PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur,
negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya.
Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga
mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson
dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-
70%.4
2
berbentuk menyerupai buah pear, dimana pada bagian posteriornya meruncing
pada daerah apekd dan optic kanal.1
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan
kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,2
3
Gambar 2. Fisiologi refraksi.
Dua faktor penting dalam refraksi yaitu densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui
cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif
total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan
refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah
berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan
mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
4
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan
jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada
sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi
sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu
sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam
jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat.
Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3
2.4 Etiologi
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin
bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga
semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
v. Tumor
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:5
5
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah
satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan
bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai
dengan adanya kelainan penglihatan yang lain. Bila ditinjau dari letak daya
bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Tipe ini sering ditemukan pada anak-anak, dimana pada bidang vertikal
mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal dan
sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai pada atau mendekati meridian
90o.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang vertikal dan lebih sering ditemukan pada orang dewasa.
iii. Astigmatisme Oblik
Jika edua meridian utamanya tidak terletak pada atau mendekati 90 derajat
atau 180 derajat, namun terletak lebih mendekati 45 derajat dan 135
derajat.
iv. Astigmatisme Bioblik
Jika kedua meridian utama tidak terletak pada sudut yang sama satu sama
lain, misalnya salah satu pada 30 derajat dan satunya lagi pada 100 derajat.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertikal
dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Jika satu garis focus berada didepan retina dan yang lainnya berada
diretina. Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya
6
bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah).
Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y
atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.
7
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
8
Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y
menjadi sama - sama + atau -.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
9
2.6 Patogenesis dan Patofisiologi
Astigmatisma adalah kondisi pada mata dimana berkas cahaya dari sebuah
benda tidak terfokus pada satu titik, karena adanya perbedaan-perbedaan pada
kelengkungan kornea ataupun lensa pada meridian-meridian yang berbeda (AAO).
Namun penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea, meskipun
lensa kristalina juga dapat berperan. Kornea pada mata normal melengkung
seperti bola basket, dengan sudut dan kebulatan ang sama di semua areanya.
Namun mata dengan astigmatisma memiliki kornea yang lebih melengkung lagi
seperti bola football Amerika, engan beberapa area lebih curan atau lebih bulat
dibandingkan yang lainnya. Hal ini dapat menyebabkan bayangan yang muncul
menjadi kabur dan melebar.5,6
10
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembiasan mata dengan
astigmatisma memiliki dua titik fokus yang berbeda pada setiap meridian, baik
horizontal maupun vertikal.
a. Astigmatisma Reguler
11
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara
teratur dan equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan
meridian yang lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang
lainnya kurang. Dua jenis meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya
saling tegak lurus. Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara
vertikal dan satunya lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun
sudutnya masih saling tegak lurus/ 90 satu sama lain.
12
yang rumit dari seberkas cahaya yang berasal dari satu sumber titik dan dibiaskan
oleh lensa sferosilinder ini disebut dengan istilah conoid of Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada
meridian-meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan
melewati setiap garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm
pada titik-titik yang berbeda sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips,
termasuk bagian luar dari dua garis fokus ini. Pada setiap dioptriknya, dua garis
fokus ini memiliki potongan sirkuler. Potongan sirkuler dari berkas sinar ini
disebut circle of least confusion, dan merepresentasikan fokus terbaik dari lensa
sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar akan terfokus jika lensa memiliki
kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis rata-rata pada semua meridian
lensa sferosilinder. Rata-rata kekuatan sferis lensa sferosilinder merepresentasikan
ekuivalen sferis dari lensa, dan dapat dihitung dengan rumus:
13
b. Astigmatisma Irreguler
14
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan
gejalagejala sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek-ucek mata.
2.8 Diagnosis
2) Uji refraksi
i. Subjektif
- Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan
mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-
masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,
6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan
kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila
setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
15
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini
mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam
penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan
menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring
astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis
juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu
lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180.
Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis
juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan
juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa
silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat
16
kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien
melihat jelas.7,8
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,
diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.9
2.9 Terapi
Adapun terapi yang dapat dilakukan, adalah: 10,11
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah
jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan
pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka
dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak
maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
17
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.
Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah
hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman
dari insisi.
18
BAB III
KESIMPULAN
Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun
gejala klinis dari astigmatisme adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi.
Pasien juga sering mengeluhkan penglihatan mendua atau melihat objek
berbayang-bayang. Sebahagian juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada
mata.
Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa
terdapat juga pilihan bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan
Photorefractive keratectomy (PRK).
19
DAFTAR PUSTAKA
20