Bab 1-Habis Perpan
Bab 1-Habis Perpan
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Konduksi berhubungan dengan konsep aktivitas atomik dan molekular.
Konduksi dapat dilihat sebagai perpindahan energi dari zat partikel yang lebih
berenergi ke yang kurang berenergi dikarenakan interaksi antar partikel.
Mekanisme ini dapat dijelaskan menggunakan gambaran gas ideal dalam konsep
termodinamika dengan mengasumsikan tidak ada gerakan makroskopik atau bulk.
Gambar 2.1 menunjukkan partikel gas yang menempati ruang antara dua
permukaan yang berbeda suhunya. Suhu yang lebih tinggi berhuungan dengan
energi molekular yang tinggi. Ketika molekul yang berdekatan saling
bertumbukan, maka akan terjadi perpindahan energi dari molekul yang lebih
berenergi ke yang lebih rendah. Adanya perbedaan suhu menyebabkan
perpindahan ini terjadi dalam arah penurunan suhu. Dapat dikatakan perpindahan
panas akibat gerakan acak molekular sebagai difusi energi. Hal ini benar bahkan
bila tanpa peristiwa tumbukan. Misalnya dalam benda padat, konduksi terjadi
karena aktivitas atomik dalam bentuk vibrasi lattice (kisi). (Bergman dkk., 2005)
Difusi termal melalui benda padat diatur dalam Hukum Fourier, dimana
jika dalam satu dimensi dinyatakan sebagai
dQ dT
=kA
dt dx
(2.1)
Atau bila dinyatakan dalam fluks panas
3
q x = {dQ} over {Adt} = -k {dT} over {dx}
(2.2)
dQ/dt (kuantitas per satuan waktu) adalah laju alir panas, A ialah luas daerah yang
searah dengan laju alir, dan -dT/dx ialah laju perubahan suhu terhadap jarak aliran
panas, atau disebut gradien suhu. Faktor k disebut sebagai konduktivitas termal,
yaitu sifat karakteristik benda dimana panas mengalir dan bervariasi terhadap
temperatur (Knudson dkk., 1995).
suatu bahan, misalnya teknik steady state (absolut atau komparatif), teknik 3 ,
3 digunakan untuk thin film (Tritt, 2004). Beberapa teknik yang dapat
hubungan daya versus perubahan suhu T pada suhu basis suhu dasar yang
tetap dan dimensi sampel yang sama. Teknik steady state ini memerlukan aliran
4
panas ke sampel yang seragam, sehingga diperlukan heat sinking sampel pada
suhu dasar yang stabil begitu pula dengan heater dan termokopel pada sampel.
5
Contohnya yaitu dengan menggunakan kawat termokopel dengan diameter
yang kecil (0.001 in.) dan memiliki konduktivitas termal yang rendah, seperti
kawat krom (Tritt, 2004).
Peralatan yang digunakan untuk menentukan konduktivitas termal benda
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
a) b)
6
Nilai k dari pengukuran steady state dapat dihitungdengan persamaan 2.3.
QL
k=
TA
(2.3)
supply.
(2.4)
7
Metode aliran panas konvensional (arah longitudinal/linear) dapat
menguntungkan pada temperatur rendah, namun kesalahan pengukuran yang
serius dapat terjadi pada suhu tinggi karena panas hilang akibat radiasi langsung
dari pemanas dan dari permukaan sampel. Dalam metode aliran panas radial,
panas dimasukkan melalui internal sampel, umumnya untuk meminimalkan
kehilangan akibat radiasi dari sumber panas. Metode aliran radial relatif lebih sulit
untuk diterapkan daripada metode aliran linear, dan umumnya tidak digunakan di
bawah suhu kamar. Diagram ilustrasi dari metode aliran radial ditunjukkan pada
Gambar 2.5.
8
Pada analisa radial steady state, suhu diukur pada dua radius berbeda. Panas yang
mengalir antara dua radius r1 dan r2 dan diasumsikan tidak ada panas yang hilang
secara longitudinal, maka konduktivitas termal k ialah
r1
dr
P=k [ T r 1T r 2 ] / (2.5)
r 2 2 r
r2
k=
Pln
( )
r1
2 L T
(2.6)
posisi radial dari termokopel bagian dalam dan bagian luar, berturut-turut.
9
Gambar 2.6 Peralatan konduktivitas cairan (Kern, 1965).
Salah satunya ialah metode Bridgman dan Smith, yang mana terdiri dari
anulus fluida yang sangat tipis diantara dua silinder tembaga yang dicelupkan
dalam constant-temperature bath seperti pada Gambar 2.4. Panas disuplai
kedalam silinder oleh kawat yang dialirkan dari film hingga dihilangkan ke bagian
luar silinder dengan bath. Reservoir digunakan untuk memastikan bahwa anulus
penuh oleh cairan dan sesuai bila fluida berupa gas. Ketebelan film adalah 1/64
in.dan perbedaan temperatur dijaga agar tetap kecil (Kern, 1965).
(2.7)
adalah operator del tiga dimensi dan T (x,y,z) adalah bidang temperatur
10
T
q = {q} rsub {n} n=k n
x
(2.8)
Saat distribusi suhu telah diketahi, maka fluks panas konduksi pada setiap titik
dalam medium atau dalam permukaannya dapat dihitung dari persamaan Fourier.
Distribusi suhu ini dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian, silindris, dan
speris. Pendekatan yang digunakan ialah menerapkan neraca energi pada volume
kontrol diferensial (Bergman dkk., 2005). Persamaan yang digunakan untuk setiap
jenis koordinat tersebut dapat dilihat sebagai berikut
T T T T
c = ( ) ( ) ( )
k + k +
t x x y y z z
k + q
Komponen vektor fluks panas q^ , adalah :
T T
q^ x =k q^ y =k
x ; y ;
T
q^ z=k
z
11
T 1 T 1 T T
c =
t r r
kr ( + k) + k
r r2 z z( ) ( )
+ q
Komponen vektor fluks panas q^ , adalah :
T k T T
q^ r=k q^ = q^ z=k
r ; r ; z
Speris (r, ,
T 1 2 T 1 T 1 T
c = 2
t r r
kr ( + 2 )
r r sin
ksin + 2 2( k
r sin
+ q ) ( )
Komponen vektor fluks panas q^ , adalah :
T k T k T
q^ r=k q^ = q^ z=
r ; r ; rsin
12
2.5. Perpindahan Panas Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi karena adanya gerakan
molekul (massa) pada fluida seperti udara atau air ketika fluida tersebut
dipanaskan atau menerima panas dari suatu sumber panas. Pada konveksi terjadi
aliran panas melalui suatu bulk dan tejadi gerakan makroskopis atom-atom dari
rezim panas menuju rezim dingin. Contoh konveksi yang cukup baik seperti
terdapat pada proses pendidihan air di dalam suatu bejana. Ketika bejana mulai
dipanaskan, transfer panas pertama dari elemen bawah bejana menuju ke air.
Ketika air mulai mendidih, akan terjadi gelembung-gelembung pada beberapa
bagian permukaan air sehingga permukaan air akan naik.Transfer panas dari air
panas yang berada pada bagian bawah menuju ke air yang lebih dingin pada
permukaan atas terjadi secara konveksi.
Konveksi terjadi dalam dua bentuk yaitu konveksi alami (natural
convection) dan konveksi paksa (forced convection). Pada konveksi alami, fluida
di sekitar sumber panas menerima sumber panas secara alami. Konveksi alami
terjadi karena adanya perbedaan densitas fluida ketika gravitasi dan beberapa
percepatan lainnya berada di dalam sistem. Sedangkan konveksi paksa,
perpindahan panas secara konveksi karena adanya paksaan seperti dengan
menggunakan pompa pada fluida (Geankoplis, 1995).
Kebanyakan dalam praktis industri, panas yang ditransferkan berasal dari
satu fluida ke fluida lain melalui dinding pemisah antara kedua fluida.
Diasumsikan fluida panas pada suhu t1 mengalir melewati sisi dinding logam dan
fluida dingin pada t7 mengalir melewati sisi lain. Seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Gradien suhu aliran panas steady oleh konduksi dan konveksi
13
dari fluida panas ke fluida dingin yang dipisahkan oleh
dinding padat Knudson dkk., 1995).
Pada aliran turbulen, ditemukan bahwa, terbentuk zona dimana fluida
berdekatan dengan permukaan dinding lebih tenang, yang disebut sebagai film.
Badan fluida yang semakin dekat dengan dinding cenderung menjadi sedikit
turbulen hingga berkembang menjadi aliran laminer pada daerah yang
bersebelahan dengan dinding. Film ini terdiri dari sebagian daerah dengan aliran
yang bergerak laminar ( laminar sublayer) dan sebagian dimana terjadi
perpindahan panas konduksi molekular. Resistensi lapisan laminar terhadap aliran
panas akan bervariasi bergantung pada ketebelan film(Knudson dkk., 1995).
Untuk menghitung laju konveksi antara sistem dengan lingkungan fluida,
maka digunakan koefisien transfer panas (heat transfer coefficient), h. Tidak
seperti konduktivitas termal (k), koefisien transfer panas tidak dipengaruhi oleh
sifat material (bahan), namun dipengaruhi oleh geometri, fluida, temperatur,
kecepatan dan karakteristik lainnya dari sistem pada konveksi yang terjadi. Oleh
karena itu koefisien transfer panas harus diturunkan secara eksperimental untuk
setiap sistem yang dianalisa. Persamaan dan korelasi dapat diperoleh dari
beberapa referensi untuk menghitung koefisien transfer panas pada beberapa
konfigurasi dan fluida (Bergman dkk., 2005).
Q=h i Ai T i=h o A o T o
(2.9)
Dengan :
Q = Laju perpindahan panas (btu/jam)
hi = Koefisien perpindahan panas pada inside pipe surface (Btu/(Jam)(ft2)(oF)
Ai= Luas permukaan perpindahan panas (ft2)
Ti = Perbedaan temperatur antara inside pipe fluid dengan inside pipe wall (oF)
2.6. Radiasi
Radiasi termal adalah energi yang diemisikan dalam benda yang tereksitasi
karena suhu; kemudian di serap oleh benda lain pada jarak dari sumber yang
bergantung pada jalur bebas rata-rata dari foton yang diemisikan (Knudson, dkk.,
1995). Radiasi tidak memerlukan medium dalam perpindahan panasnya. Radiasi
14
sangat baik terjadi dalam suatu keadaan vakum. Contohnya energi matahari, akan
ditransfer menuju ke bumi melalui space vakum. Berdasarkan pada hukum
Termodinamika II, Boltzman laju perpindahan panas dari sumber menuju ke
receiver dirumuskan dengan menggunakan persamaan :
4
dQ=dA T
(2.10)
dengan:
Q = Laju perpindahan panas (btu/jam)
= Emissivity, dimensionless
= Konstanta Stefan Boltzmann (0,173 x 10-4 btu/(hr)(ft2)(oR4)
T = Temperatur (oR)
Semua benda dapat mengemisikan radiasi. Pada gas dan benda padat
semitransparan, seperti gelas dan kristal pada suhu yang tinggi, maka peristiwa
emisi dikategorikan dalam fenomena radiasi volumetrik, yaitu radiasi akibat efek
yang terintegrasi dari seluruh volume. Namun, dalam kebanyakan padatan dan
cairan, radiasi yang dipancarkan dari molekul interior diserap lebih kuat oleh
molekul yang berdekatan. Dengan demikian, radiasi yang dipancarkan dari
padatan atau cairan yang dimulai dari molekul adalah yang berada dalam jarak
sekitar 1m dari permukaan yang terkena. Sehingga,untuk alasan ini, emisi dari
padatan atau cair ke dalam gas yang berdampingan atau ruang hampa dapat
dipandang sebagai suatu fenomena permukaan, kecuali dalam situasi yang
melibatkan perangkat nano atau mikro (bergman, dkk., 2005).
15
Gambar 2.9 Proses emisi sebagai fenomena volumetrik (kiri) dan sebagai
fenomena permukaan (bergman, dkk., 2005).
16
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
17
2.2.2 Pada Percobaan 2
1. Alat HT12 Radial Haet Conduction diletakan di samping HT10X
Heat Transfer Service Unit pada tempat yang sesuai. Jepitkan
pemanas dan pendingin dari HT11 bersamaan yang dilapisi dengan
thermal paste.
2. Delapan thermocouple pada HT12 dihubungkan dengans oket yang
sesuai pada bagian depan dari unit. Dipastikan label pada
thermocouple cocok dengan label pada soket.
3. Voltage control potentiometer set menuju minimum (berlawanan arah
jarum jam) dan diposisikan kepilihan manual kemudian dihubungkan
sumber arus dari HT12 kesoket bertanda O/P3 pada unit.
4. Suplai air pendingin dipastikan terhubung dengan regulating valve
pada HT12
5. Dipastikan semua unit terhubung dengan sumber listrik.
18
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Brass 25 mm
Tabel 4.2 Hasil percobaan aliran linear untuk bahan Brass 25 mm.
c. Stainless Steel 25 mm
Tabel 4.3 Hasil percobaan aliran linear untuk bahan Stainless steel 25 mm.
20
2 0,00004 30,3 28,8 28,1 27,9
3 0,0001 30,6 29,1 28,6 28,2
5 0,0003 31,3 29,8 29 28,6
6 0,0004 31,9 30,1 29,1 28,8
8 0,0006 32,8 30,6 29,4 29,2
4.2 Pembahasan
4.2.1 Aliran Linier
Hasil praktikum diperoleh data-data temperatur (C), Arus (ampere), dengan
variasi tegangan (volt) yaitu 2 volt, 3 volt, 5 volt, 6 volt dan 8 volt untuk
beberapa jenis bahan (modul) yaitu aluminium 25 mm, brass 25 mm dan
stainless steel 25 mm.
Pada praktikum ini, akan dilihat hubungan antara jarak thermocouple
dengan temperatur serta hubungan antara konduktivitas panas dengan temperatur
rata-rata antara literatur dengan hasil percobaan dari masing masing bahan.
a. Aluminium 25 mm
21
34
32
30
V=2
28
Temperature (oC) V=3
26 V=5
24 V=6
V=8
22
0 0.020.040.060.08 0.1
........................................... (1)
q =Q=V. ..................................................................................(2)
I
Dimana:
22
q = Laju perpindahan kalor/panas
k = Konduktivitas termal bahan
A = Luas permukaan bidang hantaran
dT/dx = Gradien suhu kearah perpindahan kalor
V = Tegangan Pemanas
I = Kuat Arus
Dari persamaan hukum Fourier diatas, didapatkan suatu hubungan antara
suhu dan jarak thermocouple, dimana suhu berbanding terbalik dengan jarak.
Sehingga, apabila jarak antar thermocouple semakin besar maka temperatur yang
mengalir didalam bahan akan semakin kecil (Kern, 1965).
Pada Gambar 4.1 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi tegangan maka
temperatur yang mengalir di dalam bahan juga semakin tinggi begitu juga
sebaliknya. Hal ini juga sesuai dengan hukum Fourier dimana hubungan tegangan,
laju perpindahan kalor dan temperatur adalah berbanding lurus.
250
200
150
konduktivitas 100
k literatur
k percobaan
50
0
27.5 28 28.5 29 29.5
23
bahan aluminium adalah 203,1 W/m.K. Perbedaan yang sangat jauh antara
konduktivitas hasil praktikum dengan konduktivitas literatur ini memiliki persen
kesalahan rata-rata 92,61 %. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan alat
pada jepitan pemanas dan thermocouple sehingga pengukuran temperatur sulit
untuk diamati.
b. Brass 25 mm
35
34
33
32
31 V=2
Temperature (oC) 30 V=3
29 V=5
28 V=6
27 V=8
26
0 0.020.040.060.08 0.1
........................................... (3)
q =Q=V. ..................................................................................(4)
I
24
Dimana:
q = Laju perpindahan kalor/panas
k = Konduktivitas termal bahan
A = Luas permukaan bidang hantaran
dT/dx = Gradien suhu kearah perpindahan kalor
V = Tegangan Pemanas
I = Kuat Arus
120
100
80
60
konduktivitas (W/m K)
k literatur
40
k percobaan
20
0
25 30 35
25
percobaan didapatkan konduktivitas panas rata-rata bahan brass 25 mm adalah
11,24 W/m.K, sedangkan menurut literatur konduktivitas panas rata-rata bahan
brass adalah 99,21 W/m.K. Perbedaan yang sangat jauh antara konduktivitas hasil
praktikum dengan konduktivitas literatur ini memiliki persen kesalahan rata-rata
88,67 %. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan alat pada jepitan pemanas
dan thermocouple sehingga pengukuran temperatur sulit untuk diamati.
c. Stainless steel 25 mm
34
33
32
31
30 V=2
Temperature (oC) 29 V=3
28 V=5
27 V=6
26 V=8
25
0 0.020.040.060.08 0.1
........................................... (5)
26
q =Q=V. ..................................................................................(6)
I
Dimana:
q = Laju perpindahan kalor/panas
k = Konduktivitas termal bahan
A = Luas permukaan bidang hantaran
dT/dx = Gradien suhu kearah perpindahan kalor
V = Tegangan Pemanas
I = Kuat Arus
50
40
30
konduktivitas W/m K)
k literatur
20
k percobaan
10
0
28 30 32
27
Perbandingan konduktivitas panas antara literatur dan hasil percobaan pada
bahan Stainless seel 25 mm dapat dilihat pada Gambar 4.6. Dari perhitungan data
hasil percobaan didapatkan konduktivitas panas rata-rata bahan Stainless steel 25
mm adalah 17,86 W/m.K, sedangkan menurut literatur konduktivitas panas rata-
rata bahan Stainless steel adalah 14,54 W/m.K. Perbedaan antara konduktivitas
hasil praktikum dengan konduktivitas literatur ini memiliki persen kesalahan rata-
rata 22,70 %. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan alat pada jepitan
pemanas dan thermocouple sehingga pengukuran temperatur sulit untuk diamati.
28
terdapat pada T6 dengan tegangan 2 volt yaitu sebesar 29,3 C. Dapat dilihat pada
Gambar 4.7 hubungan antara temperatur dengan jarak thermocouple adalah
berbanding terbalik, dimana semakin besar jarak thermocouple maka temperatur
yang mengalir di dalam bahan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip
hukum Fourier, yaitu :
........................................... (7)
q =Q=V. ..................................................................................(8)
I
Dimana:
q = Laju perpindahan kalor/panas
k = Konduktivitas termal bahan
A = Luas permukaan bidang hantaran
dT/dx = Gradien suhu kearah perpindahan kalor
V = Tegangan Pemanas
I = Kuat Arus
29
100
80
60
0
25 30 35
........................................... (9)
30
Sumber : (Kern, 1965)
Dimana,
q = Laju perpindahan kalor
k = Konduktivitas termal bahan
A = Luas permukaan bidang hantaran
dT/dx = Gradien suhu kearah perpindahan kalor
V = Tegangan Pemanas
I = kuat arus
200
150
0
123456789
Tegangan (V)
31
Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa konduktivitas panas bahan
alumunium, brass dan stainless steel berdasarkan literatur cenderung stabil untuk
setiap variasi tegangan, dimana konduktivitas panas bahan aluminium paling
besar dan konduktivitas panas bahan Stainless steel paling kecil.
60
50
40
30
k percobaan (W/m K) Aluminum
20 Brass
10 Stainless steel
0
0 2 4 6 810
Tegangan (V)
BAB V
32
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar jarak thermocouple maka temperatur yang mengalir di dalam
bahan akan semakin rendah.
2. Semakin tinggi tegangan pemanas maka temperatur bahan yang mengalir di
dalam bahan juga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
3. Menurut literatur bahan aluminium memiliki konduktivitas panas bahan
lebih besar dibandingkan dengan brass dan stainless steel.
4. Nilai konduktivitas rata-rata aliran linear pada bahan Aluminium 25 mm,
Brass 25 mm dan Stainless steel 25 mm yaitu sebesar 15,01 W/mK; 11,24
W/mK dan 17,86 W/mK. Sedangkan pada aliran radial diperoleh nilai
konduktivitas rata-rata bahan Brass sebesar 0,04 W/mK.
5. Persentase kesalahan aliran linear pada bahan aluminium 25 mm, brass 25
mm dan stainless steel 25 mm yaitu sebesar 92,61 %; 88,67 % dan 22,70 %.
Sedangkan pada aliran radial diperoleh persentase kesalahan bahan brass
sebesar 99,96 %.
5.2 Saran
Sebaiknya jepitan pemanas dan thermocouple diganti dengan yang baru,
dikarenakan adanya kerusakan yang menyebabkan sulitnya dalam mengamati
temperatur yang ditampilkan pada thermocouple, sehingga data yang diperoleh
tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
33
Bergman, T.L., Lavine, A.S., Incropera, F.P., dan Dewitt, D.P. 2005. Introduction
to Heat Transfer Sixth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Geankoplis, C.J. 1995. Transport Process and Unit Operation, 3rd edition. New
Jersey: Prentice Hall.
Kern, DQ. 1965. Process Heat Transfer. Singapura : Mc-Graw-Hill Book Co.
Knudson, J.G., Hottel, HC, Sarofim, A.F., Wankat, P.C., dan Knaebel, K.S. 1997.
Heat and Mass Transfer dalam Robert H. Perry, Dan W. Green, dan
James O. Maloney (Editor). Perrys Chemical Engineers Handbook
Seventh Edition. New York: McGraw-Hill.
McCabe, W.L., Smith, J.C., dan Harriott, P. 1993. Unit Operation of Chemical
Engineering, Fifth Edition. Singapura : Mc-Graw-Hill Book Co
34
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1. KonduksiPanas Linear
PadabahanAluminium (D = 25 mm)
Diketahui : x13 = 0.03 m
x45 = 0.015 m
x68 = 0.03 m
D = 0.025 m
A = D2/4 = 4.9 x 10-6 m2
Padategangan2 volt, kuatarusterukur = 0.00017 Ampere
T1 = 29.4oC T6 = 27,6oC
T3 = 28,2oC T7 = 26,6oC
35
T1 T3 T6 T7
T Ave =
4
29.4 28,2 27.6 2.66 27.95 o C
4
Q =VxI
= (2 V) (0.00017 A)
= 0,00034 Watt
Thot = T1 T3
= 29.4 28.2
= 1.2
Tcold = T6 T7
= 27.6 26.6
=1
= (28.8 - 27.1) oC
= 1.7oC
Q x13
0.00034 0.03 1.7325
A T1 - T3 0.00000491.2
khot = W/m oC
Q x68
0.00034 0.03 2.0789
A T6 T7 0.000491
kcold = W/m oC
Q x
0,00231 0.015 0.6115
( A) Tint 0,0049 1.7
kint = W/m oC
Untuk Alumunium :
Padasuhu27,95oC, kondutivitastermal (k)bahanAlumuniumadalah :
27,950 k 202
=
1000 206202
2. KonduksiPanas Radial
Diketahui :
R1 = 0.007 m R4 = 0.03 m
R2 = 0.01 m R5 = 0.04 m
R3 = 0.02 m R6 = 0.05 m
x = 0.0032 m
T1 = 31.1 oC
T2 = 30.1oC
T4 = 29.8 oC
T5 = 29.5oC
T6 = 29.3oC
Q =VxI
= (2 V) (0.00001 A)
=0.00002 Watt
R 0.05
LN 6 LN
R
1 0.007
Q 0.00212 0.001087
2x(T1 T6 ) 2 3.14 0.0032 (1.8)
k = = W/m oC
LAMpiran data Perhitungan