HUKUM LAUT
DI SUSUN OLEH:
Zuraidah 130155201025
Fatemawati 130155201034
Umi Kalsum 130155201055
Azwir Febriansyah 130155201063
Ogi 130155201075
Harry Awanda 140155201038
TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
2017
KATA PENGANTAR
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tidak ada cabang hukum internasional yang lebih banyak mengalami
perubahan secara revolusioner selama empat dekade terakhir, dan khususnya
selama satu setengah dekade terakhir, selain dari pada hukum laut dan jalur-jalur
maritim (maritime highways). Penandatanganan akhir pada tanggal 10 Desember
1982, di Montego Bay - Jamaica, oleh sejumlah besar negara (tidak kurang dari
seratus delapan belas negara) yang terwakili dalam Konferensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Ketiga tentang Hukum Laut 1973 sampai 1982 (UNCLOS) guna
menyusun suatu ketentuan hukum internasional yang komprehensif berkaitan
dengan hukum laut dibawah judul Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Hukum Laut, mungkin merupakan perkembangan paling penting dalam
keseluruhan sejarah ketentuan hukum internasional berkenaan dengan lautan
bebas. Dalam kaitan ini, yang perlu dikemukakan hanyalah bahwa sebagian
terbesar dari Konvensi, yang memuat ketentuan-ketentuan hukum yang cukup
penting didalamnya, meskipun hukum yang lama banyak yang berubah
karenanya, saat ini tampaknya menuntut konsensus umum dari masyarakat
internasional.
Dalam hal ini harus disadari bahwa siapapun tidak dapat melompat,
dengan tanpa banyak melakukan pembahasan, kepada suatu analisis atas
Konvensi 1982 ini seakan-akan konvensi itu sendiri sudah cukup menjelaskan
tentang rezim hukum internasional mengenai laut, dasar laut dan wilayah-wilayah
maritim dewasa ini. Mengutip pendapat seorang ahli sejarah terkenal, Dr. A. L.
Rowse, landasan dari semua perkembangan ilmu sosial adalah sejarah; dari
sanalah ilmu-ilmu sosial itu menemukan, baik dalam kadar yang lebih besar
maupun lebih kecil, pokok permasalahan dan bahan-bahan, verifikasi dan
kontradiksi. Selain dari sejarah yang harus dipahami, pengertian dari hukum laut
baik itu hukum laut nasional maupun hukum laut internasional juga harus
dipahami terlebih dahulu
3
1.2. Rumusan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
melihat pengertian laut. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang
5
semata. Sedangkan laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air
dalam arti yang lebih sempit daripada yang dimaksudkan oleh Dr. Wirjono
yang lain dari Mr. H. F. A. Vollmar, yang secara monografi meninjau hal
yang mereka namakan Zee-recht. Dan lagi ada buku kecil dari Mr. F. G.
6
dan L. Oppenheim-H. Lautterpacht, yaitu antara lain mengenai teritoriale
zee (perairan territorial di laut) atau hal mencari ikan di laut lebih-lebih
privaat, oleh karena hukum adat di Indonesia pada aslinya tidak menyadari
dalam arti luas yaitu meliputi segala peraturan hukum yang ada
yaitu hanya hukum laut bagi Indonesia, artinya sekedar berlaku untuk
menurut cara yang kita perbincangkan sekarang mau tidak mau akan
mengambil sebagai suatu garis dasar (base-line) suatu garis lurus yang
yang menyatakan that the base-lines fixed by the said degree were not
7
geographical realities dan juga dipengaruhi oleh economics interest
pertikaian antara Inggris dan Norwegia itu (44 mil), namun keadaan
Indonesia sebagai suatu pulau cukup unik untuk dapat membenarkan cara
Anglo Norwegian Fisheries Case ini adalah bahwa suatu cara penarikan
garis pangkal yang lain dari pada cara yang klasik (yaitu menurut garis air
kepulauan (archipelago).
Dengan demikian kita memperbaiki Undang-undang yang dahulu
rakyat (dilihat dari sudut ekonomi yaitu lautan sebagai sumber kekayaan
8
yang damai di lautan pedalaman bagi kapal asing dijamin selama tidak
Begitu pula hukum laut, oleh karena hukum pada umumnya adalah
dikatakan dalam pengertian biasa, bahwa di atas atau didalam air yang
amat meluas itu, ada orang manusia berdiam atau menetap. Sebenarnya
tepi laut, sejak dahulu kala, ada dirasakan dapat dan berhak menguasai
sebagian kecil dari laut yang terbatas pada pesisir itu. Ini justru oleh
9
karena didasarkan tidak ada orang lain yang berhak atas laut selaku suatu
keluasan air.
Maka ada kecenderungan untuk memperluas lingkaran berlakunya
dari laut yang berada di sekitarnya. Sampai berapa jauh kearah laut
peraturan-peraturan hukum dari tanah pesisir ini berlaku, adalah hal yang
mungkin menjadi soal, terutama apabila tidak jauh dari tanah pesisir itu
ada tanah pesisir dibawah kekuasaan negara lain. Maka dengan ini sudah
perhatian pada hukum mengenai laut. Maka dapat dimaknai bahwa hukum
peta skala besar resmi suatu negara pantai atau diberikan dalam
10
bentuk koordinat geografis, yang selanjutnya diumumkan secara
negara.
Terdapat beberapa macam garis pangkal yang ditetapkan dalam
11
Menurut UNCLOS 1982 (pasal 5, 6, 11 dan 13) garis pangkal
permanen yang ditandai dengan simbol yang sesuai pada peta laut
skala besar.
Air rendah yang dimaksud dalam Undang-undang No.6 tahun 1996
normal ditetapkan pada garis air rendah yang menghadap pada peta
12
dimaksud dengan karang adalah karangkarang kering yang selalu
karang (Samudro,
2001)
13
Penarikan garis pangkal lurus ini dapat ditentukan bila telah dilakukan survei
terhadap kedinamikaan pantai. Survei dapat dilakukan secara langsung dengan
melihat kondisi pantai atau dengan menggunakan teknologi penginderaan
jauh, yaitu dengan menggunakan citra satelit yang kemudian citra tersebut
diolah sehingga dapat ditentukan sifat dari pantai tersebut. Ilustrasi dari garis
pangkal lurus dapat dilihat pada gambar 2.4.
14
sebagainya yang panjang garis penutup tersebut tidak lebih dari 24 mil laut.
Dalam UNCLOS 1982, terdapat tiga macam garis penutup, yaitu :
15
penarikan garis penutup teluk tidak boleh melebihi 24 mil laut. Bila memang
setelah ditarik garis penutup teluk jaraknya adalah lebih dari 24 mil laut, maka
yang digunakan adalah garis pangkal normal ataupun garis pangkal lurus
sesuai dengan sifat dari pantai negara yang bersangkutan.Ilustrasi dari garis
penutup teluk dapat dilihat pada Gambar 2.6.
16
pelabuhan adalah laut teritorial.Ilustrasi dari garis penutup pelabuhan dapat
dilihat pada gambar 2.7.
17
Panjang garis pangkal kepulauan tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali
bahwa hingga 3% dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap
kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu
kepanjangan maksimum 125 mil laut.
Penarikan garis pangkal kepulauan tidak boleh menyimpang dari konfigurasi
umum negara kepulauan. Garis pangkal kepulauan tidak boleh ditarik dari dan
ke elevasi surut (low tide elevation), kecuali jika di tempat tersebut telah
didirikan mercusuar atau bangunan permanen lainnya yang selalu muncul di
atas permukaan laut baik pada saat surut maupun pada saat pasang tertinggi.
Negara Kepulauan berkewajiban menetapkan garis pangkal kepulauan pada
peta dengan skala yang cukup untuk menetapkan posisinya. Peta atau daftar
koordinat geografis harus diumumkan sebagaimana mestinya dan satu salinan
dari setiap peta atau daftar koordinat geografis harus didepositkan pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.Ilustrasi dari garis pangkal
kepulauan dapat dilihat pada gambar 2.8.
18
a. Internal Waters (Perairan Pedalaman)
Dalam pasal 8 ayat (1) United Nations Conventions on the Law of the
Sea (UNCLOS 1982) disebutkan bahwa yang dinamakan Perairan
Pedalaman adalah perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial.
Pasal tersebut selengkapnya berbunyi, perairan pada sisi darat garis
pangkal laut territorial merupakan bagian perairan pedalaman negara
tersebut.[1] Sedangkan dalam pasal 3 (4) UU No. 6 Tahun 1996
Tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, Perairan Pedalaman
Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis
air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamnya semua
bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis
penutup sebagaimana dimaksud dalam pasal 7. Perairan Pedalaman
Indonesia terdiri atas: laut pedalaman, dan perairan darat.
b. Teritorial Sea (Laut Teritorial)
Dalam pasal 3 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa negara setiap
negara pantai berhak menetapkan lebar Laut Teritorialnya hingga suatu
batas yang tidak boleh melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal
yang telah ditentukan. Dalam wilayah Laut Teritorial, negara
mempunyai kedaulatan penuh, kecuali hak lintas damai bagi kapal-
kapal niaga dan kapal-kapal perang asing (pasal 17 UNCLOS 1982).
Semua kapal-kapal asing yang melintasi Laut Teritorial suatu negara
wajib mematuhi semua peraturan dan undang-undang dari negara
terkait dan juga peraturan-peraturan internasional yang terkait dengan
pencegahan tabrakan di laut (pasal 21 UNCLOS 1982).
19
maskun S.H. L.L.M, (2012). jalur-jalur laut Indonesia
http://www.negarahukum.com/hukum/jalur-jalur-laut-indonesia.html Diakses
pada Senin, 8 Mei 2017.
20