Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS


EKSASERBASI AKUT

Oleh :

dr. Finna Dwi Putri

PENDAMPING

dr. Adriana

RSUD KOTA PARIAMAN

2015
PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN
Nama Peserta : dr. Finna Dwi Putri
Nama Wahana : RSUD Kota Pariaman
Topik : Kasus Kegawatdaruratan
Tanggal (Kasus) : 2 April 2016
Nama Pasien : Tn. N
No. RM : 65188
Tanggal Presentasi : 22 April 2016
Nama Pendamping : dr. Adriana
Tempat Presentasi : Ruang Poli Mata RSUD Kota Pariaman
Objektif Presentasi : - Keilmuan
- Diagnostik
- Manajemen
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
BORANG STATUS PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN

No. ID dan Nama Peserta : dr. Finna Dwi Putri


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kota Pariaman
Topik : Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Tanggal Kasus : 2 April 2015
Nama Pasien : Tn. N No. RM : 65188
Tanggal Presentasi : 22 April 2016 Pendamping : dr. Adriana
Tempat presentasi : Ruang Poli Mata RSUD Kota Pariaman
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki-laki, 56 tahun, datang dengan keluhan utama sesak nafas sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak sejak 2 hari yang lalu , Riwayat Merokok (+).
Pasien pernah mengalami hal serupa seperti ini sebelumnya.
Tujuan : Mengetahui diagnosis dan penanganan pasien penyakit paru obstruktif kronis
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & E-mail Pos
diskusi
Data Pasien Nama : Tn. N No. Registrasi : 65188
Nama RS : RSUD Kota Pariaman Telp. Kampung Baru
KELUHAN UTAMA : Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu
Data Utama Untuk Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, dirasakan cukup berat oleh pasien dan terus
menerus sepanjang hari. Kadang-kadang disertai dengan suara ngik-ngik. Sesak tidak
membaik dengan perubahan posisi. Keluhan batuk sejak 2 hari. Batuk disertai dahak awalnya
berwarna putih sebelum menjadi kekuningan, kental, dan tanpa darah. Awalnya batuk merupakan
batuk kering terlebih dahulu sebelum kemudian muncul dahak.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum berobat untuk keluhan sekarang, tetapi pasien sudah sering mendapat uap dan
pengobatan untuk keluhan sesak ini.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sudah sering mengeluh sesak nafas seperti ini, dikatakan keluhan terakhir sekitar 5 bulan
yang lalu. Riwayat penyakit lain disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat serupa seperti pasien. Riwayat penyakit lain
di keluarga pasien disangkal.
5. Riwayat Sosial :
Pasien seorang buruh. Pasien dulu merupakan seorang perokok aktif ketika berumur 20 tahunan,
dapat menghabiskan sampai 1 bungkus rokok per hari. Saat ini dikatakan pasien sudah berhenti
merokok.
6. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign :
Status Present :
KU : sedang TD : 120/80 mmHg Kesadaran : GCS : E4V5M6
N : 105x/menit, reguler, isi cukup T : 37C RR :26x/menit
Status General
Mata : Konjunctiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor
THT : Telinga : aurikula dekstra et sinistra: hiperemi (-/-), sekret (-/-)
Hidung : rinore (-/-)
Tenggorokan : faring hiperemi (-), tonsil T1/T1 hiperemi (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-),
Thorax :
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak,
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V MCL (S),
Perkusi : batas jantung kiri MCL (S), kanan PSL (D)
Ausk. : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
- Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-), barrel chest (+), sela iga melebar (+)
Palpasi : vokal fremitus /
Perkusi : hipersonor di kedua lapangan paru
Ausk. : vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing +/+

Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan abdomen (-), hepar/lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
Extemitas : Akral hangat, Refilling kapiler baik, sianosis (-)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Lengkap:
Pemeriksaan 2 April 2016
Hemoglobin 14,3 g/dl
Leukosit 15.100 /mm3
Hematokrit 42 %
Trombosit 319.000/ mm3
GDR 124 mg/dl
Kalium 3,5 mmol/l
Natrium 137 mmol/l
Klorida 102 mmol/l

Pemeriksaan EKG

Interpretasi EKG: Normal Sinus Rythm


Pemeriksaan Rontgen Foto Thorax PA

Interpretasi Thorax PA
Cor normal dengan CTR 45%
Pulmo: kedua lapang paru hiperaerasi
Sinus pleura kanan kiri tajam
Diafragma kanan kiri normal
Tulang tulang tak tampak kelainan
Kesan: PPOK
8. Assessment :
Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut
9. Terapi :
O2 3 liter permenit nasal kanul
Nebulizer Combivent 1 respule KU pasien masih sesak (berkurang) , wheezing berkurang.

Konsul dr. Hendri Nova, Sp.P


02 3 -4 liter per menit
Drip Aminofilin dalam RL 12jam/kolf
Injeksi Metil Prednisolon 2 x 125 mg
Nebu Combivent 4 x 1
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr
N Asetyl Sistein 3 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
Antasid 3 x 1 cth
Rawat Bangsal Paru
Daftar Pustaka
1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstuktif Saluran Pernapasan Akut. In: Aru W Sudoyo et al, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th Edition. Jakarta: FKUI; 2006. p. 984-985.
2. Roisin, RR. Anzueto, A., Bourbeau, Jean. Teresita, S., et al. Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Diseases (Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevention. Updated 2010).
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Tim Kelompok Kerja PPOK; 2004.

Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis PPOK
2. Penatalaksanaan PPOK
a. Intervensi Farmakologis
b. Intervensi Penunjang

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


SUBYEKTIF
Pasien Laki-laki berumur 56 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu,
dirasakan cukup berat oleh pasien dan terus menerus sepanjang hari. Kadang-kadang disertai
dengan suara ngik-ngik. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi. Keluhan subjektif
berupa bertambahnya sesak yang muncul dapat dijelaskan melalui patofisiologi PPOK yang
menyebabkan adanya hambatan aliran udara di saluran pernafasan yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial. Pada PPOK terjadi gangguan paru yang bersifat
obstruktif dengan perubahan saluran pernapasan disertai perubahan mukosa dan sekresi
lendir menyebabkan keadaan sesak.
Keluhan batuk sejak 2 hari. Batuk disertai dahak awalnya berwarna putih sebelum menjadi
kekuningan, kental, dan tanpa darah. Awalnya batuk merupakan batuk kering terlebih dahulu
sebelum muncul dahak. Keluhan batuk diakibatkan hipersekresi kelenjar pernapasan.
Pasien sudah sering mendapat uap dan pengobatan untuk keluhan ini. Pasien dulu seorang
perokok aktif ketika berumur 20 tahunan, dapat menghabiskan sampai 1 bungkus rokok per
hari.
OBYEKTIF
Pada pemeriksaan status present dengan KU sedang, compos mentis, TD: 120/80 mmHg,
Nd : 105x/menit, reguler, isi cukup, T : 37C, RR : 26x/menit.
Dari pemeriksaan fisik terutama thorax didapatkan thorax simetris, retraksi (-), dengan
kesan barrel chest dan sela iga melebar. Pada palpasi dengan vocal fremitus didapatkan
menurun dan pada pemeriksaan perkusi didapatkan hipersonor di kedua lapangan paru. Pada
pemeriksaan auskutasi tampak wheezing pada kedua lapang paru.
Didapatkan kesan barrel chest, sela iga melebar, fokal fremitus menurun dan hipersonor
pada perkusi serta wheezing pada kedua lapangan paru menunjukkan kekhasan tanda suatu
PPOK. Pada PPOK ditemui adanya Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
yang sebanding) sesuai dengan patofosiologi PPOK dengan keadaan udara seakan trapping
pada paru-paru.
ASESSMENT
Untuk dapat membantu menegakkan diagnosis pada penyakit paru obstruktif kronis dapat
dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
meliputi keluhan sesak, awal munculnya keluhan sesak, keluhan batuk, riwayat merokok
atau terpapar zat iritan atau polusi udara. Melalui pemeriksaan fisik yang teliti sampai
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang penting
dilakukan yaitu radiologis dan spirometri.
PLANNING
Diagnosis: Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah didapatkan data yang mengarah ke
suatu penyakit PPOK. Hasil radiologis thorax juga mengesankan suatu PPOK dengan hasil
DR terjadi peningkatan leukosit dan EKG yang masih dalam batas normal. Adapun planning
diagnosis yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan spirometri atau bila diperlukan kultur
sputum dengan uji sensitivitas dan resistensi bakteri. Bila tersedia sarana labotarium yang
lengkap dengan bila kondisi pasien yang buruk dapat juga dilakukan pemeriksaan analisis gas
darah.
Terapi :
Penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronis pada kasus diatas yaitu melalui
medikamentosa.

Konsul dr. Hendri Nova, Sp.P


02 3 -4 liter per menit
Drip Aminofilin dalam RL 12jam/kolf
Injeksi Metil Prednisolon 2 x 125 mg
Nebu Combivent 4 x 1
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr
N Asetyl Sistein 3 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
Antasid 3 x 1 cth
Rawat Bangsal Paru

Pendidikan:
Selain pemberian medikamentosa hal yang diperlukan juga yaitu edukasi kepada pasien untuk
mengurangi gejala atau mencegah kekambuhan. Edukasi yang terpenting bila pasien merokok
yaitu usahakan berhenti merokok. Pada yang tidak merokok untuk tidak terpapar asap rokok
atau zat polutan. Dapat menggunakan masker bila bepergian. Ventilasi rumah dijaga dengan
baik untuk memberi ruang pertukaran udara yang baik. Pasien juga sebaiknya teratur
memeriksakan dirinya berobat ke rumah sakit.
.

PEMBAHASAN

Pasien Laki-laki, 56 tahun, keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu, dirasakan
cukup berat oleh pasien, terus menerus sepanjang hari. Sesak disertai dengan suara ngik-
ngik, tidak membaik dengan perubahan posisi. Keluhan disertai batuk sejak 2 hari, dahak
awalnya berwarna putih sebelum menjadi kekuningan, kental, dan tanpa darah. Pasien sudah
sering mendapat uap dan pengobatan untuk keluhan sesak ini. Riwayat pasien seorang
perokok aktif sejak berumur 20 tahunan, dapat menghabiskan sampai 1 bungkus rokok per
hari.
Pada pemeriksaan vital sign dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik terutama
thorax didapatkan thorax simetris, retraksi (-), dengan kesan barrel chest dan sela iga
melebar. Pada palpasi dengan vocal fremitus didapatkan suara menurun dan perkusi
didapatkan hipersonor di kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan auskutasi terdengar
wheezing pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan darah dan EKG didapatkan hasil yang
normal, sedangkan pada rontgen thorax PA didapatkan hiperaerated lung kesan PPOK. Pasien
didiagnosis dengan penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut. Penatalaksanaan yang
diberikan pada kasus ini yaitu 02 3 -4 liter per menit, Drip Aminofilin dalam RL 12jam/kolf,
Injeksi Metil Prednisolon 2 x 125 mg, Nebu Combivent 4 x 1, Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr, N
Asetyl Sistein 3 x 1 tab, Ranitidin 2 x 1 amp, Antasid 3 x 1 cth, dan Rawat Bangsal Paru
Pada kasus ini didagnosis dengan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan rontgen thorax. PPOK berdasarkan Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) didefinisikan sebagai penyakit dengan
karakteristik yang ditandai dengan terhambatnya jalan napas yang ireversibel. 1 PPOK terbagi
menjadi bronkitis kronis, emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah
kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis yang menimbulkan dahak selama
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut dan tidak
disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal pada bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan
dinding alveolus.1,3,4
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluh sesak, disertai bunyi ngik-ngik dan batuk
berdahak yang sudah hilang timbul sejak bertahun-tahun. Sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan keluhan PPOK yaitu batuk berulang disertai sesak dengan atau tanpa bunyi
mengi. Pada saat datang ke rumah sakit, sesak pasien memburuk dan batuk berdahak dengan
dahak yang bertambah banyak dan berubah warna menjadi kekuningan. Hal ini sesuai dengan
kriteria penyakit paru obstruksi kronis dengan eksaserbasi akut. Pemeriksaan laboratorium
berupa darah lengkap dengan hasil terjadinya peningkatan leukosit. Riwayat pasien perokok
lama sejak umur 20 tahun juga mendukung sesuai kepustakaan dengan faktor risiko PPOK
yaitu riwayat merokok atau bekas perokok dan riwayat terpapar zat iritan dalam jumlah
bermakna di tempat kerja. Partikulat asap rokok dan udara terpolusi akan mengendap pada
lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia.
Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang, sehingga iritasi pada sel mukosa
meningkat sehingga merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan
aktivitas silia sehingga timbul gejala batuk kronis dan terganggunya mekanisme pengeluaran
dahak. Produksi mukus yang berlebihan dengan terganggunya proses pengeluaran
menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan sesak dengan keadaan vital
masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan dada, dari inspeksi ditemukan kelainan bentuk
dada berupa barrel chest dan pelebaran sela iga yang mendukung diagnosis penyakit paru
obstruksi kronis. Dari auskultasi, didapatkan suara mengi pada seluruh kedua lapang paru
yang mendadakan terjadinya obstruksi. Tidak ditemukan kelaianan pada EKG atau edema
pada ekstremitas pasien menandakan tidak terjadi gangguan pada jantung pasien.
Pemberian terapi oksigen hanya 3 liter per menit dengan harapan meningkatkan
oksigen untuk mencegah hipoksia tanpa menambah timbunan karbon dioksida. Pemberian
obat steroid bertujuan sebagai antiinflamasi dan pengencer dahak diberikan untuk
mempermudah ekpektoransi pasien. Pemberian nebulizer combivent bertujuan untuk
melapangkan bronkus karena terjadinya obstruksi pada bronkus. Antibiotika dapat diberikan
karena adanya infeksi pada saluran nafas.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit pernapasan yang sangat
banyak dijumpai di masyarakat. PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD) didefinisikan sebagai penyakit dengan karakteristik yang ditandai
dengan terhambatnya jalan napas yang ireversibel. 1 Gangguan aliran udara ini umumnya
bersifat progresif dan berkaitan dengan respon radang yang tidak normal dari paru akibat gas
atau partikel yang bersifat merusak.

Belakangan ini angka kejadian PPOK terus meningkat seiring dengan meningkatnya
gaya hidup masyarakat seperti merokok, meningkatnya polusi seperti akibat meningkatnya
jumlah pabrik dan industrialisasi, atau polusi udara lainnya. PPOK merupakan penyebab
kematian yang menduduki peringkat keempat setelah penyakit jantung, kanker, dan penyakit
serebrovaskular.1,2 Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat mencapai
angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal
selama tahun 2000.2 WHO bahkan memperkirakan prevalensi penyakit ini akan meningkat
menjelang tahun 2020.2 Angka prevalensi PPOK di Indonesia sebagai penyebab kematian
tersering berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1992
menunjukkan PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam sebagai penyebab
kematian tersering.2
Tingginya angka prevalensi dan kecenderungan mortalitas yang pada pasien PPOK
menyebabkan perlunya kajian mendalam mengenai penyakit ini. Penanganan yang tepat
dapat mengurangi dampak penurunan fungsi pernapasan pada penyakit ini, namun
pencegahan untuk menghindari eksaserbasi merupakan satu-satunya cara terbaik dalam
menangani kasus ini.

Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah penyakit paru kronis yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran pernafasan yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial1,2. PPOK bisa berupa bronkitis kronis, emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis
kronis adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis yang menimbulkan
dahak selama minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut
dan tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal pada bronkiolus terminal, disertai dengan
kerusakan dinding alveolus.1,3 PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi
pasien mengalami perubahan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dengan
variasi gejala harian yang normal. Gejala yang menyertai eksaserbasi akut ini yatu sesak
napas yang semakin parah, batuk produktif dengan perubahan volumen atau purulensi
sputum. Ada juga yang membagi PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala
sistemik. Gejala respirasi meliputi sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan
volumen dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan napas yang cepat dan
dangkal. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi,
serta gangguan status mental.2

Faktor Risiko
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK, jauh lebih penting dari
faktor-faktor penyebab lainnya.3 Adapun yang termasuk dalam faktor-faktor risiko PPOK
adalah:
1. Asap Rokok
Sejak lama telah disimpulkan bahwa asap rokok merupakan faktor risiko utama mortalitas
dari bronkitis kronis dan emfisema. Serangkaian penelitian telah menunjukkan terjadinya
percepatan penurunan volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari
manuver ekspirasi paksa (FEV1) dalam hubungan reaksi dan dosis terhadap intensitas
merokok, yang ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-rata jumlah
bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun merokok).1
Walaupun hubungan sebab akibat antara merokok dan perkembangan PPOK telah
benar-benar terbukti, namun reaksi dari merokok ini masih sangat bervariasi. Walaupun
merokok merupakan prediktor signifikan yang paling besar pada FEV1, hanya 15% dari
variasi FEV1 yang dapat dijelaskan dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini
mendukung bahwa terdapat faktor tambahan dan atau faktor genetik sebagai kontributor
terhadap dampak merokok pada perkembangan obstruksi jalan nafas.1
2. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK
Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi terhadap berbagai stimulus
eksogen, termasuk methakolin dan histamin, adalah salah satu ciri-ciri dari asma.
Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan nafas yang
hiperresponsif. Terdapat pertimbangan akan tumpang tindihnya seseorang dengan asma
dan PPOK dalam kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan gejala pulmonal. Hal
ini menegaskan bahwa asma, bronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari dasar
penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik untuk
menghasilkan gambaran patologis yang nyata. Asma dan PPOK pada dasarnya
merupakan penyakit yang berbeda. Asma merupakan suatu fenomena alergi sedangkan
PPOK diakibatkan dari hubungan iritasi rokok-inflamasi yang menyebabkan kerusakan
saluran pernapasan.1
3. Infeksi Respirasi
Infeksi respirasi telah diteliti sebagai faktor risiko potensial dalam perkembangan dan
progresivitas PPOK pada orang dewasa,1 terutama infeksi saluran nafas bawah berulang.3
Infeksi respirasi pada waktu anak-anak juga telah dinyatakan sebagai faktor predisposisi
potensial pada perkembangan akhir PPOK.1
4. Paparan Debu Tempat Kerja
Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara merupakan akibat dari
paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan pekerjaan yang khas termasuk
penambangan batu bara, panambangan emas, dan debu kapas tekstil telah ditegaskan
sebagai faktor risiko obstruksi aliran udara kronis. Bagaimanapun juga, walaupun pekerja
yang bukan perokok berkembang mengalami reduksi FEV1, paparan debu turut
menyumbang sebagai faktor risiko PPOK.1
5. Polusi Udara
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada orang-orang yang
tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah
pedesaan, yang berhubungan dengan meningkatnya polusi di daerah padat perkotaan.
Polusi udara adalah faktor risiko yang kurang begitu penting untuk terjadinya PPOK
daripada asap rokok.1
6. Defisiensi 1 Antitrypsin
Defisiensi 1AT yang berat adalah merupakan faktor risiko genetik terjadinya PPOK.
Walaupun hanya 1-2% dari pasien-pasien PPOK yang mewarisi defisiensi 1AT yang
berat, namun pasien-pasien ini menunjukkan bahwa faktor genetik ini dapat mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap kecenderungan untuk berkembangnya PPOK. 1AT
adalah suatu anti protease yang diperkirakan sangat penting untuk perlindungan terhadap
protease yang terbentuk secara alami oleh bakteri, leukosit PMN, dan monosit.1

Patofisiologi
Faktor pencetus bronkitis kronis adalah iritasi kronis yang disebabkan oleh asap rokok dan
polusi udara. Asap rokok terdiri dari campuran partikel dan gas. Pada setiap hembusan asap
rokok terdapat radikal bebas yang akan masuk sampai ke alveolus waktu menghisap rokok.
Partikel ini merupakan suatu oksidan yang dapat merusak paru. Dampak yang ditimbulkan
berupa rusaknya dinding alveolus dan terjadinya modifikasi fungsi anti elastase pada saluran
pernafasan yang berfungsi untuk menghambat neutrofil. Oksidan menyebabkan gangguan
fungsi antielastase, sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.1
Partikulat asap rokok dan udara terpolusi akan mengendap pada lapisan mukus yang
melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang
melapisi mukosa berkurang, sehingga iritasi pada sel mukosa meningkat sehingga
merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia sehingga
timbul gejala batuk kronis dan pengeluaran dahak. Produksi mukus yang berlebihan
menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan. 1
Seiring terus berlangsungnya iritasi dan oksidasi di saluran pernafasan maka akan
terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Akan timbul juga metaplasia skuamosa
dan penebalan lapisan skuamosa yang menimbulkan stenosis dan obstruksi ireversibel dari
saluran nafas.
Terdapat dua jenis emfisema yang relevan terhadap PPOK, yaitu emfisema pan-asinar
dan emfisema sentri-asinar. Pada jenis pan-asinar kerusakan asinar bersifat difus dan
dihubungkan dengan proses penuaan serta pengurangan luas permukaan alveolus. Keadaan
ini menyebabkan berkurangnya daya regang elastis paru sehingga timbul obstruksi saluran
pernafasan. Pada jenis sentri-asinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer asinar,
kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit saluran pernafasan
perifer.

Diagnosis
Diagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis (anamnesis dan pemeriksaan
fisik) dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang. Adapun diagnosis PPOK ditegakkan
dengan:
a. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan.
Riwayat terpapar zat iritan dalam jumlah bermakna di tempat kerja.
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah
(BBLR) atau prematur, infeksi saluran pernafasan berulang, lingkungan dengan asap
rokok dan polusi udara.
Batuk berulang dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu), yaitu sikap seseorang yang
bernafas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Ini diakibatkan oleh
mekanisme tubuh yang berusaha mengeluarkan CO 2 yang tertahan di dalam paru
akibat gagal nafas kronis.
Dapat juga ditemui adanya Barrel chest (diameter antero-posterior dan
transversal yang sebanding), penggunaan otot bantu nafas dengan retraksi dinding
dada, hipertropi otot bantu nafas, pelebaran sela iga. Bila telah terjadi gagal jantung
kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai.
Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer adalah gambaran yang
khas pada emfisema, pasien kurus, kulit kemerahan dan pernafasan pursed-lips
breating. Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkhitis kronis, pasien gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer.
Palpasi
Biasanya ditemukan vokal fremitus melemah dan sela iga melebar.
Perkusi
Hipersonor dan batas jantung mengecil.
Auskultasi
Suara nafas vesikuler normal, atau melemah, terdapat mengi pada waktu bernafas
biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang.
c. Pemeriksaan Penunjang
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
- Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80%, VEP1 % (VEP1/ KVP) < 70%.
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum digunakan untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau
tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore agar tidak
lebih dari 20%.

Gambar Perbandingan Spirometry Pasien PPOK dan Orang Normal


Tabel Klasifikasi Berdasarkan Spirometri
Spirometri Obstruktif Restriktif Kombinasi
FEV1 <80% <80% <80%

FVC >80% <80% <80%

Ratio <70% >70% <70%

Tabel Jenis Penyakit Berdasarkan Obstruktif.Restriktif


Obstruktif Restriktif Kombinasi
COPD Tumor Parenkim Cystic Fibrosis
Asma Fibrosing Lung Disease Bronkiektasis tahap
lanjut
Ca Bronkial Pulmonary Edema
Bronkiektasis
Klasifikasi PPOK berdasarkan spirometri yaitu:

Stage I Ringan FEV1/FVC < 0.70


FEV1 > 80% predicted
Stage II Sedang FEV1/FVC < 0.70
50% < FEV1 < 80% predicted
Stage III Berat FEV1/FVC < 0.70
30% < FEV1 < 50% predicted
Stage IV Sangat Berat FEV1/FVC < 0.70
FEV1 < 30% predicted or
FEV1 < 50% predicted plus
chronic respiratory failure

Uji Bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20 % nilai awal
dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
Darah Rutin
Pemeriksaan seperti melihat kadar leukosit.
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran: hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar,
diafragma mendatar, jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop
appearance. Letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah terutama pada
emfisema. Pada bronkitis kronis, gambaran bisa normal, bisa juga terdapat corakan
bronkovaskular bertambah pada 21% kasus.
Pemeriksaan Khusus (tidak rutin)
Pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan analisis gas darah, elektrokardiografi (EKG),
bakteriologi.

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang,
memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. 1,3
Penatalaksanaan Secara Umum PPOK
1. Edukasi
PPOK adalah penyakit yang kronis yang irreversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan
memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK adalah mengenal perjalanan penyakit dan
pengobatan, melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktiviti yang optimal,
meningkatkan kualitas hidup. Edukasi yang diberikan antara lain pengetahuan dasar
tentang PPOK, obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya, cara pencegahan perburukan
penyakit, menghindari pencetus (berhenti merokok), penyesuaian aktivitas. Pemberian
edukasi pada derajat penyakit ringan berupa penyebab dan pola penyakit PPOK yang
ireversibel, mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain
berhenti merokok, segera berhenti merokok bila timbul gejala; pada penyakit derajat
sedang: menggunakan obat dengan tepat, mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini,
program latihan fisik dan pernapasan; pada penyakit derajat berat: informasi tentang
komplikasi yang dapat terjadi, penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan.
2. Obat-obatan
a. Bronkodilator
Dapat diberikan tunggal atau kombinasi ketiga jenis bronkodilator, yaitu:
antikolinergik, beta-2 agonis, dan xantin. Pemilihan obat diutamakan inhalasi,
nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat atau obat berefek panjang.
b. Anti-inflamasi
Obat ini digunakan pada eksaserbasi akut dalam bentuk intravena. Berfungsi sebagai
anti inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednisone.
Penggunaan obat ini ditujukan untuk mengurangi lamanya perawatan, mempercepat
pemulihan, dan mengurangi kesempatan eksaserbasi berikutnya atau kumatnya untuk
suatu periode.

c.

Antibiotika
Hanya diberikan bila terjadi infeksi. Antibiotik yang digunakan adalah lini pertama
(amoksisilin atau makrolid), lini kedua amoksisilin dan asam klavulanat,
sefalosporin, atau kuinolon. Perawatan di rumah sakit dipilih amoksisilin dan asam
klavulanat, sefalosporin generasi I dan II injeksi, atau kuinolon per oral, ditambah
aminoglikosida injeksi, kuinolon injeksi, atau sefalosporin generasi IV injeksi.

d.
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
e. Mukolitik/ antitusif
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronchitis kronis dengan sputum yang kental. Pemberian
antitusif harus hati-hati.
3. Terapi oksigen
Manfaat oksigen: mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas, meningkatkan kualitas
hidup. Indikasi pemberian oksigen adalah PaO2 < 60 mmHg atau Saturasi O2 < 90% atau
PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai kor pulmonal, perubahan P
pulmonal, hematokrit > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan.
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
Penatalaksanaan Pada Keadaan Stabil
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil adalah untuk mempertahankan fungsi paru,
meningkatkan kualitas hidup, mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan PPOK stabil
dilaksanakan di poliklinik atau di rumah. Penatalaksanaan rawat jalan di poliklinik meliputi
mengatasi mencegah terjadinya eksaserbasi dan menghindari agar tidak terjadi gagal napas
dan mengatasi komplikasi yang mungkin terjadi. Penatalaksanaan di rumah meliputi
penggunaan obat-obatan dengan tepat.
Penatalaksanaan Pada Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,
kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi: sesak bertambah, produksi sputum
meningkat, perubahan warna sputum. Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga:
1. Tipe I ( eksaserbasi berat), memilki 3 gejala di atas.
2. Tipe II (eksaserbasi sedang) memiliki 2 gejala di atas.
3. Tipe III (eksaserbasi ringan) memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
pernapasan atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi
nadi > 20% baseline.
Penyebab eksaserbasi akut. Primer karena infeksi trakeobronkial (biasanya karena
virus); sekunder: pneumonia, gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia, emboli paru,
pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak tepat, penggunaan obat-obatan yang
tidak tepat, penyakit metabolik (gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan
memburuk/polusi udara.
Penanganan eksaserbasi akut ringan dapat dilakukan di rumah oleh pasien yang telah
diedukasi dengan cara menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk nebulizer;
menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur; menambahkan mukolitik atau
menambahkan ekspektoran.
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan pasien harus segera dibawa ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut sedang dan berat dilakukan di rumah sakit, dapat dilakukan
secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, unit gawat darurat,
ruang rawat, atau ruang ICU.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat tejadi pada PPOK adalah:3
a. Gagal nafas
Dapat diatasi dengan menjaga keseimbangan PO2 dan PCO2, bronkodilator adekuat, terapi
oksigen yang adekuat terutama waktu aktivitas atau waktu tidur, antioksidan.
b. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronis ini imunitas
menjadi lebih rendah.
c. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung
kanan.

Pencegahan
Mencegah terjadinya PPOK dengan menghindari asap rokok, hindari polusi udara,
hindari infeksi saluran pernapasan berulang.3 Mencegah perburukan PPOK dengan berhenti
merokok, gunakan obat-obatan adekuat, mencegah eksaserbasi berulang. Strategi yang
dianjurkan oleh Public Health Service Report USA adalah: ask, lakukan identifikasi perokok
pada setiap kunjungan; advice, terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga
pasien didesak mau berhenti merokok; assess, yakinkan pasien untuk berhenti merokok;
assist,bantu pasien dalam berhenti merokok; dan arrange, jadwalkan kontak usaha berikutnya
yang lebih intesif, bila usaha pertama masih belum memuaskan.
Kesimpulan
PPOK merupakan penyakit kronik progresif dengan karakteristik yang ditandai dengan
terhambatnya jalan napas yang ireversibel. PPOK merupakan penyakit dengan angka
kejadian yang tinggi dan turut menyumbang angka kematian di dunia. Asap rokok, paparan
debu, infeksi respirasi, polusi udara, paparan rokok pasif merupakan factor risiko yang
berperan penting pada terjadinya proses PPOK.
Diagnosis PPOK dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan lab, dan pemeriksaan penunjang seperti spirometri dan radiologi. Pada pasien ini
terkena PPOK karena adanya riwayat merokok. Penatalaksanaan penyakit ini meliputi
penanganan PPOK secara umum, penanganan PPOK pada keadaan stabil, dan penanganan
PPOK fase eksaserbasi akut. Pasien yang telah kembali kerumahnya dapat ditangani dengan
penanganan PPOK pada keadaan stabil sampai keluhan berkurang. Pencegahan lebih baik
daripada pengobatan dan merupakan intervensi awal yang baik dalam menanggulangi
tingginya angka kejadian PPOK. Oleh karena itu, pencegahan berupa penelusuran faktor
risiko disertai edukasi dan informasi dalam meminimalisir faktor risiko diharapkan dapat
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada penyakit ini.

Anda mungkin juga menyukai