Anda di halaman 1dari 34

PEMBELAJARAN IPA SD

Teori Belajar dan Model Pembelajaran Kooperatif

Oleh Kelompok II:

Ismi Danic NIM. 1411031202


I Wayan Murte Yase NIM. 1411031203
Ni Putu Desy Oktavia NIM. 1411031215
Windi Kristanti Ningrum NIM. 1411031234
Dewa Made Andika Sujana NIM. 1411031242
Kadek Dian Antari NIM. 1411031256

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2017
A. Teori Belajar

1. Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai


akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat
menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa
stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi
diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon.
Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa
(respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting
adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat.
Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi,
penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan)
atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:
a. Thorndike

Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan


respon. Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar
yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu
tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme
(connectinism).
b. Watson

Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam
bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan
apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.

c. Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
bermacam-macam bentuknya.

d. Edwin Guthrie

Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon.


Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan
kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga
mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan
menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan
dengan respon tersebut.

e. Skinner

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu


mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.
Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa


kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih.
b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika
dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika


refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri
pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam classical conditioning.
d. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.
Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku
individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan
juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan
skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui
peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The
Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan. Dari beberapa
tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori
dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia.
Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling
dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara
drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan
disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran
lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah
a. Belajar adalah perubahan tingkah laku.

b. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan


perubahan tingkah laku.

c. Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang
berupa respon.

d. sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting
sebab tidak bisa diukur dan diamati.

e. Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.

f. Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.

g. Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika
respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan
sebagai aktivitas mimetic yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari
bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan
evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan
bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam
belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme,
belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-
menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang
merupakan pusat penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat
berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik
simpulan dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada
teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum
dapat berfikir secara abstrak.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar, yaitu:
a. Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)
b. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi
kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu
dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang
sudah ada. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat
berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah,
mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat
menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.
Teori ini juga menganggap bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek
kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya. Sedangkan situasi yang
berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat ditentukan oleh
proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Pada prinsipnya, belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai
tingkah laku (tidak selalu dapat diamati). Dalam teori ini menekankan pada gagasan
bahwa bagian-bagian dari situasi yang terjadi dalam proses belajar saling
berhubungan secara keseluruhan. Sehingga jika keseluruhan situasi tersebut dibagi
menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah, maka sama
halnya dengan kehilangan sesuatu (reilly dan lewis, 1983).
Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri
dari aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
a. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian

c. Mementingkan peranan kognitif

d. Mementingkan kondisi waktu sekarang

e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif


Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan
mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di
representasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya
seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar
negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya
selama berada di lain negara tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak
hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semua tanggapan-
tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan
kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

3. Teori Belajar Kontruktivisme

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan


bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan
tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan
merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat
struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan
tersebut. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut
Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas
anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan
teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap
manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk
menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan Fasilitasi orang
lain.
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan
dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual
dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap
sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru,
sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang
cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam
mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini
oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993;
Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan scaffolding.
a. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan. Sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
b. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-
tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial)
disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran
matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari
pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).
Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan
konstruktivisme sosio (socioconstructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa
lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi
untuk merespon masalah yang diberikan.
Tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Adapun ciri ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah
a. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan
dalam dunia sebenar
b. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya
sebagai panduan merancang pengajaran.
c. Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan
murid
d. Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
e. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
f. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
g. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
h. Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
c. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
g. Mencari dan menilai pendapat siswa
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan
bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
penemuan.

4. Teori Belajar Humanisme

Menurut Teori humanisme, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.


proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri.Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah


pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

a Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
b Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa

c Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide


baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

d Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang


proses.

Beberapa prinsip Teori belajar Humanisme :

a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas


b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar
atas inisiatif sendiri
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa,
tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas
segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip
dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
i Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik
dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang
penting.
j Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri ,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
B. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Model STAD (Student Teams Achievement Division)

a. Pengertian STAD (Student Teams Achievement Division)


Menurut Ibrahim (2000: 10) model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dikembangkan oleh Slavin dan merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana diterapkan dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari empat sampai enam orang yang bersifat heterogen, guru yang
menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok yang menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa menggunakan presentasi verbal atau teks. Beedasarkan
pendapat tersebut peneliti berpendapat bahwa dalam hal ini model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah model yang paling sederhana untuk diterapkkan pada
siswa.
Sementara menurut (Slavin, 2008: 188) mengemukakan bahwa pembagian
kelompok yang memperhatikan keragaman siswa dimaksudkan supaya siswa dapat
menciptakan kerja sama yang baik, sebagai proses menciptakan saling percaya dan
saling mendukung. Keragaman siswa dalam kelompok mempertimbangkan latar
belakang siswa berdasarkan prestasi akademis, jenis kelamin, dan suku.

b. Komponen STAD
Adapun lima komponen pada model pembelajaran STAD, yaitu:
1) Presentasi kelas (class presentation)

Bentuk presentasi kelas dapat berupa pengajaran langsung (dirrect


instruction), kelas diskusi (a lecture-discussion) yang dikondisikan langsung
oleh guru dan juga presentasi audio-visual. Presentai kelas di STAD berbeda
dari pengajaran biasanya. Peserta didik harus memberikan perhatian penuh
selama presentasi kelas, sebab akan membantu mereka untuk menjawab kuis
dengan baik nantinya, dan skor kuisnya akan menentukan skor timnya.
2) Grup atau tim (teams)
Grup adalah hal yang amat penting dalam STAD. Dalam banyak hal,
penekanan diberikan pada setiap anggota grup (team members) untuk
melakukan sesuatu yang terbaik buat grupnya. Sebaliknya, pentingnya
peranan sebuah grup adalah melakukan hal yang terbaik dalam membantu
meningkatkan kemampuan setiap anggotanya. Grup memberikan bantuan
dari teman sebaya (peer support) untuk meningkatkan pemahaman atau
kemampuan akademik (academic performance).
3) Kuis (quizzes)
Setelah satu atau dua periode pengajaran (teacher presentation) dan satu
atau dua periode grup melakukan praktek (atau diskusi memecahkan
permasalahan), murid mengambil kuis pribadi (individual quizzes). Peserta
didik tidak diijinkan untuk saling membantu selama mengerjakan kuis
pribadi ini, hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar setiap peserta didik
memiliki tanggung jawab untuk benar-benar memahami materi pelajaran.
4) Peningkatan skore individual (individual improvement scores)
Gagasan yang berada dibalik ide tentang peningkatan skor individual
adalah memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mencapai tingkat
kemampuan (performance goal) yang lebih tinggi dari yang telah dicapai
sebelumnya. Beberapa peserta didik dapat menyumbangkan point
maksimum (maximum point) pada grupnya dalam sistem penskoran STAD
apabila mereka menunjukkan peningkatan yang berarti dibanding
kemampuannya yang lalu. Setiap peserta didik diberikan skor dasar (base
score) berdasarkan rata-rata skor kuis sebelumnya. Points yang bisa
disumbangkan untuk grupnya didasarkan pada berapa besar sekor kuisnya
melampaui atau berada di bawah skor dasar-nya.
5) Penghargaan grup (team recognition)
Grup akan menerima penghargaan jika rata-rata skor mereka memenuhi
atau melampaui kriteria tertentu.

c. Hal-Hal Yang Harus Disiapkan


Hal-hal yang perlu disiapkan guru sebelum memulai model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, menurut Amin Suyitno sebagai berikut:
1) Menyusun data nilai harian peserta didik yang digunakan sebagai pedoman
untuk membentuk kelompok peserta didik yang heterogen dengan
menghitung skor rata-rata suatu kelompok.
2) Guru membentuk kelompok peserta didik yang heterogen terdiri 4 sampai 5
peserta didik dengan latar belakang yang berbeda tanpa membedakan
kecerdasan, suku, bangsa maupun agama.
3) Guru mempersiapkan LKS untuk belajar peserta didik dan bukan sekedar
diisi dan dikumpulkan.
4) Guru juga menyiapkan kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan
peserta didik (dicek oleh peserta didik sendiri).
5) Kuis, berupa tes singkat untuk seluruh peserta didik dengan waktu 10-15
menit.
6) Membuat tes/ulangan untuk melihat ketercapaian hasi belajar yang
diharapkan.

d. Langkah-Langkah Pembelajaran STAD


Menurut Slavin (2008: 188) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
pembelajaran STAD yaitu:
1) Sajian materi oleh guru.
2) Siswa bergabung dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Sebaiknya
kelompok dibagi secara heterogen yang terdiri atas siswa dengan beragam
latar belakang, misalnya dari segi: prestasi, jenis kelamin, suku dll.
3) Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan /
membahas suatu topik lanjutan bersama-sama. Disini anggota kelompok
harus bekerja sama
4) Tes / kuis atau silang tanya antar kelompok. Skor kuis / tes tersebut untuk
menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor
kelompok.
5) Penguatan dari guru.

e. Keunggulan dan Kekurangan Model STAD


Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin,
1997: 17) yaitu:
1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
norma-norma kelompok.
2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan
kelompok.
4) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan


diantaranya adalah :
1) Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga sulit mencapai
target kurikulum.
2) Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi guru sehingga pada umumnya
guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan pembelajaran kooperatif.
4) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

2. Model Jigsaw

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw


Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada
juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyususn
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola
cara bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar
dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Model
pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang
menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti
yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini
merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil
yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa
bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan
untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab
atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan
dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203).
Sementara menurut pendapat ahli salah satunya Sudrajat (2008:1)
mengartikan Pembelajaran Model Jigsaw sebagai sebuah tipe pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok, dimana dalam kelompok tersebut terdiri dari beberapa
siswa yang bertanggung jawab untuk menguasai bagian dari materi ajar dan
selanjutnya harus mengajarkan materi yang telah dikuasai tersebut kepada teman satu
kelompoknya. Model pembelajaran Jigsaw akan menjadi sebuah solusi yang efektif
apabila diterapkan dalam pengajaran terhadap materi ajar yang dapat dibagi menjadi
beberapa bagian dan materi ajar tersebut tidak harus urut dalam penyampaiannya

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw


Bagi anda yang ingin menerapkan model pembelajaran jigsaw dalam kelas
anda, maka anda dapat mengikuti langkah-langkah pelaksanaan berikut ini :
Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok dengan anggota maksimal 5
siswa tiap kelompok.
1) Masing-masing siswa dalam setiap kelompok diberi bagian materi yang
berlainan

2) Masing-masing siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang


ditugaskan

3) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bagian yang sama
berkumpul dalam kelompok baru yang disini disebut sebagai kelompok
ahli untuk mendiskusiksn sub bab mereka.
4) Setelah anggota dari kelompok ahli selesai mendiskusikan sub bab bagian
mereka, maka selanjutnya masing-masing anggota dari kelompok ahli
kembali kedalam kelompok asli dan secara bergantian mengajar teman
dalam 1 kelompok mengenai sub bab yang telah dikusai sedangkan
anggota lainnya mendengarkan penjelasan dengan seksama.

5) Masing-masing kelompok ahli melakukan presentasi hasil diskusi yang


telah dilakukan.

6) Guru melaksanaan kegiatan evaluasi.

c. Faktor Penunjang Keberhasilan Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw


1) Positive interdependence. Seluruh anggota dalam kelompok seharusnya
mempunyai rasa saling ketergantungan.
2) Individual accountability. Masing-masing anggota kelompok seharusnya
mempunyai rasa tanggungjawab terhadap kemajuan proses belajar semua
anggota tanpa terkecuali.

3) Face-to-face promotive interaction. Adanya interaksi tatap muka dalam


aktivitas diskusi dan elaborasi dalam materi yang dibahas.

4) Social skills. Masing-masing anggota seharusnya mempunyai kemampuan


bersosialisasi yang baik dengan anggota lainnya sehingga memungkinkan
pemahaman materi bisa diterima secara kolektif.

5) Groups processing and Reflection. Kelompok seharusnya dapat


melakukan evaluasi terhadap proses belajar yang telah dilakukan dalam
rangka peningkatkan kinerja kelompok.

d. Faktor Penghambat keberhasilan Model Pembelajaran Jigsaw


1) Guru dan siswa masih asing dengan model jigsaw.
Baik siswa maupun guru masih terbawa terbiasa dengan model pembelajaran
konvensional, yang didalamnya materi ajar diberikan hanya satu arah yaitu
dari guru kepada siswa.
2) Terbatasnya waktu.
Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan model jigsaw lebih banyak
daripada pembelajaran konvensional.

3. Model GI (Group Investigasi)


a. Pengertian Model Pempelajaran Tipe GI (Group Investigasi)
Model Group investigation seringkali disebut sebagai metode pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks. Hal ini disebabkan oleh metode ini memadukan
beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan konstruktivistik,
democratic teaching, dan kelompok belajar kooperatif.
Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan model
group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan
sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic teaching adalah
proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan
terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan
memperhatikan keberagaman peserta didik (Budimansyah, 2007: 7).
Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong
siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide
dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah
kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual.
Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21) mengemukakan Group
investigation adalah strategi belajar kooperatif yeng menempatkan siswa ke dalam
kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa metode GI mempunyai fokus utama untuk melakukan
investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus.
b. Tujuan Model Pembelajaran Tipe GI (Group Investigasi)
Metode Grup Investigation paling sedikit memiliki tiga tujuan yang saling
terkait:
1) Group Investigasi membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap
suatu topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai implikasi yang
positif terhadap pengembangan keterampilan penemuan dan membentu
mencapai tujuan.
2) Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang dilakukan melaui
investigasi.

3) Group Investigasi melatih siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam


memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan tersebut, siswa dibekali
keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam kehidupan
bermasyarakat. Jadi guru menerapkan model pembelajaran GI dapat
mencapai tiga hal, yaitu dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan
belajar untuk bekerjas secara kooperatif.

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Tipe GI (Group Investigasi)


Sharan (dalam Supandi, 2005: 6) mengemukakaan langkah-langkah
pembelajaran pada model pemelajaran GI sebagai berikut.

1) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.


2) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus
dikerjakan.
3) Guru memanggil ketua-ketuaa kelompok untuk memanggil materi tugas
secara kooperatif dalam kelompoknya.
4) Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara kooperatif
dalam kelompoknya.
5) Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok
atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.
6) Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil
pembahasannya.
7) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan
konsep dan memberikan kesimpulan.
8) Evaluasi.

d. Tahap-tahap Pembelajaran GI (Group Investigasi)


Pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran di atas tentunya harus berdasarkan
prinsip pengelolaan atau reaksi dari metode pembelajaran kooperatif model Group
Investigation. Dimana di dalam kelas yang menerapakan model GI, pengajar lebih
berperan sebagai konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang bersahabat. Dalam
kerangka ini pengajar seyogyanya membimbing dan mengarahkan kelompok menjadi
tiga tahap:

1) Tahap pemecahan masalah


Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses menjawab
pertanyaan, apa yang menjadi hakikat masalah, dan apa yang menjadi fokus
masalah.
2) Tahap pengelolaan kelas
Tahap pengelolaan kelas berkenaan dengan proses menjawab
pertanyaan, informasi apa yang saja yang diperlukan, bagaimana
mengorganisasikan kelompok untuk memperoleh informasi itu.
3) Tahap pemaknaan secara perseorangan.
Tahap pemaknaan perseorangan berkenaan dengan proses pengkajian
bagaimana kelompok menghayati kesimpulan yang dibuatnya, dan apa yeng
membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses tersebut
(Thelen dalam Winataputra, 2001: 37).

e. Kerangka Pembelajaran Model GI


Dari kerangka operasional pembelajaran Group Investigation yang ditulis oleh
Joise & Weil ini dapat kita ketahui bahwa kerangka operasional model pembelajaran
Group Investigation adalah sebagai berikut:
1) Siswa dihadapkan dengan situasi bermasalah.
2) Siswa melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang
problematis.
3) Siswa merumuskan tugas-tugas belajar atau learning taks dan
mengorganisasikan untuk membangun suatu proses penelitian.
4) Siswa melakukan kegiatan belajar individual dan kelompok.
5) Siswa menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses
penelitian kelompok.
6) Melakukan proses pengulangan kegiatan atau Recycle Activities.
f. Ciri-ciri Model Pembelajaran Tipe GI
Model pembelajaran Group Investigation merupakan model yang sulit
diterapkan dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai cirri-
ciri, yakni sebagai berikut:
1) Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada
siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga
siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
2) Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,
setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat,
saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok
bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
3) Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih
untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua
kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik
yang telah dipelajari.
4) Semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif
yang luas mengenai topik tersebut.
5) Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar
mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
6) Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana
belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini
dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam
mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya
dalam membahas materi pembelajaran.

g. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran GI


1) Kelebihan
Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran GI,
yaitu sebagai berikut:

a) Secara Pribadi dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas.


b) Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif.
c) Rasa percaya diri dapat lebih meningkat.
d) Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah.
e) Meningkatkan belajar bekerja sama.
f) Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru.
g) Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis.
h) Belajar menghargai pendapat orang lain.
i) Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
2) Kekurangan
a) Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan.
b) Sulitnya memberikan penilaian secara personal.
c) Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, meodel
pembelajran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang
menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang
dialami sendiri.
d) Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.

4. Model TGT (Teams Games Tournament)

a. Pengertian TGT
TGT adalah salah satu pembelajaran Kooperatif yang menempatkan siswa
dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin suku atau ras yang berbeda.
Secara runut implementasinya Model pembelajaran TGT terdiri dari lima
langkah tahapan yaitu tahapan penyajian kelas (class precetation) belajar dalam
kelompok (teams) permainan (games) pertandingan (tcurnament) dan penghargaan
kelompok (team recognition).

b. Komponen TGT
1) Presentasi Kelas (Penyajian Kelas)
Materi dalam TGT pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di
dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali
dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukkan presentasi Audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan
pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar
berfokus pada TGT. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa
mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi
kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka
mengerjakan kuis-kuis/game-game, dan skor kuis mereka menentukan
skor tim mereka.
2) Kelompok (Team)
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian
dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnistas.
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim
benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk
mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.
Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari
lembar-kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi,
pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman
apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
3) Game
Gamenya terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari
presentasi di kelas dan pelaksanaan kerjaa tim. Game tersebut dimainkan
di atas meja dengan tiga orang siswa, yang masing-masing mewakili tim
yang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan
yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah
kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera
pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan
para pemain saling menantang jawaban masing-masing.
4) Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya
berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan
presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap
lembar-kegiatan. Pada turnamen pertama, guru menunjuk siswa untuk
berada pada meja turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada
meja 1, tiga berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang
seimbang ini, seperti halnya sistem skor kemajuan individual
dalam STAD, memungkinkan para siswa dari semua tingkat kinerja
sebelumnya berkontribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka jika
mereka melakukan yang terbaik.
5) Team Recognize (Penghargaan Kelompok)
Tim akan mendapat sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim dapat juga
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
(Robert E. Slavin, 2010)
c. Langkah-langkah Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT)
Dalam penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe TGT ada beberapa
tahapan yang perlu ditempuh yaitu:
1) Mengajar
Mempresentasikan atau menyajikam materi, menyampaikan tujuan,
tugas atau kegiatan yang harus dilakukan siswa dan memberikan motivasi.
2) Bekerja dalam kelompok
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dengan
kemampuan akademis, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah
guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok
diskusi dengan menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk
memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan
mengkoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab
3) Permainan
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing
kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk
mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi,
dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi
yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok
4) Penghargaan Kelompok
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata yang
diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak
dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim
yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut:
Kriteria (Rerata
Predikat
Kelompok)
20 sampai 39 Tim Kurang Baik
40 sampai 54 Tim Baik
55 sampai 60 Tim Baik Sekali

d. Sintaks Model Pembelajaran TGT

Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa


Tahap 1 Guru menyampaikan semua Mendengarkan
Menyampaikan tujuan tujuan pembelajaran secara penjelasan yang di
dan memotivasi siswa umum yang ingin di capai sampaikan gurudan
dan memotipasi siswa belajar mencatat tujuan
Tahap 2 Guru menyajikan materi Memperhatikan
Menyajikan materi pelajaran secara umum demonstrasi yang di
pembelajaran kepada siswa dengan cara lakukan guru dan
demonstrasi lewat bahan mempelajari LKS
bacaan / LKS
Tahap 3 Guru membagi siswa menjadi Bergabung dengan
Pembentkan kelompok secara heterogen, kelompok yang telah
kelompok heterogen masing-masing kelompok di bagikan oleh guru
terdiri dari 4-5 orang
Tahap 4 Guru membagi siswa Masing-masing
Turnamen kedalam beberapa meja kelompok masuk ke
turnamen meja turnamen
Tahap 5 Guru membagi soal-soal Masing-masing
Evaluasi tournament kepada masing- kelompok
masing kelompok turnamen mengerjakan soal
turnamen dan dalam
mengerjakan soal
tidak boleh saling
membantu
Tahap 6 Guru memberikan Mendengarkan nama-
Penghargaan penghargan kepada setiap nama kelompok yang
kelompok kelompok yang memiliki berhak mendapatkan
Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
poin tinggi penghargaan.

e. Aturan (skenario)
Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok penantang I,
kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada.
Kelompok pembaca, bertugas:
1) Mengambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan,
2) Membaca pertanyaan dengan keras, dan
3) Memberi jawaban.
Kelompok penantang bertugas:
1) Menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda.
2) Mengecek lembar jawaban.
Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran. (Trianto, 2010

f. Kelebihan dan Kekurangan


Metode pembelajran Kooperatif Team Games Tournament (TGT), ini
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dan Istiqomah
(2006), yang merupakan
Kelebihan Metode TGT adalah:
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.
5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
6) Motivasi belajar lebih tinggi.
7) Hasil belajar lebih baik.
8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Kelemahan TGT adalah:
1) Bagi Guru
a) Sulitnya pengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang
bertindak sebagai pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian
kelompok.
b) Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga
melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika
guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2) Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa yang lainnya. Untuk mengatasi
kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang
mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan
pengetahuannya kepada siswa yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model
Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Anonim. 2015. Pengertian dan Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw.


terdapat pada http://www.infoduniapendidikan.com/2015/06/pengertian-
dan-langkah-langkah-model-pembelajaran-jigsaw.html. Diakses tanggal 29
Maret 2017.

Anonim. Tanpa Tahun. Teori Pembelajaran Kontruktivisme.Terdapat pada:


http://ebook.repo.mercubuana-
yogya.ac.id/Kuliah/materi_20132_doc/TEORI%20PEMBELAJARAN
%20KONSTRUKTIVISME.pdf. Diakses tanggal 29 Maret 2017.

Kartika, Eka. 2014. Makalah Teori Pembelajaran Humanisme. Terdapat pada:


https://www.academia.edu/8231265/MAKALAH_TEORI_PEMBELAJAR
AN_HUMANISME_Diajukan_untuk_memenuhi_tugas_matakuliah_Belaj
ar_dan_Pembelajaran. Diakses tanggal 29 Maret 2017.

Muchlisin, Riadi.2012. Model Pempelajaran Group Investigation. Tersedia pada


http://www.kajianpustaka.com/2012/10/model-pembelajaran-group-
investigation.html. Diakses tanggal 29 Maret 2017.

Muhardin. 2015.Teori Belajar Kognitivisme. Tersedia pada :


http://muhardin1995.blogspot.co.id/2015/05/teori-belajar
kognitivisme.html. (Diakses, 29 Maret 2017)

Mulyana. 2017.Teori Belajar Behavioristik. Tersedia pada :


https://sites.google.com/site/mulyanabanten/home/teori-belajar-
behavioristik. Diakses, 29 Maret 2017.

Pathurroni, dkk. 2015. Makalah Group Investigasion.Tersedia pada


http://ronikurosaky.blogspot.co.id/2015/04/makalah-group-investigation.html .
Diakses tanggal 29 Maret 2017.

Pendidikan. 2016. Pengertian, Persiapan, Langkah-Langkah dan Kelebihan serta


Kekurangan Pembelajaran Koperatif Tipe STAD. Tersedia pada:
http://www.wawasanpendidikan.com/2016/01/Pengertian-Persiapan-
Langkah-Langkah-dan-Kelebihan-serta-Kekurangan-Pembelajaran-
Koperatif-Tipe-STAD.html (diakses tanggal 29 Maret 2017).
Syahrul, Muhammad. 2015. Pengertian, Langkah-Langkah dan kelebihan serta
kekurangan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
Tersedia pada http://www.wawasanpendidikan.com/2015/09/Pengertian-
Langkah-Langkah-dan-kelebihan-serta-kekurangan-dari-Model-
Pembelajaran-Teams-Games-Tournament-TGT.html. Diakses tanggal 29
Maret 2017.

Wahyuni. 2014. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams


Achievement Division). Tersedia pada: http://digilib.unila.ac.id/510/3/BAB
%20II.pdf (diakses tanggal 29 Maret 2017).

Yuliadi, Musli. 2012. Model Pembelajaran Team Games Turnamen (TGT). Terdapat
pada: http://mi1kelayu.blogspot.co.id/2012/06/model-pembelajaran-team-
games-turnamen.html. Diakses tanggal 29 Maret 2017.

Anda mungkin juga menyukai