Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam
bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan
apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
c. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
bermacam-macam bentuknya.
d. Edwin Guthrie
e. Skinner
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri
pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam classical conditioning.
d. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.
Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku
individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan
juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan
skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui
peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The
Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan. Dari beberapa
tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori
dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia.
Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling
dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara
drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan
disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran
lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah
a. Belajar adalah perubahan tingkah laku.
c. Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang
berupa respon.
d. sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting
sebab tidak bisa diukur dan diamati.
g. Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika
respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan
sebagai aktivitas mimetic yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari
bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan
evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan
bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam
belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme,
belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-
menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang
merupakan pusat penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat
berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik
simpulan dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada
teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum
dapat berfikir secara abstrak.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar, yaitu:
a. Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)
b. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi
kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu
dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang
sudah ada. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat
berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah,
mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat
menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.
Teori ini juga menganggap bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek
kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya. Sedangkan situasi yang
berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat ditentukan oleh
proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Pada prinsipnya, belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai
tingkah laku (tidak selalu dapat diamati). Dalam teori ini menekankan pada gagasan
bahwa bagian-bagian dari situasi yang terjadi dalam proses belajar saling
berhubungan secara keseluruhan. Sehingga jika keseluruhan situasi tersebut dibagi
menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah, maka sama
halnya dengan kehilangan sesuatu (reilly dan lewis, 1983).
Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri
dari aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
a. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
a Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
b Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
b. Komponen STAD
Adapun lima komponen pada model pembelajaran STAD, yaitu:
1) Presentasi kelas (class presentation)
2. Model Jigsaw
3) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bagian yang sama
berkumpul dalam kelompok baru yang disini disebut sebagai kelompok
ahli untuk mendiskusiksn sub bab mereka.
4) Setelah anggota dari kelompok ahli selesai mendiskusikan sub bab bagian
mereka, maka selanjutnya masing-masing anggota dari kelompok ahli
kembali kedalam kelompok asli dan secara bergantian mengajar teman
dalam 1 kelompok mengenai sub bab yang telah dikusai sedangkan
anggota lainnya mendengarkan penjelasan dengan seksama.
a. Pengertian TGT
TGT adalah salah satu pembelajaran Kooperatif yang menempatkan siswa
dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin suku atau ras yang berbeda.
Secara runut implementasinya Model pembelajaran TGT terdiri dari lima
langkah tahapan yaitu tahapan penyajian kelas (class precetation) belajar dalam
kelompok (teams) permainan (games) pertandingan (tcurnament) dan penghargaan
kelompok (team recognition).
b. Komponen TGT
1) Presentasi Kelas (Penyajian Kelas)
Materi dalam TGT pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di
dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali
dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukkan presentasi Audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan
pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar
berfokus pada TGT. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa
mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi
kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka
mengerjakan kuis-kuis/game-game, dan skor kuis mereka menentukan
skor tim mereka.
2) Kelompok (Team)
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian
dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnistas.
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim
benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk
mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.
Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari
lembar-kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi,
pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman
apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
3) Game
Gamenya terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari
presentasi di kelas dan pelaksanaan kerjaa tim. Game tersebut dimainkan
di atas meja dengan tiga orang siswa, yang masing-masing mewakili tim
yang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan
yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah
kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera
pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan
para pemain saling menantang jawaban masing-masing.
4) Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya
berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan
presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap
lembar-kegiatan. Pada turnamen pertama, guru menunjuk siswa untuk
berada pada meja turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada
meja 1, tiga berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang
seimbang ini, seperti halnya sistem skor kemajuan individual
dalam STAD, memungkinkan para siswa dari semua tingkat kinerja
sebelumnya berkontribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka jika
mereka melakukan yang terbaik.
5) Team Recognize (Penghargaan Kelompok)
Tim akan mendapat sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim dapat juga
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
(Robert E. Slavin, 2010)
c. Langkah-langkah Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT)
Dalam penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe TGT ada beberapa
tahapan yang perlu ditempuh yaitu:
1) Mengajar
Mempresentasikan atau menyajikam materi, menyampaikan tujuan,
tugas atau kegiatan yang harus dilakukan siswa dan memberikan motivasi.
2) Bekerja dalam kelompok
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dengan
kemampuan akademis, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah
guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok
diskusi dengan menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk
memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan
mengkoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab
3) Permainan
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing
kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk
mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi,
dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi
yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok
4) Penghargaan Kelompok
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata yang
diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak
dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim
yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut:
Kriteria (Rerata
Predikat
Kelompok)
20 sampai 39 Tim Kurang Baik
40 sampai 54 Tim Baik
55 sampai 60 Tim Baik Sekali
e. Aturan (skenario)
Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok penantang I,
kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada.
Kelompok pembaca, bertugas:
1) Mengambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan,
2) Membaca pertanyaan dengan keras, dan
3) Memberi jawaban.
Kelompok penantang bertugas:
1) Menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda.
2) Mengecek lembar jawaban.
Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran. (Trianto, 2010
Akhmad sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model
Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Yuliadi, Musli. 2012. Model Pembelajaran Team Games Turnamen (TGT). Terdapat
pada: http://mi1kelayu.blogspot.co.id/2012/06/model-pembelajaran-team-
games-turnamen.html. Diakses tanggal 29 Maret 2017.