dalam kulit dan uremia) (00046)
NANDA,(2012-2014)
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M., Hawks, J.H. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Possitive Outcome 7th edition. Philadelphia: W.B Saunders Company
Deswani. 2009. Proses Keperwatan Berfikir Kritis. Salemba Medika: Jakarta.
Jakarta
Kim et a. 2005. Effects of a relaxation breathing exercise on fatigue in haemopoietic
stem cell transplantation patients. Journal of clinical nursing 14 (1) 51-55
Mc Clellan WM, Schoolwerth AC, Gehr T. 2006. Management of Chronic Kidney of
Disease First Edition. USA; Profesional Communication Inc.
Muhammad, Asadi. 2012. Serba Serbi Gagal Ginjal. Jakarta : Diva Press
Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan : Nuha
Medika
Priyanto. 2010. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Pengaruh Fungsi
Ventilasi Oksigenasi Paru Pada Klien Post Ventilasi Mekanik. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta.