Anda di halaman 1dari 13

ABSTRAK

Perlindungan konsumen merupakan hal yang selalu menarik untuk

dibahas, karena dekat dengan kehidupan manusia, seseorang suatu saat dapat

menjadi konsumen dan dapat menjadi pelaku usaha di saat lain. Namun baik

konsumen maupun pelaku usaha banyak yang kurang memahami hak, kewajiban

serta tanggung jawabnya.

Dbatoe Boutique Hotel merupakan salah satu pelaku usaha yang bergerak

dibidang jasa perhotelan. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang

diderita konsumen dibebankan terhadap jasa yang dihasilkan berdasarkan

kesalahan, kelalaian, cacat dan informasi yang tidak benar kepada konsumen.

Dbatoe Boutique Hotel tidak memiliki itikad baik dalam melaksanakan

tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 19 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Kata Kunci : Konsumen, Pelaku Usaha, Tanggung Jawab, Kerugian.


ABSTRACT

Consumerism becomes a mainstream because of its identical with human

and someone can be a consumer or business sector in the other times.

Nevertheless, both consumers and business sectors less understand their rights,

obligation and responsibility.

Dbatoe Boutique Hotel is one business sector running in hotel-service.

The responsibility of business sector toward consumers loss imposed to the

service based on the mistakes, dereclition, deformity and misinformation for

consumer.

The hotel does not have good faith as the statement in section 19 act

number 8/1999 about consumerism.

Key Words : Consumer, Business sector, Responsibility, disadvantages.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan

program-program pemerintah dalam upaya merealisasikan pembangunan

nasional, Pembangunan nasional adalah pembangunan yang

berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang

adil dan makmur berdasarkan peraturan yang ada di Indonesia yaitu

Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

Salah satu program pemerintah adalah pembangunan di bidang

perhotelan yang merupakan penunjang berkembangnya pembangunan

pariwisata, bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana,

terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung-jawab dengan tetap

memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup

dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta

kepentingan nasional.

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Kepariwisataan adalah

keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat


multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan

setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat

setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan

pengusaha. Didalam pasal 11 dan pasal 20 Undang-undang Nomor 10

Tahun 2009 menyatakan: Pemerintah bersama lembaga yang terkait

dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan

kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.

Pembangunan kepariwisataan meliputi industri pariwisata dan

destinasi pariwisata. Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan

jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan

perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat. Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan

asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian,

kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, kesatuan

yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan

kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan

kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.

Setiap wisatawan berhak memperoleh:

a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;

b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;

c. perlindungan hukum dan keamanan;

d. pelayanan kesehatan;

e. perlindungan hak pribadi; dan


f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko

tinggi.

Industri perhotelan perlu mendapatkan perhatian khusus sebagai

peluang bisnis dalam perekonomian Indonesia untuk mendongkrak

perekonomian nasional yang terpuruk akibat krisis moneter. Kesadaran

akan perlunya penanganan yang lebih serius terhadap industri ini telah

melahirkan beberapa kebijakan sebagai langkah pengembangannya.

Hotel tidak dapat dipisahkan dengan industri pariwisata, karena

industri pariwisata tanpa sarana akomodasi atau hotel tidak mungkin

berkembang dengan baik.Hotel pada awalnya hanya merupakan sarana

akomodasi tempat orang menginap yang terdiri dari kamar- kamar, jadi

salah satu aspek kepariwisataan dari unsur akomodasi, yakni yang

menyangkut perhotelan.Menurut Surachlan Dimyati, Akomodasi

dalarn arti sempit merupakan sarana penginapan yang biasanya

digunakan untuk menginap yang terdiri dari kamar-kamar. Seiring

perkembangan zaman, istilah akomodasi dikenal orang bukan hanya

sekedar tempat untuk menginap, tetapi telah berkembang (dalam arti

luas) sebagai tempat seseorang dapat tidur, beristirahat, atau menginap

sementara waktu selamadalam perjalanannya, juga untuk mendapatkan

makan-minum dan terpenuhi kebutuhan lainnya.Akomodasi bukan

hanya tempat untuk menginap saja tetapi dapat diguna-km untuk

makan, minum dan sebagai tempat untuk memperoleh kebutuhan-


kebutuhan yang sengaja dibangun dan didirikan dengan tujuan

komersil, guna untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya

mengalami perluasan makna dengan beralihnya istilah akomodasi

dengan istilah hotel.


1
Hotel menurut Pasal 14 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009

tentang Kepariwisataan adalah salah satu bagian dari usaha pariwisata

yang memberikan layanan berupa penyediaan akomodasi beserta

pelayanan makanan dan minuman kepada para wisatawan, sedangkan

yang dimaksud dengan usaha pariwisata adalah kegiatan yang

bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau

mengusahakan objek dan daya tarik wisata.

Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.PM.10/PW.30l

/Phb.77,tanggal 12 Desember 1977, menyatakan bahwa hotel adalah

suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan

bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan berikut

makan dan minum.

Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi

Nomor: KM 34/HK/03/MPPT 1987 menyatakan bahwa hotel adalah

suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh

bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makanan

dan minuman serta jasa lainnya untuk umum, yang dikelola secara

komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam

1 Aan Surachlan Dimyati, Pengetahuan Dasar Perhotelan, Jakarta : CV. Deviri Ganan 1992,
halaman 17
keputusan pemerintah. Menyadari bahwa hotel adalah salah satu

penunjang perkembangan perekonomian negara kita, maka dalam

pelayanan pelaku usaha terhadap konsumen harus baik, karena ada

kalanya pelayanan yang diberikanmengecewakan baik dalam

penyediaan fasilitas yang bersifat fisik maupun non fisik, seperti

pelayanan yang kurangramah.

Dbatoe Boutique Hotel yaitu salah satu hotel yang berada di

daerah Kota Bandung, letaknya strategis disertai dengan berbagai

fasilitas,antara lain berbagai tipe kamar, restaurant, dan meeting room.

Pengusaha Dbatoe Boutique Hotel selaku pelaku usaha harus

memperhatikan kepentingan dari konsumennya.Sehingga dapat

menjaga kepercayaan yang diberikan oleh konsumennya, serta dalam

melaksanakan kegiatan usahanya hotel santosa harus bertanggung

jawab terhadap segala sesuatu yang dapat merugikan konsumennya

baik fisik maupun non fisik. Salah satu peristiwa yang terjadi di

Dbatoe Boutique Hotel adalah tentang peristiwa ada seseorang yang

bermaksud menginap , sebelum masuk tamu tersebut menuju

resepsionis untuk check in di kamar nomor 601 dengan membayar

deposit sebesar Rp. 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) dengan

membawa kendaraan Toyota Kijang Innova Tipe J warna Hitam

Metalik dengan nomor polisi B 1068 KVC. Setelah proses check in

selesai tamu tersebut langsung ditawari jasa untuk membawakan tas

dan kopernya oleh salah seorang security yang berseragam Dbatoe


Boutique Hotel menuju kamarnya bernama Ahmad Permana,

sesampainya di depan kamar nomor 601 tamu tersebut kembali

ditawari kembali oleh Ahmad Permana untuk mobilnya di parkirkan

dengan jasa parkir vallet hotel. Lalu tamu tersebut menyerahkan kunci

mobil beserta dengan gantungan kunci yang berisi STNK dan surat

jalan kendaraan dikarenakan mobil tersebut adalah mobil sewaan.

Betapa terkejutnya tamu tesebut pada saat check out dan meminta

mobilnya di jasa vallet parkir hotel mobilnya sudah tidak ada yang

dimana banyak barang berharga yang ada di dalam mobil tersebut.

Sehubungan dengan kasus ini, pengusaha Dbatoe Boutique Hotel

selaku pelaku usaha harus menunjukan tanggung jawabnya demi

menjaga kepercayaan pihak konsumen. Menurut Bambang Sujatno

empat tipe yang dapat memunculkan keluhan tamu (guest Complain),

yaitu :

1. Hal-hal yang bersifat mekanis

Yang termasuk dalam tipe ini adalah adanya kerusakan pada fasilitas

hotel, misalnya : AC, Penerangan, kunci kamar, pipa-pipa, TV,

video, komputer, radio, Air.

2. Hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan

Hal ini biasanya disebabkan oleh tamu harus menunggu lama,

pelanggan kopor dan bawaan lainnya, kamar yang kurang bersih,

pelayanan telepon, fax, pelayanan di bagian makanan dan minuman,

pencucian pakaian, kurang perlengkapan di kamar, di bar, dsb.


Sikap pegawai : kasar, kurang hati-hati, tidak ramah, kurang sopan,

kurang peka dan kurang tanggap terhadap keinginan tamu,

membeda-bedakan tamu, malas, lamban.

3. Sesuatu yang tidak biasa

Termasuk didalamnya : kurangnya kendaraan umum, cuaca

yang kurang mendukung, ada binatang masuk ke hotel, hal-hal lain

yang terjadi di luar kemampuan hotel untuk mencegahnya.2

Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh konsumen, harus

diselesaikan secara positif oleh pelaku usaha, dimana pelaku usaha

harus bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita konsumen,

namunsering terjadi juga konsumen kecewa karena keluhan-keluhan

yang disampaikannya tidak mendapat penyelesaian yang positif, serta

ada juga pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab atas kerugian

yang diderita oleh konsumen akibat dari kesalahan pihak pelaku usaha

itu sendiri, hal ini merupakan masalah yang sering terjadi di dalam

dunia perhotelan, sehingga posisi konsumen yang rendah

mengakibatkan kepentingan dan hak konsumen terabaikan,ditambah

lagi peranan pemerintah dalam mengawasi perilaku pelaku usaha yang

lemah semakin membuat konsumen tidak berdaya atas hak-haknya

dalammengkonsumsi barang dan/atau jasa. Padahal konsumen

memiliki hak dasar dalam Guidelenes For Consumer Protection Of

1985 yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang

2 Bambang Sujatno, Hotel Courtesy, Yogyakarta, Andi Yogyakarta, 2006, Halaman 118 119
menyatakan: Konsumen dimanapun mereka berada memiliki hak-hak

dasar sosialnya. Yang dimaksudHak dasar tersebut adalah Hak untuk

mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur, Hak untuk

mendapatkan keamanan dan keselamatan, Hak untukmemilih, Hak

untuk didengar, Hak untuk mendapatkan ganti rugi dan Hak untuk

mendapatkankebutuhan hidup manusia.3 Salah satu hak dari pelaku

usaha adalah menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan. Salah satu kewajiban pelaku usaha yaitu memberikan

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan,

perbaikan, dan pemeliharaan, sedangkan salah satu hak konsumen

adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa, selain itu kewajiban konsumen

adalah membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan

keselamatan. Tanggung jawab pelaku usaha adalah memberikan ganti

rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen

akibatmengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan. Pertanggungjawaban hukum merupakan sesuatu hal

yang tidak bisa dipisahkan dari kerugian yang telah diderita oleh para

3 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen; suatu pengantar, Jakarta, CV. Tiagra Utama,
2002, halaman 7.
pihak sebagai akibat (dalam huhungan konsumen dan pelaku usaha)

dari penggunaan, pemanfaatan serta pemakaian oleh konsumen atas

barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Perbuatan

yang merugikan tersebut dapat lahir karena tidak ditepatinya perjanjian

atau kesepakatan yang telah dibuat (dikenal dengan istilah wanprestasi)

atau semata-mata lahir karena suatu perbuatan (dikenal dengan istilah

perbuatan melawan hukum). Tindakan yang merugikan ini

memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk meminta

pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat, beserta kompensasi atau

segala biaya, bunga, dan kerugian yang dialaminya. Setiap pelanggaran

yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menerbitkan kerugian kepada

konsumen merupakan pelanggaran atas prestasi pelaku usaha yang

diperjanjikan sebelumnya kepada konsumen, dalam hal ini konsumen

berhak menuntut pembatalan perjanjian, meminta penggantian atas

segala biaya, dan kerugian aktual yang diderita konsumen, dalam hal

demikian, konsumen berkewajiban untuk secara langsung

menyampaikan kerugian yang dideritanya kepada pelaku usaha.

Tanggung jawab pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 19 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK) pada hakekatnya meliputi :

1. Tanggung jawab ganti rugi atas kerusakan

2. Tanggung jawab ganti rugi atas pencemaran

3. Tanggung jawab ganti rugi atas kerugian konsumen


Berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha atas keamanan

dan keselamatan tamu hotel maka penulis melakukan survey pada

salah satu hotel di Bnadung yaitu Dbatoe Boutique Hotel yang

beralamat di jalan Pasirkaliki Nomor 78 Bandung :

Dalam Penelitian Pendahuluan tersebut diperoleh tentang

peristiwa ada seseorang yang bermaksud menginap di Dbatoe

Boutique Hotel , sebelum masuk hotel ia menyimpan mobilnya dan

mengunci pintu mobilnya di tempat parkir hotel santosa. Ia pun

bergegas daftar untuk memesan kamar dan masuk kamar dengan

sebelumnya ditawari untuk dibawakan kopernya dan di parkirkan

mobilnya dengan jasa parkir vallet. Keesokan hari ketika ia check out

dari hotel ia tidak dapat menemukan mobilnya di vallet parkir,

langsung ia mengadu ke pihak hotel, tetapi penanganan keamanan dan

ganti rugi dari pihak hotel kurang baik.

Berdasarkan uraian masalah di atas, peneliti ingin melakukan

penelitian mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan

Terhadap Hiangnya Barang Milik Konsumen Menurut Undang

Undang No.8 tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen berdasarkan

Putusan No. 194 / Pdt / 2014 / PT.Bdg.

2.1 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan paparan dalam latar belakang di atas, maka dapat

dirumuskan suatu permasalahan seperti di bawah ini :


Bagaimanakah Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan

Terhadap Kerugian Yang Diderita Konsumen Atas Hilangnya Mobil

Yang Disebabkan Oleh Security Hotel Di Lingkungan Hotel Ditinjau

Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Di Dbatoe Boutique Hotel?

3.1 TUJUAN PENEITIAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Perhotelan

Terhadap Kerugian Yang Diderita Konsumen Atas Hilangnya Mobil

Yang Disebabkan Oleh Security Hotel Di Lingkungan Hotel Ditinjau

Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Di Dbatoe Boutique Hotel.

Anda mungkin juga menyukai