NAHDLATUL ULAMA
A. Arti Nahdlatul Ulama
Nahdhatul `Ulama secara epistimologis mempunyai arti Kebangkitan Ulama
atau Bangkitnya Para Ulama , sebuah organisasi yang didirikan sebagai tempat
berhimpun seluruh Ulama dan umat Islam. Sedangkan menurut istilah Nahdhatul `Ulama
adalah jam`iyah Diniyah yang berhaluan Ahlussunah wal Jama`ah yang didirikan di
Surabaya oleh para ulama pondok pesantren pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan
dengan tanggal 31 Januari 1926. Di antara para ulama pendiri jamiyyah Nahdhatul
`Ulama adalah:
LATIHAN SOAL
A. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memilih jawaban A,B,C atau D dengan jawaban yang
baik dan benar!
1. Secara epistimologis Nahdlatul Ulama mempunyai arti............
a. Ulama Bangkit c. Kebangkitan Ulama
b. Para Ulama d. Kebangkitan
2. Dibawah ini adalah salah satu tokoh yang mengusulkan Jamiyyah yang didirikan oleh ulama Ahlus sunnah
wal jamaah ini diberi nama Nahdhatul Ulama, yang disingkat NU adalah..........
a. KH. Nawawi c. KH. Hasyim Asyari
b. KH. Mas Alwi Abdul Aziz d. KH. Ridlwan
3. Mengupayakan tertwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat Indonesia merupakan salah satu
usaha-usaha Nahdlatul Ulama dalam bidang.........
a. Keagamaan c. pendidikan
b. Budaya d. Sosial
4. Gambar bintang besar di atas garis katulistiwa dalam lambang Nahdlatul Ulama adalah melambangkan
kepemimpinan................
a. Nabi Muhammad c. Khulafaur rashidin
b. Wali songo d. Ulama
5. Pencipta lambang Nahdlatul Ulama adalah............
a. KH. Ridlwan c. KH. Nawawi
b. KH. Wahab Hasbullah d. KH. Makhsum
6. Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial keagamaan yang berfaham.............
a. Mutazilah c. Asariyah
b. Ahlusunnah Wal jamaah d. Almaturidiyah
7. Pada tanggal 31 Januari 1926 Komite Hijaz bersidang dengan keputusan mengukuhkan komite hijaz untuk
membentuk organisasi.......
a. Nahdlatul Ulama c. Komite hijaz
b. Tafwirul afkar d. Pemuda
8. Habluminallah wa habluminannas adalah salah satu makna yang terdapat dalam lambang NU yaitu berupa
..
a. lima bintang di atas garis katulistiwa
b. tali yang mengitari bola dunia
c. bola dunia
d. tali yang tersimpul
9. Manusia dari tanah dan akan kembali ke tanah , dalam Lambang NU disimbulka berupa................
a. Lima bintang di atas garis khatulistiwa
b. tali yang mengitari bola dunia
c. tali yang tersimpul
d. Gambar Bola Dunia
10. 1. KH. Abdurrahman Wahid
2. KH. Bisri Syamsuri
3. KH. Hasyim Muzadi
4. KH. Asnawi Kudus
5. KH. Alwi Abdul Aziz
Tokoh-tokoh pendiri NU ditunjukkan pada nomor......
a. 2,3,4 c. 1,2,3
b. 1,2,5 d. 2,4,5
Selamat Mengerjakan
BAB II
PENDIRI NAHDLATUL ULAMA
7. Peninggalan
Dalam bidang karya, memang hampir tidak ada literatur yang menyebutkan
tentang karya Kiai Khalil; akan tetapi Kiai Khalil meninggalkan banyak sejarah dan
sesuatu yang tidak tertulis dalam literatur yang baku. Ada pun peninggalan Kiai Khalil
diantaranya:
Pertama, Kiai Khalil turut melakukan pengembangan pendidikan pesantren
sebagai pendidikan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Pada saat penjajahan Belanda,
hanya sedikit orang yang dibolehkan belajar, itu pun hanya dari golongan priyayi saja; di
luar itu, tidaklah dapat belajar di sekolah. Dari sanalah pendidikan pesantren menjadi
jamur di daerah Jawa, dan terhitung sangat banyak santri Kiai Khalil yang setelah lulus,
mendirikan pesantren. Seperti Kiai Hasyim (Pendiri Pesantren Tebuireng), Kiai Wahab
Hasbullah (Pendiri Pesantren Tambakberas), Kiai Ali Mashum (Pendiri Pesantren Lasem
Rembang), dan Kiai Bisri Musthafa (Pendiri Pesantren Rembang). Dari murid-murid Kiai
Khalil, banyak murid-murid yang dikemudian hari mendirikan pesantren, dan begitu
seterusnya sehingga pendidikan pesantren menjadi jamur di Indonesia.
Kedua, selain Pesantren yang Kiai Khalil tinggal di Madura khususnya, ia juga
meninggalkan kader-kader Bangsa dan Islam yang berhasil ia didik, sehingga akhirnya
menjadi pemimpin-pemimpin umat.
K.H. Muhammad Khalil, adalah satu fenomena tersendiri. Dia adalah salah seorang
tokoh pengembang pesantren di Nusantara. Sebagian besar pengasuh pesantren,
memiliki sanad (sambungan) dengan para murid Kiai Khalil, yang tentu saja memiliki
kesinambungan dengan Kiai Khalil. Beliau wafat pada tanggal 29 Ramadhan 1343 H
dalam usia 91 tahun karena usia lanjut. Hampir semua pesantren di Indonesia yang ada
sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren K.H. Muhammad Khalil.
Diantara peninggalan-peninggalan yang berupa tulisan atau kitab yang pernah di
tulis oleh K.H. Muhammad Khalil diantaranya adalah:
1) Kitab silah fi bayannikah
2) Kitab al Matnus Syarif.
3) Kitab terjemah Alfiyah
4) Kitab Asmaul Husna
5) Shalawat kiai Khalil Bangkalan
6) Wirid-wirid kiai Khalil Bangkalan
7) Lembaran berupa doa-do dan hizib
Perjalanan keluarga beliau pulalah yang memulai pertama kali belajar ilmu-ilmu
agama baik dari kakek dan neneknya. Desa Keras membawa perubahan hidup yang
pertama kali baginya, disini mula-mula ia menerima pelajaran agama yang luas dari
ayahnya yang pada saat itu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Asyariyah. Dengan
modal kecerdasan yang dimiliki dan dorongan lingkungan yang kondusif, dalam usia yang
cukup muda, beliau sudah dapat memahami ilmu-ilmu agama, baik bimbingan keluarga,
guru, atau belajar secara autodidak. Ketidak puasannya terdahap apa yang sudah
dipelajari, dan kehausan akan mutiara ilmu, membuatnya tidak cukup hanya belajar
pada lingkungan keluarganya. Setelah sekitar sembilan tahun di Desa Keras (umur 15
tahun) yakni belajar pada keluarganya, beliau mulai melakukuan pengembaraanya
menuntut ilmu.
7. Pejuang Kemerdekaan
Peran KH. M. Hasyim Asyari tidak hanya terbatas pada bidang keilmuan dan
keagamaan, melainkan juga dalam bidang sosial dan kebangsaan, beliau terlibat secara
aktif dalam perjuangan membebaskan bangsa dari penjajah belanda.
Pada tahun 1937 beliau didatangi pimpinan pemerintah belanda dengan
memberikan bintang mas dan perak tanda kehormatan tetapi beliau menolaknya.
Kemudian pada malam harinya beliau memberikan nasehat kepada santri-santrinya
tentang kejadian tersebut dan menganalogikan dengan kejadian yang dialami Nabi
Muhammad SAW yang ketika itu kaum Jahiliyah menawarinya dengan tiga hal, yaitu:
Peninggalan lain yang sangat berharga adalah sejumlah kitab yang beliau tulis
disela-sela kehidupan beliau didalam mendidik santri, mengayomi ribuan umat,
membela dan memperjuangkan bumi pertiwi dari penjajahan. Ini merupakan bukti riil
dari sikap dan perilakunya, pemikiranya dapat dilacak dalam beberapa karyanya yang
rata-rata berbahasa Arab.
Tetapi sangat disayangkan, karena kurang lengkapnya dokumentasi, kitab-kitab
yang sangat berharga itu lenyap tak tentu rimbanya. Sebenarnya, kitab yang beliau tulis
tidak kurang dari dua puluhan judul. Namun yang bisa diselamatkan hanya beberapa
judul saja, diantaranya:
1. Al-Nurul Mubin Fi Mahabati Sayyidi Mursalin. Kajian kewajiban beriman, mentaati,
mentauladani, berlaku ikhlas, mencinatai Nabi SAW sekaligus sejarah hidupnya.
2. Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashnau al-Maulida Bi al-Munkarat. Kajian mengenai
maulid nabi dalam kaitannya dengan amar maruf nahi mungkar.
3. Risalah Ahli Sunnah Wal Jamaah. Kajian mengenai pandangan terhadap bidah, Konsisi
salah satu madzhab, dan pecahnya umat menjadi 73 golongan
4. Al-Durasul Muntasyiroh Fi Masail Tisa asyaraoh. Kajian tentang wali dan thoriqoh yang
terangkum dalam sembilan belas permasalahan.
5. Al-Tibyan Fi Nahyian Muqathaah al-Arham Wa al-Aqrab Wa al-Akhwal. Kajian tentang
pentingnya jalinan silaturahmi antar sesama manusia
6. Adabul Alim Wa Muataalim. Pandangan tentang etika belajar dan mengajar didalam
pendidikan pesantrren pada khususnya
7. Dlau al-Misbah Fi Bayani Ahkami Nikah. Kajian hukum-hukum nikah, syarat, rukun, dan
hak-hak dalam perkawinan
8. Ziyadah Taliqot. Kitab yang berisikan polemic beliau dengan Syaikh. Abdullah bin yasir
Pasuruaan.
Hampir sepanjang hidup kiai satu ini, perhatian, pemikiran, harta dan tenaga,
sepenuhnya dicurahkan untuk mewujudkan cita-cita Islam dan bangsa Indonesia ini
melalui NU. Tak heran kalau, demi takjim dan pengabdian penuh itulah, kiai Wahab
bahkan tidak pernah absen dalam Muktamar NU selama 25 kali.
Karena itu, meski sedang sakit, kiai Wahab masih berkeinginan bisa menghadiri
Muktamar ke-25 di Surabaya dan berharap besar memberikan suaranya bagi partai NU
dalam pemilu tahun 1971. Keinginan itu ternyata dikabulkan Allah. Dan, sekali lagi
dalam Muktamar Surabaya, kiai kondang ini terpilih sebagai Rois 'Am PB Syuriah NU.
Tetapi, empat hari kemudian, setelah Muktamar Surabaya, ulama yang banyak
berjasa dalam organisasi NU serta terhadap bangsa Indonesia ini, dipanggil Allah, tepat
tanggal 29 Desember 1971. Tentunya, tak ada kata yang pantas untuk melepaskan
kepergian kiai satu ini, selain kesedihan serta rasa kehilangan dan ketakjiman. Lebih
dari itu, yang lebih penting adalah "acuan" bagi umat NU untuk meneladani kiprah dan
perjuangan yang pernah dilakukan dan diukir sepanjang hidupnya. Sebuah kiprah mulia
yang tidak sia-sia untuk diteladani.
D. KH.Bisyri Syamsuri
KH. Bisyri Syamsuri dilahirkan di desa Tayu, Pati, Jawa
Tengah pada 28 Dzul Hijjah 1304 bertepatan dengan 18
September 1886 M. Beliau adalah putra ketiga dari pasangan
suami istri Kyai Syamsuri dan Nyai Mariah. Pada usia tujuh
tahun KH. Bisyri Syamsuri mulai belajar agama secara teratur
yang diawali dengan belajar membaca Al Qur'an secara
mujawwad (dengan bacaan tajwid yang benar) pada Kyai
Shaleh di desa Tayu. Pelajaran membaca Al Qur'an ini
ditekuninya sampai beliau berusia sembilan tahun. Kemudian beliau melanjutkan
pelajarannya ke pesantren Kajen. Guru beliau bernama Kyai Abdul Salam, seorang
Huffadz yang juga terkenal penguasaannya di bidang Fiqih. Dibawah bimbingan ulama ini
beliau mempelajari dasar-dasar tata bahasa Arab, fiqih, tafsir, dan hadits.
Pada usia lima belas tahun KH. Bisyri Syamsuri berpindah pesantren lagi, belajar
pada Kyai Khalil di Demangan Bangkalan. Kemudian pada usia 19 tahun beliau
meneruskan pelajarannya ke pesantren Tebuireng Jombang. Dibawah bimbingan KH.
Hasyim Asy'ari beliau mempelajari berbagai ilmu agama Islam. Kecerdasan dan ketaatan
beliau menyebabkan tumbuhnya hubungan yang sangat erat antara beliau dengan
hadratus Syaikh. untuk masa-masa selanjutnya.
Setelah enam tahun lamanya belajar di Tebuireng, pada usia 24 tahun beliau
berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah. Beliau bersahabat dengan KH. Abdul
Wahab Hasbullah sejak di pesantren Kademangan sampai di tanah suci Makkah. Ketika
Adik KH. Abdul Wahab Hasbullah yang bemama Nur Khadijah menunaikan ibadah haji
bersama ibunya pada tahun 1914, KH. Abdul Wahab Hasbullah menjodohkan adiknya
dengan KH. Bisyri Syamsuri, dan pada tahun itu juga beliau pulang ke tanah air.
Kepulangan ke tanah air itu membawa beliau kepada pilihan untuk kembali ke
Tayu atau menetap di Tambakberas. Atas permintaan keluarga Nur Khadijah, beliau
menetap di Tambakberas Jombang. Setelah dua tahun menetap dan membantu mengajar
di Pesantren Tambakberas, pada tahun 1917 beliau pindah ke desa Denanyar. Di tempat
ini beliau bertani sambil mengajar, yang kemudian berkembang menjadi sebuah
pesantren. Semula pesantren ini hanya mendidik santri laki-laki, tetapi pada tahun 1919
beliau mencoba membuka pengajaran Khusus bagi para santri wanita. Percobaan ini
temyata mempunyai pengaruh bagi perkembangan pesantren, khususnya di JawaTimur.
Karena sebelumnya memang tidak pernah ada pendidikan khusus untuk santri putri.
KH. Bisyri Syamsuri termasuk salah seorang ulama yang ikut mengambil bagian
dalam kelahiran Nahdlatul Ulama dan selama hidupnya selalu mencurahkan tenaga dan
pikirannya untuk kebesaran Nahdlatul Ulama. Beliau juga dikenal sebagai pejuang yang
dengan gigih menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Pada masa perang
kemerdekaan beliau ikut terjun di medan tempur melawan tentara Belanda dan
menjabat sebagai ketua Markas Pertahanan Hizbullah-Sabilillah di Jawa Timur,
merangkap sebagai wakil ketua Markas Ulama Jawa timur yang dipimpin oleh KH. Abdul
Wahab Hasbullah.
KH. Bisyri Syamsuri adalah seorang ulama besar yang memiliki sifat sederhana dan
rendah hati. Meskipun demikian beliau dikenal sebagai ulama yang teguh pendirian dan
memegang prinsip. Dalam menjalankan tugas beliau selalu istiqamah dan tidak mudah
goyah, terutama dalam memutuskan suatu perkara yang berhubungan dengan syari'at
Islam. setiap hukum suatu persoalan yang sudah Jelas dalilnya dari Al Quran, Hadits,
Ijma atau Qiyas keputusan beliau selalu tegas dan tidak bisa ditawar-tawar.
Di zaman yang masih kental dengan nilai-nilai patrimonial waktu itu, apa yang
dilakukan Kyai Bisri termasuk kategori aneh. Untung sang guru yang sangat
dihormatinya, hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari tidak menentang terobosan yang
dilakukannya. Kalau saja hadratus Syaikh melarang, niscaya Kyai Bisri Syamsuri tidak
akan melanjutkan langkah fenomenal yang telah dibuatnya. Hal ini semata-mata karena
takdzimnya yang begitu mendalam kepada sang guru yang selalu dipanggilnya kyai.
Tidak mengherankan jika Kyai Bisri begitu kukuh dalam memegangi kaidah-kaidah
hukum fiqh, dan begitu teguh dalam mengkontekstualisasikan fiqh kepada kenyataan-
kenyataan hidup secara baik. Walaupun begitu, Kyai Bisri tidak kaku dan kolot dalam
berinteraksi dengan masyarakat. Hal itu setidaknya terlihat dari upayanya dalam
merintis pesantren yang dibangunnya di Denanyar.
3. Politisi Tangguh
Persinggungannya dengan politik praktis diawali ketika bergabung dengan Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante
dan puncaknya ketika dipercaya menjadi Ketua Majelis Syuro PPP ketika NU secara
formal tergabung dalam partai berlambang kabah itu.
Salah satu prestasi yang paling mengesankan, ketika Kyai Bisri Syamsuri berhasil
mendesakkan disyahkannya UU perkawinan hasil rancangannya bersama-sama ulama NU.
Padahal sebelumnya pemerintah sudah membuat rancangan undang-undang perkawinan
ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Kini, masyarakat merindukan kembali hadirnya seorang kyai plus seperti KH.
Bisri Syamsuri. Kapankah kerinduan itu terobati.
BAB III
KEPENGURUSAN NAHDLATUL ULAMA
A. Tingkat Kepengurusan NU
Tingkat kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri atas Pengurus
Besar (PB) untuk tingkat pusat, Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat propinsi, Pengurus
Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten/Kota. Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk
tingkat kepengurusan di luar negeri, Pengurus Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat
Kecamatan, Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat Desa/Kelurahan dan pengurus anak
ranting (PARNU).
DAFTAR PUSTAKA
Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama diterbitkan oleh
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan diperbanyak oleh PC. NU Kabupaten Blitar.
Pendidikan Aswaja & Ke-NU-An Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelas 4, diterbitkan oleh
Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif NU Jawa Timur.
Pendidikan Aswaja & Ke-NU-An Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelas 5, diterbitkan oleh
Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif NU Jawa Timur.
Biografi dan Karamah KH M Khalil Bangkalan; Surat Kepada Anjing Hitam (2001)
cetakan edisi ke 2;
"KH Bisri Syamsuri, Pecinta Hukum Fiqh sepanjang Hayat", KH Abdurahman Wahid,
Majalah Amanah, 1989