Anda di halaman 1dari 8

A.

STRUKTUR KEPEMILIKAN DALAM CORPORATE GOVERNANCE


Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan
suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang
terkait tersebut. Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan
menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost. Perusahaan yang memisahkan fungsi
pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Penyebab
konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan :
1) Aktivitas pencarian dana (financing decision)
2) Pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh
tersebut diinvestasikan.
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost diantaranya adalah pertama
dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan (insider ownership) atau kepemilikan
manajerial oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari
keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari
pengambilan keputusan yang salah.
Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan
keagenan dan pendekatan informasi asimetri. Menurut pendekatan keagenan, struktur
kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang
mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan
informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar
modal. Melakukan pengungkapan struktur kepemilikan perusahaan dapat membantu investor
mengidentifikasi potensi konflik kepentingan antar pemegang saham, transaksi kurang wajar
antar perusahaan dengan pemegang saham mayoritas maupun identifikasi terjadinya insider
trading (Sutojo dan Alrdrigde, 2008).
Struktur kepemilikan adalah elemen dasar dalam corporate governance suatu
perusahaan. Keberhasilan penerapan corporate governance tidak lepas dari struktur
kepemilikan perusahaan. Struktur kepemilikan tercermin baik dalam instrumen saham
maupun instrumen hutang, sehingga melalui struktur tersebut dapat ditelaah kemungkinan
bentuk masalah keagenan yang terjadi. Secara umum struktur kepemilikan suatu perusahaan
menunjuk kepada konfigurasi saham yang dimiliki oleh investor, baik individual di luar
perusahaan. Struktur kepemilikan sangat tergantung bagaimana perusahaan memenuhi

1
kebutuhan pendanaannya. Struktur kepemilikan adalah elemen dasar dalam corporate
governance suatu perusahaan.
Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya
perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat
dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan suatu
mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham.

B. JENIS-JENIS STRUKTUR KEPEMILIKAN

Struktur kepemilikan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang tersebar
(dispersed ownership) dan kepemilikan yang terkonsentrasi (concentrated ownership).
1) Kepemilikan Tersebar
Pada model ini perusahaan memiliki pemegang saham yang banyak dengan
jumlah saham yang sedikit. Pemegang saham minoritas ini kurang mengawasi aktivitas
perusahaan dan cenderung tidak terlibat dalam pengambilan keputusan atau kebijakan
perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham tersebut disebut outsider, dan
kepemilikan yang tersebar tersebut disebut sebagai outsider system dan menurut Roche
(2005), kepemilikan yang tersebar ini merupakan model dari negara-negara common
law seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Outsider system atau Anglo-American ini merupakan market-based model yang
dikarakteristikkan oleh perusahaan yang individualis dan kepemilikan privat, pasar
modal yang mapan dan likuid, dengan jumlah pemegang saham yang banyak dan
konsentrasi investor yang kecil. Pengendalian perusahaan diwujudkan melalui pasar
dan investor luar. Dalam outsider system ini terdapat anggota dewan yang independen
untuk mengawasi perilaku manajerial agar tetap terkontrol, sehingga menurut Roche
(2005), sistem ini lebih dapat dipertanggungjawabkan, tidak korupsi serta membantu
perkembangan pasar modal yang likuid.
Meskipun demikian, sistem ini memiliki kelemahan, yaitu kepemilikan yang
terkonsentrasi ini hanya tertarik pada maksimalisasi profit jangka pendek, dan mereka
cenderung untuk menyetujui kebijakan dan strategi yang menguntungkan keuntungan
jangka pendek, tetapi tidak mempertimbangkan kinerja perusahaan jangka panjang.
Kadang-kadang, hal ini dapat membuat konflik antara manajer dan pemilik, dan
seringnya pergantian kepemilikan karena pemegang saham melepaskan sahamnya
untuk mendapatkan profit pada saham lain yang lebih menguntungkan, sehingga hal

2
tersebut dapat melemahkan stabilitas perusahaan. Investor minoritas ini kurang
mengawasi keputusan dewan dan tidak dapat mempertahankan direktur yang dapat
dipercaya, sehingga apabila terdapat direktur yang mendukung keputusan yang tidak
sejalan dengan perusahaan mungkin masih tetap di dewan.

2) Kepemilikan yang Terkonsentrasi (Concentrated Ownership)


Pada tipe perusahaan yang seperti ini, terdapat dua kelompok pemegang saham,
yaitu pemegang saham mayoritas yang bertindak sebagai pengendali dan pemegang
saham minoritas. Menurut Bae et al. (2003) kepemilikan yang terkonsentrasi ini
merupakan salah satu ciri dari control based model, selain menekankan pada insider
board, pengungkapan yang terbatas, dan ketergantungan pada keuangan atau sistem
perbankan keluarga. Karakteristik perusahaan ini banyak dijumpai di negara-negara
yang sedang berkembang (seperti Indonesia, Korea) dan Continental European.
Masalah keagenan yang timbul terutama adalah antara pengendali dan pemegang
saham minoritas.
Masalah keagenan menjadi semakin makin serius karena seringkali perusahaan
yang terdaftar di bursa merupakan salah satu unit usaha dari grup sehingga masalah
self-dealing yang dapat merugikan pemegang saham minoritas sering terjadi. Karena itu
bukan hanya diperlukan adanya peraturan yang mencegah hal ini tetapi juga harus ada
mekanisme untuk menegakkan peraturan tersebut.
Roche (2005) berpendapat bahwa perusahaan yang kepemilikannya
terkonsentrasi, mempunyai beberapa keuntungan seperti pemegang saham mayoritas
(insider) memiliki kekuatan dan insentif untuk mengawasi manajemen dengan lebih
dekat, sehingga dapat meminimalkan timbulnya mismanajemen dan kecurangan. Selain
itu, karena kepemilikan mereka yang signifikan dan adanya hak pengendalian, insider
cenderung untuk menjaga investasinya dalam perusahaan untuk jangka waktu yang
lama. Kelemahan dari sistem ini antara lain, pemegang saham mayoritas dapat
berkolusi dengan manajemen untuk mengambil alih asset perusahaan dengan biaya dari
pemegang saham minoritas. Ini merupakan risiko yang signifikan bagi pemegang
saham minoritas yang tidak dilindungi dengan hukum. Hal yang sama, ketika manajer
mengendalikan sejumlah besar saham atau hak suara yang digunakan untuk
mempengaruhi keputusan dewan yang menguntungkan mereka dengan biaya
perusahaan. Jadi terdapat masalah keagenan antara pemegang saham minoritas dengan
pengendali (pemegang saham mayoritas). Selain itu kemungkinan terjadi masalah

3
keagenan antara pemilik dan kreditur lebih besar daripada tipe perusahaan yang
kepemilikannya menyebar. Samad (2004) dalam penelitiannya pada perusahaan-
perusahaan di Malaysia menemukan bahwa kepemilikan yang terkonsentrasi dapat
membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik, dan komposisi kepemilikan tersebut
merupakan elemen penting untuk memacu kinerja perusahaan yang lebih baik.

C. KOMPOSISI DALAM STRUKTUR KEPEMILIKAN


Aspek dari struktur kepemilikan perusahaan adalah komposisinya, siapa pemegang
sahamnya, dan lebih penting siapa yang mengendalikan atau pemegang saham signifikannya.
Pemegang saham bisa kepemilikan keluarga atau grup keluarga, kepemilikan Manajerial,
kepemilikan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan pemerintah.
a. Kepemilikan Keluarga
Perusahaan seperti ini lebih efisien daripada perusahaan yang dimiliki publik
karena biaya pengawasannya (monitoring cost) lebih kecil. Perusahaan publik di
Indonesia, perusahaan yang dikendalikan keluarga, perusahaan negara, atau perusahaan
yang dikendalikan institusional, memiliki masalah agensi yang lebih kecil daripada
perusahaan yang dikendalikan public atau perusahaan tanpa pemegang saham
pengendali. Perusahaan yang dikendalikan keluarga memiliki masalah agensi yang
lebih sedikit karena terdapat konflik yang lebih sedikit antara prinsipal dan agen, tetapi
terdapat masalah agensi lain yaitu antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang
saham minoritas.
Perusahaan dikatakan dimiliki oleh keluarga apabila pimpinan atau keluarga
memiliki lebih dari 20% hak suara. Menurut Harijono (2013), penelusuran
kepemilikan keluarga dilakukan dengan melihat nama dewan direksi dan dewan
komi saris Jika nama dewan direksi dan dewan komisaris cenderung sama dalam
beberapa tahun dan mempunyai saham dalam kepemilikan perusahaan maka bisa
saja perusahaan tersebut termasuk dalam kepemilikan oleh keluarga. Jika perusahaan
dimiliki institusi lain, maka penelusuran kepemilikan dilakukan dengan analisis
kepemilikan piramida dan struktur lintas kepemilikan. Setelah ditelusuri maka dapat
diketahui jika saham pengendali perusahaan tersebut adalah individu, maka bisa
dikategorikan sebagai kepemilikan keluarga.
Kepemilikan saham keluarga yang besar mempunyai pengaruh negatif bagi
kinerja perusahaan. Hal ini terjadi karena keluarga cenderung mengambil manfaat
pribadi dari perusahaan dengan semakin banyak nilai saham yang di investasikan

4
maka semakin mudah untuk mengendalikan perusahaan. Ketika timbul suatu resiko
yang sangat tinggi yang dialami oleh perusahaan, maka pemilik akan cenderung
lebih menyelamatkan uang yang mereka investasikan daripada memperbaiki kinerja
perusahaan.
Anderson dan Reeb (2004) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan
bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
perusahaan hal ini disebabkan karena perlindungan hukum terhadap investor
dalam struktur kepemilikan sangatlah lemah sehingga timbul masalah agensi yang
dapat mengganggu kinerja perusahaan.

b. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (dewan
direksi dan dewan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan.
Kepemilikan manajerial diukur dengan menggunakan rasio antara jumlah saham
yang dimiliki manajer atau direksi dan dewan komisaris terhadap total saham
yang beredar.
Kepemilikan manajerial dapat mengurangi masalah agensi karena kinerja manajer
akan lebih baik seiring dengan peningkatan kepemilikan saham dalam perusahaan
tersebut. Manajer akan berusaha lebih giat untuk memperbaiki kinerja perusahaan, yang
akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan kekayaannya sendiri.
Seiring meningkatnya kepemilikan manajerial akan menyelaraskan kepentingan
manajer dengan kepentingan pemegang saham. Sehingga terdapat insentif bagi manajer
untuk memaksimalkan nilai perusahaan ketika kepemilikan manajerialnya meningkat.
Hal ini akan efektif untuk mengontrol insentif manajer yang meningkat. Kepemilikan
saham oleh manajer akan mendorong penyatuan kepentingan antara prinsipal dan
agen sehingga manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham dan
dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan saham manajerial akan
mendorong manajer untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka
ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut
menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

c. Kepemilikan Institusi
Kepemilikan saham institusional adalah saham perusahaan yang dipegang oleh
institusi lain. Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar

5
terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Perusahaan dengan
kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya
untuk memonitor manajemen.
Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi
seperti LSM, Perusahaan swasta, perusahaan efek, dana pensiun, perusahaan
asuransi, bank dan perusahaan-perusahaan investasi. Kepemilikan institusional pada
umumnya memiliki proporsi kepemilikan dalam jumlah yang besar sehingga proses
monitoring terhadap manajer menjadi lebih baik. Tingkat kepemilikan institusional
yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak
investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer.
Institutional shareholders memiliki insentif untuk memantau pengambilan
keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif bagi perusahaan tersebut,
baik dari segi peningkatan nilai perusahaan maupun peningkatan kinerja usaha.
Kepemilikan institusional memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi
konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer. Keberadaaan
investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan kinerja
manajemen dengan memonitoring setiap keputusan yang diambil oleh pihak mana
jemen selaku pengelola perusahaan. Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan
tingginya persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi.

d. Kepemilikan Asing
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan
pemegang saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency
conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya
suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk melindungi kepentingan
pemegang saham. Kepemilikan asing merupakan porsi outstanding share yang
dimiliki oleh investor atau pemodal asing (foreign investors) yakni perusahaan yang
dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang
berstatus luar negeri terhadap jumlah seluruh modal saham yang beredar
(Farooque et al., 2007).
Kepemilikan asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki
oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian- bagiannya yang berstatus
luar negeri. Atau perorangan, badan hukum, pemerintah yang bukan berasal dari

6
Indonesia. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap
concern terhadap peningkatan good corporate governance.

e. Kepemilikan Pemerintah
Kepemilikan pemerintah adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
pemerintah (government) dari seluruh modal saham yang dikelola . Berdasarkan teori
keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham
mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency conflict. Konflik
kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme
yang diterapkan yang berguna untuk melindungi kepentingan pemegang saham.
Perusahaan pemerintah yang dikendalikan oleh para birokrat memiliki tujuan
yang didasarkan pada kepentingan politis dan bukan untuk menyejahterakan
masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Dalam teori keagenan dijelaskan hubungan
antara pemegang saham dengan pihak manajer, pemerintah sebagai pemegang saham
pengendali seharusnya bisa mengawasi atau mengkontrol kinerja dari manajer, tetapi
seringkali pemerintah justru mempunyai tujuan lain selain meningkatkan kinerja.

REFRENSI

7
Aprianingsih, Asri (2016). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance, Struktur
Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Inonesia Periode 2011-2014. Skripsi Universitas Negeri
Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.

Sutojo, Siswanto. Aldridge, E John. Good Corporate Governance-Tata Kelola Perusahaan


Yang Sehat. Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.

Unja, Mia. 2012. Struktur Kepemilikan Perusahaan. Artikel Online.


https://www.academia.edu/7563033/Kepemilikan_Imediat?auto=download.
(Diakses pada 25 September 2016).

Anda mungkin juga menyukai