Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 18 : BEDAH JARINGAN II


MODUL 1
EXODONTIA

OLEH:
KELOMOPOK 4
Tutor: drg. Bambang Ristiono,MKes
Anggota:1.Agung Putra Sakti
2.Clarisa Khairani
3.Dwiyatri
4.Lala Viodita
5.Melina Vania Elian
6.Muhammad Iqbal
Pahlawan
7.Nancy Valencia
8.Nurlaili Syafar Wulan
9.Shindy Olivia
10.Trisna Dewi Avriany
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN AJARAN 2016/2017
MODUL 1

EXODONTIA

Skenario 1

Ndak nurut sih....

Pasien laki-laki datang ke RSGM Unand dengan keluhan


nyeri di daerah gigi rahang bawah kanan yang baru dicabut
sekitar 5 hari yang lalu . Hasil anamnesis pasien mengaku tidak
bisa menahan untuk tidak merokok pasca giginya dicabut
padahal sudah dilarang . Hasil pemeriksaan klinis didapat
diagnosis suspect alveolar osteitis dan ditemukan juga gangren
radix gigi 16 yang sudah tertutup gusi . Dokter gigi
menjelaskan bahwa akan dilakukan pengambilan fragmen akar
dengan open method extraction . Pasien takut mendengar
istilah bedah lalu menanyakan apakah dibius dulu dok ?
dokter menjawab iya pake lidocain dengan teknik blok
palatinus mayus . Lalu dokter gigi melakukan informed
concent kemungkinan komplikasinya seperti perforasi sinus
maksilaris, on going bleeding dan parastesi sekaligus
mengingatkan akibat yang ditimbulkan jika tidak mau nurut
instruksi dokter pasca ekstraksi nanti . Ekstraksi gigi 16 belum
dapat dilakukan karena harus diberikan dulu obat premedikasi
untuk beberapa hari dan pasien mengaku pernah alergi minum
obat Amoxycilin . Pada saat menerima resep dari dokter, pasien
bingung dengan tulisan yang tertulis di kertas resep ada angka-
angka romawi dan seperti huruf S .

Bagaimana saudara menjelaskan kasus tersebut di atas?


STEP I : TERMINOLOGI

Exodontia adalah ilmu yang mempelajari pencabutan gigi


yang aman dengan benar.

Alveolar Osteitis adalah komplikasi pasca ekstraksi yang


disertai rasa nyeri dan berhubungan dengan soket gigi
yang terbuka.

Open Method Extraction adalah teknik mengeluarkan gigi


dengan cara pembedahan dengan melakukan
pemotongan gigi atau tulang .

Lidocain adalah obat anastesi lokal yang menyebabkan


hilangnya sensasi rasa sakit .

Parastesi adalah sensasi yang abnormal, seperti


kesemutan,terbakar,dll.

STEP II : IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa indikasi dan kontraindikasi ekstraksi ?


2. Apa saja instruksi pada pasien sebelum dan sesudah
ekstraksi ?
3. Bagaimana pemberian obat dan resep pada pasien pasca
ekstraksi ?
4. Apa komplikasi yang terjadi pasca ekstraksi ?
5. Apa indikasi open method ekstraction ?
6. Berapa hari nyeri pasca ekstraksi dapat hilang ?
7. Apa bahan dan teknik untuk anastesi ?
8. Kenapa harus menggunakan lidocain ?
9. Apa komplikasi yang terjadi setelah dilakukan anastesi
lokal ?
10. Bagaimana penanganan alveolar osteitis ?
STEP III : ANALISA MASALAH

1. Apa indikasi dan kontraindikasi ekstraksi ?


Indikasi :
o Karies yang parah
o Nekrosis pulpa
o Penyakit periodontal parah
o Gigi malposisi
o Alasan orthodonti
o Gigi impaksi
o Supernumery teeth
o Lesi patologis
o Gigi yang retak

Kontraindikasi :

o Kelainan jantung
o Kelainan darah,seperti leukemia,hemophilia,anemia
o Diabetes melitus tidak terkontrol
o Penyakit ginjal
o Penyakit syphilis
o Alergi pada anastesi lokal
o Riwayat hipertensi
o Ibu hamil

2. Apa saja instruksi pada pasien sebelum dan sesudah


ekstraksi ?
Sebelum ekstraksi :
-Tidak begadang
-Cukup makan
-Kebiasaan merokok dihentikan dulu
Sesudah ekstraksi :
-Menggigit kapas lebih kurang 30 menit
-Jangan sering berkumur
-jangan dihisap
-Makan dan minum yang panas dihindari
-Jangan sering meludah
-Teratur mamakai obat
-Jangan makan disisi yang dicabut
-Dilarang menggunakan tembakau minimal 48 jam
-Jangan minum alkohol
-Jangan mengunyah permen karet
-Mengompres dengan es

3. Bagaimana pemberian obat dan resep pada pasien pasca


ekstraksi ?
Analgetik : jika tidak terjadi pembengkakan
Antiinflamasi : jika terjadi pembengkakan
Antibiotik :
contoh,penasilin,tetrasiklin,eritromisin,linkomisin,amo
xicillin

4. Apa komplikasi yang terjadi pasca ekstraksi ?


a) Komplikasi selama ekstraksi gigi
-kegagalan pemberian anastesi : teknik salah atau
dosis obat anastesi tidak cukup
-kegagalan mencabut gigi dengan tang atau elevator
-perdarahan selama pencabutan
-fraktur : pada gigi,alveolus atau tulang rahang
-cedera jaringan lunak
b) Komplikasi segera setelah pencabutan
-Pendarahan
-Rasa sakit
-Edema
-Reaksi terhadap obat
c) Komplikasi jauh sesudah ekstraksi
-alveolitis
-infeksi

5. Apa indikasi open method ekstraction ?


-Akar abnormal
-Gigi impaksi dan sem impaksi
-Gigi morfologi akar dengan anomali

6. Berapa hari nyeri pasca ekstraksi dapat hilang ?


Gigi pasca ekstraksi normalnya dapat hilang 1-3 hari .

7. Apa bahan dan teknik untuk anastesi ?

Bahan anestesi lokal terbagi dua golongan yaitu ester


dan amida.

Senyawa ester
Anastesi lokal yang tergolong senyawa ester adalah
kokain,benzokain (amerikain),ametocain,
prokain(novocain),tetrakain(pontokain),kloroprokain(nesac
aine).
Senyawa amida
Lidokain,mepivacaine(carbocaine),prilokain(citanest),bupi
vacain)marcaine),etidocain(duranest),dibukain(nupercaine
),ropikaine(naropine),levobupivacaine(chirocaine).

Obat anastesi
-Kokain -Ropivakain
-Prokain -Amethokain
-Kloroprokain -Felipresin
-Lidokain -Dibukain
-Bupivakin -Tetrakain
Teknik anastesi:

Anastesi lokal

-Anastesi supraperiosteal(infiltrasi)
-Anastesi blok
-Anastesi topikal

Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan


jalannya penghantar rangsangan dari pusat perifer.

Ada dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada


syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari
daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi,
sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal
sebelum masuk kedaerah operasi.
8. Kenapa harus menggunakan lidocain ?
Karena anastesinya terjadi lebih cepat,lebih kuat,dan lebih
ekstensif .

9. Apa komplikasi yang terjadi setelah dilakukan anastesi


lokal ?
a) Komplikasi lokal : komplikasi yang terjadi pada
sekitar area injeksi
-Jarum patah
-Rasa sakit
-Parastesi atau anastesi berkepanjangan
-Paralisis Fasial
-Trismus
-Hematom
-Infeksi
-Edema
-Trauma jaringan lunak
-Lesi intra oral
b) Komplikasi sistemik: komplikasi yang melibatkan
respon sistemik tubuh
-Reaksi psikis
-Reaksi toksik
-Reaksi alergi
-Virus hepatitis/HIV
-Interaksi obat

10. Bagaimana penanganan alveolar osteitis ?


-Radiograf :untuk mengetahui apakah ada yang tinggal
-Irigasi soket dengan larutan saline isotonic steril yang
hangat atau dengan larutan hydrogen peroksida yang
dicairkan untuk membuang material nekrotik dan debri

STEP IV : SKEMA

Pasien laki-laki
Ke RSGMP dengan keluhan nyeri
RB setelah ekstraksi

Anamnesis
Pemeriksaan klinis
-Pasien merokok pasca -Suspect
alveolar osteitis
ekstrasi -Gigi 16 gangren
radix
dan sudah ditutupi
gusi

Anastesi Ekstraksi
Pasca ekstraksi

Bahan Teknik Komplikasi Instruksi


pemberian
pd pasien
resep
Indikasi dan Komplikasi Teknik
kontraindikasi

STEP V : MENENTUKAN LO

1.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang


Anastesi
a) Bahan
b) Teknik
c) Komplikasi

2.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang


Ekstraksi

a) Indikasi dan Kontraindikasi


b) Teknik
c) Komplikasi

3.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang


Pasca Ekstraksi

a) Instruksi pada pasien


b) Pemberian resep

PEMBAHASAN LO
1.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
tentang Anastesi

a) Bahan
b) Teknik
c) Komplikasi
a) Bahan Anastesi

Anestesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi


pada area tertentu yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada
tubuh akibat depresi eksitasi pada serabut saraf maupun
akibat inhibisi pada proses konduksi nervus perifer.

Bahan anestesi lokal merupakan salah satu bahan yang


paling sering digunakan dalam kedokteran gigi. Bahan anestesi
lokal digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang timbul
akibat prosedur kedokteran gigi. Bahan anestesi lokal terbagi
dua golongan yaitu ester dan amida.

Senyawa ester
Daya ikatan ester sangat menentukn sifat anastesi lokal
sebab pada degradasi dan inaktivasi didalam tubuh,
gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan
ester umumnya kurang stabi dan mudah mengalami
metabolisme dibandingkan golongan amida . Anastesi
lokal yang tergolong senyawa ester adalah
kokain,benzokain (amerikain),ametocain,
prokain(novocain),tetrakain(pontokain),kloroprokain(nesac
aine).
Senyawa amida
Lidokain,mepivacaine(carbocaine),prilokain(citanest),bupi
vacain(marcaine),etidocain(duranest),dibukain(nupercaine
),ropikaine(naropine),levobupivacaine(chirocaine).

-Lidokain/adrenalin
Lidokain(xilokain) digunakan secara luas dengan
pemberian Topikal dan suntikan. Anastesi terjadi lebih
cepat,lebih kuat,lebih lama dan lebih extensi yang di timbulkan
oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan
0,5% digunakan untuk Anastesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-
2% untuk anetesi blok dan topikal.Anestetik ini efektif bila
digunakan tanpa vasokontriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan
toxisitasnya bertambah dan masa lebih pendek. Lidokain
merupakan obat terpilih bagi mereka yang hypersensitf
terhadap prokain dan epineprin. Lidokain dapat menimbulkan
kantuk.

-Dibukain
Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling
kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang.
Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih kuat
dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai
preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali
untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim
0,5% atau salep 1%.

- Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk
mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit.

- Prokain (novokain)
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%
Blok saraf: 1-2%
Dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit.
Karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja
pendek maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada
anestesi infiltrasi dan kadang- kadang untuk anestesi blok
saraf.

- Kloroprokain (nesakin)
Derivat protein dengan masa kerja lebih pendek.

-Bupivakain (markain)
Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja
yang panjang, dengan efek blokade terhadap sensorik lebih
besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih
populer digunakan untuk memperpanjang analgesia selama
persalinan dan masa pasca pembedahan. Pada dosis efektif
yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada
lidokain.
Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi
0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan
paravertebra. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk
anestesia infiltrasi adalah 2mg/kgBB.

-Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)


Mirip dengan bupivakain dan mempunyai indikasi yang sama
dalam kegunaanya, yaitu ketika anastesi dengan durasi
panjang dibutuhkan. Keuntungannya dibandingkan dengan
bupivakain adalah zat ini lebih rendah kardiotoksisitas. Zat ini
tersedia dalam beberapa formulasi. Konsentrasi 0,5% (dengan
atau tanpa epineprin), 0,75% , dan 1% telah digunakan pada
bidang kedokteran gigi.
Ketika digunakan pada praktek medis khasiat dari ropivakain
sama-sama efektif, baik menggunakan epineprin maupun tidak.
Pada dunia kedokteran gigi penambahan epineprin
meningkatkan efek anestesia dari ropivakain.
Konsentrasi efektif minimal 0.25%.

- Felipresin
Felipresin adalah oktapeptid sintetik, yang sangat mirip
dengan hormon pituitari vasopresin. Zat ini ditambahkan pada
anestesi lokal pada kedokteran gigi dalam konsentrasi 0,03
IU/mL (0,54g/mL). Felipresin penggunaanya tidak sebagus
vasokonstriktor epineprin, karena tidak bisa mengontrol
hemoragi secara efektif.

-Mepivakain HCL
Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya
mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan untuk anestesia
infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesia spinal. Sediaan
untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%. Pada orang
dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain. Mula
kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya
lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai
anestetik topikal.

-Tetrakain
Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Pada
pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik
daripada prokain. Obat ini digunakan untuk segala macam
anestesia.

-Prilokain HCl
Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip
lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek
vasodilatasinya lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak
memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap SSP lebih
ringan, penggunaan intravena blokade regional lebih aman.
Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik
yang unik dari prilokain HCl yaitu dapat menimbulkan
methemoglobinemia.

b) Teknik Anastesi

dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada


syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari
daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi,
sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal
sebelum masuk kedaerah operasi.

I. Anastesi blok
Anastesi blok berfugsi untuk mengontrol daerah
pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi blok yaitu
pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan
terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada
pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik.

Teknik-teknik anastesi blok pada maksila :


Injeksi Zigomatik

Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar


distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke
dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum
harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari
masuknya jarum ke dalam plexus venosus pterygoideus.

Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat


menganestesi akar mesiobukal molar pertama atas. Karen itu,
apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif
atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di
atas premolar kedua. Untuk ekstraksi satu atau semua gigi
molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major. (3)

Injeksi Infraorbital

Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan


cara palpasi. Foramen ini terletak tepat dibawah crista
infraorbitalis pada garis vertikal yang menghubungkan pupil
mata apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi,
posisi jari yang mempalpasi jangna dirubah dan tusukkan jarum
dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari
permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang
gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk kedalam
foramen infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen
ini. Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.
Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis
median, dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada titik
refleksi tertinggi dari membran mukosa antara incisivus sentral
dan lateral. Dengan cara ini, jarum tidak perlu melalui otot-otot
wajah.

Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita,


klinisi pemula sebaiknya mengukur dulu jarak dariforamen
infraorbitale ke ujung tonjol bukal gigi premolar ke dua atas.
Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila ditransfer
pada siringe jarak tersebut sampai pada titik perbatasan antara
bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada waktu
jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua,
ujungnya akan terletak tepat pada foramen infraorbitale jika
garis batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar
kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah
kadang bisa dirasakan.

Injeksi N. Nasopalatinus

Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang


berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insicivus
sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah
menuju canalis palatina anterior. Walaupun anestesi topikal
bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada
daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan
untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan
anestesi permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior


palatum yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Meskipun
demikian bila diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini
biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi palatuna
sebagian pada daerah kuspid dengan maksud menganestesi
setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang. (3)

Injeksi Nervus Palatinus Major

Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi


gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya
terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum sedikit
mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari


foramen palatinum majus (foramen palatinum posterior) yang
akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke
foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam
jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan
teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle
menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya
gagging.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber


maxillae sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke
crista gingiva pada sisi bersangkutan.

Injeksi Sebagian Nervus Palatinus

Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau


pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi
supraperiosteal atau zigomatik.

Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik


digunakan untuk prosedur dentistry operatif pada regio
premolar atau molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa
sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir
sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan
n.palatinus major.

Teknik Anestesi Blok Rahang Bawah :


-Anestesi Blok Fishers
Teknik anestesi blok rahang bawah yang paling sering
digunakan adalah blok saraf alveolaris inferior atau lebih
dikenal dengan blok Fishers. Teknik blok anestesi blok rahang
bawah ini sangat berguna untuk anestesi satu regio pada
rahang bawah.
Pada teknik anestesi blok Fishers ini, saraf yang teranestesi
meliputi N. Alveolaris inferior, cabang dari N. V3, N. Insisivus, N.
Mentalis, dan N. Lingualis.
Area yang teranestesi dengan teknik blok Fishers adalah geligi
mandibular sampai midline, corpus mandibula, ramus inferior,
mukoperiosteum bukal, mukus membrane anterior pada
mandibula gigi molar pertama, dua pertiga anterior lidah dan
dasar mulut, serta jaringan lunak lingual dan periosteum.

Indikasi teknik anestesi blok Fishers adalah untuk prosedur


pada gigi rahang bawah multiple pada satu region, anestesi
jaringan lunak buccal, anestesi jaringan lunak lingual.
Sedangkan kontraindikasi blok Fishers adalah adanya infeksi
atau inflamasi akut pada area injeksi, serta pasien dengan
kemungkinan untuk menggigit jaringan lunak yang teranestesi.
Keuntungan anestesi blok Fishers adalah injeksi anestesi di
satu tempat memberikan anestesi pada area yang luas pada
satu region. Namun, area yang luas pada anestesi blok Fishers
ini tidak diperlukan untuk keperluan prosedur lokal. Kerugian
lain anestesi blok Fishers ini adalah adanya persentase
anesthesia yang tidak cukup, intraoral landmark yang menjadi
acuan penyuntikan kadang tidak terlihat, kadang terjadi
aspirasi positif, anestesi lingual dan bibir bawah menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien.

Tahapan penyuntikan anestesi blok Fishers adalah :

Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi molar ketiga kemudian


digeser ke lateral untuk mencar linea oblique eksterna lalu
digeser ke median untuk mencari linea oblique interna melalui
trigonum retromolar.

Punggung jari harus menyentuh bucooklusal gigi yang terakhir,


lalu jarum dimasukkan kira- kira pada pertengahan lengkung
kuku dari sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu region
premolar sampai terasa kontak dengan tulang.

Syringe kemudian digeser kea rah sisi yang akan dianestesi,


harus sejajar dataran oklusal, jarum ditusukkan lebih lanjut
sedalam 6mm lalu lakukan aspirasi. Bila aspirasi negative,
larutan anestesi lokal dikeluarkan cc untuk menganestesi N.
Lingualis.

Syringe digeser lagi kea rah posisi pertama namun tidak peuh,
sampai region caninus, kemudian jarum ditusukkan lebih dalam
menyusuri tulang kurang lebih 10- 15 mm sampai terasa konta
jarum dengan tulang terlepas. Lakukan kebali aspirasi, bila
negative, larutan anestetikum dikeluarkan 1cc untuk
menganestesi N. Alveolarius inferior.

Anestesi Blok N. Buccinatorius (Buccal Nerve Block)


Blok N. Buccinatorius ditujukan untuk menganestesi daerah pipi
dan membrane mukosa bukal pada region gigi molar.

Saraf yang teranestesi pada blok ini adalah N. Buccal yang


merupakan cabang dari N. V3 yang mempersarafi jaringan
lunak dan periosteum buccal sampai gigi molar
mandibular. Anestesi blok N. Buccinatorius diindikasikan untuk
prosedur dental pada region gigi molar rahang bawah. Namun
blok ini merupakan kontraindikasi untuk infeksi atau terdapat
inflamasi akut pada area injeksi

Teknik Penyuntikan Anestesi Blok N. Buccinatorius


-Penyuntikan anestesi blok buccal dilakukan pada coronoid
notch, sedikit ke median dari linea oblique ramus mandibula.
Mukosa bukal dan pipi ditarik kemudian jarum ditusukkan kea
rah lateral dan distal di gigi molar ketiga setinggi 2-3 mm di
sekitar oklusal.
-aspirasi, bila negative, cairan anestetikum dikeluarkan 0,5 cc.

II. Anastesi infiltrasi


Adalah hilangnya rasa sakit pada daerah yang terbatas
dengan cara disuntik.Indikasi penggunaan anastesi
infiltrasi adalah untuk pencabutan molar sulung yang
sudah mengalami resorbsi sehingga goyang,dan
pencabutan gigi sulung yang persistensi.
Tahap melakukan infiltrasi anastesi :
- Muccobuccal fold diulas dengan yodium
- Jarum masukkan dengan sedut 45 derajat pada
mucobuccal fold atau 1- 1,5 menit dari leher gigi,bevel
jarum menghadap tulang, sampai menyentuh tulang.
- Tarik 1-2 mm,kemudian jarum sejajarkan sampai
menyentuh tulang dekat regio periapikal gigi yang
bersangkutan.
- Keluarkan anasteikum 1 cc dengan pelan-pelan,penyun
tikan yang terlalu cepat menyebabkan obat anastesi
menyebar ke daerah yang lebih luas sehingga hanya
terjadi anastesi ringan.
- Untuk anastesi daerah palatinal,tusukkan pada mukosa
palatinal lebih kurang 1/3 dari jarak pinggiran gusi gigi
yang akan dicabut
- Tekan sedikit waktu jarum ditusukkan,kemudian
keluarkan obat anastesi 0,5
c) Komplikasi

Komplikasi Anestesi Lokal


Komplikasi yang disebabkan pemberian anestesi lokal dibagi
menjadi dua, komplikasi lokal, dan komplikasi sistemik.
Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi pada
sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan
komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap
pemberian anestesi lokal.

Komplikasi Lokal
Komplikasi lokal

a. Jarum Patah
Penyebab utama jarum patah adalah kondisi jarum yang fatig
akibat dibengkokkan. Jarum patah dapat pula disebabkan oleh
kesalahan teknik saat administrasi, kelainan anatomi pasien,
serta jarum yang disterilkan berulang. Apabila kondisi ini
terjadi, pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak dan tangan
operator jangan dilepaskan dari mulut pasien dan pasang bite
block bila perlu. Jika patahan dapat terlihat, patahan dapat
dicoba diambil dengan arteri klem kecil. Namun, apabila jarum
tidak terlihat, insisi dan probing tidak boleh dilakukan dan
segera konsultasikan ke spesialis bedah mulut untuk diambil
secara surgical.

b. Rasa sakit
Rasa sakit saat administrasi anestesi lokal disebabkan oleh
penggunaan jarum yang tumpul, pengeluaran anestetikum
dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai teknik anestesi
lokal. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan anestesi
topikal sebelum insersi jarum dan mengeluarkan anestetikum
secara perlahan, serta anestetikum yang digunakan lebih baik
jika suhunya sama dengan suhu tubuh.

c. Parestesi atau Anestesi Berkepanjangan


Parestesi atau anestesi yang berkepanjangan dapat terjadi
akibat trauma saraf, anestetikum bercampur alkohol, serta
adanya perdarahan pada sekitar saraf. Parestesi
berkepanjangan dapat menyebabkan trauma pada bibir yang
tergigit dan apabila mengenai N. Lingualis dapat menyebabkan
mati rasa kecap. Sebagai upaya pencegahan, operator harus
berhati- hati saat administrasi dan menggunakan spuit sekali
pakai sehingga tidak perlu mensterilkan dengan larutan
alkohol. Penanggulangan parestesi yang berkepanjangan dapat
dilakukan dengan penjelasan pada pasien bahwa hal tersebut
akan terjadi dalam waktu lama, control setiap dua bulan, dan
apabila berlangsung lebih dari satu tahun maka konsultasi
neurologis diperlukan.

d. Paralisis Fasial
Paralisis fasial disebabkan oleh insersi jarum yang terlalu dalam
saat blok N. Alveolaris Inferior sehingga masuk ke kelenjar
parotis dan mengenai cabang saraf wajah, biasanya N.
Orbicularis oculi. Penanggulangan hal tersebut dilakukan
dengan memberitahu pasien bahwa hal tersebut akan
berlangsung selama beberapa jam dan mata pasien harus
dilindungi selama refleks berkedip belum kembali.

e. Trismus
Trismus merupakan salah satu komplikasi pemberian anestesi
akibat adanya trauma pada M. Mastikatorius atau pembuluh
darah pada intra temporal fossa. Trismus dapat pula
disebabkan oleh anestesi lokal yang bercampur alkohol dan
berdifusi ke jaringan sehingga mengiritasi M. Mastikatorius.
Penangulangan trismus dilakukan dengan cara pemberian
analgetik, kompes air panas selama 20 menit, latihan buka
tutup mulut selama 5 menit setiap 3-4 jam, dapat pula
diberikan permen karet untuk melatih gerakan lateral. Bila
trismus berlanjut lebih dari 7 hari, maka konsulkan pada
spesialis bedah mulut.

f. Hematom
Hematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris
Inferior, N. Alveolaris Superior Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif.
Pencegahan hematom dapat dilakukan dengan mengetahui
anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke ronga
ekstravaskuler. Penggunaan jarum pendek pada anestesi N.
Alveolaris superior posterior juga dapat dilakukan sebagai
upaya meminimalisasi hematom. Penanggulangan hematom
akibat administrasi anestesi lokal adalah dengan menekan
perdarahan dan jangan mengompres panas selama 4-6 jam
setelah kejadian, namun setelah satu hari dapat dikompres
hangat 20 menit per jam. Kompres dingin dapat dilakukan
segera setelah terjadi hematom untuk mengurangi perdarahan
dan rasa sakit.

g. Infeksi
Infeksi terjadi akibat kontaminasi jarum dan dapat
menyebabkan trismus. Bila infeksi berlanjut sampai lebih dari
hari ketiga, maka antibiotik diindikasikan untuk pasien tersebut.

h. Edema
Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi,
alergi, perdarahan, dan penyuntikan anestetikum yang
terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema dilakukan
dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi
atau iritasi larutan, biasanya akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi.
Sedangkan bila lebih dari 3 hari dan disertai rasa sakit atau
disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk
pasien tersebut.

i. Trauma jaringan lunak


Pada pasien anak- anak, atau pasien dengan cacat mental, rasa
baal setelah pemberian anestesi lokal dapat menyebabkan
pasien tersebut mengigit bibir maupun jaringan lunak lainnya.
Penanggulangan trauma jaringan lunak di sekitar area yang
dianestesi dilakukan dengan pemberian salep untuk
mengurangi iritasi, analgesic, serta antibiotik jika diperlukan.

j. Lesi intraoral
Lesi intraoral umumnya disebabkan oleh trauma jarum pada
jaringan saat insersi. Penanggulangan lesi ini dilakukan dengan
pemberian topikal anestesi praanestesi, pemberian obat kumur,
dan pemberian antibiotik jika terjadi infeksi.
Komplikasi Sistemik
a. Reaksi psikis
Reaksi psikis yang sering terjadi sebagai komplikasi sistemik
akibat pemberian anestesi lokal adalah sinkop atau serangan
vasovagal. Hal ini merupakan gangguan emosional sebelum
penyuntikan. Pada saat terjadi reaksi psikis, arteri mengalami
vasodilatasi sehingga menyebabkan volume darah ke jantung
berkurang sehingga menyebabkan penurunan umpan balik
kardiak yang menyebabkan hilang kesadaran mendadak.
Tanda- tanda reaksi psikis ini adalah pucat, mual, pusing,
keringat dingin, dan jika tidak ditangani cepat kesadaran akan
hilang, pupil membesar, denyut nadi lemah dan tidak teratur.
Perawatan reaksi psikis ini adalah dengan penaganan
emergensi sinkop.

b. Reaksi toksik
Reaksi toksik pada administrasi anestesi lokal jarang terjadi bila
penyuntikan dilakukan sesuai dengan prosedurnya. Apabila
aspirasi tidak dilakukan sebelum penyuntikan, maka
anestetikum akan masuk ke dalam intravaskuler sehingga
menyebabkan overdosis. Tanda- tanda reaksi toksik adalah
terjadi konvulsi, gangguan pernafasan, dan syok.

c. Reaksi alergi
Riwayat alergi pasien harus ditanyakan praanestetikum
sehingga meminimalisasi terjadinya reaksi alergi. Tingkat reaksi
alergi yang paling ringan adalah localized skin reaction dengan
gejala lokal eritema, edema, dan pruritus. Untuk tingkatan lesi
yang lebih parah yaitu reaksi pada kulit yang tergeneralisasi,
antihistamin perlu diberikan. Pada kasus alergi yang melibatkan
traktus respiratorius, diberikan epinefrin secara intramuscular
kemudian melakukan prosedur emergensi. Tingkat reaksi alergi
yang paling parah adalah syok anafilaktik yag perlu ditangani
dengan segera dengan pemberian epinefrin IM atau IV, serta
penaganan emergensi syok.

d. Virus Hepatitis/ HIV


Penyebaran kedua virus ini dapat melalui jarum suntik. Oleh
karena itu, jarum suntik harus digunakan sekali pakai sebagai
upaya pencegahan.
e.Interaksi obat
Interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat
sistemik. Secara umum, interaksi obat dengan anestesi lokal
sangat jarag. Namun, anestesi lokal yang mengandung
noradrenalin dapt merangsag respon tekanan darah pasien
yang mendapatkan antidepresan trisiklik. Karena itu,
noradrenalin tidak dianjurkan untuk dipakai.

2.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan


tentang Ekstraksi

a) Indikasi dan Kontraindikasi


b) Teknik
c) Komplikasi

a) Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi
a. Karies yang parah
Sejauh ini gigi yang karies merupakan alasan yang tepat bagi
dokter gigi dan pasien untuk dilakukan tindakan pencabutan.

b. Nekrosis pulpa
Adanya nekrosis pulpa atau pulpa irreversibel yang tidak
diindikasikan untuk perawatan endodontik, perawatan
endodontik yang telah dilakukan ternyata gagal untuk
menghilangkan rasa sakit sehingga diindikasikan untuk
pencabutan.

c. Penyakit periodontal yang parah


Jika periodontitis dewasa yang parah telah ada selama
beberapa waktu, maka akan nampak kehilangan tulang yang
berlebihan dan mobilitas gigi yang irreversible. Dalam situasi
seperti ini, gigi yang mengalami mobilitas yang tinggi harus
dicabut.

d. Alasan orthodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering
membutuhkan pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk
keselarasan gigi. Gigi 9 yang paling sering diekstraksi adalah
premolar satu rahang atas dan bawah, tetapi pre-molar kedua
dan gigi insisivus juga kadang kadang memerlukan
pencabutan dengan alasan yang sama.

e. Gigi yang mengalami malposisi


Jika malposisi gigi menyebabkan trauma jaringan lunak dan
tidak dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut
harus diekstraksi.

f. Gigi yang retak


Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi, bahkan
prosedur restorative endodontik dan kompleks tidak dapat
mengurangi rasa sakit akibat gigi yang retak tersebut.

g. Pra-prostetik ekstraksi
Terkadang gigi mengganggu desain dan penempatan yang
tepat dari peralatan prostetik seperti gigi tiruan penuh, gigi
tiruan sebagian lepasan atau gigi tiruan cekat sehingga perlu
dicabut.

h. Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan
pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka
oklusi fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak
memadai, maka harus dilakukan bedah pengangkatan gigi
impaksi tersebut. Namun, jika dalam mengeluarkan gigi yang
impaksi terdapat kontraindikasi seperti pada kasus kompromi
medis, impaksi tulang penuh pada pasien 10 yang berusia
diatas 35 tahun atau pada pasien usia lanjut, maka gigi impaksi
tersebut dapat dibiarkan.

i. Supernumary gigi
Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi
impaksi yang harus dicabut. Gigi supernumary dapat
mengganggu erupsi gigi dan memiliki potensi untuk
menyebabkan resorpsi gigi tersebut.

j. Gigi yang terkait dengan lesi patologis


Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin memerlukan
pencabutan. Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan
dan terapi endodontik dapat dilakukan. Namun, jika
mempertahankan gigi dengan operasi lengkap pengangkatan
lesi, gigi tersebut harus dicabut.

k. Terapi pra-radiasi
Pasien yang menerima terapi radiasi untuk berbagai tumor oral
harus memiliki pertimbangan yang serius terhadap gigi untuk
dilakukan pencabutan.

l. Gigi yang mengalami fraktur rahang


Dalam sebagian besar kondisi gigi yang terlibat dalam garis
fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika gigi terluka maka
pencabutan mungkin diperlukan untuk mencegah infeksi.

Kontraindikasi
1. Kontraindikasi relatif
a. Lokal
-Periapikal patologi
jika pencabutan gigi dilakukan maka infeksi akan menyebar
luas dan sistemik, jadi antibiotik harus diberikan sebelum
dilakukan pencabutan gigi.
-Adanya infeksi oral
seperti Vincents Angina, Herpetic gingivostomatitis. Hal ini
harus dirawat terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan
gigi.
-Perikoronitis akut
perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu sebelum dilakukan
pencabutan pada gigi yang terlibat, jika tidak maka infeksi
bakteri akan menurun ke bagian bawah kepala dan leher.
-Penyakit ganas
seperti gigi yang terletak di daerah yang terkena tumor. Jika
dihilangkan bisa menyebarkan sel sel dan dengan demikian
mempercepat proses metastatik.
-Pencabutan gigi pada rahang yang sebelumnya telah
dilakukan iradiasi
dapat menyebabkan osteoradionekrosis, oleh karena itu harus
dilakukan tindakan pencabutan yang sangat ekstrem atau
khusus.
b. Sistemik
-Diabetes tidak terkontrol, pasien diabetes lebih rentan
terhadap infeksi dan proses penyembuhan lukanya akan lebih
lama. Pencabutan gigi harus dilakukan setelah melakukan
diagnosis pencegahan yang tepat pada penyakit diabetes
pasien dan dibawah antibiotik profilaksis.
-Penyakit jantung, seperti hipertensi, gagal jantung, miokard
infark, dan penyait arteri koroner.
-Dyscrasias darah, pasien anemia, hemofilik dan dengan
gangguan perdarahan harus ditangani dengan sangat hati
hati untuk mencegah perdarahan pasca operasi yang
berlebihan.
-Medically compromised, pasien dengan penyakit yang
melemahkan ( seperti TB ) dan riwayat medis miskin harus
diberikan perawatan yang tepat dan evaluasi preoperatif
kondisi umum pada pasien adalah suatu keharusan.
-Penyakit Addisons dan pasien yang menjalani terapi
steroid dalam jangka waktu yang lama, krisis Hipoadrenal
dapat terjadi pada pasien karena terjadi peningkatan stress
selama prosedur perawatan gigi. Untuk mencegah terjadinya
hal tersebut dapat diberikan 100mg Hidrocortisone sebelum
dilakukan perawatan.
- Demam yang asalnya tidak dapat dijelaskan, penyebab
paling umum dari demam yang tak dapat dijelaskan sebabnya
adalah endokarditis bakteri subakut dan apabila dilakukan
prosedur ekstraksi dalam kondisi ini dapat menyebabkan
bakteremia, perawatan yang tepat harus dlakukan.
-Nephritis, ekstraksi gigi yang terinfeksi kronis sering
menimbulkan suatu nefritis akut maka sebelum pemeriksaan
gigi menyeuruh harus dilakukan.
-Kehamilan, prosedur pencabutan gigi harus dihindari pada
priode trimester pertama dan ketiga dan harus sangat
berhatihati apabila akan melakukan prosedur radiografi dan
juga dalam pemberian obat obatan.
-Selama masa mestruasi, karena ada perdarahan lebih
lanjut,pasien secara mental tidak begitu stabil.
-Penyakit kejiwaan, tindakan pencegahan yang tepat dan
obat obatan harus diberikan pada pasien neurotic dan
psychotic.

2.Kontraindikasi mutlak
a. Lokal Gigi yang terlibat dalam malformasi arterio-venous.
Jika pencabutan gigi dilakukan, maka dapat menyebabkan
kematian.
b. Sistemik
Leukemia
Gagal ginja
Sirosis hati
Gagal jantung

b) Teknik Ekstraksi
Gigi yang erupsi bisa diekstraksi dengan salah satu dari dua
teknik utama, yaitu tertutup danterbuka. Teknik tertutup juga
dikenal sebagai teknik simple forceps. Teknik terbuka dikenal
jugasebagai teknik operasi atau flap.

Ada tiga syarat utama yang diperlukan untuk mendapatkan


ekstraksiyang baik yaitu:
1.Akses dan dan visualisasi pada daerah yang akan di ekstraksi
2.Jalur yang tidak terhalang unuk mengekstraksi gigi
3.Penggunaan gigi tenaga yang terkontrol
Langkah umum pada prosedur ekstraksi tertutup:
1.Melonggarkan perlekatan jaringan lunak ke gigi
2.Luksasi gigi dengan menggunakan dental elevator
3.Adaptasi forceps terhadap gigi
4.Luksasi gigi dengan forceps
5.Pecabutan gigi pada socketnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika ekstraksi antara lain:


1.Posisi saat ekstraksi
a.Untuk ekstraksi gigi maxilla, dental chair diposisikan sekitar
60 derajat terhadap lantai
b.Selama ekstraksi pada kuadran maxilla sebelah kanan,
kepala pasien seharusnyamengarah ke operator, sehingga
akses yang cukup dan visualisasi bisa didapatkan
c.Untuk ekstraksi gigi anterior maxilla, kepala pasien harus
diposisikan lurus kedepan
d.Pada ekstraksi kuadran maxilla sebelah kiri, kepala pasien
hanya sedikit diarahkan keoperator.
e.Untuk ekstraksi mandibula, pasien harus diposisikan lebih
tegak lurus sehingga ketikamulut dibuka, occlusal plane sejajar
dengan lantai
f.Posisi kursi harus lebih rendah dari pada posisi kursi saat
ekstraksi gigi permanen, danlengan operator pada sudut 120
derajat pada siku.

2.Peran non-working hand


a.Membantu melindungi gigi sekitarnya dari foeceps
b.Membantu menstabilkan posisi kepala pasien selama
proses ekstraksi
c.Memiliki peran penting pada saat ekstraksi gigi mandibula
karena tangan kirimenyokong dan menstabilkan posisi rahang
bawah ketika ekstraksi dilakukan.

Teknik Ekstraksi untuk Gigi Rahang Atas

1. Gigi incisivus Rahang Atas


Gigi incisivue RA diekstraksi menggunakan upper universal
forceps (no. 150) walau punforceps lain bisa diunakan. Gerakan
awal pada ekstraksi ini harus pelan, konstan dantegas pada arah
labial yang akan memperluas crestal buccal bone. Setelah itu
dilakukan gerakan memutar yang lebih pelan. Gerakan memutar
tersebut harus diminimalisasi padaekstraksi gigi insisif lateral
terutama jika ada lekukan pada gigi.

2.Gigi kaninus rahang atas


Untuk ekstraksi gigi caninus rahang atas, dianjurkan untuk
menggunakan upper universalforceps (no. 150). Gerakan awal
ekstraksi gigi caninus dilakukan pada aspek buccal dengan
tekanan ke arah palatal. Sedikit gaya berputar pada forceps
mungkin bergunauntuk memperluas socket gigi,terutama jika
gigi sebelahnya tidak atau telah di ekstraksi.Setelah gigi
terluksasi dengan baik, gigi bisa di cabut dari socket ke arah
labial-incisaldengan labial tractional forceps

3.Gigi premolar 1 Rahang Atas


Ekstraksi gigi ini dilakukan dengan upper universal forceps (no.
150). Sebagai alternatif,bisa juga digunakan forceps no. 150A.
gigi harus diluksasi sebanyak mungkin denganmenggunakan
elevator lurus. Gaya berputar harus dihindari pada gigi ini agar
tidak terjadi fraktur akar.

4.Gigi premolar 2 Rahang Atas


Forceps yang direkomendasikan untuk ekstraksi gigi ini adalah
forceps no. 150 atau 150A. gigi ini memiliki akar yang kuat,
sehingga pergerakan yang kuat bisa diberikan padaekstraksi
gigi ini.

5.Gigi molar Rahang Atas


Forceps no. 53 R dan 53 L biasanya digunakan untuk ekstraksi
gigi molar rahang atas.Paruh pada forceps ini memiliki bentuk
yang pas pada bifurkasi buccal. Beberapa doktergigi memilih
untuk menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa
disebut uppercowhorn forceps. Kedua forceps tersebit biasa
digunakan untuk gigi molar yang memilikikaries yang besar
atau restorasi yang besar. Untuk mengekstraksi gigi molar
ketiga yangsudah erupsi, biasanya menggunakan forceps 210 S
yang bisa dgunakan untuk sebelahkiri atau kanan.Pergerakan
dasar ekstraksi gigi molar biasanya menggunakan tekanan yang kuat
buccaldan palatal, akan tetapi gaya yang diberikan pada buccal lebih
besar dibandingkan yangke arah palatal. Gaya rotational tidak
digunakan pada ekstraksi gigi ini karena gigi molarrahang atas
memiliki 3 akar..

Teknik Ekstraksi untuk Gigi Rahang Bawah

1.Gigi anterior rahang bawah


Lower universal forceps (no. 151) biasanya digunakan untuk
ekstraksi gigi rahang bawahanterior. Pergerakan ekstraksi
biasanya dilakukan ke arah labial dan lingual,
denganmenggunakan tekanan yang sama besar. Gigi dicabut
menggunakan tractional forcepspada arah labial-incisal.

2.Gigi premolar rahang bawah


Pada ekstraksi gigi premolar rahang bawah, biasanya
digunakan juga forceps no. 151.Akan tetapi forceps no. 151A
bisa dijadikan alternatif. Pergerakan awal diarahkan keaspek
buccal lalu kembali ke aspek lingual dan akhirmya berotasi.
Pergerakan rotasisangat diperlukan pada ekstraksi gigi ini.

3.Gigi molar Rahang Bawah


Forceps no. 17 biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi ini. Pergerakan
kuat pada arahbuccolingual digunakan unutuk memperluas socket gigi
dan memberikan kemudahan gigiuntuk di ekstraksi pada arah
buccoocclusal. Untuk mengekstraksi gigi molar ketiga
yangtelah erupsi, biasanya digunakan forceps no. 222

c) Komplikasi Ekstraksi

Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera setelah


pencabutan gigi dan jauh setelah pencabutan gigi.

a. Komplikasi Selama Ekstraksi Gigi

1. Kegagalan Pemberian Anestesi

Hal ini biasanya berhubungan dengan teknik yang salah atau


dosis obat anestesi yang tidak cukup.

2. Kegagalan mencabut gigi dengan tang atau elevator

Tang dan elevator harus diletakkan dan sebab kesulitan segera


dicari jika terjadi kegagalan pencabutan dengan instrument
tersebut.

3. Perdarahan selama pencabutan

Sering pada pasien dengan penyakit hati, misalnya seorang


alkoholik yang menderita sirosis, pasien yang menerima terapi
antikoagulan, pasien yang minum aspirin dosis tinggi atau
NSAID lain sedangkan pasien dengan gangguan pembekuan
darah yang tidak terdiagnosis sangat jarang. Komplikasi ini
dapat dicegah dengan cara menghindari perlukaan pada
pembuluh darah dan melakukan tekanan dan klem jika terjadi
perdarahan.

4. Fraktur

Fraktur dapat terjadi pada mahkota gigi, akar gigi, gigi tetangga
atau gigi antagonis, restorasi, processus alveolaris dan kadang
kadang mandibula. Cara terbaik untuk mengindari fraktur
selain tekanan yang terkontrol adalah dengan menggunakan
gambar sinar x sebelum melakukan pembedahan.
5. Pergeseran

Terlibatnya antrum, pergeseran gigi atau fragmen ke fosa


intratemporalis, pergeseran gigi ke dalam mandibula
merupakan komplikasi intra operatif. Pemeriksaan sinar X yang
akurat diperlukan baik sebelum maupun intraoperatif.

6. Cedera jaringan lunak

Komplikasi ini dapat dihindari dengan membuat flap yang lebih


besar dan menggunakan retraksi yang ringan saja.

b. Komplikasi Segera Setelah Ekstraksi Gigi

1. Perdarahan Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal


apabila terjadi pada 12-24 jam pertama sesudah pencabutan
atau pembedahan gigi. Penekanan oklusal dengan
menggunakan kasa adalah jalan terbaik untuk mengontrolnya
dan dapat merangsang pembentukan bekuan darah yang
stabil. Perdarahan bisa diatasi dengan tampon (terbentuknya
tekanan ekstravaskuler lokal dari tampon), pembekuan, atau
keduanya.

2. Rasa sakit

Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah


pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi, dapat sangat
mengganggu. Orang dewasa sebaiknya mulai meminum obat
pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi sebelum timbulnya
rasa sakit.

3. Edema

Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya


sama, tidak selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang
sama. Usaha usaha untuk mengontrol edema mencakup
termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat obatan.

4. Reaksi terhadap obat

Reaksi obat obatan yang relative sering terjadi segera


sesudah pencabutan gigi adalah mual dan muntah karena
menelan analgesik narkotik atau non narkotik. Reaksi alergi
sejati terhadap analgesik bisa terjadi, tetapi relative jarang.
Pasien dianjurkan untuk menghentikan pemakaian obat
sesegera mungkin jika diperkirakan berpotensi merangsang
reaksi alergi.

c. Komplikasi Jauh Sesudah Ekstraksi Gigi

1. Alveolitis

Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling


sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket atau alveolitis
( osteitis alveolar).

2. Infeksi

Pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses infeksi akut,


yaitu perikoronitis atau abses, dapat mengganggu proses
pembedahan. Penyebab yang paling sering adalah infeksi yang
termanifestasi sebagai miositis kronis. Terapi antibiotik dan
berkumur dengan larutan saline diperlukan jika terbukti ada
infeksi yaitu adanya pembengkakan, nyeri, demam, dan lemas

3.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan


tentang Pasca Ekstraksi

a) Instruksi pada pasien


b) Pemberian resep

a) Instruksi pada pasien


Edukasi yang diberikan kepada pasien setelah ekstraksi gigi
antara lain :
1. Menggigit kapas atau tampon selama 30 menit sesudah
pencabutan gigi.
2. Jangan minum dan makan apapun selama 2 jam segera
setelah ekstraksi gigi.
3. Lakukan kompres dengan air es.
4. Lakukan sikat gigi seperti biasa namun sementara
menghindari daerah luka.
5. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan yaitu dengan
diganjal satu atau dua bantal tambahan.
6. Menaati anjuran dan resep yang diberikan oleh dokter.
7. Jangan mengunyah permen karet dan mengisap daerah
bekas pencabutan gigi.
8. Jangan meludah.
9. Jangan berkumur selama 24 jam pertama.
10. Jangan minum alkohol
11. Jangan memberikan rangsangan panas pada daerah
pencabutan. 12. Istirahatlah yang cukup.

b) Pemberian resep
Bagian-bagian resep
1. Pembuka:
-Nama penulis resep,alamat,nomor telepon,nomor izin
praktik,nomor DEA dan NPI
-Informasi tentag pasien (nama,alamat,usia,berat badan)
-Tanggal resep
2. Batang tubuh :
-Simbol Rx
-Obat yang diresepkan (nama obat,kekuatan,dan
formula ) dan jumlah yang diberikan
-Instruksi kepada apoteker
3. Penutup :
-Tanda tangan ditunjukkan untuk pasien
-Tanda tangan pemberi resep
-Pengganti yang diperbolehkan
-Jumlah refil
4. -Label (menginformasikan kepada apoteker bagaimana
membeli label pada obat)

Anda mungkin juga menyukai