Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

1) Latar Belakang

Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas merupakan trend dan perkembangan

terpenting saat ini. Implikasi globalisasi juga berkaitan dengan dunia keuangan dimana pasar

modal menjadi bagiannya. Pasar modal sebagai instrument ekonomi menjadi salah satu pilar

penting bagi masyarakat untuk melakukan investasi dan sekaligus sebagai sumber

pembiayaan bagi perusahaanperusahaan di Indonesia. Bagaimanapun harus diakui

keberadaan institusi pasar modal di Indonesia kini tidak hanya dipandang sebagai salah satu

sumber pembiayaan perusahaan jangka panjang, tetapi juga sebagai sarana bagi masyarakat

untuk mendapatkan kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Berkembangnya pasar modal diikuti pula dengan perkembangan ruang lingkup

perbuatan perseroan yang dianggap sebagai aksi korporasi. Selain aksikorporasi yang telah

diatur dalam peraturan perundang-undangan baik dalam UUPM maupun UUPT, juga dikenal

perbuatan perbuatan perusahaan yang dalam praktik juga dianggap sebagai aksi korporasi

yang berpengaruh secara material terhadap saham dan pemegang saham perusahaan,

sehingga dengan mengetahuidan memahami proses serta dampak dari aksi korporasi yang

dilakukanperusahaan maka pihak yang berkepentingan dapat mengambil sikap terhadap

haltersebut.

Salah satu kegiatan penting yang sering menjadi sorotan masyarakat dan senantiasa

menjadi berita favorit bagi investor di pasar modal adalah aksi korporasi (corporate action)

yang dilakukan oleh Emiten (Perusahaan Terbuka yang menjual sahamnya di pasar modal).

Dari sisi kepentingan perusahaan, alasan utama diperlukannya aksi korporasi dilakukan

dalam rangka mendapatkan pendanaan dari publik atau pemodal. Bagi investor atau

pemegang saham, aktivitas strategis perusahaan akan berpengaruh terhadap kepentingan


pemegang saham dalam wujud perubahan jumlah saham yang beredar maupun harga saham.

Pemahaman dan penyajian informasi yang baik terhadap berbagai aksi korporasi yang

dilakukan emiten akan membawa investor kepada suatu gambaran yang utuh bagaimana

keputusan emiten berdampak terhadap kepentingan pemegang saham. Beberapa jenis aksi

korporasi yang menjadi perhatian investor antara lain pembagian dividen, pemecahan saham

(stock split), divestasi, private placement, penawaran tender (tender offer), merger dan

akuisisi, right issue, pembagian saham bonus, dan sebagainya. Apapun jenis aksi korporasi

itu tentunya akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keputusan

investor pemegang saham dan kinerja perusahaan.

Aksi korporasi pengambilalihan perusahaan (akuisisi) yang dilakukan oleh emiten,

dalam banyak kasus, akuisisi yang dilakukan oleh emiten senantiasa menjadi sorotan publik

pasar modal, karena aksi korporasi akuisisi tergolong sebagai transaksi material yang

membutuhkan pembiayaan sangat besar, bahkan tidak jarang terdapat benturan kepentingan

di dalam pelaksanaannya. Alasan umum yang sering dikemukakan ketika perusahaan

melakukan akuisisi karena dengan akuisisi perusahaan mampu mencapai pertumbuhan lebih

cepat daripada harus membangun unit usaha sendiri. Selain itu, faktor yang paling mendasari

perusahaan melakukan akuisisi adalah motif ekonomi (mendapat keuntungan).

Di Indonesia, pengaturan mengenai akuisisi terdapat dalam beberapa peraturan

perundang-undangan. Misalnya, didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1

angka 11 menjelaskan bahwa Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh

badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil ahli saham Perseroan yang

mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Berbeda dengan PP Nomor

27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

pasal 1 angka 3 menjelaskan bahwa Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang

dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh
ataupun sebagaian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya

pengendalian terhadap perseroan tersebut. Persamaan antara PP Nomor 27 Tahun 1998

dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah, bahwa dalam melakukan akuisisi

yang diambil alih adalah saham yang dimiliki perusahaan, tidak termasuk asset atau akuisisi

lainnya seperti akuisisi bisnis.

Mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 126, terdapat beberapa persyaratan

yang dapat diacu bagi proses pengambilan saham, yaitu:

1) Pengambilalihan saham wajib memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar Perseroan

yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah

dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain;


2) Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan perusahaan, baik kepentingan

perusahaan yang mengakuisisi maupun kepentingan perusahaan;


3) Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan pemegang saham minoritas;
4) Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan karyawan perusahaan;
5) Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kreditur dan mitra usaha lainnya dari

Perseroan;
6) Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kepentingan masyarakat dan

persaingan sehat.
7) Pengambilalihan saham wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan

yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah

dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

Disamping persyaratan di atas, suatu pengambilalihan saham (Akuisisi) juga harus

tunduk pada persyaratan yang diatur dalam pada Pasal 4, Pasal dan Pasal 6 PP No.27/1998

mengenai Syarat-syarat pengambilalihan dengan mengacu pada pasal-pasal tersebut adalah

sebagai berikut :

1) Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan

Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan yang bersangkutan;


2) Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan

masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha;


3) Pengambilalihan harus memperhatikan kepentingan kreditur;
4) Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS.

Meskipun begitu pada dasarnya semua persyaratan yang diatur dalam PP Nomor 27

Tahun 1998 ini sudah mencakup persyaratan yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007.

Pelaksanaan transaksi akuisisi tidak dapat dipisahkan dari peranan notaris di

dalamnya, terutama dalam rangka pembuatan maupun legalisasi dokumendokumen hukum

yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundang-undangan. Notaris adalah Pejabat Umum

yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam

Undang-undang. Dengan mengacu pada tugas dan wewenang yang dimilikinya notaris dapat

memberikan penyuluhan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi,

khususnya mengenai syarat-syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh seluruh pihak di

dalam transaksi yang akan dinotarilkan, sehingga terhindar dari kemungkinan transaksi

tersebut dilaksanakan dengan keadaan yang batal demi hukum atau dapat dimintakan

pembatalannya oleh pengadilan.

Rumusan Masalah
Bagaimakah peranan Notaris dalam Akuisisi Perusahaan?

BAB II
PEMBAHASAN

Pada dasarnya Akuisisi menyebabkan beralihnya pengendalian atas perseroan yang

diambil alih, yang berarti bahwa akan ada peralihan kewenangan dari pemegang saham lama

kepada pemegang saham yang baru terhadap pengendalian jalannya perusahaan setelah

akuisisi dilakukan. Pada akuisisi perusahaan yang diambil alih masih berdiri sendiri, karena

yang berpindah adalah pengendalinya saja. Dalam Akuisisi saham adalah akuisisi yang objek
pengalihannya adalah sahamnya saja. Dimana pemindahan kepemilikan saham itu ditujukan

kepada saham yang telah dikeluarkan dan/atau saham yang akan dikeluarkan.
Dalam Pasal 125 ayat 1 UUPT, dijelaskan bahwa pengambilalihan dilakukan dengan

cara pengambilan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan

melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham. Dimana yang berhak

melakukan pengambilalihan adalah badan hukum atau orang perseorangan. Dalam hal

pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum perseroan, Direksi sebelum melakukan

perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi

kourum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilalihan keputusan RUPS

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU PT yakni paling sedikit (tiga perempat) bagian

dari seluruh saham dengan hak suara yang hadir ataupun yang diwakili, dan keputusan sah

apabila disetuju paling sedikit (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.

Apabila dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai maka dapat dilakukan kembali RUPS

kedua dengan ketentuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh jumlah saham

dengan hak suara yang hadir ataupun yang diwakili, dan keputusan sah apabila disetujui

paling sedikit (tiga perempat) bagian dari suara yang dikeluarkan.


Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak perlu

persetujuan dari direksi dan dewan komisaris perseroan penerbit saham tersebut, tetapi

pengambilalihan saham ini wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar perseroan yang

diambilalih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat perseroan

dengan pihak lain.


Pengambilalihan saham yang dimaksud adalah pengambilalihan yang mengakibatkan

beralihnya pengendalian terhadap Perseroan. Pengambilalihan saham dalam akuisisi diartikan

sebagai akuisisi yuridis. Dilaksanakannya akuisisi yuridis ini dilatarbelakangi oleh 3 hal

yaitu:
a. Akuisisi horizontal Akuisisi horizontal adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua)

perusahaan yang sejenis. Dengan kata lain akuisisi horizontal ini adalah
pengambilalihan yang bertujuan untuk mengambilalih Perseroan pesaing secara

langsung yang mempunyai produk barang atau jasa yang sama ataupun memiliki

wilayah pemasaran yang sama.Akuisisi horizontal dilakukan dengan tujuan utuk

memperluas pangsa pasar atau membunuh pesaing usaha, terutama yang dilakukan

terhadap perusahaan pesaing, sehingga dengan akuisisi ini mereka dapat mengurangi

pesaing.
b. Akuisisi vertikal Akuisisi vertikal adalah akuisisi yang jika terjadi antara 2 (dua)

perusahaaan yang mempunyai proses produksi atau perdagangan yang terkait. Dimana

perusahaan yang diambil alih mempunyai kaitan dengan perusahaan yang mengambil

alih, misalnya perusahaan yang diambil alih merupakan perusahaan pemasok bahan

baku bagi perusahaan yang diambil ahli merupakan distributor hasil produksi

perusahaan pengambil alih. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menjaga

kelestarian kelangsungan. Pengambilalihan vertikal ini bertujuan untuk menguasai

sejumlah mata rantai produksi dan distribusi dari hulu sampai hilir. Misalnya, PT A

yang adalah perseroan yang memproduksi baju mengambil alih PT B yang merupakan

produsen benang dimana industry benang merupakan hulu dari industry baju.
c. Akusisi konsentrik Akuisisi konsentrik ini juga memiliki dua jenis yaitu akusisi

konsentrik pemasaran yang adalah akuisisi yang dilakukan bila perusahaan

pengambilalih ingin memanfaatkan saluran distribusi yang sama dari berbagai produk

yang menggunakan teknologi yang berlainan. Misalnya perusahaan pengambilalih

mengambilalih perusahaan plastik, karena produk plastik itu dijual oleh toko-toko

yang sama dengan barang pecah belah yang berbentuk plastik juga, yang diproduksi

oleh perusahaan pengambilalih. Dengan cara ini agar dapat perusahaan yang diambil

alih dengan satu kali jalan, dengan pengambil alih yang berarti merupakan suatu

efesiensi
Selain akusisi konsentrik pemasaran, akuisisi konsentrik lain adalah akusisisi

konsentrik teknologi yang adalah akuisisi yang terjadi diantara perusahaan yang
mempergunakan teknologi yang sama, tetapi berlainan saluran distribusinya.

Misalnya penjualan TV tentu sama dengan penjaualan kulkas dan radio.


d. Akuisisi Konglomerat Akuisisi ini adalah akuisisis yang bertujuan untuk

mengambilalih Perseroan lain yang tidak memiliki kaitan bisnis secara langsung

dengan Perseroan. Dalam kata lain akuisisi jenis ini melibatkan perusahaan-

perusahaan yang tidak terkait, baik secara horizontal maupun vertikal. Akuisisi

konglomerat dilakukan dengan tujuan agar perusahaan yang diakuisisi dapat

menunjang kegiatan perusahaan yang mengakuisisi secara keseluruhan, serta untuk

memantapkan kondisi portepel grup peusahaan.

Apabila dilihat dari segi objek transaksi Pengambilalihan, maka pengambilalihan atau

akuisisi dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Akuisisi Saham, dimana pihak yang mengambilalih atau mengakuisisi perusahaan

yang diambilalih secara signifikan yang memungkinkan pihak yang mengambilalih

maupun memegang kendali atas management perusahaan target. Maka dalam rangka

melakukan akuisisi saham ini, seseorang atau badan hukum harus menjadi pemegang

saham mayoritas dalam suatu Perseroan. Dewasa ini akuisisi saham menjadi pilihan

para pengusaha.

Akuisisi saham menjadi target oleh perusahaan pengakuisisi, yang mengakibatkan

penguasaan mayoritas atas saham perusahan target oleh perusahaan yang melakukan akuisisi

dan akan membawa kearah pengusaan manajemen dan jalannya perseroan. Maka melalui

penguasaan seluruh atau sebagian besar saham pada perusahaan target, maka perusahaan

target tersebut akan dimiliki oleh perusahaan yang mengambil alih, termasuk hak-hak yang

melekat pada perusahaan target (diantaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat, segala

perijinan yang dipunyai, dan kerugian atau keuntungan pajak), serta kewajiban-kewajiban

yang menjadi beban perusahaan.


Akuisisi Saham harus memiliki nilai transaksi 51 % (lima puluh satu persen), atau

paling tidak setelah transaksi akuisisi tersebut tuntas perusahaan pengakuisisi memiliki

minimal 51 % (lima puluh satu persen) saham perusahaan target akuisisi. Pengaturan hukum

mengenai persyaratan akuisisi saham ini ada dalam PP 27 Tahun 1998 yang menjelaskan

bahwa akuisisi sebagai pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham sehingga

pengendalian atas perusahaan target beralih kepada perusahaan pengakuisisi.

2) Akuisisi Asset, dimana yang diambilalih adalah asset perseroan target dengan atau

tanpa ikut mengambilalih seluruh kewajiban Perseroan target terhadap pihak ketiga.

Sebagai kontraprestasi dari akuisisi ini, pihak yang mengakuisisi memberikan suatu

harga yang pantas dengan cara yang sama seperti akuisisi saham. Akuisisi asset pada

umumnya dilakukan jika perusahaan pengakuisisi menghadapi kesulitan dalam

menghitung berapa jumlah hutang perusahaan target yang harus ditanggungnya, atau

jika perusahaan pengakuisisi ingin menghindar dari kewajiban membayar utang, atau

jika utang dan piutang perusahaan target sangat tidak jelas tercantum dalam

pembukuan perusahaan.

Akuisisi asset ini memiliki keuntungan sendiri yaitu:

a. . Dapat memilih asset yang benar-benar diinginkan saja. Maksudnya adalah dalam

melakukan akuisisi aset tidak semua perusahaan target ikut beralih kepada perusahaan

pengakuisisi. Perusahaan pengakuisisi bebas memilih aset mana yang berguan

baginya dan menguntungkan untuk diakuisisi, sedangkan aset-aset yang dianggap

kurang menguntungkan tidak perlu diambil alih.


b. Menghindari tanggung jawab perusahaan target. Kewajiban perusahaan target yang

beralih hanyalah kewajiban-kewajiban yang melekat pada aset yang diakuisisi saja,

sebab dalam akuisisi aset tidak semua tanggung jawab perusahaan target kepada pihak

ketiga ikut beralih kepada perusahan pengakuisisi.


c. Menghindari gangguan pemegang saham minoritas, pekerja dan manajemen. Apabila

yang akuisisi adalah saham, maka dalam perusahaan yang diakuisisi masih ada

pemegang saham minoritas (kecuali akuisisi dilakukan atas seluruh saham

perusahaan), pekerja dan manajemen yang kepentingannya tidak selalu sesuai dengan

kepentingan perusahaan pengakuisisi, Terkadang ketidaksesuaian kepentingan ini

dapat berdampak sangat serius dan berujung pada penyelesaian di pengadilan, melalui

apa yang dinamakan dengan gugatan derivative. Namun hal ini dapat dihindari

dengan cara akuisisi aset, sehingga perusahaan pengakuisisi tidak perlu berurusan

dengan pemegang saham minoritas, pekerja dan manajemen perusahaan yang

diakuisisi.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas Notaris sebagai Pejabat Umum yang diberikan

kewenangan dalam membuat akta otentik mempunyai peranan yang penting dalam hal

akuisisi perusahaan.

Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat, hingga

sekarang dirasakan masih disegani. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,

diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum baik kepada masyarakat maupun

terhadap notaris itu sendiri.


Seorang notaris sebagai seorang pejabat, merupakan tempat bagi seseorang untuk

dapat memperoleh nasehat yang bisa diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta

ditetapkannya (konstantir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu

proses hukum.52 Notaris, adalah jabatan kepercayaan, sehingga seseorang bersedia

mempercayakan sesuatu kepada notaris.


Akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, adalah akta otentik, barang siapa yang

membantah kebenaran suatu akta otentik, yang membantah harus dapat membuktikan

sebaliknya.53 Menurut definisi yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang lainnya.


Adapun yang dimaksud dengan akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu

suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau di

hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya. Akta

otentik mempunyai tiga macam kekuatan, yaitu :


1) Kekuatan pembuktian lahiriah, yaitu kemampuan dari akta itu sendiri untuk

membuktikan dirinya sebagai akta otentik.


2) Kekuatan pembuktian formil, yaitu sepanjang mengenai akta pejabat, akta

tersebut membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang

dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh notaris sebagai pejabat

umum di dalam menjalankan kewajibannya.


3) Kekuatan pembuktian materiil, yaitu membuktikan bahwa isi keterangan

yang terdapat dalam akta adalah benar telah terjadi.

Akta notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,

jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur

yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta

tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai

pembuktiannya diserahkan kepada Hakim.

Pada umumnya Notaris membuat akta autentik yang diharuskan olehperaturan

perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertibandan perlindungan

hukum berbentuk akta pejabat (ambtelijk acte) meliputi jugaakta berita acara (relaas acte)

serta akta autentik yang dikehendaki oleh pihakyang berkepentingan untuk memastikan hak

dan kewajiban para pihak demikepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak

yang berkepentingantersebut sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan, yang berbentuk


akta parapihak (partij acte). Akta autentik adalah akta yang memenuhi persyaratan yang

disebutkan dalam pasal 1868 KUHPerdata yakni :

1) dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum.


2) dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang.
3) Pejabat umum yang atau di hadapan siapa akta itu dibuat harusmempunyai wewenang

untuk membuat akta tersebut

Dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut di atas, suatu akta adalah akta autentikdan

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sepanjang dan selama

tidakdibuktikan sebaliknya. Penjelasan umum UUJN menyebutkan bahwa aktaautentik

sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan pentingdalam setiap hubungan

masyarakat di bidang bisnis, perbankan, pertanahan, sosialdan lain-lain.Notaris merupakan

salah satu profesi yang eksistensinya dalam bidangpasar modal ditegaskan dalam Pasal 64

Ayat (1) huruf (d) UUPM sebagai salahsatu Profesi Penunjang Pasar Modal. Peran penting

Notaris dalam kegiatan pasarmodal ditunjukkan dengan pengaturannya dalam UUPM dimana

Notaris harusmemenuhi kriteria tertentu untuk dapat melakukan kegiatan di bidang Pasar

Modal yakni wajib lebih dahulu terdaftar di BAPEPAM (sekarang Otoritas

JasaKeuangan/OJK) dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Sesuai dengan pengertian yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut,

maka suatu akta otentik selain merupakan sumber untuk otentisitas suatu akta notaris juga

merupakan dasar dari legalitas eksistensi akta notaris.

Berkaitan dengan akuisisi perusahaan, peranan notaris disini yang terutama adalah

memahami dengan benar tentang aturan dan peraturan yang berkaitan, lalu harus melakukan

langkah-langkah yang wajib ditempuh sesuai dengan UUPT :


1) RUPS dengan korum (pasal 89) RUPS dalam transaksi Pengambilalihan harus

dilakukan oleh Perseroan yang mengambilalih, tentunya ini hanya berlaku dalam hal

pihak yang mengambilalih adalah suatu PT. Karena dapat saja yang mengambil alih

adalah perseorangan atau badan hukum asing. Sebagaimana disebutkan pasal 125 ayat

4 UUPT : Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk

Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan harus

berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan

tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 89.
Selain perusahaan yang mengambilalih, perusahaan yang diambilalih juga harus

melakukan RUPS (lihat pasal 127 ayat 1).


2) Rancangan Pengambilalihan Rincian tentang Rancangan Pengambilalihan diatur di

pasal 125 ayat 6. Namun kewajiban membuat Rancangan Pengambilalihan ini tidak

berlaku apabila dilakukan melalui jalur langsung kepada pemegang saham 125 ayat 7.
3) Pengumuman Koran I Sebagaiman Ketentuan yang diatur dalam pasal 127 ayat 2 :

wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar

dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan

melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

Kewajiban pengumuman di atas tidak hanya berlaku bagi jalur melalui Direksi tetapi

juga berlaku bagi jalur langsung kepada pemegang saham (lihat pasal 127 ayat 8). Jangka

waktu 30 hari tersebut tidak dapat disingkat dengan alasan apapun, meskipun telah lewat

waktu 14 hari bagi kreditur untuk menyatakan keberatan (pasal 127 ayat 4 dan 5). Setelah 30

hari terlampui, maka dapat dilakukan pemanggilan RUPS dan sesuai pasal 82 ayat 1 :

Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan

tanggal RUPS.

a) .Jangka waktu yang 14 hari ini dapat dikurangi, apabila : keputusan RUPS

tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili

dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.(Pasal 82

ayat 5).
b) Atau tidak perlu diadakan RUPS dan diganti dengan : keputusan yang

mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak

suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang

bersangkutan (Pasal 91).


4) Akta Pengambilalihan Kedua jalur yang disebutkan di atas, harus dibuat didalam Akta

notaris dan berbahasa Indonesia (pasal 128 ayat 1 dan 2).


5) Pemberitahuan Perubahan AD atau Perubahan Pemegang Saham ke Menteri Pasal 131

mengharuskan Notaris untuk menindaklanjuti proses ini ke Menteri, baik karena

terjadi perubahan AD, karena menggunakan cara saham yang akan dikeluarkan dari

Perseroan (Pasal 131 ayat 1), maupun karena terjadinya perubahan susunan pemegang

saham (Pasal 131 ayat 2).


6) Pengumuman II Proses Pengambilalihan tidak hanya 1 kali pengumuman, tetapi, 30

hari terhitung sejak terjadinya Pengambilalihan, maka Direksi dari Perusahaan yang

diambilalih harus mengumumkan dalam 1 surat kabar atau lebih (pasal 133 ayat 2).

Anda mungkin juga menyukai