Anda di halaman 1dari 8

Pembiayaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dalam Mengembangkan Usaha

Mikro Kecil dan Menengah

Andis Meianti, Hanif Safitri, Evita Dindasari, Mifta Lutfia, Lutfi Lutfitaningrun, Husni
Mubarok
Pendidikan Tata Niaga
Universitas Negeri Surabaya

Abstrak
Karakteristik bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Pengelanaan
produk dan hal terkait didalamnya salah penting dilakukan untuk pemahaman nasabah.
Salah satunya pembiayaan yang berbeda, bank syariah menerapkan prinsip musharakah
dan mudharabah dan pembiayaan bagi hasil yanglebih meringankan nasabah. Oleh
karena itu diharapkan kehadiran bank syariah dapat menjadi salah satu alternatif
pembiyaan bagi sektor ekonomi UMKM untuk mendongkrak pertumbuhannya berbasis
syariah. Artiket ini mengupas tentang informsi-informasi mengenai pembiayaan bank
syariah dan konvensional menggunakan metode studi pustaka dan menyajikannya
dalam bentuk kualitatif.
Keyword: Pembiayaan, Bank Syariah, Bank Konvensional, UMKM.

Perbankan mempunyai implikasi yang kucup besar terhadap perkembangan


ekonomi. Ditandai dengan berbagai produk yang dihasilkan perbankan untuk
meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Hal tersebut sebagai bentuk salah satu fungsi
perbankan yaitu intermediasi keuangan (financial intermediasi). Menurut Kara (2013),
Intermediasi keuangan adalah fungsi perbankan yang mana melakukan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam
bentuk kredit atau pembiayaan. Fungsi intermediasi keuangan tersebut dijalankan oleh
lembaga keuangan yang ada di Indonesia, bukan hanya perbankan umum atau
konvensional tetapai juga perbankan syariah.

Fungsi intermediasi salah satunya adalah kegiatan penyaluran kredit mempunyai


peran penting dalam memberikan fasilitas pembiayaan bagi usaha makro maupun
mikro. Pada level mikro ekonomi, bank merupakan sumber penting dalam pembiayaan
beragai pengembangan usaha (Konch, 2000).

Usaha makro atau mikro dikenal sebagai usaha mikro kecil dan menegah
(UMKM) mempunyai permasalahan utama yaitu dalam hal modal. Pembiayaan yang
diberikan oleh lembaga keuangan sangat membantu untuk mengembangkan usahanya.
UMKM merupakan usaha yang mampu lebih bertahan dalam kondisi ekonomi yang
tidak stabil yaitu meskipun dalam keadaan krisis. Oleh karena itu, UMKM harus
memperoleh perlindungan dari pemerintah. Dalam undang-undang No. 20 Tahun 2008
tentang UMKM secara tegas telah adanya pendefinisian pemisahaan klasifikasi usaha.
Adanya lembaga keungan atau perbankan seharusnya memberikan dampak yang lebih
besar terhadap pertumbuhan sektor rill UMKM.
Lembaga keuangan perbankan dalam pembiayaan UMKM bukan hanya tersedia
dalam produk perbankan umum atau konvensional, tetapi eksistensi perbankan syariah
sudah mulai mengalami perkembangan dalam produk pembiayaan. Bank syariah
memiliki produk pembiayaan yang dikembangkan dalam bentuk pembiayaan
musharakah dan mudarabah. Sehingga kehadiran bank syariah diharapkan dapat
memeberikan alternatif bantuan modal bagi UMKM.

Berdasarakan data dari Bank Indonesia, pembiayaan bank syariah pada sektor
UMKM mempunyai presentase yang cukup besar. Hal tersebut menandakan bahwa
keberadaan bank syariah dapat diterima oleh masyarakat indonesia karena mulai muncul
kepercayaan dari sektor UMKM dalam bantuan modal usaha bank syariah. Bank syariah
menerapkan pola pembiayaan yang berbeda dengan pola konvensional yaitu berbasis
syariah yangmengedepankan keadilan dan keseimbangan serta tidak membebani sektor
UMKM.. Besarnya pembiayaan bank syariah pada sektor UMKM dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 1.
Pembiayaan Bank Syariah pada Sektor Ekonomi UMKM
Semerter Pertama Tahun 2015

Pembiayaan Syariah
Bulan (2015) Persentase
Keseluruhan UMKM
Januari 197279 58142 29,47%
Februari 197543 57780 29,25%
Maret 200712 57203 28,50%
April 201526 54812 27,20%
Mei 203894 51603 25,31%
Juni 203894 51603 25,31%
Sumber: www.bi.go.id (2017)

Berdasarkan uraian diatas akan sangat baik apabila UMKM dan masyarakat
mengetahui aspek aspek yang berkenaan dengan pembiayaan bank syariah dan
bagaimana perbandingannya dengan pembiayaan konvensional. Sehingga UMKM
mampu membuat keputusan yang baik dalam hal permodalan berbasis syariah atau
konvensional.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data


menggunakan studi pustaka. Studi pustaka yaitu penelitian yang bertujuan untuk
memperoleh pemahaman komprehesih mengenai konsep yang akan dikaji (Nazir, 2003).
Studi pustaka menggunakan data sekunder yang terdapat pada literatur buku, artikel,
jurnal dan data-data internet mengenai perbankan syariah yang dapat memperkuat
penjelasan yang ada.

Hasil dan Pembaha san


Perilaku Bisnis dalam Prespektif Islam
Islam secara jelas memberikan resep transaksi bisnis yang mampu
menghindarkan orang lain dari kerugian. Norma-norma syariah dalam Islam di
tempatkan sebagai kerangka dasar yang paling utama yang dapat dijadikan strategi bagi
pelaku bisnis. Dalam syariat Islam seseorang diarahkan untuk mencapai 4 hal : (1)
profit: materi dan nin meteri, (2) pertumbuhan, artinya terus meningkat , (3)
keberlangsungan dalam kurun waktu yang selama mungkin, dan (4) keberkahan dan
keridaan Allah. Keempat hal itu menjadi suatu karakter dasar yang membedakkan
tujuan bisnis dan perdagaangan dalam prespektif islam dengan tujuan bisnis secara
umum.
Ketentuan Penyaluran Dana Bank Syariah
Perbankan Syariah dalam melakukan usaha penyalluran dana kepada masyarakat
harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Hal tersebut yang membedakan bank
konvensional dengan bank syariah. Penyaluran dan kepada masyarakat dilakukan
dengan memberikan pembinaan dengan mempergunakan prinsip jual beli, bagi hasil,
sewa-menyewa, dan pinjam-meminjam. Dengan demikian, produk pembiayaan syariah
sesuai dengan penggunaannya dapat digolongkan menjadi:
1. Pembiayaan syariah berdasarkan prinsip jual beli
2. Pembiayaan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil
3. Pembiayaan syariah berdasarkan prinsip sewa menyewa
4. Pembiayaan syariah berdasarkan prinsip pinjam-meminjam
5. Pembiayaan syariah berdasarkan prinsip multijasa
Dalam perbankan konvesional penyaluran dana kepada nasabah selalu dalam
bentuk uang yang kemudian terserah bagi nasabah debitur untuk memakainya. Artinya,
uang yang diberikan oleh bank dapat digunakan untuk kegiatan produktif ataupun
konsumtif tanpa menghiraukan jenis transaksi tersebut dibenarkan secara agama atau
tidak. Sedangkan dalam perbankan syariah biasanya bank menyediakan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan barang nyata (asset) baik yang didasarkan pada konsep jual
beli, sewa-menyewa maupun bagi hasil. Dengan demikian, transaksi yang terjadi dalam
perbankan syariah adalah transaksi yang bebas dari riba atau bunga karena selalu
terdapat transaksi pengganti atau penyeimbang. Artinya, transaksi disini atau komersial
yang menambahkan harta atau kekayaan secara adil. (Abdul Ghofur Anshori, 2007 :
98-99).
Produk penyaluran dana kepada masyarakat dalam perbankan syariah berupa
pembiayaan yang di dasarkan pada prinsip jual beli yang mempergunakan akad /
murabahah, istishna, dan salam: berdasarkan pada prinsip bagi hasil yang
memepergunakan akad mudharabah, dan musyarakha: didasarkan pada prinsip sewa-
menyewa yang mempergunakan akad, ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik: dan
didasarkan pada prinsip pinjam meminjam, milih-memilih yang mempergunakan akad
qardh dan qardh al-hasan.
a. Pembiayaan Murabahah, merupakan suatu perjanjian antara bank dan nasabah
dalam bentuk pembiayaan, pembelian atas suatu barang yang dibutuhkan oleh
nasabah (Suhwawardi K. Lubis, 2000 : 62)
b. Pembiayaan Salam, merupakan sumber pembiayaan dan layanan perbankan
syariah bagi nasabah baik untuk tujuan modal kerja maupun konsumsi
(Rahmadi Usman 2009 : 187)
c. Pembiayaan Istishhana, merupakan akad salam yang bersifat khusus atau
setidak-tidakknya menyerupai akad salam, akad istishhana berbeda dengan
salam dalam hal tidak wajib pada istishhana pembayaran, tidak ada penjelasan
jangka waktu pembuatan dan penyerahan dan tidak adanya barang tersebut
dipasaran (Rahmadi Usman 2009 : 197)
Produk Dan Akad Pembiayaan Berdasarkan Pinjam-Meminjam Yang Bersifat
Sosial
Perbankan syariah dalam kegiatan menyalurkan dana berupa pembiayaan dapat
menggunakan akad al-qardh atau qardh. Qardh dalam Bahasa arab berarti memotong
sedangkan menurut istilah diartikan meminjamkan harta kepada orang lain tanpa
mengharapkan imbalan.
Qardh, adalah menyediakan dana atau bagian (piutang) yang dapat
dipersamakan dengan itu sebagai transaksi pinjam-meminjam (pinjaman) berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan (akad) antara bank sebagai pihak yang menerima pinjman
dan nasabah pembiayaan sebagai peminjam yang mewajibkan nasabah (peminjam)
melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu. Pembiayaan qardh tidak diperbolehkan
untuk dipersyaratkan adanya imbalan namun, dalam akad tersebut peminjam dapat
memberikan imbalan atau pihak yang meminjamkan dapat menerima imbalan.
(Rahmadi Usman 2009 : 245)

Kententuan Umum Al- Qardh


a. Al-qardh adalah pinjaman yang diberikan pada nasabah yang memerlukan
b. Nasabah Al-qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada
waktu yang telah disepakati bersama
c. Biaya administrasi dibebakan kepada nasabah
d. Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana
dipandang perlu
e. Nasabah Al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela
kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad
f. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebgaian atau seluruh kewajibannya
pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, LKS dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian
atau menghapus (write off) sebagaian tau seluruh kewajibannya
Sangsi
a. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan atau seluruh
kewajibabnya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan
sangsi kepada nasabah
b. Sangsi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud diatas dapat
berupa dan tidak terbatas pada penjualan barang jaminan.
c. Jika barang jaminann tidak mencukupi, nasabah harus memenuhi kewajibabbnya
secara penuh
Sumber Daya Al-qardh
a. Sumber dana yang dapat digunakan oleh bank syariah untuk akad Al-qardh
dapat bersumber dari :
Bagian modal LKS
Keuntungan LKS yang disisikan
Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya
kepada LKS
Penyaluran dana berdasarkan akad yang bersifat sosial ini merupakan salah satu
hal yang membedakan antara bank konvesional dan bank syariah. Bank syariah
semata-mata tidak berkeinginan memperoleh keuntungan (profit) setinggi-tingginya,
tetapi juga mengemban misi sosial. (Abdul Ghoful Anshori ,2007: 144)

Jaminan Pembiayaan
Jaminan merupakan bentuk keoastian kepercayaan yang diberikan oleh nasabah
kepada bank syariah yang bertujuan untuk menyatakan bahwa nasabah dapat dipercaya
dan tidak bersikap wanprestasi hanya untuk keuntungan nasabah pribadi. Aktualisasi
jaminan dalam pembiayaan mudharbah contohnya merupakan upaya bank syariah
dalam mengantisipasi kerugian yang akan terjadi. Bank syariah juga perlu untuk
mempertimbangkan jadi tidak begitu saja menyalurkan pembiayaan pada nasabah
UMKM agar tidak terjadi resiko yang cukup berarti dikemudian hari.
Karena selalu ada risiko antara lain pembiayaan yang telah diberikan kepada
mudharib tidak dipergunakan sebagaimana mestinya begitu dan dikelola oleh mudharib,
maka akses informasi bank terhadap usaha mudharib menjadi terbatas. Untuk
menghindari hal tersebut, bank syariah menerapkan syarat dalam pemberian
pembiayaan.
Pada umumnya jaminan yang digunakan dalam pembiayaan profit and loss
sharing adalah jaminan kebendaan, karena jaminan kebendaan memiliki keterkaitan
langsung dengan nasabah pembiayaan. Jika nasabah pembiayaan tidak dapat membayar
kewajibannya, maka akan memudahkan bank untuk melakukan proses pemenuhan
kewajiban nasabah pembiayaan.

Bank Syariah Dan Prospek UMKM

Lembaga keungan syariah merupakan momentum srategis bagi upaya


pembebasan masyarakat pengusaha kecil dari kesulitan pendanaan dalam
mengembangkan usaha ekonomi mereka. dengan keistimewaan dan ciri-ciri yang ada
dan berbeda dari lembaga keuangan konvensional sangat memungkinkan bagi
perkembangan dan masa depan ekonomi rakyat. Beberapa ciri-ciri keistimewaan
lembaga keungan syariah, diantaranya sebagai berikut :
a. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham,
pengelola bank dan nasabahnya.
b. Diterapkanya sistem bagi hasil sebagai penganti bunga, sehingga akan
berdampak positif dalam menekan cost push inflation dan persaingan antar bank.
c. Tersedianya fasilitas kreit kebaikan (Al-qardhul hasan) yang diberikan secara
Cuma-Cuma.
d. Konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan

Mendorong kegiatan infestasi dan menghambat simpanan yang tidak


produktif melalui sistem operasi profit and loss sharing.
Memerangi kemiskinan dengan membina golongan ekonomi lemah dan
tertindas, melalui bantuan hibah yang dilakukan bank secara produktif.
Mengembangkan produksi, mengalakkan perdagangan dan memperluas
kesempatan kerja melalui kredit pemilikan barang atau peralatan modal
dengan pembayaran tangguh dan pembayaran cicilan.
Meratakan pendapatan melalui sistem bagi hasil dan kerugihan, baik
yang diberikan kepada bank itu sendiri amupun kepada peminjam
e. Penerapan sistem bagi hasil yang tidak membebani biaya diluar kemampuan
nasabah dan akan terjamin adanya keterbukaan.

Pembiayaan dalam Perbankan Konvensional


Pembiyaan dalam bank konvensional sering disebut dengan pemberian kredit
modal usaha. Dalam menjalankan fungsi intermediasi keuangan, bank konvensional
melakukan penghimpunan dana dari tabungan nasabah dengan cara menawarkan bunga
yang menarik atau tinggi. Sedangkan untuk menyalurkan dalam bentuk kredit, bank
konvensional menawarkan bunga yang menarik yaitu serendah-rendahnya. Dengn
bunga kredit yang ringan, maka dapat mendorong sektor UMKM untuk melakukan
pengajuan kredit yang akhirnya mempengaruhi perkembangan usaha tersebut.
Asas Perjanjian Kredit
Asas perjanjian dalam hukum perbankan konvensional, perjanjian menganut
sistem terbuka yang mengandung asas kebebasan membuat perjanjian (Subekti, 1991).
Sesuai yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat-syarat
terjadinya suatu persetujuan yang sah dalam perjanjian kredit serta pemberian kredit
oleh Bank kepada debitornya harus dalam bentuk perjanjian yang diberi nama
Perjanjian Kredit hal ini sesuai dengan surat Bank Indonesia kepada segenap Bank
Devisa No. 03/1093/OPK/KPD tanggal 29 Desember 1970.
Bentuk perjanjian dalam bank konvensional secara yuridis memiliki dua bentuk
yaitu:
1. Perjanjian yang dibuat di bawah tangan atau akta dibawah tangan artinya
perjanjian kredit dibuat hanya antara pihak bank dengan nasabah tanpa
adanya notaris sebagai saksi.
2. Perjanjian kredit yang dibuat di hadapan Notaris atau akta otentik artinya
perjanjian kredit oleh bank dengan nasabah dilakukan dan dibuat persetujuan
hanya dengan adanya notaris sebagai saksi. Dalam hal ini biasanya kredit
yang ditawarkan besar.
Sifat Hukum Perjanjian Kredit
Dalam perjanjian kredit memiliki sifat-sifat yang harus diketahui oleh nasabah
khususnya UMKM. Secara garis besar bank konvensional memiliki sifat hukum
perjanjian kredit yang dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu;
1. Perjanjian kredit yang bersifat riil artinya perjanjian kredit dilaksanakan
setelah uang pinjaman diserahkan kepada nasabah atau UMKM.
2. Perjanjian kredit bersifat konsensual artinya perjanjian terjadi sejak adanya
kesepakatan anatara bank dengan nasabah.
3. Perjanjian kredit bersifat konsensual dan rill artinya diposisikan ada dua
perjanjian yang berdampingan, yaitu yang pertama adalah perjanjian untuk
mengadakan perjanjian pinjaman mengganti dimana perjanjian ini adalah
timbal balik yang satu wajib menyerahkan benda (uang) yang dipinjamkan,
sedangkan pihak yang lain wajib menerima benda (uang) itu dan yang kedua
adalah perjanjian pinjam menggganti yaitu perjanjian sepihak, bernama,
yang diatur di dalam Pasal 1754-Pasal 1759 KUHPerdata
Syarat Perjanjian Kredit
Syarat melakukan perjanjian kredit tertuang dalam Pasal KUHPerdata dimana
untuk dikatakan perjanjian itu sah maka diperlukan empat syarat yaitu 1) sepakat
mengikatkan diri, 2) cakap membuat perjanjian. 3) mengenai suatu hal tertentu, 4) suatu
sebab yang halal.
Menurut S.B. Marsh dan J. Soulsby, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaan suatu perjanjian sebelum perjanjian dibuat. Bank kkonvensional
harus memberikan keterangan bagi peminjam sesuai dengan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan. Perjanjian itu meliputi syarat-syarat:
1. Perjanjian itu harus tertulis, ditandatangai oleh debitor secara pribadi dan
oleh atau atas nama kreditor. Tanda tangan dalam dalam bentuk blanko,
meninggalkannya pada seorang levelansir atau agen untuk diisi secara
terinci, tidaklah cukup.
2. Dokumen itu harus dalam bentuk yang ditetapkan, dan berisi (dalam
beberapa hal badan hukum dengan referensi) keterangan yang ditentukan,
terutama hak dan kewajiban debitor, perlindungan dan upaya hukum yang
tersedia baginya menurut undang-undang, dan jumlah kredit dan jumlah
biaya keseluruhan untuk kredit itu.
3. Pemberitahuan tentang hak-hak pembatalan harus diberikan dalam semua
perjanjian yang dapat dibatalkan.
Fungsi Jaminan Kredit
Dalam perjanjian pembiayaan bank konvensional mengenal adanya istilah
jaminan yang harus diberikan oleh nasabah sebagai bentuk kepercayaan bahwa nasabah
UMKM bersedia untuk memenihu persyaratan dan ketentuan yang telah disepakati
bersama. Menurut Subekti (1991), idealnya yang bisa digunakan dalam jaminan
pembiayaan kredit bank konvensional adalah
1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang
membutuhkannya.
2. Tidak melemahkan posisi si penerima atau UMKM untuk meneruskan
usahanya.
3. Memberikan kepastian kepada kreditor dalam arti bahwa jaminan tersebut
dapat sebagai ganti pembayaran pembiayaan kredit nasabah atau UMKM
apabila tidak melunasi hutangnya.

Penutup
Pembiayaan oleh bank syariah dan konvensional memiliki pengaruh yang baik
dalam kemajuan ekonomi sektor UMKM. Dari data penerima pembiayaan UMKM
dapat dilihat bahwa antusiasme UMKM untuk memperoleh pembiayaan. Bukan hanya
bank syariah namun bank konvensional pun dalam hal pembiayaan masih sangat
dibutuhkan. Banyak hal yang masih belum diketahui oleh nasabah UMKM dalam
pembiayan bank syariah dan bank konvensional seperti akad perjanjian, sifat hukum,
dan jaminan. Sehingga perlunya informasi yang lebih dalam hal pembiayaan bank
syarah dan konvensional.

Referensi
Kara, Muslimin. (2013). Kontribusi Pembiayaan Perbankan Syariah terhadap
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Program Studi Islam UIN
Alauddin Makassar. Jurnal Ahkam, Vol.XIII, No. 2.
Koch, Timothy W, Mac Donald, S. Scot. (2000), Bank Management, Fourth Edition,
Orlando, The Dryden Press, Harcourt Brace College Publishers
Subekti, 1991, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung
Neni Sri Imaniyati, 2013, Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi, Mandar Maju,
Bandung: hlm. 112-113
Muhammad. 2005. Bank Syariah: Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Ismail. 2010. Manajemen Perbankan: dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Perpustakaan
Nasional.
Usman, Rachmadi.

Anda mungkin juga menyukai