Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan
kuasanya sehingga makalah yang membahas tentang ANTIPSIKOTIK - Fenotiazin dan
Dihidroindolon ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Selanjutnya tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing serta
berbagai pihak lain yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian makalah yang telah
kami buat .Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam berbagai aspek. Untuk semua itu kelompok kami mengharapkan saran
dan kritikan dari berbagai pihak yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih
sempurna.
Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat memberikan banyak pengetahuan dan
manfaat bagi pembaca pada umumnya, khususnya memberikan banyak pengetahuan dan
manfaat bagi kami sebagai penyusun makalah ini

Pontianak, 22 Oktober 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C. Tujuan.............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
A. Pengertian Gangguan Psikotik................................................................................. 3
B. Pengertian Antipsikotik......................................................................................... 3
C. Cara Kerja Obat Antipsikotik.................................................................................. 3
D. Peringatan Dan Kontraindikasi................................................................................ 3
E. Efek Samping Obat Antipsikotik.............................................................................. 4
F. Obat - Obatan..................................................................................................... 6
a. Derivat Fenotiazin............................................................................................. 6
b. Dihidroindolon................................................................................................. 8
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 9
A. Kesimpulan........................................................................................................ 9
B. Saran................................................................................................................ 9
Daftar Pustaka............................................................................................................ 10

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa
di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Pada tahun 2001 WHO
menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami gangguan kesehatan
jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO wilayah Asia
Tenggara hampir 1/3 dari penduduk di wilayah ini penah mengalami gangguan
neuropsikiatri. Hal ini dapat dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1995 saja di Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga
menderita gangguan kesehatan jiwa. Arul Anwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen kesehatan) mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di
masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan
jiwa rasa cemas depresi, stress,, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia.
Di era globalisasi, gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari
kalangan bawah sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga
terkena gangguan jiwa (Yosep, 2009).
Undang Undang Kesehatan Jiwa No. 03 tahun 1966 ditetapkan oleh pemerintah
Republik Indonesia (RI), maka jalan lebih terbuka untuk mnghimpun semua potensi guna
secara bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas
kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa mngadakan kerjasama dengan
berbagai instansi pemerintahan dan dengan bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dari Fakultas
Kedokteran pemerintah maupun dengan badan Internasional (Maramis, 2004). Pemberian
obat yang tidak tepat dengan standar dan tujuan terapi, maka akan merugikan pasien.
Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, dosis, obat dan pasien
sering kali dijumpai dalam praktik sehari hari, baik di PUSKESMAS, rumah sakit maupun
swasta. Hal tersebut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi pengobatan skizofrenia
(Anonim, 2000).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian gangguan psikotik ?
2. Apakah pengertian antipsikotik ?
3. Bagaimana cara kerja obat antipsikotik ?
4. Apa sajakah peringatan dan kontraindikasi obat antipsikotik ?
5. Apa sajakah efek samping obat antipsikotik ?
6. Apa sajakah obat obatan yang biasa digunakan pada gangguan psikotik ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gangguan psikotik
2. Untuk mengetahui pengertian antipsikotik
3. Untuk mengetahui cara kerja obat antipsikotik

1
4. Untuk mengetahui peringatan dan kontraindikasi obat antipsikotik
5. Untuk mengetahui efek samping obat antipsikotik
6. Untuk mengetahui obat obatan yang biasa digunakan pada gangguan psikotik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Psikotik


Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang memengaruhi cara orang berpikir,
merasa dan berperilaku. Para penderita gangguan psikotik mungkin memiliki kesulitan
mengenali apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya tidak terjadi. Gejala
gangguan psikotik dialami oleh penderita gangguan bipolar, depresi, psikosis yang berkaitan
dengan penggunaan narkoba dan skizofrenia.
Mereka yang mengidap gangguan psikotik mungkin memiliki satu atau beberapa
gejala berikut:
Halusinasi: Seseorang yang menderita halusinasi melihat, mendengar, merasa, mencium
atau mengecap sesuatu yang sebenarnya tidak ada di situ. Contoh halusinasi ialah
mendengar suara-suara yang tidak kedengaran oleh orang lain.
Delusi: Seseorang yang menderita delusi memiliki keyakinan akan hal-hal yang tidak
benar. Misalnya, orang tersebut mungkin percaya bahwa ada orang lain yang tengah
membaca pikirannya.
Pikiran kacau: Seseorang yang menderita pikiran kacau mungkin tidak mampu berpikir
jernih.
Obat-obat antipsikotik dapat membantu mengendalikan gejala tersebut.

B. Pengertian Antipsikotik
Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam
berbagai saraf di otak. Antipsikotik atipikal juga meningkatkan keefektifan serotonin. Obat
antipsikosis juga dikenal sebagai `neuroleptik`.
Antipsikotik adalah obat-obat tranquolozer mayor yang menyebabkan terjadinya
revolusi dibidang psikiatri dengan memberikan penatalaksanaan yang efektif terhadap
sejumlah besar kasus penderita psikotik. Efek antipsikotiknya bukan akibat efek sedasi
tetapi melalui kerja spesifik pada gangguan proses pikir dan gangguan mood.
Obat-obat antipsikotik ialah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati jenis
gangguan jiwa yang disebut gangguan psikotik. Terdapat dua jenis utama obat antipsikotik:
a. Tipikal: Ini merupakan obat antipsikotik lama.
b. Atipikal: Ini merupakan obat antipsikotik baru.

C. Cara Kerja Obat Antipsikotik


Cara kerja obat-obat antipsikotik otak anda memproduksi zat kimia alami yang
penting untuk kerja otak. Penderita gangguan psikotik mungkin memiliki kadar zat kimia
otak yang kurang seimbang. Obat-obat antipsikotik membantu memulihkan zat kimia otak
ini hingga kadarnya sehat dan seimbang.

3
D. Peringatan Dan Kontraindikasi
Antipsikosis sebaiknya digunakan dengan hatihati pada pasien dengan gangguan
hati, gangguan ginjal, penyakit kardiovaskular, penyakit parkinson (dapat diperburuk oleh
antipsikotik), epilepsi (dan kondisi yang mengarah ke epilepsi), depresi, miastenia gravis,
hipertrofi prostat, atau riwayat keluarga atau individu glaukoma sudut sempit (hindari
klorpromazin, perisiazin, dan proklorperazin pada kondisi ini). Perhatian juga diperlukan
pada penyakit saluran napas yang berat dan pada pasien dengan riwayat jaundice atau yang
memiliki riwayat diskrasia darah (Lakukan hitung darah jika timbul infeksi atau demam
yang tidak diketahui penyebabnya).
Antipsikotik sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia, terutama yang
rentan terhadap hipotensi postural serta hipertermi atau hipotermi pada kondisi cuaca yang
sangat panas atau dingin. Pertimbangan serius sebaiknya diberikan sebelum meresepkan
obat ini pada pasien lansia. Fotosensitisasi dapat timbul pada dosis yang lebih tinggi, pasien
sebaiknya menghindari paparan sinar matahari langsung.
Obat antipsikotik mungkin dikontraindikasikan pada keadaan tidak sadar (koma),
depresi susunan saraf pusat, dan paeokromositoma. Sebagian besar antipsikotik lebih baik
dihindari selama kehamilan, kecualli jika sangat diperlukan dan disarankan untuk berhenti
menyusui selama menjalani

E. Efek Samping Obat Antipsikotik


Efek Samping Non Neurologis
1. Efek pada jantung
Antipsikotik potensi rendah lebih bersifat kardiotoksik dibandingkan dengan antipsikotik
potensi tinggi. Chlorpromazine menyebabkan perpanjangan interval QT dan PR,
penumpulan gelombang T, dan depresi segmen ST. Thioridazine, khususnya memiliki
efek yang nyata pada gelombang T dan disertai dengan aritmia malignan, seperti torsade
de pointes yang sangat mematikan. Selain itu kematian mendadak juga disebabkan
karena timbulnya takikardia ventrikuler atau fibrilasi ventrikuler. Untuk mengantisipasi
hal tersebut sebaiknya pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dilakukan
pemeriksaan EKG serta pemberian serum potassium dan magnesium.
2. Hipotensi Ortostatik (Postural)
Hipotensi ortostatik (postural) terjadi akibat penghambatan adrenergic yang paling sering
disebabkan oleh antipsikotik potensi rendah, khususnya chlorpromazine dan thioridazine.
Keadaan ini terjadi selama beberapa hari pertama terapi dan memiliki toleransi yang
cepat yaitu sekitar 2-3 bulan. Bahaya utama dari hipotensi ortostatik adalah adanya
kemungkinan pasien terjatuh, pingsan, dan mencederai dirinya.
Jika menggunakan antipsikotik potensi rendah intramuscular (IM), tekanan darah pasien
harus diperiksa sebelum dan setelah pemberian dosis pertama dalam beberapa hari
pertama terapi. Pemberian epinefrin dikontraindikasikan karena dapat memperburuk
hipotensi. Metaraminol dan norepinefrin sebagai agen pressor adrenergic -1 murni
adalah obat terpilih. Untuk antipsikosis dosis dapat diturunkan atau diganti dengan obat
yang tidak menghambat adrenergic.1,5,8
3. Efek Hematologis
Gangguan hematologis yang membahayakan yang dapat terjadi akibat pemakaian
antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine dan pada hampir semua
antipsikotik adalah agranulositosis. Agranulositosis adalah suatu kumpulan gejala yang

4
ditandai dengan penurunan bermakna jumlah granulosit yang beredar, neutropeni berat
yang menimbulkan lesi-lesi di tenggorokan, selaput lendir lain, saluran cerna dan kulit.
Pada kebanyakan kasus, gejala ini disebabkan oleh sensitasi terhadap obat-obatan, zat
kimia, radiasi yang mempengaruhi sumsum tulang dan menekan granulopoiesis.
Agranulositosis paling sering terjadi selama tiga bulan pertama terapi dengan insidensi
sekitar 5 dari 10.000 pasien yang diobati dengan antipsikotik. Jika pasien melaporkan
adanya suatu nyeri tenggorokan atau demam, hitung darah lengkap harus segera
dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya agranulositosis. Jika indeks darah
rendah, antipsikotik harus segera dihentikan. Angka mortalitas dari komplikasi setinggi
30%.
4. Efek Antikolinergik Perifer
Obat antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine, dan trifluoperazine adalah
antikolinergik yang poten. Mulut kering merupakan efek yang mengganggu beberapa
pasien dan dapat mempengaruhi kepatuhan terapi. Pasien dapat dianjurkan sering
membilas mulutnya dengan air dan tidak mengunyah permen karet atau permen yang
mengandung gula, karena hal tersebut dapat menyebabkan infeksi jamur pada mulut dan
peningkatan insidensi karies gigi. Konstipasi harus diobati dengan perbanyak olahraga,
cairan, diet tinggi serat, serta preparat laksatif biasa, tetapi kondisi ini masih dapat
berkembang menjadi ileus paralitik. Pada kasus tersebut diperlukan penurunan dosis atau
penggantian dengan obat yang kurang antikolinergik. Pilocarpine mungkin berguna pada
beberapa pasien dengan retensi urin.
5. Efek Endokrin
Penghambatan reseptor dopamine pada saluran tuberinfundibular menyebabkan
peningkatan sekresi prolaktin, yang dapat menyebabkan pembesaran payudara,
galaktorea, impotensi pada laki-laki, dan amenore serta penghambatan orgasme pada
wanita. Untuk mengatasi efek samping tersebut dapat dilakukan penggantian obat
antipsikotik yang diberikan. Pada keadaan impotensi sebagai efek obat dapat diberikan
bromokriptin. Untuk gangguan pada orgasme maupun penurunan libido dapat diberikan
brompheniramine (bromfed), ephedrine (Primatene), phenylpropanolamin (Comtrex),
midrione, dan imipramin (tofranil). Priapisme dan laporan orgasme yang nyeri juga
dilaporkan, kemungkinan kedua hal tersebut terjadi akibat aktivitas antagonis adrenergic
1. Peningkatan berat badan juga merupakan efek endokrin yang paling sering terjadi
akibat penggunaan antipsikotik tipikal. Peningkatan berat badan nantinya akan menjadi
resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan dislipidemia.
6. Efek Dermatologis
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien, paling
sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik tipikal potensi rendah,
khusunya chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki,
dan erupsi edematous telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam
minggu pertama dan menghilang dengan spontan. Pasien harus diperingatkan tentang
efek tersebut, yaitu agar tidak berada dibawah sinar matahari lebih dari 30-60 menit, dan
harus menggunakan tabir surya. Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa
kasus diskolorasi biru-kelabu pada kulit pada daerah yang terpapar dengan sinar
matahari.
7. Efek pada Mata
Thioridazine disertai dengan pegmentasi ireversibel pada retina bila diberikan dalam
dosis lebih besar dari 800 mg sehari. Gejala awal dari efek tersebut kadang-kadang

5
berupa kebingungan nocturnal yang berhubungan dengan kesulitan penglihatan malam.
Pigmentasi dapat berkembang menjadi kebutaan walaupun thioridazine dihentikan
karena tidak bersifat reversible. Chlorpromazine berhubungan dengan pigmentasi mata
yang relatif ringan, ditandai oleh deposit granular coklat keputihan yang terpusat di lensa
anterior dan kornea posterior yang dapat timbul bila pasien mengingesti 1-3 kg
chlorpromazine selama hidupnya. Deposit dapat berkembang menjadi granula putih opak
dan coklat kekuningan. Keadaan ini hampir tidak mempengaruhi penglihatan pasien.
8. Ikterus
Ikterus obstruktif atau kolestatik adalah suatu efek samping yang relative jarang terjadi
dalam penggunaan antipsikotik tipikal. Biasanya ikterus muncul pada bulan pertama
terapi dan ditandai oleh nyeri abdomen bagian atas, mual, muntah, gejala mirip flu,
demam, ruam, bilirubin pada urin dan peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase dan
transaminase hati. Jika ikterus terjadi, maka terapi harus diberhentikan dan diganti.
Ikterus dilaporkan terjadi pada penggunaan promazine, thioridazine, dan sangat jarang
terjadi pada fluphenazine dan trifluoperazine.
9. Overdosis Antipsikotik
Gejala overdosis antipsikotik berupa gejala ekstrapiramidal, midriasis, penurunan reflex
tendon dalam, takikardia, dan hipotensi. Gejala overdosis yang parah adalah delirium,
koma, depresi pernapasan, dan kejang. Terapi overdosis antipsikotik harus termasuk
pemakaian arang aktif (activated charcoal), jika memungkinkan lavage lambung dapat
dipertimbangkan. Terapi kejang dengan diazepam serta hipotensi dengan norepinefrin
juga merupakan terapi overdosis antipsikotik atipikal.
Efek Samping Neurologis
Obat antipsikotik tipikal memiliki efek samping neurologis yang mengganggu dan beberapa
efek neurologis yang kemungkinan bersifat serius. Efek neurologis tersebut dikenal sebagai
efek sindrom ekstrapiramidal. Pentingnya mengetahui efek samping neurologis akibat terapi
dibuktikan pada DSM-IV yang memasukkan efek samping tersebut sebagai kelompok
tersendiri gangguan pergerakan akibat medikasi.

F. Obat - Obatan
Adapun kelompok obat-obatan umum yang digunakan adalah :
KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine,Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellaril) 150-800 mg
Trifluoperazin(Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

6
a. Derivat Fenotiazin
Farmakodinamik :Salah satu derivat dari fenotiazin adalah Klorpromazin
(CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Derivat fenotiazin lain dapat
dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti fenotiazin.CPZ (largactill) berefek
farmakodinamik sangat luas. Largactill diambil dari kata large action.
Sususan Saraf Pusat: CPZ menimbulkan efek sedasi disertai sikap acuh tak
acuh terhadap rangasangan lingkungan. Pada pemakaina lama dapat timbul toleransi
terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari status emisinal penderita
sebelum minum obat. Klorpromazin berefek antispikosis terlepas dari efek sedasinya.
CPZ menimbulkan efek menenangkan pada hewan buas. Efek ini juga dimiliki oleh
obat obat lain, misalnya barbiturat, narkotij, memprobamat, atau klordiazepoksid.
Bebeda dengan barbiturat, CPZ tidak dapat mencengah timbulnya konvulsi akibat
rangsang listrik maupun rangsang obat. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi
gangglia basal, sehimgga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal).
CPZ dapat mempengaruhi atau mencengah muntah yang disebabkan oleh rangsangan
pada chemo reseptor trigger zone. Muntah disebabkan oleh kelainan saluran cerna atau
vestibuler.fenotiazin terutama yang potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan
sehingga penggunanya pada pasien epilepsi harus berhati-hati. Otot Rangka: CPZ
dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada daam keadaan spastik. Cara
kerjanya relaksasi ini diduga bersifat sentral, sebab sambungan saraf otot dan medula
spinalis tidak dipengaruhi CPZ.
Farmakokinetik: Kebanyakan antipsikosis absorbsi sempurna, sebagian
diantaranya mengalami metabolisme lintas pertama. Biovailabilitas klorpromazin dan
tioridazin berkisar antara 25-35% sedangkan haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan
antipsikosis bersifat larut dalam lemak danterikat kuat dengan protein plasma(92-99%)
serta mamiliki volume distribusi besar ( >7 L/kg).Metabolit klorpromazin ditemukan di
urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat terakhir.
Cara kerja : Obat antipsikosis memblokade dopamine pada reseptor
pascasinaptik neurondi otak, prosesnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(dopamine D2 reseptor antagonis). Obat anti psikosis yang baru (misalnya risperidone)
di samping berafinitas terhadap dopamine D2 reseptor juga terhadap serotonin.
Efek samping : Efek sampingnya adalah CPZ menghambat ovulasi dan
menstruasi. CPZ juga menghambat sekresi ACTH. Efek terhadap sistem endrokin ini
terjadi berdasarkan efeknya terhadap hipotalamus. Semua fenotiazin, kecual klozapin
menimbulkan hiperprolaktinea lewat penghambatan efek sentral dopamin. Batas
keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping umumnya
merupaan perluasan efek farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi mungkin
timbul,berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam
darah perifer.
Kardiovaskular:
CPZ dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1. Refleks presor yang penting untuk mempertahankan tekanan darah yang dihambat
oleh CPZ;

7
2. CPZ berefek a-bloker;
3. CPZ menimbulkan efek intropotik negatif pada jantung

b. Dihidroindolon
Farmakodinamik : Obat psikosis yang memiliki kemampuan obat
antipsikotik memblok reseptor dopamine D2 berkorelasi dgn keampuhan kinisnya.
Penelitian hewan menunjukan bahwa sisntesis dan metabolisme dopamine meningkat
pada pengobatan akut dan pengaturan naik (upregulation) terjadi setelah beberapa
minggu peberian antipsikotik. Mungkin efek efek ini terjadi sebagai reespon
pengaturan pada penurunan transmisi dopaminergik yang diinduksi oleh obat.
Efek samping : Sedikit efek sedatif atau ekstrapiramidal, tidak ada efek
hipotensi. Beberapa efek antikolinergik

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang memengaruhi cara orang berpikir,
merasa dan berperilaku.
Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam
berbagai saraf di otak. Antipsikotik atipikal juga meningkatkan keefektifan serotonin. Obat
antipsikosis juga dikenal sebagai `neuroleptik`.
Antipsikotik adalah obat-obat tranquolozer mayor yang menyebabkan terjadinya
revolusi dibidang psikiatri dengan memberikan penatalaksanaan yang efektif terhadap
sejumlah besar kasus penderita psikotik. Efek antipsikotiknya bukan akibat efek sedasi
tetapi melalui kerja spesifik pada gangguan proses pikir dan gangguan mood.

B. Saran
Sebagai seorang perawat, kita seharusnya lebih peka terhadap lingkungan yang dapat
menyebabkan stres pada pasien, baik individu, kelompok maupun masyarakat.

9
Daftar Pustaka

https://www.scribd.com/doc/145498802/REFERAT-ES-ANTIPSIKOTIK-doc
Antipsychotic Medications_Indonesian2013.pdf
http://psikiatri.forumid.net/t260-referat-efek-samping-obat-antipsikotik

10

Anda mungkin juga menyukai