Anda di halaman 1dari 30

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Macam macam gigi tiruan pada lansia

1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan


Gigi tiruan lepasan merupakan suatu gigitiruan yang menggantikan gigi

yang hilang danjaringan pendukungnya, yang dapat dilepasmaupun

dipasangkan kembali oleh pemakainya. Gigi tiruan sebagian lepasan

(GTSL) telah diterimasecara luas sebagai cara untuk menggantikangigi

yang hilang baik akibat karies maupun akibatpenyakit periodontal. Tujuan

dari pembuatan gigi tiruan bukan hanya memperbaiki fungsi pengunyahan,

fonetik, dan estetik saja, tetapi juga harus dapat mempertahankan

kesehatan jaringan tersisa. Untuk tujuan terakhir ini selain erat kaitannya

dengan pemeliharaan kebersihan mulut, juga bagaimana mengatur agar

gaya-gaya yang terjadi bersifat fungsional atau mengurangi besarnya gaya

yang kemungkinan merusak jaringan periodontal gigi yang tersisa.1


2. Gigi Tiruan Lengkap
Gigi tiruan lengkap merupakan suatu piranti yang dibuat tidak hanya

untuk menggantikan seluruh gigi yang hilang, beserta jaringan sekitarnya,

akan

tetapi juga dapat memperbaiki fungsi kunyah, estetik, serta fonetik

penderita.

Pemakaian gigi tiruan lengkap dapat digunakan sebagai alat bantu dalam

memperbaiki defisiensi pengunyahan serta memperbaiki nutrisi pada

1
penderita. Oleh karena itu, salah satu kriteria yang menentukan

keberhasilan pembuatan gigi tiruan lengkap, adalah gigi tiruan tersebut

dapat memperbaiki dan meningkatkan fungsi kunyah.2

3. Overdenture
Suatu overdenture mendapat dukungan dari satu atau beberapa gigi

abutmen dengan cara menutupi seluruh gigi dibawah permukaan

perlekatan. Dapat berupa GTS atau GTL. Indikasi dari overdenture :


a. Pasien dengan mtivasi dan higiene mulut yang baik.
b. Karena penurunan retensi dan stabilitas GTL bawah dan kenaikan

resorpsi mandibula. Overdenture terutama sangat bermanfaat untuk

GTL bawah atau sadel free-end.3

4. Implant
Walaupun fakta ilmiah yang jelas kebanyakan rekomendasi yang diajukan

masih kurang, pengalaman klinis telah memberikan dasar untuk sebuah

aturan perawatan:
a. Hanya pasien kooperatif dan termotivasi harus dipertimbangkan

untuk implan.
b. Pasien kompromisasi medis bukan merupakan kandidat yang bagus

untuk implantasi
c. Gangguan mentaal mungkin dipertimbangkan sebagai

kontraindikasi.
d. Diagnosis dan rencana perawatan secara hati-hati harus menjadi

pertimbangan pemasangan implan.


e. Infeksi oral yang persisten seperti penyakit periodontal merupakan

sebuah kontraindikasi yang penting.


f. Implantasi tidak boleh dilakukan pada region dengan volume

tulang yang tdak adekuat. 4

2
3.2 Perubahan rongga mulut pada lansia yang berhubungan dengan

pemakaian gigi tiruan

Gigi tiruan sebagian lepasan dapat menjadi salah satu alternatif

perawatan terhadap kehilangan gigi pada lansia. Pengguna gigi tiruan

sebagian lepasan tanpa perawatan yang baik dapat menyebabkan berbagai

perubahan terhadap kondisi jaringan keras dan jaringan lunak pada

rongga mulut yang merupakan jalan masuk pertama sistem pencernaan

manusia. Disamping itu, pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan pada

lansia sangat rentan terhadap kejadian kelainan kelainan pada rongga

mulut. Selain itu, perubahan rongga mulut yang dapat terjadi pada lansia yaitu

ulser akibat penggunaan gigi tiruan pada yang memiliki sayap gigitiruan terlalu

panjang, denture stomatitis karena penggunaan gigi tiruan sepanjang hari, angular

celulitis karena pemakaian gigi tiruan yang memiliki retensi kurang baik, adanya

C. Albicans, staphylococus aereus sebagai penyebab terjadinya resesi gingiva

karena pemakaian gigi tiruan dengan disain yang buruk mengakibatkan

perpindahan tepi gingiva bebas keposisi apikal, terjadinya gingivitis karena

penumpukan plak disekeliling gigi alami yang masih ada, adanya kalkulus

sehingga menyebabkan terjadinya karies pada gigi alami, goyangnya gigi alami

yang masih ada karena berkurangnya tinggi tulang alveolar pada lansia yang

menjadi tumpuan dari gigi tiruannya.5

3.3 Etiologi gigi tiruan longgar

Terdapat beberapa penyebab gigi tiruan menjadi longgar, yaitu:6

3
1. perubahan bentuk jaringan lunak akibat dari penggunaan gigitiruan dalam

jangka waktu yang lama.

2. adanya resorbsi tulang alveolar.

3. menurunnya fitting surface gigitiruan terhadap jaringan mukosa mulut.

4. sifat dari resin akrilik sebagai bahan basis gigitiruan yang dapat menyerap air

dapat menyebabkan ketidakstabilan dimensi yang menghasilkan efek berupa

longgarnya gigi tiruan.

3.4 Pemeriksaan pasien untuk menegakkan diagnosis

Pemeriksaan medis (anamnesis):4

1. Identifikasi pasien

2. Keluhan utama

3. Riwayat dental

4. Riwayat penyakit saat ini

5. Riwayat penyakit yang lalu

6. Medikasi / konsumsi obat

7. Riwayat alergi

8. Riwayat diet

9. Riwayat sosial

10. Kebiasaan

4
11. Pemeriksaan fisik

12. Tanda vital

13. Pemeriksaan laboratorium

14. Status mental / kognitif

15. Pemeriksaan fungsional

Pemeriksaan rongga mulut: 4

1. Pemeriksaan ekstraora:, bentuk wajah, tangan, kulit, rambut, mata, telinga,

glandula parotid, sinus, leher, dan pernafasan.

2. Pemeriksaan intraoral:

a. Evaluasi jaringan lunak dan mulut kering

b. Kehilangan struktur gigi, karies, dan restorasi

c. Jaringan periodontal

d. Ridge alveolar

e. Penunjang diagnostic

f. Evaluasi prostetik

3.5 Diagnosis kasus pada scenario

Diketahui gigi yang hilang yakni gigi gigi 17, 15, 13, 12, 11, 21, 22, 23,

24, 36, 35, 34, 33, 43, 44, dan 45. Menurut aturan ketiga dari Applegate yakni bila

5
terdapat gigi molar 3 dan akan digunakan sebagai gigi penyangga, maka akan

dimasukkan ke dalam klasifikasi. Dalam kasus pada skenario tidak mengatakan

bahwa pasen kehilangan gigi molar 3, sehingga kita menganggap bahwa gigi

molar 3 masih ada. Dengan menggunakan klasifikasi Kennedy, rahang atas

merupakan kelas III modifikasi 2 dan rahang bawah merupakan kelas III

modifikasi 2. Kelas III merupakan keadaan terdapat area edontolous unilateral

yang dibatasi oleh baik gigi anterior maupun gigi posterior.7

Untuk diagnosis lain yakni terdapat sisa akar pada gigi 37, 46, dan 47,

sehinggan kami mendiagnosis sebagai pulpitis irreversibel merupakan keadaan

pulpa yang sudah tidak vital. 7

Gambar 1. Disain rahang atas

6
Gambar 2. Disain rahang bawah

3.6 Pengaruh kondisi sistemik terhadap perawatan yang diberikan pada

pasien lansia

Pada pasien berusia 74 tahun yang memiliki kolesterol LDL 243 mg/dl

Normal LDL (Low Density Lipoprotein).8

- Dewasa:

Desirable : <130 mg /dl atau 3,4 mm/dl

Borderlibe high-risk : 140-159 mg/dl

High risk : >160 mg/dl

Indikasi klinik :9

peningkatan kadar LDL disebabkan oleh kondisi

7
hypoproteinemia

type I hyperlipidermia

chronre anemias

hepatocellular disease

pasien yang memiliki kondisi penyakit sistemik seperti jantung berdampak

pada infeksi endocardritis. American College Of Cardiology and American heart

assosiaction ( AHA) pada tahun 2008 mengatakan vagwa prophylacsis melawan

infeksi endocarditis. Pada pasien yang menjalani perawatan dental. Kondisi

sistemik ini sangat berpengaruh terhadap obat obatan yang dikonsumsi yaitu anti

koagulan seperti Coumadin harus tidak dilanutkan sebelum perawatan dental

untuk mencegah perdarahan serius pasca oencabutan gigi.9

Tekanan darah pada pasien manula sebesar 150/ 100 mm/Hg. Tekanan darah

yang normal jika diastolik dibawah 90 mmHg dan sistolik dibawah 140 mmHg

pasien dengan tekanan darah 140-160/ 90-99 mm/Hg harus berhati-hati saat

menjalani perawatan dental dan harus diberikan pramedikasi half an hour sebelum

bedah terutama pasien yang tekanna darahnya dibawah normal.10

3.7 Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum perawatan pada lansia

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan perawatan pada

lansia, yaitu:4

8
a. pada saat melakukan anamnesis, dokter gigi harus memperhatikan kesan

pertama yang di berikan oleh pasien lansia misalnya postur tubuh,

perilaku, sikap, karena hal tersebut dapat mempengaruhi dalam proses

mendiagnosis.
b. pasien lansia kebanyakan mengalami demensia sehingga tidak dapat

memberikan riwayat kesehatan dental dan medis secara mendetail

sehingga perlu diberikan tambahan pertanyaan seperti :


Riwayat nyeri pada dada dan kelelahan
edema pada pergelangan kaki
riwayat pusing,pingsan
apakah menggunakan dua gulng pada saat tidur
apakah terjadi penurunan berat badan(dapat mengindikasikan

status nutrisi, penyakit diabetes mellitus, depresi, demensia)


c. pasien lansia biasanya mengalami gangguan penglihatan sehingga perlu

menggunakan warna kontras, huruf besar, berkontak mata pada saat

menganamnesis atau menjelaskan mengenai perawatan yang akan

diberikan.
d. pasien lansia biasanya mengalami gangguan pendengaran sehingga perlu

untuk berbicara dengan pelan dan jelas, dan meninggikan volume suara.

3.8 Pertimbangan dalam pemilihan gigi tiruan

Beberapa pertimbangan dalam pemilihan gigi tiruan, yaitu:11

a. stabilitas
Stabilitas menjelaskan mengenai bagaimana basis gigi tiruan dapat

terhindar dari pergerakan horizontal atau dari geseran. Stabilitas basis gigi

tiruan akan lebih kuat apabila ridge alveolar masih tinggi dan lebar
b. Retensi dan faktor yang mempengaruhi retensi
Retensi dari gigi tiruan dipengaruhi oleh faktor kohesi, adhesi,

cairan, viskositas, tekanan atmosfer, dan faktor eksternal yang muncul

9
dari muskulus oral-facial. Hal yang paling penting dari keseluruhan adalah

ketegangan permukaan interfacial yang berkembang akibat dari lapisan

saliva di dalam basis gigi tiruan dan jaringan lunak pendukung. Retensi

dicapai ketika lapisan saliva memaksimalkan kontak dengan mendekati

gigi tiruan dan permukaan mukosa. Oleh karena itu, terjadi penurunan

nyata dalam retensi gigi tiruan lengkap karena penurunan tegangan

permukaan interfacial dalam kasus pasien xerostomia yang mengalami

pengurangan kuantitatif dan kualitatif dalam saliva.


c. Kohesi
Daya tarik dari molekul yang mirip satu sama lain yang terjadi di

lapisan saliva adalah kohesi. Kekuatan kohesif secara langsung tergantung

pada jumlah saliva dan daerah basis gigi tiruan. Namun, kekuatan ini

kurang dari kekuatan adhesi. Adhesif dapat diterapkan untuk

meningkatkan kepuasan dengan gigitiruan yang dibuat secara benar.

Kekuatan kohesi memperluas dukungan dan meningkatkan retensi,

stabilitas dan memberikan individu dengan perasaan aman

faktor umum dalam pertimbangan pemilihan gigi tiruan:11

1. nutrisi

walaupun belum dapat di katakana secara pasti pengaruh efisiensi kunyak

terhadap kualitas nutrisi seseorang, dapat di pastikan bahwa pada lansia sering

ditemukan adanya defisiensi dalam salah satu nutrient atau mineral.selain itu juga

telah di buktikan bahwa faktor penyebab utama menurunya daya tahan jaringan

terhadap pemakaian gigi tiruan adalah diet yang tidak seimbang.

10
2. Kelainan-kelainan sistemik

Kelainan-kelainan sistemik, seperti gangguan gastrointestinal, diabetes

mellitus, atau arteriosklerosis dapat memperburuk mulut yang tersisa. Ini akan

mengakibatkan pasien enggan memakai gigi tiruan, atau jika telah memakainya

enggan untuk membersihkannya dengan kelainan periodontal sebagai akibat

lanjutannya. Dalam hal demikian sebaiknya perawatan protodontik ditunda

pelaksanaanya sampai kondisi pasien membaik. Apabila kondisi pasien sangat

lemah, sebaiknya perawatan prostodontik ditunda pelaksanaanya, tetapi tetap

perlu dijadwalkan asuhan pemeliharaan kebersihan mulut dan gigi-gigi yang

masih ada.

3. perubahan Neurofisiologik

karena terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat akibat penuaan, maka

masa adaptasi yang dibutuhkan pasien untuk menerima gigi tiruannya yang baru

akan lebih panjang. Ini akibat otot-otot yang sudah tidak mampu lagi mengubah

pola geraknya secara cepat guna menyesuaikan dengan kebutuhan pola gerak gigi

tiruannya. Kenyataan ini perlu di sadari oleh dokter gigi, dan untuk itu dibutuhkan

kesabaran tinggi dalam perawatannya, di sertai pendekatannya penuh kasih

sayang.

3.9 Pertimbangan perawatan pada sisa akar gigi pada gigi 37,46,47

perawatan yang dapat diberikan pada sisa akar gigi pada gigi 37,46,47

yaitu dilakukannya overdenture; Dimana overdenture ini dapat memberi

11
dukungan dari satu atau beebrapa gigi abutment dengan cara menutupi seluruh

gigi dibawah permukaan perlekatan. Salah satu indikasi dari overdenture ini ialah

Oral Hygine yang baik pada pasien,dengan alasan karena ada penurunan retensi

dan stabilitas pada gigi bawah. Overdenture juga sangat berguna dalam

pertimbangan seperti ini utamanya pada gigi bagian bawah.12

3.10 Rencana perawatan gigi tiruan pada skenario

Penggunaan gigi tiruan untuk mengembalikan kebutuhan fungsional

seperti mastikasi dan kebutuhan estetik pada pasien manula. Adapun jenis gigi

tiruan yang dapat digunakan yaitu gigi tiruan sebagian lepasan. Pembuatan GTSL

pada manula harus memaksimalkan agar GTSL mudah dibersihkan, elemen

retentive dan konektor mayor harus di desain dengan baik sehingga tidak

mempengaruhi jaringan periodontal, bagian proksimal dari gigi penyangga harus

memberikan ruang proksimal dan gigi penyangga harus memberikan ruang yang

dapat dilalui oleh saliva dan agar mudah dibersihkan dengan sikat interdental,

desain gigi tiruan harus sederhana.13

Penanganan sisa akar :14

a. Dilakukan pencabutan apabila pasien menginginkan penggunaan gigi

tiruan penuh atau pasien tidak dapat kooperatif terhadap prosedur

perawatan saluran akar.


b. Perawatan saluran akar untuk mempersiapkan gigi sebagai penyangga gigi

tiruan sebagian lepasan atau over denture.

12
3.11 Penanganan yang dapat dilakukan pada kondisi sistemik pasien

Pada scenario tekanan darah pasien yaitu 150/100 mmHg dimana

menunjukkan tekanan darah melewati batas normal atau tekanan darah tinggi /

hipertensi, maka penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi non

farmakologis. Jika diberikan obat anti hipertensi yang mengandung zat kimia

maka akan menimbulkan berbagai efek samping, diantaranya dapat menyebabkan

hipokalemi, aritmia jantung, hipovolemi, syok, gagal ginjal dan sebagainya.

Terapi non farmakologis diberikan kepada semua pasien hipertensi primer dengan

tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor resikol serta penyakit

lainnya. Terapi non farmakologis merupakan terapi tanpa menggunakan agen obat

dalam proses terapinya.15

Pada orang normal, kecemasan mengakibatkan terjadinya peningkatan

tekanan darah sesaat, pada pasien hipertensi kecemasan dapat memicu kenaikan

heart rate (HR) tekanan darah dan ketegangan otot yang membutuhkan intervensi

medis dan intervensi perawatan. 15

Terapi komplomentar adalah sebuah kelompok dari macam macam sistem

pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara umum tidak

menjadi bagian dari pengobatan konvensional, adapun terapi yang bisa digunakan

untuk menurunkan tekanan darah yaitu misalnya bekam, terapi relaksasi, terapi

pijat dan juga terapi healing touch. Terapi healing touch adalah terapi yang

diyakini dapat menurunkan tekanan darah dengan cara meletakkan dan

13
mengusapkan tangan diatas pasien atau tubuh yang merasa sakit, dalam peran ini

otak dan kulit adalah organ yang sangat penting, penggunaan sentuhan telah

diaplikasikan secara universal dalam konteks penyembuhan.15

Penanganan pada pasien diabetes mellitus: 15

1. Memberikan obat diet pada pasien


2. Memberikan penyuluhan akan pentingnya menjaga pola makan
3. Memberikan penyuluhan akan pentingnya hidup sehat dan sering

berolahraga
4. Menyarankan pada pasien untuk mengkonsumsi makanan yang memiliki

gizi seimbang
5. Menyarankan pada pasien untuk mengurangi mengkonsumsi makanan

yang manis-manis

Selanjutnya untuk pasien hipertensi sebaiknya dirujuk ke dokter interna untuk

mendapatkan perawatan lebih intensirf dan jika selesai sebaiknya ada keterangan

dari dokter interna apakah dapat dilakukan perawatan dental atau tidak.

3.12 Keadaan fisiologis pada pasien dengan keluhan sulit mengunyah

Lanjut usia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang

secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya. Umumnya setiap

orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua adalah masa hidup

manusia yang terakhir. Pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,

mental, dan sosial hingga tidak melakukan tugasnya sehari-hari lagi dan bagi

kebanyakan orang masa tua kurang menyenangkan Gigi memiliki fungsi untuk

14
pengunyahan berbicara, dan estetika. Gigi geligi pada lansia mungkin sudah

banyak yang rusak, bahkan copot sehingga memberikan kesulitan saat mengunyah

makanan. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi

atau ompong merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi

lansia. Kehilangan gigi pada lansia berdampak pada berbagai persoalan, di

antaranya dampak psikologis seperti merasa malu, tegang, kehilangan selera

makan, malnutrisi, tidur terganggu, kesulitan bergaul menghindar untuk keluar,

tidak memiliki teman. konsentrasi terganggu hingga tidak dapat bekerja secara

total. Kesehatan gigi merupakan salah satu aspek dari kesehatan seseorang yang

merupakan hasil interaksi dari kondisi fisik, mental, dan sosial.16

Maryam, dkk. menyatakan bahwa, proses menua pada lansia menyebabkan

terjadinya tanda - tanda penuaan, yaitu berupa: 16

a. Perubahan sistem integumen. Perubahan sistem integumen terjadi pada

kulit lansia sehingga kulit lebih mudah rusak, mengerut/ keriput yang

diakibatkan hilangnya jaringan lemak. Permukaan kulit menjadi kasar dan

bersisik dikarena ilangnya proses kreatinisasi serta perubahan ukuran dan

bentuk sel-sel epidermis. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna

kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal. Penurunan cairan dan

vaskularisasi mengakibatkan berkurangnya elas-tisitas, sehingga kuku

menjadi keras, rapuh, pudar, tidak bercahaya, dan partumbuhan nya

melambat. Kelenjar keringat berkurang baik jumlah maupun fungsinya

15
b. Perubahan sistem muskuloskeletal. Perubahan sistem muskuloskeletal

yang terjadi pada tulang yaitu kehilangan kepadatan tulang sehingga

menjadi rapuh, kehilangan cairan sendi menyebabkan persendi an menjadi

kaku, pergerakan ter- batas, dan sendi membesar. Tendon mengerut dan

mengalami sclerosis juga adanya atrofi serabut otot sehingga gerakan

melambat, otot mudah kram dan tremor, kecuali otot polos tidak begitu

terpengaruh.

c. Perubahan sistem kardiopulmonal. Pada sistem kardiovaskuler terjadi

perubahan yaitu arteri kehilangan elastisitasnya. Elastisitas aorta menurun,

katup pada jantung menebal dan menjadi kaku. Sehingga menurunkan

kemampuan jantung, peningkatan nadi, dan tekanan sistolik darah.

d. Perubahan sistem pencernaan dan metabolisme. Pada sistem pencernaan

dan metabolisme terjadi kehilangan gigi akibat penyakit periodontal.

Kesehat an gigi yang buruk, gizi yang buruk, dan berkurangnya kekuatan

otot rahang akan menyebabkan kelelahan pada lansia saat mengunyah

makanan. Iritasi kronis pada selaput lendir mengakibatkan atrofi indera.

dan berkurangnya pengecap sensitifitas syaraf pengecap yang menurunkan

16
kemampuan ndera pengecap hingga terjadi penurunan selera makan yang

pada akhirnya berdampak defisiensi nutrisi dan malnutrisi pada lansia.

e. Perubahan sistem neurologis. Berbagai penyakit dan faktor lingkungan

yang telah berinteraksi sepanjang hidupnya lansia, ber dampak pada

kerusakan sel sel di otak. Kelainan yang timbul tergan tung jumlah

kerusakan serta area otak yang terkena kerusakan. Perubahan terbesar

yang terjadi pada ansia melipu emahnya ingatan menurunnya kemampuan

kognitif, perubahan pola tidur, gangguan pada: penglihatan pendengaran

kemampuan berjalan, dan postur tubuh.

f. Perubahan sistem pendengaran Perubahan pada organ pendengaran yang

berhubungan dengan penam-bahan usia berupa daun telinga lebih besar ini

dikarenakan pembentukan tulang rawan yang berlanjut dan penurunan

elastisitas kulit. Saluran telinga pada lansia menyempit dan rambut pada

saluran telinga lebih kasar dan kaku.

g. Perubahan sistem penglihatan. Pada lansia jaringan lemak menyelimuti

bola mata, membran mukosa konjungtiva menjadi kering karena

berkurangnya kualitas dan kuantitas air mata, sklera menjadi kecoklatan

17
ukuran pupil dan iris menjadi lebih kecil dan mengalami penurunan

kemampuan kontriksi, sehingga membatasi jumlah cahaya yang masuk ke

mata. Terjadi kekeruhan pada lensa mata yang berakibat katarak. Ambang

peng amatan sinar meningkat daya adaptasi terhadap kegelapan lebih

lambat, hal ini mengakibatkan sulit melihat dalam suasana gelap. Pada

akhirnya semua ini berdampak pada penurunan kemampuan penglihatan

lansia.

3.12 Penanganan kesulitan mengunyah

Kehilangan seluruh gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang tidak

segera digantikan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kemampuan

mastikasi. Oleh karena itu dibutuhkan gigi tiruan untuk menggantikan gigi yang

hilang. Salah satu fungsi gigi tiruan ialah untuk memperbaiki dan meningkatkan

fungsi pengunyahan agar dapat meningkatkan kualitas hidup penggunanya. Gigi

tiruan yang dibuat dengan baik berdasarkan prosedur dan kriteria dari masing-

masing pasien akan membuat penggunanya merasa nyaman saat memakai gigi

tiruannya terlebih khusus saat digunakan untuk mengunyah makanan.17

Selain itu, kesulitan mengunyah juga disebabkan oleh terjadinya

pelemahan jaringan penyangga gigi sehingga kemampuan mengunyah berkurang.

Perubahan di atas merupakan proses degenerasi yang menyebabkan menurunnya

resistensimukosa. Mukosa mulut menjadi mudah terluka oleh karena makanan

yang keras dan adanya gigitiruanyang menyebabkan penyembuhannya agak

lambat. Semua keadaan tersebut dapat diperberat karenamulut kering akibat

18
menurunnya produksi saliva.2Oleh karena itu salah satu penanganan yang dapat

diberikan adalah memodifikasi makanan yang diberikan pada lansia berupa

makanan yang lembut dan mudah dicerna.18

3.13 Kondisi Kejiwaan Lansia

Masalah psikologis yang mempengaruhi perilaku individu akibat dari

perubahan fisiologis atau reaksi dari perubahan sosial lansia, yaitu:19

Perubahan sosial seperti isolasi dan pensiunan (kehilangan pekerjaan dan

pendapatan) menyebabkan kecemasan pada lansia. Hal ini mengakibatkan

kurangnya keinginan lansia untuk menjalani kehidupan normal


Perubahan fisiologis seperti hilanganya rambut atau kehilangan gigi serta

pengurangan tinggi wajah yang mengarah dampaknya pada pengerutan

wajah sehingga dampaknya pada lansia sulit beradaptasi dengan menerima

perawatan medis ataupun gigi.

Dalam melakukan perawatan gigi dibutuhkan klasifikasi atau golongan pasien

lansia sebagai pertimbangan dokter gigi berinteraksi dan menunjang keberhasilan

rencana perawatan yang akan diberikan.19

Psikopatologi pasien usia lanjut:20

1. Gangguan Cemas
Cemas merupakan hasil interaksi yang kompleks antara berbagai bagian

kepribadian.Cemas adalah perasaan difus, yang sangat tidak

menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan

19
terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah

khas dan berulang.cemas merupakan hasil interaksi yang kompleks antara

berbagai bagian kepribadian. Cemas adalah perasaan difus, yang sangat

tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang

akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi

badaniah khas dan berulang.

2. Gangguan afektif
Gangguan afektif yang paling banyak ditemukan pada usia lanjut biasanya

berupa depresi. Depresi dapat mempengaruhi perjalanan penyakit fisik dan

kualitas hidup sehingga membutuhkan penatalaksanaan bersifat holistik

dan seimbang baik aspek fisik, mental maupun sosial.Penatalaksanaan

depresi pada usia lanjut mencakup terapi biologik dan psikososial. Terapi

biologik dapat diberikan dengan obat-obat antidepresan, terapi kejang

listrik, terapi sulih hormon dan transcranial magnetic stimulation (TMS).

Sementara terapi psikososial bertujuan mengatasi masalah psikoedukatif,

yaitu distorsi pola pikir, mekanisme coping yang tidak efektif, hambatan

relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah

sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan keluarga, kendala faktor

budaya, dan perubahan peran sosial. Keterlibatan dan dukungan keluarga

secara aktif sejak awal terapi akan berdampak positif bagi kelangsungan

pengobatan.

3. Gangguan fungsi kognitif


Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan yang berhubungan dengan

kemampuan intelektual. Penurunan kualitas intelektual manula dapat

20
berupa kemampuan proses belajar, kemampuan pemahaman, kinerja,

pemecahan masalah, daya ingat, motivasi, pengambilan keputusan, dan

kebijaksanaan.Pada manula yang menderita demensia, gangguan yang

terjadi adalah tidak dapat mengingat peristiwa yang baru dialami, akan

tetapi hal-hal yang telah lama terjadi, masih diingat. Keadaan ini sering

menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses

pelayanan terhadap manula, sangat perlu dibuatkan tanda-tanda atau

rambu-rambu baik berupa tulisan, atau gambar untuk membantu daya

ingat mereka. Gangguan kognitif dapat berupa demensia, delirium, delusi

dan amnesia.
Penyebab yang paling umum dari demensia senilis adalah penyakit

Alzheimer dan demensia multi-infark. Penyakit ini ditandai dengan

kaburnya ingatan, rendahnya konsentrasi, diikuti dengan melemahnya

intelektualitas dan kemudian acuh terhadap diri sendiri dan tidak mampu

merawat diri. Kebersihan gigigeligi pada penderita ini biasanya buruk

dan sering dijumpai kesehatan mulut yang rendah. Pada keadaan ini,

penurunan intelektualitas tidak dapat diperbaiki, pasien sering marah,

menarik diri, dan tidak dapat beradaptasi dengan gigi tiruan yang

digunakannya.

4. Paranoid
Paranoid didefinisikan sebagai gangguan mental yang meyakini bahwa

orang lain ingin membahayakan dirinya, yang merupakan kecurigaan tidak

rasional. Paranoid merupakan bagian dari skizofrenia. Gangguan jiwa

skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang dapat dialami sejak

21
muda dan dapat berlanjut menjadi kronik.Delusi merupakan suatu kondisi

adanya keyakinan kuat terhadap isi pikiran yang sebenarnya salah tetapi

tidak dapat dikoreksi melalui bukti-bukti yang ada. Onset usia gangguan

delusi adalah 40-45 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja.

Menurut Winkler pada lansia dapat dikategorikan:21,22


a. Lansia yang sehat
Pasien ini dapat terawat secara baik fisik dan psikologisnya, aktif

dalam pemenuhan hidupnya dan interaksi sosialnya, cepat

beradaptasi dengan perubahan usia mereka.


b. Lansia yang memiliki sifat pikun
Lansia yang memiliki kelainan emosional ataupun fisik. Dapat

digambarkan dalam keadaan cacat, sakit kronis, lemah, dan benar-

benar tua. Mereka tidak bisa menangani masalah dan rentan

terhadap penyakit.
c. Lansia yang puas dengan Gigi Tiruan
Lansia ini tidak mengeluhkan keadaannya dengan pemakaian gigi

tiruannya yang lama dan senang telah terbiasa dengan gigi

tiruannya.
d. Lansia tidak ingin memakai Gigi Tiruan
Lansia ini telah lama terbiasa menjalani hidup tanpa pemakaian

gigi tiruan dan tidak memiliki keinginan dan motivasi untuk

memakai gigi tiruan.

Menurut House (1950) mengklasifikasikan empat tipe pasien lansia:19

1. Philosophycal patient
Pasien ini memiliki alasan dan motivasi yang baik dalam pemakaian gigi

tiruan untuk pemeliharaan kesehatan dan penampilan bahwa memiliki gigi

22
adalah keadaan yang wajar diterima. Pasien ini bersedia dan siap

mengikuti instruksi dari dokter giginya untuk diagnosis dan perawatannya.


2. Exacting patinet
Pasien ini memiliki tuntutan dalam prosedur perawatannya sehingga

penanganannya memerlukan kesabaran. Pasien ini cenderung tidak puas

dengan perawatan sebelumnya dan menuntut pembetulan yang lebih bagus

khususnya dalam perawatan gigi tiruannya dengan pertimbangan untuk

kepuasan fungsional dan estetikanya.


3. Hysterical patient
Pasien ini memiliki emosional yang tidak stabil, rewel, dan terlalu

khawatir, memiliki sikap negatif, dan tidak memilki harapan serta

cenerung menjadikan perawatannya sebagai pilihan terakhir. Sehingga

prognosis perawatannya tidak terlalu baik.


4. Indifferent patient
Pasien ini sifatnya apatis atau acuh tak acuh dalam rencana perawatan

serta prognosisnya. Tidak tertarik dan tidak memiliki motivasi karena

menganggap mampu bertahan meskipun tanpa memakai gigi tiruan. Pasien

ini memperhatikan saran dokter, tidak koperatif, dan cenerung

menyalahkan dokternya.

Tips dalam perawatan kesehatan gigi mulut pada pasien Lansia:19

o Rencanakan janji yang singkat dan penyelesiana kerja yang

maksimal
o Jika bekerja terlalu cepat akan memberikan rasa kepada pasien

bahwa dokter giginya sedang ingin menyelamtkannya dan

perhatian
o Pasien lansia cenderung menuntutdan mudah marah

23
o Buat janji dalam waktu yang memungkinkan seperti pagi hari dan

suasana yang tenang

Pendekatan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi: 19,23

Doker gigi memiliki sikap yang ramah


Memiliki sikap yang senang mendengar semua keluhannya
Hindari penjelasan yang rumit dan berlebihan
Mengkritik secara bijaksana
Jangan egois dalam menentukan kebijakan dan keputusan rencana

perawatan
Jangan gunakan istilah yang sulit utnuk dipahami
Merencanakan perawatan serta alternatifnya serta menjelaskan

seluruh metode yang dapat dipilih oleh pasiennya


Memberikan arahan dan keterampilan yang baik dalam

berkomunikasi, memberitahukan rencana perwatan yang realistik,

mudah dimengerti dan jelaskan keterbatasan perawatannya


Komuniaksi ditempat yang tenang, tidak tergesah-gesah,

memandang pasien selama berbicara serta mendengarkan seluruh

keluhan dan keteraangan mengenai masalah kondisi rongga

mulutnya.

3.14 Indikasi perawatan bedah mulut pada lansia

Terdapat beberapa indikasi dalam perawatan bedah mulut pada lansia, yaitu:24

a. pada rahang dimana dijumpai neoplasma yang ganas, dan untuk

penanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi

b. Pada prosessus alveolaris yang dijumpai adanya undercut, cortical plate

yang tajam, puncak ridge yang tidak teratur, tuberositas tulang, dan

24
elongasi, sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi

tiruan

c. Jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang

maka alveoplasti dapat mempermudah pengeluarannya

d. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor

e. Akan dilakukan tindakan apikoektomi

f. Jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga

dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat

g. Pada tulang interseptal yang terinfeksi, dimana tulang ini dapat dibuang

pada waktu dilakukan gingivektomi

h. Pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoplasti yang

bertujuan untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara maksila

dan mandibula

i. Setelah tindakan pencabutan satau atau beberapa gigi, sehingga dapat

segera dilakukan pencetakan yang baik untuk pembuatan gigi tiruan

j. Adanya torus palatinus (palatal osteoma) maupun torus mandibularis yang

besar

k. Untuk memperbaiki overbite dan overjet

3.15 Edukasi setelah perawatan pada pasien lansia

Program kesehatan lansia adalah upaya kesehatan berupa promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitative untuk meningkatkan status kesehatan lansia.

Melakukan kegiatan program, seperti :25

25
a. Kegiatan promotif penyuluhan tentang perilaku hidup sehat dan gizi lansia.
b. Deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia.
c. Pengobatan ringan bagi lansia
d. Kegiatan rehabilitative berupa upaya medis, psikososial dan eduktif.

Dapat juga memberitahuan cara pemeliharaan gigi tiruan, dengan cara :26

1. setiap satu kali sehari sebelum tidur, sangat penting untuk melepas gigi

tiruan dari rongga mulut dan merendamnya dalam larutan pembersih untuk

membunuh mikroorganisme pada gigi tiruan dan membersihkan stein yang

ada, yang diikuti menyikat dengan pasta gigi setiap selesai makan.
2. Gigi tiruan dan rongga mulut harus dibersihkan setiap setelah makan.
3. Pada malam hari, gigi tiruan harus dilepas dan direndam dalam larutan

pembersih gigi tiruan.


4. Perendaman gigi tiruan dalam larutan pembersih dapat dilakukan

sepanjang malam, 2 jam, 1 jam atau 30 menit tergantung dari bahan

pembersih yang digunakan.

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Lenggogeny P, Masulili SL. Gigi tiruan sebagian kerangka logam sebagai

penunjang kesehatan jaringan periodontal. Maj Ked Gi Ind. Desember

2015; 1(2): 122-4.


2. Vivin A, Valentina D. Pengaruh dimensi vertikal terhadap fungsi kunyah

penggunaan gigi tiruan lengkap. Fakultas Kedokteran Gigi Hang Tuah

2010: 1
3. Mitchell L, Mitchell DA, Mccaul L. Kedokteran gigi klinik edisi 5.

Jakarta: EGC; 2012, p. 336.


4. Pedersen , Angus, Jonathan. Textbook of geriatric dentistry 3 th ed. UK:

Willey Blackwell; 2015, p. 17, 21, 43, 68, 71, 91, 95, 66-78, 491-2.
5. Fransisca F, Watuna, Mona PW, Krista VS. Gambaran rongga mulut pada

lansia pemakai gigi tiruan lepasan sebagian di panti werda kabupaten

minahasa: jurnal e-Gigi (Eg); 2015; 3 (1).


6. Christensen,G.J. Loss, Relining, Rebasing Partial Complete Denture. Dent.

Assoc, 126.
7. Loney Robert W. Removable partial denture manual. Faculty of dentistry,

Dalhousie University. 2011. P. 4, 5.


8. Fischbach bF, Dunning M.B. A manual of laboratory and diagnostic test.

Edition 8 . wolters klawer health lipppricott Williams and Wilkins. 2009.

452-3
9. Cohen, S., Hargreaves, K.M., 2006, Pathways of the pulp. 9th ed. Hal. 74
10. Fragiskos. Oral surgery. Germany. Psringer publisher 2007. 4

28
11. Pedersen ,paul halm, Angus walls, Jonathan Ship. Texbook of Geriatric

Dentistry. UK : Willey Blackwell ; 2015. p.


12. Mardjono D. Faktor-Faktor Prostodontik Yang Perlu Diperhatikan Pada

Perawatan Pasien Geriatrik Secara Terpadu. Jurnal Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia. 2000; 7(edisi khusus):655-659)


13. Laura mithchell,David mitchell,Lorna.Kedokteran gigi klinis

Ed.5;EGC.2014.
14. Carr AB, David TB, McCrackens Removable partial Prosthodontics. St.

Louis; Elsevier; 2011:171.


15. Sukarmin. Pengaruh terapi healing touch terhadap perubahan tekanan

darah pasien hipertensi. Jurnal Kesehatan Samudra Ilmu. 2016. Vol.07.1.


16. Asep AS. Gigi lansia. 2016. Jurnal skala husada; 13(1).;72-80.
17. Panjaitan, Ticoalu, Siagian. 2016. Gambaran kemampuan mastikasi pada

pasien pengguna gigi tiruan penuh di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-GiGi (eG);4(2):73-74.


18. Moh. Dharmautama, Angela Thomas Koyama, Astri Kusumawati. 2008.

Tingkat keparahan halitosis pada manula pemakai gigitiruan.

Dentofasial;7(2):107-111108
19. Hedge P, Rodrigues SJ, Shetty T. Assessment of mental attitude elderly for

prosthodontic treatment. Int J of Humanities 2016; 4(7): 93-9


20. Jubhari EH, Dharmautama M, Ananda UDD. Faktor kejiwaan menentukan

keberhasilan perawatan gigi manula. CDK 2012; 39(2): 106-9.


21. Gaikund A, Singn KP, Hazari P. Diffrent classification system of complete

denture patient based on mental attitude 2015; 3(8): 28-31


22. Mysore AR, Aras MA. Understanding the psychology of geriatric

edentulous patient. Gerondontology J 2012; 29(1): 23-7


23. B Shetty, P Mody, G Khumar. Psychological aspect and their management

during dental treatment in geriatric patient. The Int J of Geriatric and

Gerodontology 2015; 6(2): 1-6

29
24. Aditya G. Alveoplasti sebagai tindakan bedah preprostodontik - J.

Kedokteran trisakti. 1999, 18 (1); 28-30

25. Turana Y, Abikusno N, Santika A.Gambaran kesehatan lanjut usia di

Indonesia. Kementrian kesehatan RI. Jakarta; 2013. Hal.17.


26. Lengkong P.EO, Pangemanan DHC, Mariati NW. Perilaku dan cara

merawat gigi tiruan sebagian lepasan pada lansia dip anti werda minahasa

induk. J.e-Gigi (eG); Januari-Juni 2015; 1(1). Hal.2 ).

30

Anda mungkin juga menyukai