380 km 2 dengan
panjang sungai 140 kilometer. Sungai Progo melintas dari bagian tengah
Jawa Tengah yang berhulu di Gunung Sindoro, melewati Provinsi Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berhilir di Samudera
Hindia. Sumber air Sungai Progo selain dari hulu utama yaitu Gunung
Sindoro juga bersumber dari Gunung Merapi, Gunung Menoreh, Gunung
Merbabu, dan Gunung Sumbing. Sebanyak 75% daerah aliran Sungai
Progo berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan merupakan formasi tertua di Kulon Progo,
dimana formasi ini terletak di Desa Nanggulan yang berada di kaki
sebelah timur pegunungan Kulon Progo. Litologi penyusun formasi
ini terdiri dari Batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran,
batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan
batugamping, batupasir dan tuf serta kaya akan fosil foraminifera
dan moluska, dengan ketebalan sekitar 30 meter. Menurut Marks
(1957), Formasi Nanggulan dapat dibagi menjadi tiga anggota
yang secara statigrafi dari bawah ke atas, yaitu:
1) Anggota Axinea (Axinea Beds)
Anggota axinea terletak paling bawah dengan ketebalan
mencapai 40 meter, dimana memiliki tipe penciri laut dangkal
dengan litologi penyusunnya terdiri dari batupasir interkalasi
lignit, kemudian tertutup oleh batupasir dengan kandungan
fosil pelecypoda yang cukup melimpah, dan Axinea dunkeri
Boetgetter yang dominan.
2) Anggota Yogyakarta (Yogyakarta Beds)
Anggota Yogyakarta memiliki litologi penyusun berupa Napal
pasiran, serta batuan dan lempung dengan konkresi yang
bersifat gampingan. Formasi ini terendapkan secara selaras di
atas Anggota Axinea dengan ketebalan sekitar 60 meter.
Formasi ini banyak terdapat fosil gastropoda dengan fosil
penciri Nummulities Djogjakartae.
3) Anggota Discocyclina (Discocyclina Beds)
Lapisan ini memiliki ketebalan 200 meter dengan
menumpang selaras di atas Anggota Yogyakarta yang tersusun
batuan napal dan batugamping berselingan dengan batupasir
dan serpih. Semakin ke atas, kandungan foraminifera
planktonik yang melimpah dengan fosil penciri Discocyciina
omphalus. Formasi Nanggulan memiliki kisaran umur antara
Eosen Tengah sampai Oligosen Atas (Hartono, 1969, vide
Wartono Raharjo dkk, 1977).
b. Formasi Andesit Tua
Formasi Andesit Tua terdiri dari breksi andesit, tuff, aglomerat
dan sisipan aliran lava andesit. Kepingan tuff napalan yang
merupakan hasil rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai di
kaki Gunung Mudjil di dekat bagian bawah formasi ini. Terletak
secara tidak selaras di atas formasi nanggulan dnegan ketebalan
sekitar 500 meter. Litologinya merupakan hasil proses vulkanisme
gunung api purba yang disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua
oleh Van Bemmelen (1949). Gunung api tersebut antara lain
Gunung Menoreh di bagian utara, Gunung Gajah yang berada di
bagian tengah pegunungan, dan Gunung Ijo yang berada di bagian
selatan Pegunugan Kulon Progo.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi Jonggrangan tersusun oleh konglomerat, napal tuffan, dan
batupasir gampingan dengan kandungan moluska serta
batulempung dan sisipan lignit di bagian bawah. Di bagian atas
komposisinya batu gamping berlapis dan batugamping koral.
Ketebalan lapisan ini antara 250-400 meter yang berumur miosen
bawah-tengah dan terletak secara tidak selaras di atas formasi
Kebo Butak.
d. Formasi Sentolo
Litologi penyusun formasi ini terdiri dari aglomerat dan napal
yang berada di bagian paling bawah, semakin ke atas berubah
menjadi batugamping berlapis dengan fasies neritik. Di sini juga
ditemukan batugamping koral yang letaknya setempat dengan
umur sama dengan Formasi Jonggrangan. Berdasarkan
pengamatan fosil Globigerina insueta yang dijumpai di bagian
bawah menunjukkan umur yang mewakili zona N8 atau Miosen
Bawah oleh Darwin Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo, dkk,
1977)