Anda di halaman 1dari 57

305

Nur Dianah, S.Ked


10700311

TUMOR MAMAE

A. Defenisi
Tumor atau neoplasma secara umum di artikan sebagai benjolan atau
pembengkakan yang disebabkan pertumbuhan sel abnormal dalam tubuh.
Pertumbuhan tumor dapat bersifat ganas (malignan) atau jinak (benign).
Tumor jinak mammae ialah lesi jinak yang disebabkan pertumbuhan sel
abnormal yang dapat terjadi pada payudara.

B. Anatomi Dan Fisiologi

Mammae dextra dan mammae sinistra berisi glandula mammaria dan


terdapat dalam fascia superficialis dinding thorax ventral. Pada wanita dan pria
memiliki sepasang mamma, namun pada pria glandula mamma tersebut tidak
berkembang dan mengalami rudimenter.
306

Mammae terletak di
bagian anterior dan termasuk
bagian dari lateral thoraks.
Kelenjar susu yang bentuknya
bulat ini terletak di fasia
pektoralis. Mammae melebar ke
arah superior dari iga dua, inferior
dari kartilago kosta enam dan
medial dari sternum serta lateral
linea midaksilanis. Pada bagian
mammae yang paling menonjol
terdapat sebuah papilla,
dikelilingi oleh daerah yang lebih gelap yang disebut areola. Terdapat Langer lines
pada kompleks nipple(papilla)-areola yang melebar ke luar secara sirkumfranse
(melingkar). Langer lines ini signifikan secara klinis kepada ahli bedah dalam
menentukan area insisi pada biopsi mammae. Pada bagian lateral atasnya jaringan
kelenjar ini keluar dari lingkarannya ke arah aksila, disebut penonjolan Spence
atau ekor payudara.

Mammae berisi 15-20 lobus glandula mammaria yang tiap lobusnya terdiri
dari bebrapa lobulus. Tiap-tiap lobulus memiliki saluran kearah papilla yang
disebut ductus laktiferus. Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga diantara
kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak yang disebut ruang
retromamer. Diantara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum
suspensorium Cooper yang berfungsi sebagai penyangga.

Struktur payudara terdiri atas:

- Parenkim epithelial

- Lemak, pembuluh darah, syaraf dan saluran getah bening

- Otot dan fasia


307

Vaskularisasi Dan Persyarafan

1. Arteri

Payudara mendapat perdarahan dari:

a. Rami intercostales arterioles dari anteria thoracica interna, yaitu


salah satu cabang dari arteri subclavia
b. Arteri thoracica lateralis (a. mamania ekstema) dan arteri
thoracoacromialis, yaitu cabang dari arteri axillanis
c. Arteri intercostales posterior, cabang pars thoracica aortae dalam
spatial intercostales I, II. dan IV

2. Vena

Pada payudara terdapat tiga grup vena:

a. Cabang-cabang perforantes v. mammaria intema


b. Cabang-cabang v. Aksilaris
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada v. interkostalis

3. Limfe

Penyaluran limfe dan mammae sangat penting peranannya dalam


metastase sel kanker.

a. Bagian terbesar disalurkan ke nodi lymphoidei axillares, terutama


ke kelompok pectoral, tetapi ada juga yang disalurkan ke kelompok
apical, subskapular, lateral, dan sentral.
Terdapat enam grup kelenjar getah bening axilla:
308

1. Kelenjar getah bening mammaria eksterna, terletak


dibawah tepi lateral m. pectorals mayor, sepanjang tepi
medial aksila.
2. Kelenjar getah bening scapula, terletak sepanjang vasa
subskapularis dan thorakodorsalis, mulai dari percabangan
v. aksilaris menjadi v. subskapularis sampai ke tempat
masuknya v. thorako-dorsalis ke dalani m. latissimus dorsi.
3. Keleniar getah bening sentral (Central node), terletak dalam
jaringan lemak di pusat ketiak. Kelenjar getah bening ini
relatif mudah diraba dan merupakan kelenjar getah bening
yang terbesar dan terbanyak.
4. Kelenlar getah bening interpectoral (Rotters node), terletak
diantara m. pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami
pektoralis v. thorakoakromialis.
5. Kelenjar getah bening v. aksilaris, terletak sepanjang v.
aksilaris bagian lateral, mulai dari white tendon m.
lattisimus dorsi sampai ke medial dan percabangan v.
aksilanis v. thorako-akromalis.
6. Kelenjar getah bening subklavikula, mulai dari medial
percabangan v. aksilanis v. thorako-akromialis sampai
dimana v. aksilanis menghilang dibawah tendon m.
309

subklavius. Kelenjar ini merupakan kelenjar axial yang


tertinggi dan termedial letaknya. Semua getah bening yang
berasal dan kelenjar-kelenjar getah bening aksila masuk ke
dalam kelenjar ini.

b. Sisanya disalurkan ke nodi limphoidei infraclaviculares,


supraclaviculares, dan parasternales.
c. Persyarafan (3)
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis
dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri
dipersarafi oleh saraf simpatik.
Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubung dengan
penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni nervus
interkostobrakialis, nervus kutaneus brakialis medialis yang
mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas.
Pada diseksi aksila, saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering
terjadi mati rasa pada daerah tersebut. 4 syaraf nervus pektoralis
yang menginervasi muskulus pektoralis mayor dan minor, nervus
torakodorsalis yang menginervasi muskulus latissimus dorsi, dan
nervus torakalis longus yang menginervasi muskulus serratus
anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan
diseksi aksila.

Fisiologi
Perkembangan dan fungsi payudara dimulai oleh berbagai hormon.
Estrogen diketahui merangsang perkembangan duktus mamilaris. Progesterone
memulai perkembangan lobules-lobulus payudara juga deferensiasi sd epitel.
Prolaktin merangsang laktogenesis.
1. Pubertas terjadi pembesaran payudara yang diakibatkan karena
bertambahnya jaringan kelenjar dan deposit jaringan lemak.
2. Siklus menstruasi pada fase premestruasi akan terjadi pembesaran vascular
dan pembesaran kelenjar, kemudian akan terjadi regresi kelenjar pada fase
pasca menstruasi.
310

3. Kehamilan dan laktasi : pada kehamilan tua dan setelah melahirkan,


payudara kolostrum sampai sekitar 3-4 han postpartum, kemudian sekresi
susu dimulai sebagai respon terhadap rangsang penghisapan dan bayi
(sucking refleks).
4. Monopouse : Lobulus beinvolusi. Lemak menggantikan

Perkembangan payudara dan fungsinya dipengaruhi oleh Bermacam


stimulus, diantaranya stimulus dari estrogen, progesteron, prolaktin, oksitosin,
hormon tiroid, kortisol dan growth hormon. Terutama estrogen, progesteron, dan
prolakltin telah dibuktikan memiliki efek tropik yang esensial dalam
perkembangan dan fungsi payudara normal. Estrogen mempengaruhi
perkembangan duktus, sedangkan progesteron berperandalam perubahan
perkembangan epitel dan lobular. Prolaktin adalah hormon primer yang
menstimulus laktogenesis pada akhir kehamilan dan pada periode postpartum.
Prolaktin meningkatkan regulasi reseptor hormon dan menstimulasi
perkembangan epitel.
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.
Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa
fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh
estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise,
telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua
adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan
menstruasi, payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang
tidak nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi, payudara
menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak
mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna
karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya
berkurang. Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobularis dan duktus alveolus
berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
311

Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) laktasi.


Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan
melalui duktus ke puting susu.

C. Jenis-Jenis Tumor Jinak Payudara

Fibroadenoma Mammae

Fibroadenoma adalah lesi yang sering terjadi pada mammae. Setelah


menopause, tumor tersebut tidak lagi ditemukan. Fibroadenoma sering membesar
mencapai ukuran 1 atau 2 cm. Kadang fibroadenoma tumbuh multiple (lebih 5 lesi
pada satu mammae), tetapi sangat jarang. Pada masa adolesens, fibroadenoma
tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama
kehamilan dan laktasi atau menjelang menopause, saat ransangan estrogen
meningkat. Nodul Fibroadenoma sering soliter, mudah digerakkan dengan
diameter 1 hingga 10 cm. Jarang terjadinya tumor yang multiple dan diameternya
melebihi 10 cm (giantfibroadenoma).
312

INSIDENS : Fibroadenoma merupakan neoplasma jinak yang terutama terdapat


pada wanita muda berusia 15-25 tahun. fibroadenoma terjadi secara asimptomatik
pada 25% wanita.

ETIOPATOGENESIS : Etiologi dari fibroadenoma masih belum diketahui pasti


tetapi dikatakan bahwa hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap
menjadi penyebabnya. Usia menarche, usia menopause dan terapi hormonal
termasuklah kontrasepsi oral tidak merubah risiko terjadinya lesi ini. Faktor
genetik juga dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat keluarga (first-
degree) dengan karsinoma mammae dikatakan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit ini. Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus
hiperplastik dari mammae yang dikenal sebagai kelainan dari pertumbuhan
normal dan involusi. Fibroadenoma sering terbentuk sewaktu menarche (15-25
tahun), waktu dimana struktur lobul ditambahkan ke dalam sistem duktus pada
mammae. Lobul hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap
merupakan bagian dari perkembangan mammae.

GAMBARAN KLINIS : Biasanya wanita muda menyadari terdapatnya benjolan pada


payudara ketika sedang mandi atau berpakaian. Kebanyakan benjolan berdiameter 2-3
cm, namun FAM dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar (giant fibroadenoma).
Pada pemeriksaan, benjolan FAM kenyal dan halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan
reaksi radang (merah, nyeri, panas), mobile (dapat digerakkan) dan tidak menyebabkan
pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting (puting masuk). Benjolan tersebut
berlobus-lobus. Tumor ini tidak melekat pada jaringan sekitarnya sehingga mudah
untuk digerakkan dan Kadang-kadang fibroadenoma tumbuh multipel. Mayoritas
313

tumor ini terdapat pada kuadran lateral superior dari mammae. Biasanya
fibroadenoma tidak nyeri, namun kadang nyeri jika ditekan.

DIAGNOSIS : Diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan fisik walaupun


dianjurkan juga untuk dilakukan aspirasi sitologi. Fine-needle aspiration (FNA)
sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat. Diagnosa fibroadenoma bisa
ditegakkan melalui gambaran klinik pada pasien usia muda dan karena itu,
mammografi tidak rutin dikerjakan. Fibroadenoma dapat dengan mudah didiagnosa
melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) atau biopsi jarum dengan diameter yang
lebih besar (core needle biopsi).

GAMBARAN HISTOPATOLOGIS : Menunjukkan stroma fibroblastik longgar


yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike) dilapisi epithelium yang terdiri
dari berbagai ukuran dan bentuk. Ductlike atau ruang glandular ini dilapisi dengan
lapisan sel tunggal atau multiple yang regular dan berbatas tegas serta membran
basalis yang intak

PENATALAKSANAAN : Pada fibroadenoma dilakukan eksisi dibawah


pengaruh anestesi lokal atau general. Fibroadenoma residif setelah pengangkatan
jarang terjadi. Sekiranya berlaku rekurensi, terdapat beberapa faktor yang diduga
berpengaruh. Pertama, pembentukan dari trulymetachronous fibroadenoma.
Kedua, asal dari tumor tidak diangkat secara menyeluruh sewaktu operasi dan
mungkin karena presentasi dari tumor phyllodes yang tidak terdiagnosa
314

Kista Mammae

Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular. Kista
terbentuk dari cairan yang berasal dari kelenjar payudara. Mikrokista terlalu kecil
untuk dapat diraba, Kista tidak dapat dibedakan dengan massa lain pada mammae
dengan mammografi atau pemeriksaan fisis dan ditemukan hanya bila jaringan
tersebut dilihat di bawah mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan terbentuk
makrokista. Makrokista ini dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat
mencapai 1 sampai 2 inchi.

INSIDENS : Dikatakan bahwa kista ditemukan pada 1/3 dari wanita berusia
antara 35 sampai 50 tahun. Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal
antara usia 45 dan 52 tahun, walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas
usia ini terutamanya pada individu yang menggunakan terapi pengganti hormon.

ETIOPATOGENESIS : Kista Mammae seperti fibroadenoma, kista mammae


merupakan suatu kelainan dari fisiologi normal lobular. Penyebab utama
terjadinya kelainan ini masih belum diketahui pasti walaupun terdapat bukti yang
mengaitkan pembentukan kista ini dengan hiperestrogenism akibat penggunaan
terapi pengganti hormon. Patogenesis dari kista mammae ini masih belum jelas.
Penelitian awal menyatakan bahwa kista mammae terjadi karena distensi duktus
atau involusi lobus. Sewaktu proses ini terjadi, lobus membentuk mikrokista yang
315

akan bergabung menjadi kista yang lebih besar; perubahan ini terjadi karena
adanya obstruksidari aliran lobus dan jaringan fibrous yang menggantikan stroma.

GAMBARAN KLINIS : Karekteristik kista mammae adalah licin dan teraba


kenyal pada palpasi. Kista ini dapat juga mobil namun tidak seperti fibroadenoma.
Gambaran klasik dari kista ini bisa menghilang jika kista terletak pada bagian
dalam mammae. Jaringan normal dari nodular mammae yang meliputi kista bisa
menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin semasa dipalpasi. Selama
perkembangannya, pelebaran yang terjadi pada jaringan payudara menimbulkan
rasa nyeri. Benjolan bulat yang dapat digerakkan dan terutama nyeri bila disentuh,
mengarah pada kista.

DIAGNOSIS : Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui pemeriksaan klinis


dan aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml.
Cairan dari kista bisa berbeda warnanya, mulai dari kuning pudar sampai hitam,
kadang terlihat translusen dan bisa juga kelihatan tebal dan bengkak. Mammografi
dan ultrasonografi juga membantu dalam penegakkan diagnosis
tetapi pemeriksaan ini tidak begitu penting bagi pasien yang simptomatik.

PENATALAKSANAAN : Eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae.


Namun terapi ini sudah tidak dilakukan karena simple aspiration sudah memadai.
Setelah diaspirasi, kista akan menjadi lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa
dideteksi dengan mammografi. Walaubagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa
tidak terdapat massa setelah dilakukan aspirasi. Terdapat dua cardinal rules bagi
menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni (1) massa menghilang secara
keseluruhan setelah diaspirasi dan (2) cairan yang diaspirasi tidak mengandungi
darah. Sekiranya kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan
eksisi direkomendasikan. Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista.
Indikasi pertama adalah sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah ( selagi
tidak disebabkan oleh trauma dari jarum ), kemungkinan terjadinya intrakistik
karsinoma yang sangat jarang ditemukan. Indikasi kedua adalah rekurensi dari
kista. Hal ini bisa terjadi karena aspirasi yang tidak adekuat dan terapi lanjut perlu
diberikan sebelum dilakukan eksisi.
316

Papilloma Intraduktus

Papilloma Intraduktus merupakan tumor benigna pada epithelium duktus


mammae dimana terjadinya hipertrofi pada epithelium dan mioepithelial. Tumor
ini bisa terjadi disepanjang sistem duktus dan predileksinya adalah pada ujung
dari sistem duktus yakni sinus lactiferous dan duktus terminalis.

INSIDENS : Papilloma Intraduktus soliter sering terjadi pada wanita


paramenopausal atau postmenopausal dengan insidens tertinggi pada dekade ke
enam.

ETIOPATOGENESIS : Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum


jelas. Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan
proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia.

GAMBARAN KLINIS : Hampir 90% dari papilloma intraduktus adalah dari tipe
soliter. Papilloma Intraduktus soliter sering timbul pada duktus laktiferus dan
hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang serous dan
bercampur darah. Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada area
subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis.
Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.

GAMBARAN HISTOLOGI : Secara histologi, tumor ini terdiri dari papilla


multipel yang masing-masing terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi sel epitel
kuboidal atau silinder yang biasanya terdiri dari dua lapisan terluar epitel
menutupi lapisan mioepitel.

PENATALAKSANAAN : Umumnya, pasien diterapi secara konservatif dan


papilloma serta nipple discharge dapat menghilang secara spontan dalam waktu
beberapa minggu. Apabila hal ini tidak berlaku, eksisi lokal duktus yang terkait
bisa dilakukan. Eksisi duktus terminal merupakan prosedur bedah pilihan sebagai
penatalaksanan nipple discharge. Pada prosedur ini,digunakan anestesi lokal
dengan atau tanpa sedasi. Tujuannnya adalah untuk eksisi dari duktus yang terkait
dengan nipple discharge dengan pengangkatan jaringan sekitar seminimal
317

mungkin. Apabila lesi benigna ini dicurigai mengalami perubahan kearah maligna,
terapi yang diberikan adalah eksisi luas disertai radiasi.

Kelainan Fibrokistik

Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia adalah


benjolan payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita. Benjolan ini
harus dibedakan dengan keganasan. Kelainan fibrokistik pada payudara adalah
kondisi yang ditandai penambahan jaringan fibrous dan glandular.

INSIDENS : Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada wanita berusia 25-
50 tahun (>50%).

GAMBARAN KLINIS : Kelainan ini terdapat benjolan fibrokistik biasanya


multipel, keras, adanya kista, fibrosis, benjolan konsistensi lunak, terdapat
penebalan, dan rasa nyeri. Kista dapat membesar dan terasa sangat nyeri selama
periode menstruasi karena hubungannya dengan perubahan hormonal tiap
bulannya. Wanita dengan kelainan fibrokistik mengalami nyeri payudara siklik
berkaitan dengan adanya perubahan hormon estrogen dan progesteron. Biasanya
payudara teraba lebih keras dan benjolan pada payudara membesar sesaat sebelum
menstruasi. Gejala tersebut menghilang seminggu setelah menstruasi selesai.
Benjolan biasanya menghilang setelah wanita memasuki fase menopause.
Pembengkakan payudara biasanya berkurang setelah menstruasi berhenti.

DIAGNOSIS : Kelainan fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan fisik,


mammogram, atau biopsi. Biopsi dilakukan terutama untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis kanker. Perubahan fibrokistik biasanya ditemukan pada
kedua payudara baik di kuadran atas maupun bawah.
Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan
seksama untuk membedakannya dengan keganasan. Apabila melalui pemeriksaan
fisik didapatkan benjolan difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di
bagian atas-luar payudara tanpa ada benjolan yang dominan, maka diperlukan
pemeriksaan mammogram dan pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi
318

berikutnya. Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau kehijauan,
sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan. Apabila
cairan yang keluar dari puting bukanlah darah dan berasal dari beberapa kelenjar,
maka kemungkinan benjolan tersebut jinak.

PENATALAKSANAAN : Medikamentosa simptomatis, operasi apabila


medikamentosa tidak menghilangkan keluhannya dan ditemukan pada usia
pertengahan sampai usia lanjut.

Tumor Filoides (Kistosarkoma filoides)

Tumor filodes atau dikenal dengan kistosarkoma filodes adalah tumor


fibroepitelial yang ditandai dengan hiperselular stroma dikombinasikan dengan
komponen epitel. Tumor filodes umum terjadi pada dekade 5 atau 6. Benjolan ini
jarang bilateral (terdapat pada kedua payudara), dan biasanya muncul sebagai
benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan dengan FAM. Ukuran bervariasi,
meskipun tumor filodes biasanya lebih besar dari FAM, mungkin karena
pertumbuhannya yang cepat. Tumor filoides merupakan suatu neoplasma jinak
yang bersifat menyusup secara lokal dan mungkin ganas (10-15%).
Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran yang besar.

INSIDENS : Tumor ini terdapat pada semua usia, kebanyakan pada usia 45 tahun.

GAMBARAN KLINIS : Tumor filoides adalah tipe yang jarang dari tumor
payudara, yang hampir sama dengan fibroadenoma yaitu terdiri dari dua jaringan,
jaringan stroma dan glandular. Berbentuk bulat lonjong dengan permukaan
berbenjol-benjol, berbatas tegas dengan ukuran yang lebih besar dari
fibroadenoma. Benjolan ini jarang bilateral (terdapat pada kedua payudara), dan
biasanya muncul sebagai benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan dengan
FAM. Ukuran bervariasi, meskipun tumor filodes biasanya lebih besar dari FAM,
mungkin karena pertumbuhannya yang cepat.
319

PENATALAKSANAAN : Tumor filoides jinak diterapi dengan cara melakukan


pengangkatan tumor disertai 2 cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar
yang normal. Sedangkan tumor filoides yang ganas dengan batas infiltratif
mungkin membutuhkan mastektomi (pengambilan jaringan payudara).
Mastektomi sebaiknya dihindari apabila memungkinkan. Apabila pemeriksaan
patologi memberikan hasil tumor filodes ganas, maka re-eksisi komplit dari
seluruh area harus dilakukan agar tidak ada sel keganasan yang tersisa.

Adenosis Sklerosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan kelainan
fibrokistik. Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara, yang mencakup
kelenjar-kelenjar yang lebih banyak dari biasanya. Apabila pembesaran lobulus
saling berdekatan satu sama lain, maka kumpulan lobulus dengan adenosis ini
kemungkinan dapat diraba. Adenosis sklerotik adalah tipe khusus dari adenosis
dimana pembesaran lobulus disertai dengan parut seperti jaringan fibrous.

Banyak istilah lain yang digunakan untuk kondisi ini, diantaranya adenosis
agregasi, atau tumor adenosis. Sangat penting untuk digarisbawahi walaupun
merupakan tumor, namun kondisi ini termasuk jinak dan bukanlah kanker.

GAMBARAN KLINIS : Apabila adenosis dan adenosis sklerotik cukup luas


sehingga dapat diraba, dokter akan sulit membedakan tumor ini dengan kanker
melalui pemeriksaan fisik payudara. Perubahan histologis berupa proliferasi
(proliferasi duktus) dan involusi (stromal fibrosis, regresi epitel). Adenosis
sklerosis dengan karakteristik lobus payudara yang terdistorsi dan biasanya
muncul pada mikrokista multipel, tetapi biasanya muncul berupa massa yang
dapat terpalpasi. Kalsifikasi dapat terbentuk pada adenosis, adenosis sklerotik, dan
kanker, sehingga makin membingungkan diagnosis.

PENATALAKSANAAN : Biopsi melalui aspirasi jarum halus biasanya dapat


menunjukkan apakah tumor ini jinak atau tidak. Namun dengan biopsi melalui
pembedahan dianjurkan untuk memastikan tidak terjadinya kanker.
320

Galaktokel
Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang
hamil atau menyusui atau dengan kata lain merupakan dilatasi kistik suatu duktus
yang tersumbat yang terbentuk selama masa laktasi. Galaktokel merupakan lesi
benigna yang luar biasa pada payudara dan merupakan timbunan air susu yang
dilapisi oleh epitel kuboid. Seperti kista lainnya, galaktokel tidak bersifat seperti
kanker.

GAMBARAN KLINIS : Biasanya galaktokel tampak rata, Kista menimbulkan


benjolan yang nyeri dan mungkin pecah sehingga memicu reaksi peradangan lokal
serta dapat menyebabkan terbentuknya fokus indurasi persisten. Benjolan dapat
digerakkan, walaupun dapat juga keras dan susah digerakkan

DIAGNOSIS : Untuk menegakkan diagnosa dilakukan skrining sonografi, dimana


akan terlihat penyebaran dan kepadatan tumor tersebut.

PENATALAKSANAAN : Penatalaksanaan galaktokel dilakukan dengan aspirasi


jarum halus untuk mengeluarkan sekret susu. Pembedahan dilakukan jika kista
terlalu kentaldan sulit di aspirasi

Mastitis
321

Mastitis adalah infeksi yang sering menyerang wanita yang sedang


menyusui atau pada wanita yang mengalami kerusakan atau keretakan pada kulit
sekitar puting.

ETIOPATOGENESIS : Kerusakan pada kulit sekitar puting tersebut akan


memudahkan bakteri dari permukaan kulit untuk memasuki duktus yang menjadi
tempat berkembangnya bakteri dan menarik sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi
melepaskan substansi untuk melawan infeksi, namun juga menyebabkan
pembengkakan jaringan dan peningkatan aliran darah.

GAMBARAN KLINIS : Pada mastitis menyebabkan payudara menjadi merah,


nyeri, dan terasa hangat saat perabaan. Terkadang sukar dibedakan dengan
karsinoma, yaitu adanya massa berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan
menimbulkan retraksi puting susu akibat fibrosis periduktal, dan bisa terdapat
pembesaran kelenjar getah bening aksila.

PENATALAKSANAAN : Pada mastitis dengan kondisi ini diterapi dengan


antibiotik. Pada beberapa kasus, mastitis berkembang menjadi abses atau
kumpulan pus yang harus dikeluarkan melalui pembedahan.

Ductus Ectasia
Ektasia duktus merupakan lesi benigna yang ditandai adanya pelebaran
dan pengerasan dari duktus.

INSIDENS : Ektasia duktus adalah kondisi yang biasanya menyerang wanita usia
sekitar 40 sampai 50 tahun dan di anggap sebagai variasi normal proses payudara
wanita usia lanjut.

GAMBARAN KLINIS : Adanya massa berupa ductus yang membesar dicirikan


dengan sekresi puting yang berwarna hijau atau hitam pekat, dan lengket. Pada
puting serta daerah disekitarnya akan terasa sakit serta tampak kemerahan.

PENATALAKSANAAN : Kondisi ini umumnya tidak memerlukan tindakan


apapun, atau dapat membaik dengan melakukan pengkompresan dengan air
322

hangat dan obat-obat antibiotik. Apabila keluhan tidak membaik, duktus yang
abnormal dapat diangkat melalui pembedahan dengan cara insisi pada tepi areola.

Nekrosis Lemak
Nekrosis lemak terjadi bila jaringan payudara yang berlemak rusak, bisa
terjadi spontan atau akibat dari cedera yang mengenai payudara. Ketika tubuh
berusaha memperbaiki jaringan payudara yang rusak, daerah yang mengalami
kerusakan tergantikan menjadi jaringan parut.

GAMBARAN KLINIS : Nekrosis lemak berupa massa keras yang sering agak
nyeri tetapi tidak membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya tidak
rata.

DIAGNOSIS : Karena kebanyakan kanker payudara berkonsistensi keras, daerah


yang mengalami nekrosis lemak dengan jaringan parut sulit untuk dibedakan
dengan kanker jika hanya dari pemeriksaan fisik ataupun mammogram sekalipun.

GAMBARAN HISTOPATOLOGIS : Terdapat nekrosis jaringan lemak yang


kemudian menjadi fibrosis.

PENATALAKSANAAN : Dengan biopsi jarum atau dengan tindakan


pembedahan eksisi

D. Tumor Ganas Payudara


Epidemiologi

Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara


berkembang, yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara
Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada
umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak
usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20
tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).
323

Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun

Gambar 2.12 Prevalensi Carcinoma mammae

(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

Etiologi

Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya


sangat mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain,
antara lain:

1. Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur
seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45
tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause,adapun pada usia
sebelum 35 tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara
adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada
wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung
lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut,
sehingga survival rates-nya lebih rendah
324

Grafik 2. Peningkatan Resiko Ca Mammae seiring dengan bertambahnya


usia dimulai pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 65
tahun.

2. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.

3. Pernah menderita kanker payudara


Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae
primer mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca
mammae kontralateral.Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau
kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara.
Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada
payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.

4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara


Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau
pramenopause.
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita
yang ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara.
Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara
sebelum usia 40 tahun. Risiko lebih meningkat bila terdapat kerabat/saudara
(baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara. Risiko
juga meningkat apabila keluarga menderita kanker bilateral atau saat
premenopause.

5. Hormonal
325

Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko


untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat
peningkatan maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan
dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-medroxyprogesterone
acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan
bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post
menopause sedikit meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika
pada wanita yang menerima Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut
sebelumnya pernah menderita kelainan benigna pada mammae-nya

6. Faktor diet

The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of


Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan
berlemak dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan
dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali
lipat karena,akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan
meningkatkan risiko kanker.Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang
lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum

7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker


Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya
jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara
(hiperplasia atipik).

8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun


Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara.
Risiko menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang
mengalami menarche sebelum usia 12 tahun.

9. Menyusui dan Menopause


326

Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari
6 bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk
menderita Ca mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun
saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami
menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia
45 tahun. Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae,
misalnya pada wanita-wanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan
ovarium) pada usia kurang dari 35 tahun.

10. Kepadatan Jaringan Payudara


Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak.Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko
untuk menjadi kanker payudaranya meningkat

11. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang
obesitas.Sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari
konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak,
dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang.Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae
mempunyai hubungan langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca
mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita
tidak obese.

12. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan
pernah menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut
postpartum mastitis, dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy
thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative kecil
beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
327

13. Paritas dan Fertilitas


Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih
tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita
yang pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca
mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk
pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan
adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan kurangnya
konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan
melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai
resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan nullipara.

14. Perubahan payudara tertentu


Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat
abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan
lobular carcinoma in situ (LCIS)

15. Perubahan Genetik


Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1,BRCA2, dan beberapa gen lainnya.
BRCA1 dan BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-
1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,poorly differentiated, dan
tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan
invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan
reseptor hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang
abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia
yang lebih dini.
328

Gambar 2.13 Kuadran mammae

(Skandalakis)

Klasifikasi Kanker Payudara

1. Non invasive carcinoma


a) Ductal carcinoma in situ

Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk


pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.
Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker
di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat
dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak
beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi
329

mikro (microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa


gejala kanker.

DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya


massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter
melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker
payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak
ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran
ke seluruh tubuh.

DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.
Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut
comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya,
terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

A B
330

Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar
keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular
atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 2.15 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan
pada tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari
papilla mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus.
Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal
Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan
331

kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu


populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid).
Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan
untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified
radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.
332

II. Invasive ductal carcinoma


a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex,
NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara
dan pada 60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik
mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya
terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade
kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya
kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak
permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah
dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul
dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang
bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan
merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan
dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi
sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus
ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat
terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik
besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada
diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya
kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor
hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival
rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular
carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe
khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker
333

payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor


yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena
komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat
pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering
menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang
mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan
menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah
dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada
periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat,
nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat
mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat
menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal,
multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi
334

IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)


Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien 1

Location Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)

Nipple 2.2 1.7 1.9

Central 6.0 5.3 6.1

Upper inner 7.3 9.2 8.3

Lower inner 3.8 4.7 3.9

Upper outer 37.0 36.9 37.1

Lower outer 5.8 6.4 5.7

Axillary tail 0.8 0.8 0.6

Overlapping* 18.6 18.2 19.9

NOS (not otherwise specified) 18.6 16.8 16.5

*Lesions overlap between two quadrants within the breast.


335

Staging 6

Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut
ukuran tumor)

T1 Tumor 2 cm

T1mic Microinvasion 0.1

T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding


dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau
ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c Kriteria T4a dan T4b

T4d Inflammatory carcinoma


336

Kelenjar Getah BeningKlinis (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah


diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan


atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat


atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary


ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral

N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)

pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau
tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
337

pN0(i) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+),
IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)

pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)

pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara
klinis tidak tampak

pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara


mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak

pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara
klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila,
KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB
internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla

pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara


klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau


secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB
aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB
internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau


metastasis ke KGB infraklavikula
338

pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan


terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis
ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan
kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB
sentinel, tidak tampak secara klinis

pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan
atau dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.

Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali
dengan lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.

Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari
KGB. Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi
KGB aksila yang selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+)
(sn).

RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.

SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer:


AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1a N0 M0
339

Stage IIA T0 N1 M0

T1a N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1a N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

T1 termasuk T1 mic.

SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer:


AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

Diagnosis

a. Anamnesa
340

Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :

1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting


susunya

a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah


ketiak
b. Puting susu terasa mengeras

2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya

a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara


b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.

3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu

Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel
kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe
yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai
bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)

Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada


payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan
meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu
dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)

b. Pemeriksaan fisik
341

1. SADARI (Pemeriksaan payudara sendiri)

Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila


terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat
menurunkan angka kematian. Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah
pada wanita muda, namun sangat penting untuk diajarkan SADARI semasa muda
agar terbiasa melakukannya di kala tua. Wanita premenopause (belum memasuki
masa menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah
siklus menstruasinya selesai.
Cara melakukan SADARI adalah :

1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri


menghadap cermin.

2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit
payudara, dan puting yang masuk.

3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak


pinggang untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk
memperjelas kerutan pada kulit payudara.

4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.

5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak.

6. Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.


342

2. Inspeksi

Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6
343

2. Palpasi

Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi


kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

Gambar 2.17 Pemeriksaan Mamae dengan Palpasi

c. Pemeriksaan penunjang
344

1. Mammografi

Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk


mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.(6,9)

Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan


teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas
gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1
sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray
thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat
digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai
2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO).
MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk
kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO,
CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan
memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.

Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan


tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran
mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat
dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris
jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi
ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang mungkin
merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih
akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium
awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan
National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita
diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada
usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai
dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening
mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma
345

mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan
mammografi.7

2. Ultrasonografi (USG)

Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk


membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan
dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas
dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau
bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga
berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk
mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan
lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis
dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan
diameter 1 cm.6

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada


mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.(6)

MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.(7)

4. Biopsi

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan


346

sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak
akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi
FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi
semuanya menunjukkan hasil negatif.

Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti


jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7

Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum


memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan
hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya
core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS
saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-
needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7

5. Biomarker

Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker


sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
347

histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma. (8)

Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara
lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA),
BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3)
petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti
human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor
receptor (EGFr) dan (5) p53. (6)

Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American
Cancer Society(4) :
Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram
secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan
setiap tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis
payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan
kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara
sendiri mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi
ke dokter bila menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan
MRI dan mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram
setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai
pemeriksaan MRI atau tidak.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI
periodik tiap tahun.
Wanita termasuk risiko tinggi bila :
o mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
o mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-
adik) yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik
o mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor
348

risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga


o pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-
30 tahun
o mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau
Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat
tingkat pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.

Wanita dengan risiko sedang bila :

o mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor


risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga

o mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal


carcinoma in situ (DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS),
atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular
hyperplasia (ALH)

o mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan


terlihat pada pemeriksaan mammogram

Tabel 1.5. Penilaian risiko kanker payudara6


349

Faktor risiko Relative Risk

Usia menarche (tahun)

>14 1.00

1213 1.10

<12 1.21

Umur (tahun)

Pasien tanpa saudara yg menderita kanker

<20 1.00

2024 1.24

2529 or nullipara 1.55

30 1.93

Pasien dengan saudara dekat tingkat satu yg menderita


kanker

<20 1.00

2024 2.64

2529 or nullipara 2.76

30 2.83

Pasien dengan saudara dekat tingkat dua yg menderita


kanker

<20 6.80

2024 5.78

2529 or nullipara 4.91

30 4.17

Breast biopsies (n)


350

Faktor risiko Relative Risk

Pasien berumur < 50 tahun saat konseling

0 1.00

1 1.70

2 2.88

Pasien berumur 50 tahun saat konseling

0 1.00

1 1.27

2 1.62

Atypical hyperplasia

No biopsies 1.00

At least 1 biopsy, no atypical hyperplasia 0.93

No atypical hyperplasia, hyperplasia status unknown for at least 1.00


1 biopsy

Atypical hyperplasia in at least 1 biopsy 1.82

Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya
bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal
mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan
sitostatika adjuvant.
351

Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama
untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium
IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan
dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV
pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.

Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal
lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan
dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi
paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan
metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.(7,10)

Terapi secara pembedahan

1. Mastektomi partial (breast conservation)

Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy
dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
352

dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.

Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node
biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan
adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif,
diseksi KGB akilla tidak dilakukan.7

Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:

Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh


tumornya saja. Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae
Eksisi seluruh tumor beserta jaringan
mammae yang melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas
tumor.
Eksisi seluruh tumor beserta seluruh
quadrant mammae yang mengandung tumor dan kulit yang menutupinya
(quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien
dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy
segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko
kekambuhannya tinggi.

2. Modified Radical Mastectomy

Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara
yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi
merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical
Operation)

Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
353

digunakan oleh para ahli bedah.

Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlo


M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor
dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon
memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak
mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III)
dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.
Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M.
Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar
limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang
memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling
populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.

3.Total Mastectomy

Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup
operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total
mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi
radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan
sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat,
juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel ganas
sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)

Terapi secara medikalis (non-pembedahan)

1. Radioterapi

Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.


Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk
stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
354

Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.(6)

2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate,
Fluorouracil).

Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera


setelah pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun.
Pengobatan ini menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka
harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif
dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun
penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.

Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka
di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya
sementara. Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat
ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali
selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi,
tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama
beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan
perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.

Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai


terapi lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan
dengan estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih
hormon (misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit
jantung serta meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen
tidak mengurangi hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat
menopause.
355

Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:

Kanker yang didukung oleh estrogen


Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2
tahun setelah terdiagnosis
Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia
40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen
dalam jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami
menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan
obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan
estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung
telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat
hormon yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan
untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone
(suatu hormon steroid) biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena
aminoglutetimid menekan pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.

a. Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae


tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe,
tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.

Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,


356

doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.

Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif


dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. (6)

b. Neoadjuvant chemotherapy

Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum


dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar
untuk dilakukan lumpectomy.

Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah


kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb,
kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor
tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy,
diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. (6)

3. Terapi anti-estrogen

Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor
hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan
pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.

Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen


menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak
adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi
cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan
357

tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan


setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk
ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut
terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal.6,7

4. Terapi antibodi anti-HER2/neu

Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru


didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

Prognosis

Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil
akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I
adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. (6)

KESIMPULAN

1. Tumor Mamae (payudara) diklasifikasikan menjadi 2 kelompok kategori yaitu,


358

tumor payudara jinak (benign) dan tumor payudara ganas (maligna).


2. Hampir 40 % pasien wanita yang datang berobat ke dokter atau rumah sakit,
datang dengan kelainan lesi jinak payudara. Selain tingginya insiden dari lesi
mamae yang bersifat benign, keganasan pada kelenjar mamae juga menjadi
penyebab utama kematian pada wanita.
3. Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk
menjadi kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari.
4. Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi
benigna pada mayoritas dari pasien.
5. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif
tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus
kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di
antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang
berkembang (Moningkey, 2000).
6. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah
karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
rutin payudara.
7. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard
diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik

DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty
G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition.
359

Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.

2. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.

3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah


Onkologi Indonesia. Semarang.2003

4. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara.


Medika; Januari 2000. Jakarta.

5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997

6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,


Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta

7. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas


Publishing House PVT LTD.

9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty
G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.

10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S,
Wilson R, Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual.
London: Greenwich Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20

11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood
W.C, ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University
Press. p 107

12. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery.
360

Second edition. Elsevier. p 453

13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder
G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
p 19-21

14. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In:
Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. 67, 81-82

15. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs
Principles of Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company.

16. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2010. Pathology of Benign Breast Disorders. In:
Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the
Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p
15

17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2009. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R,
Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34

18. Skandalakis et all. 2010. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second


edition. NewYork: Springer Science and Business Media Inc.

19. Zollinger R.M. 2013. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger
Atlas of Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company
361

Anda mungkin juga menyukai